• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transkrip Wawancara Narasumber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Transkrip Wawancara Narasumber"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

(2)
(3)
(4)

LAMPIRAN B

(5)

Transkrip Wawancara Narasumber

Narasumber - Jabatan: Angelina Anjar Sawitri - Koordinator Cek Fakta Tempo Tanggal: 13 Oktober 2020

Waktu: 16.00 WIB Medium: Google Meet

Boleh perkenalan diri, jabatannya apa, sudah bergabung di kanal Cek Fakta Tempo.co sudah sejak kapan?

Oke aku nama lengkap Angelina Anjar Sawitri. Jabatan saat ini koordinator kanal Cek Fakta Tempo. Bergabung di Cek Fakta Tempo sejak September tahun lalu, 2019. Sudah sekitar setahun.

Bagaimana Mba Arme mendefinisikan pemeriksaan fakta atau fact checking?

Cek fakta itu intinya adalah kita memerangi hoaks ya jadi di era teknologi kayak gini kan memang media sosial itu memungkinkan semua orang menjadi produsen berita, cuma kan produsen berita itu apa namanya belum tentu selamanya dia benar gitu karena kita harus bedakan sama jurnalistik. Kalau jurnalistik harus konfirmasi, harus cross-check sana sini sementara produsen berita di media sosial itu tidak selamanya mereka berpegangan pada prinsip jurnalistik, belum tentu mereka konfirmasi, belum tentu mereka cross-check ke sana ke sini seperti layaknya jurnalis, bisa aja mereka isunya cuma katanya-katanya. Jadi itu semua yang bikin munculnya hoaks. Hoaks itu bermula dari itu, beredarnya informasi tapi kita tidak tahu itu benar apa tidak karena produsennya bukan media, produknya bukan jurnalistik. Nah cek fakta itu intinya adalah meluruskan itu, meluruskan hal yang simpang siur di media sosial atau internet ya karena kadang juga produsen berita itu tidak hanya warganet ya, tidak hanya netizen saja tapi juga ada situs-situs yang berlaga seperti media jadi kayak media abal-abal lah. Intinya sih memverifikasi informasi yang disebut atau diklaim fakta padahal sebenarnya kalau kita gali lagi itu hoaks.

Artinya ini sejalan dengan tujuan kanal Cek Fakta di Tempo ya?

Iya, pasti karena memang kalau di Tempo sendiri itu kan memang kita mulai khawatir dengan banyaknya hoaks apalagi di Indonesia, apalagi menjelang Pemilu atau di tengah peristiwa-peristiwa besar, entah itu demo, entah itu Pilkada, semuanya itu memang memicu hoaks karena kadang kita itu hidup di tengah masyarakat yang terpolarisasi. Terpolarisasi itu kan karena ada kubu A, kubu B, kubu C. Masing-masing kubu ini bisa jadi memang sengaja memproduksi hoaks untuk propaganda, entah itu black campaign atau kampanye hitam atau misalnya dia pengen membagus-baguskan politikus yang didukungnya, itu juga bisa lewat hoaks. Jadi saking banyaknya itu semua ya kita pengen ada kanal yang fokus untuk meng-handle itu.

(6)

Apa alasan Cek Fakta punya kanal sendiri?

Sebenarnya untuk lebih spesialisasi aja sih, maksudnya lebih mudah dicari. Kalau misalnya hoaks soal politik masuk ke politik atau misalnya hoaks soal demo masuk ke metro, nanti akan terpisah-pisah. Kita pengennya memang itu lebih khusus, jadi orang bisa melihat, oh kalau mau lihat verifikasi atas hoaks-hoaks tuh di kanal Cek Fakta, dia tidak perlu cari di kanal Nasional, ttidak perlu cari di kanal apa, kanal apa, kanal apa. Memang kita di kanal Cek Fakta ini masih tercampur semua ya, nah nantinya memang ada rencana kita, kanal Cek Fakta itu ada sub kanalnya lagi, jadi dibagi lagi ini isu nasional, ini isu politik, ini isu politik, ini isu ekonomi, ini isu kesehatan, agama. Jadi kedepannya akan seperti itu tapi untuk sekarang memang masih tercampur, karena masih baru juga kan sekitar dua tahunan ini lah jalan, dua sampai tiga tahun, menjelang Pilpres.

Sebutan di Tempo untuk kekacauan informasi itu hoaks ya?

Tempo itu selalu berpegangan sama Bahasa Indonesia, EYD lah. Nah kita memakainya kalau di judul formatnya memang fakta atau hoaks. Hoaksnya juga bukan hoax tapi hoaks. Sebenarnya di KBBI belum ada cuma memang kita mencoba membahasa Indonesia-kan itu juga. Supaya nantinya mungkin suatu saat masuk ke KBBI dan juga kalau kita pakai fakta atau misinformasi itu kepanjangan juga sebenarnya. Kenapa hoaks juga karena orang Indonesia lebih paham dengan kata hoaks ya, lebih familiar dengan kata hoaks ketimbang misinformasi dan disinformasi jadi memang kita pengen orang begitu baca langsung paham, ini maksudnya begini, ini maksudnya hoaks gitu. Kita tidak perlu lagi jelasin misinformasi itu apa.

Paling banyak menemukan jenis hoaks dalam bentuk seperti apa?

Kebanyakan video atau foto yang sebenarnya video atau video lama atau di tempat lain atau konteksnya beda banget tapi dikasih narasi misalnya kejadian sekarang demo kemarin itu sebenarnya video demo UU KPK September 2019, tapi diganti jadi ini kerusuhan saat demo UU Cipta Kerja. Jadi hoaksnya tidak secanggih yang ada di luar negeri. Karena aku memang mengamati hoaks yang di luar negeri, mereka lebih canggih juga cuma memang di Indonesia mungkin karena tingkat literasi kita masih rendah jadi orang dikasih hoaks yang sesederhana itu aja mereka kena. Cuma kalau misalnya hoaks Kesehatan itu agak spesial ya, agak beda gitu.

Kalau hoaks kesehatan Covid gitu biasanya lebih banyak klaim-klaim misalnya kayak sebenarnya bawang putih. Banyak orang-orang kampung, desa termasuk juga di keluarga aku, kalau anak kena flu itu dikasih bawang putih, dia akan sembuh atau membaik lah. Nah kemarin saat Covid itu ya muncul itu, bawang putih bisa menyembuhkan, bisa mematikan Virus Corona gitu. Virus Corona yang diketahui sama masyarakat kan Covid, padahal virus Corona itu kan banyak banget macamnya termasuk flu biasa aja itu salah satunya ada yang disebabkan oleh Virus

(7)

Corona. Jadi memang Sebagian besar sih kayak gitu ya, kalau kesehatan, mitos- mitos gitu, mitos-mitos orang dulu yang sering dalam keseharian kita terapkan terus ada Covid ini disambung-sambungin ke situ.

Sebagai pelaku industri media, apakah merasakan betul dampak dari maraknya hoaks?

Sangatlah, pasti. Karena hoaks ini bikin orang jadi salah pemahaman, salah mengerti. Misalnya UU Cipta Kerja, ada pihak yang pro terus bilang yang kontra nih demo berdasarkan hoaks. Terus yang kontra bilang kita gak kenal hoaks kok, kalian yang kena hoaks, kalian yang menjelaskan dengan tidak lengkap makanya terus mereka bisa juga dibilang hoaks sebenarnya. Ini kan bikin kehidupan bermasyarakat kita itu penuh dengan konflik gitu loh. Ada orang karena dia kubu A terus menyerang yang kubu B atau kubu B menyerang kubu A maksudnya kenapa sih tidak melihat bareng-bareng, oh ternyata yang benar ini loh, tapi ini benar-benar sibuk berdebat aja. Hoaks ini salah satu dampaknya itu, masyarakat jadi terpecah, termasuk juga hoaks yang dilontarkan sama buzzer-buzzer. Hoaks yang sengaja diproduksi oleh mereka kan pada akhirnya membuat informasi itu menjadi abu-abu, menjadi tidak jelas. Harusnya masyarakat bisa tahu informasi yang benar itu seperti ini tapi karena buzzer bikin hoaks terus masyarakat tahunya jadi yang itu. Ini kan bikin kayak jadi kahirnya misalnya kayak pendukungnya Jokowi, ya mereka setengah mati dukung Jokowi. Mereka tidak mau lagi melihat secara jelas padahal sebenarnya yang perlu kita kritik adalah kebijakannya, misalnya begitu. Terus juga hoaks ini yang bikin aku prihatin salah satunya, orang jadi menganggap kalau media itu semuanya jelek. Itu karena situs-situs abal-abal yang suka banget bikin berita yang judulnya apa, isinya apa. Isinya copy paste dari media mainstream terus judulnya diganti, judulnya pun misleading. Media-media abal-abal kayak begitu banyak orang tidak tahu kalau itu abal-abal, itu palsu. Mereka tahunya itu media makanya orang-orang banyak banget yang menganggap jadi tidak percaya sama media, media itu semua sama, bikin hoaks segala macam. Padahal sebenarnya tidak semua media seperti itu dan harus bisa dilihat bahwa itu abal-abal bukan media benaran. Itu juga yang salah satu yang jadi concern kita sih.

Ada berapa orang yang terlibat di Cek Fakta Tempo.co?

Koordinatornya aku, satu orang. Fact chacker-nya ada tiga. Kalau mau lihat profilnya ada di cekfakta.tempo.co/metodologi. Kalau Mas Moerat juga sebenarnya termasuk tapi dia lebih ke penanggung jawab aja sih, tidak ke urusan teknis sehari- hari karena dia Kepala Media Lab.

Media Lab itu di bawahnya ada Cek Fakta dan lain-lain ya?

Iya, betul.

(8)

Mba Arme ini seperti editor ya?

Iya lebih ke editor. Jadi yang ngecek fakta itu teman-teman fact checker, mereka mengirim berita ke keranjang setelah itu aku ambil untuk dinaikin, biasanya kayak gitu sih. Karena mereka ini fact checker ini basic-nya kontri. Jadi mereka tadinya kontri di daerah, mereka itu tidak di Jakarta semua, yang di Jakarta cuma aku. Mba Ika di Jember, Jawa Timur. Mas Zainal di Kendari, Sulawesi, satu lagi Mas Ibrahim di Padang atau Palembang, aku lupa antara dua itu. Jadi memang kita ada yang di Jawa, di Sulawesi, Sumatera. Itu tadinya mereka kontri Tempo di daerah masing- masing tapi kemudian diangkat menjadi fact checker.

Syarat atau ketentuan apa yang harus dipenuhi sebelum menjadi fact checker?

Syaratnya itu harus ikut pelatihan cek fakta. Jadi Tempo itu kan terverifikasi oleh IFCN, International Fact Checking Network. Karena kita terverifikasi IFCN, tentunya kita punya standar supaya artikel-artikel kita sesuai standar mereka juga.

Supaya sesuai standar tentunya fact checker harus punya ilmu cek fakta karena basic-nya cek fakta itu sama kayak wartawan sebenarnya karena kan basically jurnalis itu kan mengecek fakta kan, mencari fakta, nah kita juga seperti itu, cuma ada beberapa metode yang mungkin jarang dilakukan oleh jurnalis apalagi yang berkaitan sama teknologi-teknologi, tools-tools untuk cek fakta. Kayak misalnya ada foto, video, audio yang nyebar, bagaimana kita ngeceknya itu kan kita harus pakai tools-tools yang tersedia di internet kan. Tools-tools itulah yang harus dipelajari gitu melalui pelatihan-pelatihan cek fakta. Biasanya pelatihan itu yang bikin Google bareng sama AJI, Aliansi Jurnalis Independen. Kebetulan tiga fact checker ku itu memang mereka anggota AJI. Jadi mereka sudah ikut pelatihan semua yang dibikin AJI bareng Google dan aku juga kemarin pas masuk diangkat jadi koordinator cek fakta sebelumnya aku juga harus ikut pelatihan dulu.

Tools-tools apa yang biasa digunakan untuk cek fakta?

Aku sekalian jelasin proses pengecekan fakta ya. Jadi Ketika ada sebuah klaim yang beredar itu kita lihat dulu itu foto, video, atau narasi biasa, teks. Kalau teks pada intinya kita ngecek, nelusurin lewat Google biasa aja, Google search. Kita cari kata kunci, kita cari konteks, tanggal, dan lain-lain. Misalnya klaim pejabat, Jokowi dibilang ngomong kalau pertumbuhan ekonomi tujuh persen di bulan Oktober, misalnya begitu. Kita cek aja sesuai kata kunci di Google search. Kedua kalau foto itu reverse image tools, itu ada Google, Yandex, Tineye. Cara kerjanya hampir sama, kita upload foto ke situs itu terus mereka crawling, cari jejak digitalnya, foto itu pertama kali terdeteksi di internet itu kapan dan konteksnya apa. Kalau video, ada du acara. Pertama screen capture biasa, screen capture thumbnail-nya atau salah satu cuplikan yang unik, entah ada warna sesuatu atau bentuk sesuatu atau muka orang, terus di reverse image tools yang tadi pakai Yandex, Google, dan Tineye atau cara kedua ini biasanya untuk video yang lebih panjang, kita pakai tools

(9)

yang namanya Invid. Invid itu pada dasarnya dia potong-potong video itu jadi beberapa image, nah image itu nanti kita reverse image tools tadi. Cuma kalau video pendek kan kita screen capture biasa aja juga bisa, cuma kalau untuk video yang panjang gitu kan kita males kadang nelusurin satu-satu, screen capture satu-satu.

Nah lewat tools Invid ini kita bisa upload ke web-nya Invid, kita bisa upload video ke situ, nanti kita mungkin beberapa menit, tidak sampai satu menit, beberapa detik, mereka langsung potong-potong video itu jadi sejumlah image. Nanti kita tinggal save dan reverse image tools.

Kendala apa saja yang biasa ditemukan saat melakukan pemeriksaan fakta?

Pertama, sumber-sumber kita itu kebanyakan pemberitaan di media massa.

Pemberitaan di media massa ini kan terbatas ya karena belum tentu juga semua hal yang terjadi, fakta itu diberitakan oleh media massa bisa aja ketika kita menerima hoaks belum ada yang memberitakan. Jadi akhirnya kita skip dulu deh, kita tunggu dulu pemberitaannya sampai ada berita soal itu. Atau misalpun kita tidak mau mengandalkan pemberitaan juga bisa sebenarnya. Kita kontak narasumber yang terkait, misalnya kalau kejadian itu di Jogja, kita kontak aja polisi di sana, Polda Jogja. Tapi balik lagi bisa aja kadang kontak narasumber suka tidak dibalas, itu kendalanya. Bisa aja mereka tidak balas di saat itu akhirnya harus menunggu lama.

Ini terjadi karena memang keterbukaan data pemerintah juga tidak seterbuka itu.

Jadi kita mau akses misalnya data apa gitu, itu terbatas tidak semua situs kementerian menyediakan data-data, jadi memang beberapa hambatannya itu. Kita perlu sumber-sumber lain selain pemerintahan. Kita pengennya kementerian kita mau cari apapun mereka ada datanya atau misalnya pun peristiwa apa gitu, mereka menyajikan itu press release di situnya mereka, jadi kita gampang. Cuma kan tidak semua kementerian se-update itu kan jadi kendalanya lebih ke situ.

Dari mana mendapatkan sumber hoaks untuk diperiksa?

Ada dua cara. Pertama dari laporan warga. Kita menyediakan di Tempo.co di halaman utama itu di sisi kanan ada di bagian agak bawah, lapor hoaks. Jadi ketika kita klik di situ orang langsung dikasih formulir, isi hoaksnya apa, narasinya apa, dia bisa juga kirim foto atau video yang mana itu nanti terkirim ke e-mail kita, e- mail official Cek Fakta Tempo. Atau mereka juga bisa lewat cara yang lebih informal, lewat media-media sosial kita. Banyak netizen melaporkan lewat Instagram karena Instagram Cek Fakta Tempo yang paling banyak followernya dibandingkan Facebook dan Twitter. Mereka biasanya mengirim DM, “Min tolong cek ini dong, ini benar atau tidak?” nanti kita seleksi dari situ di share ke grup Cek Fakta, mana nih kira-kira yang mau dicek. Atau cara kedua, karena lagi-lagi kita terverifikasi sama IFCN jadi kita dapet privilege untuk bergabung sebagai third party fact checker Facebook. Itu program kemitraan, Facebook dengan seluruh organisasi cek fakta di seluruh dunia, dia bikin tools khusus untuk fact checker.

(10)

Tools itu isinya postingan-postingan di Facebook dan Instagram, karena Instagram kan punya Facebook terus ke dashboard itu juga. Dashboard itu isinya postingan- postingan yang viral ketika itu dan berpotensi hoaks.. Dia belum tentu hoaks tapi berpotensi hoaks. Mungkin karena mereka punya teknologi AI, Artificial Intelligence jadi mereka bisa mendeteksi postingan-postingan mana nih yang berpotensi hoaks. Karena ketika kita cek ya memang akhirnya hasilnya memang hoaks. Mungkin mereka punya database yang sangat besar jadi mereka bisa mendeteksi itu. Di situ nanti kelihatan misalnya postingannya, terbagi tiga kolom gitu. Kolom pertama itu narasinya apa, klaimnya apa, dalam bentuk apa, teks, video atau foto. Nanti di sebelahnya ada kolom viralitasnya, misalnya foto, foto ini udah dilihat berapa ribu orang, udah dicari berapa ribu orang, disukai, di share berapa ribu orang kelihatan di situ, tanggalnya kapan. Kita bisa lihat “Oh ini diuploadnya hari ini nih”. Kalau kita berpatokannya lebih ke viralitasnya, semakin viral berarti semakin banyak orang yang terpapar oleh konten itu. Kalau salah kan itu nanti udah menyebar kemana-mana kita tidak tahu. Balik lagi kalau cara mendapatkannya dua cara itu, laporan warga sama dashboard Facebook yang kita bermitra sama mereka.

Biasanya berhubungan atau berkomunikasi dengan para pemeriksa fakta melalui apa?

Grup WA itu untuk setiap harinya, intensnya, perencanaan, usulan itu di grup WA.

Cuma kalau ada evaluasi atau misalnya kita mau bikin sesuatu misalnya ini kan udah mau Pilkada, kita mau kerjasama sama seluruh organisasi cek fakta di Indonesia gabung untuk kita debunk hoaks-hoaks Pilkada. Kalau ada event-event gitu kita Zoom Meeting atau Google Meet atau apalah itu jadi memang ada yang sifatnya harian ada juga yang bulanan. Kalau rapat redaksi kita tidak menyebutnya rapat sih. Lebih ke fact checker mengusulkan di grup WA nanti aku tampung, aku kumpulin, aku bawa ke rapat setiap pagi di Tempo.co. Tempo.co kan setiap hari memang ada rapat, rapat Penanggung Jawab (PJ) kanal. Di rapat itulah kita usul ke Pemred dan RE kita mau nulis ini, ini, ini.

Apakah perlu melalui persetujuan Mas Moerat dulu?

Tidak sih. Kalau Tempo itu sebenarnya kita tidak yang kasta banget ya maksudnya usulan harus disetujui yang paling atas, kita tidak sih. Asal semuanya setuju, satu orang punya satu suara aja, mau dia bos, mau dia fact checker doang, yang penting semuanya setuju oke kita setuju ini diusulin di rapat yaudah itu yang kita cek.

Dalam format apa saja hasil pemeriksaan fakta di Tempo.co disajikan?

Pertama artikel. Kedua media sosial. Media sosial itu sebenarnya di IG sih karena di Facebook sama Twitter itu lebih kita share link beritanya aja. Kalau di IG kita bikin carousel, postingan yang slide itu loh. Itu sama video, IG TV tapi itu yang

(11)

bikin bukan tim Cek Fakta, yang bikin tim video, cuma memang kita untuk produksinya saling berdiskusi sih gitu. Mereka kan produksinya seminggu satu kalau tidak salah. Biasanya mereka yang “Minggu ini cek fakta apa ya yang bagus?

Apa ya yang ramai?” Nanti aku mengusulkan “Oh yang lagi rame ini, ini, ini.” Ada beberapa artikel ku kasih ke mereka “Ini lagi ramai karena begini, ini lagi ramai tapi isunya sebenarnya udah agak lama” jadi aku kasih pertimbangan-pertimbangan ke mereka nanti mereka yang menentukan mereka mau produksi yang mana gitu.

Artikel dulu tayang nanti mereka yang memvideokan dari artikel kita aja. Cuma belakangan ini mereka ada perubahan sih misalnya bisa wawancara narsum ya mereka wawancara narsumnya lagi. Itu nanti bisa ditanyakan ke Jeje sih cuma ada beberapa perubahan dari sebelumnya yang cuma memvideokan artikel konsepnya jadi lebih komperhensif lagi.

Apakah ada target tertentu yang harus dicapai setiap bulannya, seperti pageview?

Kalau target pageview aku gak paham ya, yang lebih paham Mas Moerat. Cuma kalau aku lebih ke target sehari itu harus minimal tiga artikel. Masing-masing pemeriksa faktanya bikin satu setiap hari.

Gaya penulisan artikel di Cek Fakta seperti apa?

Gaya penulisannya sama aja sih kayak penulisan Tempo yang straight maksudnya tidak perlu seperti majalah yang penting intinya di atas, walaupun kita satu artikel itu memang terbagi jadi tiga ya. Jadi ada klaimnya apa, pemeriksaan fakta sama kesimpulan di bawah, cuma di pemeriksaan fakta itu di paragraf satu biasanya kita udah kasih tahu kesimpulannya apa. Supaya orang tidak perlu scroll sampai bawah baru melihat kesimpulannya. Jadi di pemeriksaan fakta di paragraf satu itu biasanya udah ada clue-clue-nya atau bahkan kesimpulannya langsung. Sebenarnya kenapa itu penting, karena kita pengen orang baca full sampai bawah tapi kita tidak bisa memaksa orang untuk membaca sampai bawah. Jadi supaya pesan kita tetap sampai yaitu, kita bagaimana caranya harus bikin format yang orang begitu baca tahu.

Makanya di bawah judul kita langsung ada labelnya, keliru, sesat atau sebagainya.

Itu biar orang tidak perlu capek-capek scroll ke bawah juga kedua biar orang tidak terjebak sama berita itu karena begini, kadang orang tidak tahu ketika kita di judul udah straight fakta atau hoaks dan kalimat pertanyaan, kadang orang itu tetap mengiranya pernyataan. Daripada kita sebenarnya ngecek hoaks tapi terus nanti dibilang nyebar hoaks, kita langsung jelasin aja kalau ini labelnya ini. Jadi formatnya, gaya bahasanya deduktif, memang inti itu di atas. Straight aja, S-P-O- K.

(12)

Apa keunggulan format artikel daripada video atau Instagram?

Kalau video sama Instagram itu pada intinya sama. Dia reveal, resume disingkat aja tidak sepanjang yang di artikel. Kalau artikel memang komperhensif, panjang, orang tahu konteksnya apa. Konteks itu biasanya panjang, penting tapi memang panjang. Misalnya cerita soal, waktu itu aku ngecek ada tentaranya Partai Komunis Filipina, itu kan perlu dijelaskan Partai Komunis Filipina itu apa, mereka dibentuk karena apa, kenapa mereka akhirnya mau dibubarin sama presiden Duterte, itu yang salah sebenarnya partainya atau presidennya itu kan harus dijelasin. Kalau di artikel itu bisa menjelaskan dengan enak karena tidak ada keterbatasan tempat. Kalau video dan Instagram, video itu durasi kalau Instagram itu tempat karena kita formatnya gambar, teks. Jadi teksnya tidak bisa panjang banget, Keterbatasannya itu kalau video dan Instagram. Cuma balik lagi ke selera orang ya, orang lebih suka yang mana. Makanya di Instagram aku selalu kasih link ke artikel kita karena siapa tahu ada orang yang mau membaca lebih lanjut artikel itu, tidak mau membaca yang singkat-singkat aja.

Artinya Instagram sangat besar pengaruhnya?

Iya, memperluas jangkauan kita. Anak-anak muda zaman sekarang memang tidak terlalu suka baca artikel yang panjang, termasuk aku juga sebenarnya. Makanya mereka lebih banyak membaca di Instagram dari foto yang di slide. Cuma memang dari Instagram untuk masuk jadi traffic artikel itu juga tidak sebesar itu sih. Jadi memang orang kalau udah baca Instagram, ya udah di Instagram aja. Yang mau masuk ke artikel itu tidak sebanyak yang sebenarnya baca di Instagram.

Isu apa saja yang populer?

Kalau politik sama agama ramai sih. Misalnya Rizieq Shihab, itu kan antara politik dan agama. Yang lebih ramai, pasti ramai itu politik atau peristiwa yang terjadi saat ini, peristiwa aktual. Misalnya, soal demo, sekarang lagi banyak demo UU Cipta Kerja yang lagi ramai, ya UU Cipta Kerja atau kemarin pas Covid itu kesehatan juga ramai karena Covid. Cuma semakin kesini orang udah jenuh ya dengan berita soal Covid. Jadi Covid udah tidak ramai lagi karena memang udah lewat aja. Jadi memang tergantung momennya juga sih kita tidak bisa “Oh politik pasti ramai terus”, tidak juga karena ada juga isu-isu yang mungkin kita anggap ramai tapi ternyata orang tidak terlalu suka. Orang tidak terlalu excited untuk membaca.

Apakah isu-isu yang sedang ramai itu memengaruhi jumlah artikel per harinya?

Sebenarnya kendala kita satu lagi itu soal fact checker yak arena jumlah fact checker kita itu sedikit dan juga mereka kontri jadi mereka bukan reporter tetap

(13)

Tempo. Kalau kontri dibayar per artikel, mereka mungkin punya kesibukan lain di luar Cek Fakta Tempo jadi memang bisa aja mereka satu hari kewajibanku cuma satu ya udah kerjain satu aja. Sebenarnya mereka sangat diperbolehkan mengerjakan dua atau tiga sehari, tapi ya semakin banyak mereka kerjain berarti uang yang diterima mereka semakin besar cuma balik lagi ke orangnya, apakah punya kesibukan lain di luar. Aku juga tidak bisa paksa karena mereka statusnya kontri, aku mau paksa tidak bisa karena mereka kontri. Jadi memang di saat ramai seperti ini, aku pengennya juga lebih banyak artikelnya karena pasti akan mendatangkan traffic yang lebih besar Cuma karena tidak bisa. Misalnya ada lima postingan yang bisa dicek ya uda aku share aja, “Oke lima ini bisa dicek terserah kalian mau ambil yang mana”. Kalau ada yang ambil satu, mereka kirim satu oke kalau mereka kirim dua ya aku naikin semua. Jadi sebenarnya terserah mereka aja.

Cuma aku selalu mendorong, “Ayo ini hari ini kita mau kerjain apa”. Aku sebatas mendorong aja tidak bisa memaksa, harus.

Apakah Mba Arme juga ikut membuat tulisan?

Aku nulis juga tapi tidak setiap hari karena ada pekerjaan lain. Misalnya aku harus mengerjakan news letter cek fakta. Itu tulisan panjang gitu, satu edisi ada empat tulisan, biasanya dua atau tiga hari dalam seminggu itu aku spare waktu aku ke situ.

Untuk nulis paling satu minggu aku cuma tiga hari atau dua hari. News letter itu dari email, kita kirim ke subscribers setiap hari Jumat. Jadi yang subscribes, berlangganan kita akan kirim setiap Jumat. Cuma memang selain di email kita juga bikin format website-nya. Biasanya antara Senin, Selasa, atau Rabu baru aku naikin.

Yang subscribe tetap punya privilege mendapatkan duluan, hari Jumat. Nanti hari Senin, Selasa, atau Rabu baru itu tersedia di situs Tempo, newsletter.tempo.co.

Bentuknya beda dari yang di Cek Fakta, ini lebih story behind the news. Misalnya aku bahas soal disinformasi misinformasi, siapa yang menyebarkan. Terakhir kemarin ada studi kalau Trump itu mendorong hoaks terbesar soal Covid jadi lebih membahas di baliknya. Aktornya siapa atau siapa yang menyebabkan misinformasi disinformasi. Aku juga kadang bahas soal bot di media sosial yang itu juga menjadi pendorong hoaks atau soal propaganda, teori konspirasi aku juga membahasnya di situ. Tujuannya untuk literasi, kita tidak mau orang cuma tahu ini hoaks atau bukan tapi kita juga pengen orang itu tahu siapa yang menyebarkan hoaks, siapap yang paling gampang terpapar hoaks. Jadi mereka lebih dapat pengetahuan, pembaca lebih tahu how-nya itu bagaimana bukan hanya, “Oh ini ada hoaks apa hasilnya apa, levelnya apa” Orang juga lama-lama akhirnya pengen tahu siapa sih yang sebenarnya menyebarkan hoaks dan segala macamnya sekitar isu ini.

Perihal usul dari pemeriksa fakta, apakah diharuskan?

Kalau mereka menemukan aja karena dashboard Facebook bisa juga diakses sama mereka. Mereka bisa juga dari dashboard itu mereka menelusuri kira-kira mana

(14)

yang mereka mau usulin. Terbuka aja sih, kalau memang tidak ada usul, aku yang mencarikan dan memberikan “Ini kalau ini bagaimana kalau dicek” kalau mereka oke “Oke mba ini bisa dicek, aku aja yang ngecek” Ya udah oke dicek. Jadi cair aja untuk usulan dan pengerjaannya. Yang penting ada dasarnya, oh ini viral, oh ini penting jadi nilai beritanya aja ada. Kita bergulir 24 jam. Kalau rapat pagi Tempo.co bukan Cek Fakta ya. Cek Fakta itu tidak ada rapat, kalau ada usul langsung aja usul kita tidak perlu menunggu jam rapat tapi kapanpun kamu mau usul silakan di grup.

Tapi biasanya aku membuat perencanaan untuk besoknya itu malam. Misalnya jam 10 atau 11 malam aku bikin perencanaan. Itu aku kumpulin dari yang mereka usulkan atau misalnya aku juga cek di dashboard Facebook atau ada laporan dari netizen. Aku kumpulin, aku masukin ke perencanaan itu. Besok paginya tinggal aku share “Hari ini kita ngecek ini ya, bagaimana?” Terus mereka oke ya baru diusulin di rapat Tempo.co. Rapat Tempo.co itu jam 8 pagi. Kalau sudah oke langsung dikerjain aja. Biasanya satu orang tanggung jawab satu. Cuma tidak menutup kemungkinan kalau misalnya dia kesusahan kita diskusi di dalam grup itu juga. Misalnya foto apa “Kok aku tidak ketemu ya? Ini foto sumbernya dari mana?

Ada yang bisa bantu tidak mencari?” Misalnya aku bantuin, aku ketemu itu di Twitter atau di Facebook atau di Instagram, itu bisa ditelusurin lagi. Kita saling share aja clue-clue yang kita dapat apa atau pemberitaan yang kita dapat apa. Setiap hoaks itu ada tingkat kesulitannya masing-masing, ada yang bisa dikerjakan dalam dua jam atau tiga jam selesai. Tapi ada juga dia seharian tidak bisa ketemu karena sumbernya tidak ketemu. Aku fleksibel aja, makanya kita minimal tiga itu bisa tiga atau empat kalau misalnya hari itu tidak bisa empat ya tiga. Pernah kurang dari tiga, kalau misalnya ada yang izin, sakit atau misalnya kenapa, kita kan tidak bisa ya.

Makanya terkait traffic yang bulanan itu bisa nanyanya ke Mas Moerat karena memang targetnya bukan berapa artikel per bulan tapi targetnya adalah traffic. Bisa jadi satu artikel bisa nutup traffic setengah bulan kan bisa aja tidak ada yang mustahil. Sebenarnya aku kalau misalnya akhirnya dalam sehari cuma bisa dua artikel ya udah tapi aku biasanya pantau “Oh traffic-nya hari ini lumayan ni” ya udah aku tenang aja tidak apa-apa cuma dua tapi traffic-nya oke.

(15)

Narasumber - Jabatan:

1. Zulfikar Epriyadi – Jurnalis Video dan Produser Video Cek Fakta Tempo 2. Dheayu Jihan – Produser Video Tempo

Tanggal: 4 November 2020 Waktu: 13.00 WIB

Medium: Google Meet

Boleh perkenalan diri, jabatannya apa, sudah bergabung di kanal Cek Fakta Tempo.co sudah sejak kapan?

F : Nama saya Zulfikar Epriyadi di Tempo sebagai video jurnalis sudah bergabung di Tempo sejak 2017.

J : Aku Dheayu Jihan baru gabung di Tempo dari bulan April tahun ini sebagai produser.

Khusus untuk Cek Fakta saja atau kanal yang lain juga?

F: Oh tidak, kalau saya banyak yang dikerjain. Kalau saya kerjaan sebenarnya video jurnalis ya jadi ambil gambar sama ngedit video yang diedit. Tapi karena permintaan jadi kadang suka jadi host juga dan program Cek Fakta itu diberi pertanggungjawabannya ke saya.

J: Fikar bisa dibilang produser juga, PIC-nya karena dia produksi dari awal sampai jadinya. Kalau di Tempo itu, kami kan tim video, di video itu kerjain banyak ya ada memfasilitasi majalah, koran sama Tempo.co untuk diubah bentuknya, liputannya juga output-nya dalam bentuk video. Kan ada beberapa progam, ada investigasi dan lainnya salah satunya Cek Fakta. Dari berbagai program itu ada masing-masing PIC-nya. Nah kalau untuk Cek Fakta ya Fikar.

Apakah mendapatkan pelatihan khusus tentang Cek Fakta?

F: Cek Fakta di video ini tidak ada pelatihan khususnya karena pengecekan faktanya itu udah dilakukan oleh Mba Arme yang khusus melakukan cek fakta.

Jadi kita terima hasil jadinya aja, kita hanya melakukan perubahan naskah dari bentuk tulisan ke bentuk video. Saya mengembangkan Cek Faktanya, kalau yang dilakuin sama Mba Arme itu jejak digital gitu ya, kalau saya misalnya baca naskahnya “Ini mah tidak perlu digital, informasi aja langsung”. Jadi saya hanya sedikit masukin jejak digitalnya terus konfirmasi langsung ke yang bersangkutan tapi itu kalau yang bisa dikonfirmasi ya. Kalau yang kayak Macron gini kan repot. Misalnya kasus Marcon, Prancis kan tidak mungkin saya wawancara Presiden Prancis. Jadi yang bisa diwawancara, saya wawancara.

(16)

Ada upaya untuk verifikasi lagi ke yang bersangkutan walaupun di tulisan Cek Fakta-nya udah clear.

Sebagai orang yang membuat video Cek Fakta, bagaimana mendefinisikan pemeriksaan fakta atau fact checking?

J: Kalau sejauh ini statusku cuma backup kalau Fikar lagi berhalangan. Jadi setiap pekan biasanya itu ada satu sampai dua kali produksi. Karena program ini udah sama Fikar, kalau di situasi-situasi tertentu Fikar lagi tidak bisa itu baru dilipahkan ke aku. Kalau aku lebih mengerjakan liputan secara global. Kalau Cek Fakta terkhususnya itu adalah Fikar. Tapi kalau ditanya apa makna cek fakta ya secara general aku bangga juga pernah membawakan program Cek Fakta. Karena aku lihat di beberapa media di Indonesia ini belum banyak yang punya program seperti itu apalagi dalam bentuk video. Dalam bentuk video kita udah punya tim yang oke banget, timnya Mba Arme. Mereka benar-benar kerja keras di belakang makanya kita membuatnya dalam bentuk output yang lain, yaitu dalam bentuk video.

F: Jadi di Indonesia itu kita pertama dalam bentuk video. Dari 2019, akhir tahun sekitar Oktober atau November.

Apa tujuan menyajikan hasil pemeriksaan fakta dalam bentuk video?

F: Tujuan awalnya, balik lagi tim video ini melayani tiga, majalah, koran, Tempo.co. Jadi Cek Fakta ini salah satu program yang kita sediakan untuk Tempo.co, bentuk pelayanan kita terhadap Tempo.co, ini bentuk videonya.

Tujuan lainnya supaya orang lebih nyaman aja menikmati Cek Fakta dalam bentuk baru.

J: Selain itu kita juga sebagai anak video itu merasa punya keyakinan makin ke sini orang semakin menikmati audio dan visual. Kalau cuma baca-baca tulisan aja itu orang, misalnya Instagram kadang orang melihat fotonya aja tapi caption-nya tidak dibaca. Dengan audio dan visual itu bisa menyampaikan pesan kebenaran yang anti hoaks itu bisa lewat gambar yang bisa diterima sama penonton-penonton.

F: Mempermudah masyarakat

Ada berapa orang dari tim video yang terlibat dalam produksi Cek Fakta?

F: Kalau tim intinya paling cuma dua orang. Saya ini cari bahannya, jadi apa yang mau kita bahas hari ini terus saya tulis naskahnya, saya kumpulin bahan-bahan barang buktinya, hoaks-hoaksnya. Setelah itu kita baru tapping, satu orang

(17)

cameraman yang ngedit dia juga videonya. Jadi dua orang. Kalau host, Mba Jihan jarang-jarang aja walaupun memang penontonnya lebih suka sama Jihan.

Apakah tim video Cek Fakta ada rapat rutin untuk evaluasi atau membahas isu yang akan dibahas mendatang?

F: Kalau menentukan apa temanya itu kita buka web-nya Tempo Cek Fakta dulu.

Kita list, kit acari “Oh ternyata ini sesuai loh dengan trending hari ini” ya itu kita sikat. Kalau evaluasi hasil-hasil kerjanya paling seminggu sekali berbarengan sama rapat umum aja, setiap mau shooting, pagi-pagi.

Satu sampai dua video setiap minggu itu khusus untuk Cek Fakta aja?

F: Iya untuk Cek Fakta aja.

J: Kalau untuk deadline-nya Selasa sama Jumat tayangnya.

F: Senin shooting, Selasa tayang. Kamis shooting, Jumat sorenya tayang.

Berapa lama proses shooting-nya?

F: Shooting-nya kalau lagi lama satu jam, paling cepat setengah jam.

Kalau video menyampaikannya sesuai dengan tulisan di artikel, itu dihafalkan atau dibaca?

F: Kalau Cek Fakta biasanya dihafalin.

J: Ceritain aja proses pilih artikel di web-nya, sampai bikin naskah, sampai selesai shooting.

F: Oke, misalnya hari ini kita bikin tentang Presiden Marcon, pagi-pagi saya baca dulu naskahnya dari cekfaktatempo.co sampai selesai, oke ini bisa dipakai, trending juga. Lalu saya ubah naskahnya jadi bentuk video terus barang-barang jejak digitalnya saya kumpulin, setelah itu udah selesai, naskah selesai, barang- barang udah siap baru kita tapping setengah jam sampai satu jam. Abis itu semua barangnya, bahannya dikasih ke video jurnalis. Proses editing-nya satu hari, siang biasanya selesai. Kalau udah jadi saya preview dulu bagaimana udah oke belum, ada revisi atau tidak, kalau oke saya terima langsung saya e-mail ke pihak sosial media untuk ditayangin di YouTube dan Instagram. Biasanya menyesuaikan jadi wawancara dulu atau shooting dulu, fleksibel aja, kalau ada wawancara ya. Kalau ada wawancara satu hari bisa selesai tapi biasanya malam.

Karena si editor ini kerja-kerja aja, nanti hasil wawancaranya tinggal

(18)

dimasukkin aja di tengahnya. Kalau narasumbernya tidak bisa merespon kita skip.

Sejauh ini paling banyak mengangkat isu apa di video Cek Fakta?

F: Yang paling banyak agama ya biasanya. Karena itu kan sensitif, orang tertarik sama hal-hal yang sensitif, paling laku biasanya agama.

J: Sehari kalau tidak salah Mba Arme itu minimal tiga berita, berarti satu pekan lima belas. Tapi kalau kami itu tayangnya cuma dua kali jadi biasanya memilih dari cek fakta yang dibuat sama teman-teman Tempo.co timnya Mba Arme ini yang paling kira-kira trending, informatif. Kita juga konsultasi bareng Mba Arme yang bakal trending karena pilihannya ada banyak.

F: Tapi kalau ditanya total paling sering dibikin, agama biasanya. Dalam pembuatan naskah itu, kadang tulisannya Mba Arme itu Panjang banget ya jadi semuanya dijelasin, kadang kalau di video orang susah kalau kayak gitu, nah kita diskusi sama Mba Arme mana yang sekiranya tulisannya tidak kita masukkan tapi orang tetap bisa mengerti kalau faktanya kayak gini.

Menggunakan footage-footage untuk di masukkan ke dalam video dari temuan tim Cek Fakta?

F: Iya betul dari Mba Arme. Karena kan Mba Arme kalau baca artikelnya ada link- link, nah itu kan kearsip barang bukti hoaks-hoaksnya kearsip di website apa gitu.

Diunggahnya di YouTube dan IG TV?

F: Iya, oh iya betul tapi karena sekarang Tempo punya TikTok jadi kita bikin juga di TikTok. Sama videonya tidak ada perubahan, cuma durasinya aja lebih singkat.

Video yang udah tayang di YouTube dipotong-potong durasinya atau dibikin ulang?

F: Dibikin ulang karena kan formatnya vertikal dan lebih santai.

Untuk video Cek Fakta, apakah ada target tersendiri yang harus dicapai seperti jumlah penonton setiap bulan?

F: Kalau target khusus Cek Fakta tidak ada karena kan masuknya ke produk YouTube. Jadi target YouTube aja, YouTube harus punya berapa ratus ribu

(19)

subscribers dalam jangka waktu berapa bulan. Kalau khusus untuk Cek Fakta tidak ada, paling harus di atas seribu penontonnya di YouTube, kalau di Instagram udah pasti banyak penontonnya.

Setiap bulannya tercapai?

F: Ada yang tidak karena bahannya yang di cekfaktatempo.co tidak sesuai sama trending makanya itu biasanya tidak laku.

Apakah audiens artikel dengan video selalu selaras? Misalnya di artikel trending tapi di video dengan berita yang sama tidak.

F: Kadang berbeda. Jadi isu yang di tulisan yang lakunya apa yang di video malah apa. Jadi tidak selalu sama apa yang lakunya. Bisa sebaliknya juga, video lebih laku daripada tulisan.

Apa yang memengaruhi hal tersebut?

F: Tampilannya, kemasannya mungkin.

J: Sampai sekarang kita masih belum terpecahkan secara general ini tidak hanya Cek Fakta saja. Penonton YouTube-nya Tempo itu walaupun dengan sekian ratus ribu subscribers masih belum kebaca dengan jelas, apa yang mereka inginkan, bentuk atau model video kayak gimana yang mereka mau tonton, kita masih sambal mencari-cari. Cuma kalau Cek Fakta dikaitkan sama produk atau output liputan kami yang lain, Cek Fakta termasuk yang bertahan dengan penonton yang walaupun tidak setiap tayang penontonnya selalu beribu-ribu tapi setidaknya secara pasif penontonnya itu ada kalau Cek Fakta.

F: Oh iya gini juga, karena proses penayangan Cek Fakta itu tidak cuma di YouTube kan, saya request tayang ke orang medsos untuk tayang di YouTube.

Nah setelah tayang di YouTube itu saya embed ke Tempo.co. Muncul di website- nya Tempo video kan tapi data penontonnya tetap ke YouTube larinya. Itu yang biasanya membantu penontonnya banyak di YouTube, gara-gara embed di Tempo.co.

Mengapa video dipublikasikannya terpisah dari artikel?

F: Karena karakteristik di YouTube sama Instagram penontonnya beda ya. Kita masih belum menemukan di YouTube Tempo ini penontonnya rendah padahal subscribersnya ratusan ribu. Kalau saya strateginya gini, saya akan lempar dulu ke YouTube Tempo.co, kalau misalnya di YouTube-nya Tempo ini laku, kurang dari sehari itu udah ribuan penontonnya itu biasanya di-upload di Instagram TV-

(20)

nya dua hari setelahnya. Biar orang lari ke YouTube dulu. Tapi kalau misalnya kita lihat seharian YouTube-nya biasa aja, baru di hari yang sama, biasanya sorenya atau malamnya langsung saya lempar ke IG TV.

J: Sekaligus biar menyampaikan informasinya ke semakin banyak orang lagi.

Artinya penonton YouTube dan Instagram TV karakteristiknya berbeda?

F: Betul. Saya sebenarnya juga kurang paham ya karena bukan orang media sosial.

Tapi kalau dari yang dilihat-lihat, YouTube ini lebih suka yang serius-serius yang up to date banget, kalau Instagram yang kayak gini-gini kemakan.

Durasi video ditentukan oleh panjangnya artikel?

F: Berapa lama durasinya itu tergantung dari panjangnya artikel yang dibuat Mba Arme atau panjangnya hasil wawancara kita atau banyaknya bahan-bahan hasil tracking hoaks yang ada. Kalau minimal satu setengah sampai dua menit, maksimal lima menit.

Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi presenter video Cek Fakta?

Karena jika dilihat, Mas Fikar dan Mba Jihan yang paling sering menjadi presenter.

F: Memang yang bisa tampil di depan layar itu aja manusianya.

J: Karena keterbatasan SDM juga. Di video itu cuma ada beberapa orang aja dengan mengerjakan berbagai tugas. Nah kalau yang biasa di depan layar ada Jihan sama Fikar.

Kendala apa yang sering terjadi selama shooting, misalnya lupa dengan skrip?

F: Ya karena dihapalin paling lupa-lupa dikit doang. Tidak ada kendala kalau shooting, biasa-biasa aja.

Apa saja alat yang digunakan untuk shooting dan dilakukan di mana?

F: Kamera sama lighting, clip on. Di kantor.

(21)

Beberapa video ada juga yang tidak menampilkan presenter dan hanya menggunakan VO, apa alasannya?

F: Biar lebih jelas aja. Kan kita mau tampilin bukti hoaksnya supaya lega aja penonton lihatnya “Oh ini buktinya jelas”. Jadi supaya full ditampilin buktinya, kita penjelasannya melalui VO-nya.

Software apa yang digunakan untuk mengedit video?

F: Adobe Premiere. Editor terkadang juga pake After Effects untuk mainin grafis- grafisnya.

Melakukan wawancara kepada narasumber merupakan hal baru yang diterapkan untuk video Cek Fakta, apa pencetusnya?

F: Itu dicetuskannya awal tahun. Jadi saya pengen sesuatu yang baru aja, biar beda aja, itu ada perubahan dan perkembangan. Menurut saya dengan wawancara bakal mempersingkat penjelasannya, dari orangnya langsung.

Adakah pembatasan periode artikel yang akan dibuat ke dalam bentuk video?

F: Dua hari sejak artikel tayang. Lewat dua hari tidak kita pakai.

Apa keunggulan video daripada artikel selain penambahan wawancara narasumber?

J: Lebih menangkap penonton milenial kayaknya.

F: Karena orang makin ke sini makin suka audio visual.

J: Soalnya kalau yang cetak itu udah, kita mencoba memfasilitasi yang audio visualnya karena sekarang digital orang-orang lebih menikmati audio visualnya.

Apa video Cek Fakta memang sengaja dikemas dengan gaya yang santai?

F: Pembawaan yang santai itu konsep kita.

Pernahkan video yang sudah tayang terdapat kesalahan sehingga harus diperbaiki?

F: Kalau dari selama ini tidak pernah salah karena preview-nya itu dua sampai tiga kali, jadi tidak pernah salah. Yang preview saya kadang atasan saya juga, Mba Nana.

(22)

Narasumber - Jabatan: Moerat Sitompul - Kepala Tim Media Lab Tanggal: 13 November 2020

Waktu: 14.00 WIB Medium: Google Meet

Silakan perkenalan diri, sebutkan nama lengkap dan jabatan

Nama saya Moerat Sitompul. Saat ini mengepalai desk yang namanya Tempo Media Lab. Media Lab ini terdiri dari kanal Grafis, kanal Data, kanal Interaktif, dan kanal Cek Fakta. Kalau yang versi digital dari publikasi Tempo yang lain itu ada majalah versi digital, majalah versi Inggris digital, dan koran Tempo digital.

Apa tugas Mas sebagai Kepala Media Lab?

Kalau saya sih sehari-hari kalau tidak bikin infografis supaya tetap terlatih karena memang hobinya dan berangkatnya dari desainer, tugas utamanya adalah mengelola kanal-kanal tadi, yang bertanggung jawab atas kanal-kanal tersebut.

Apa tugas Mas di kanal Cek Fakta?

Kalau saya lebih banyak tugasnya ke manajerial bukan on hand melakukan cek faktanya. Jadi saya membantu Arme, Angelina Anjar. Kalau Arme itu on hand, artinya dia benar-benar tangannya kotor, ngerjain Cek Fakta. Kalau saya ini lebih banyak urusan manajerial, misalnya urusan manusia, kontrak, kebijakan perusahaan selain juga mengawasi pekerjaannya Arme baik itu editing maupun pekerjaan-pekerjaan Arme yang lain. Lalu juga mengawasi teman-teman yang statusnya membantu Cek Fakta. Cek Fakta itu selain Arme dibantu juga oleh dua orang fact checker lain dan satu seorang fellow dari Facebook.

Artinya Mas tidak terlibat langsung di kanal Cek Fakta?

Iya betul, jadi kalau urusan teknis itu lebih banyak Mba Arme yang lebih paham.

Dulu saya itu keterlibatan dengan Cek Fakta itu waktu Cek Fakta dimulai karena waktu itu Tempo tidak punya kanal Cek Fakta. Karena belum ada rumahnya lalu saya lah yang diserahin tugas sebagai pengelolanya. Lalu seiring membangun rumah itu, tahun 2018 itu belum Mba Arme tapi ada yang Namanya Mba Ajeng.

Dia seorang fellow juga tapi aku lupa dari mana, IFCN atau ICFE aku lupa. Lalu yang membangun itu lebih banyak Mba Ajeng sama Bli Komang. Jadi waktu itu bertiga aja. Setelah itu baru artikel-artikel Cek Fakta mulai naik pada saat itu. Yang

(23)

mengelola pada saat itu masih Mba Ajeng, saya hanya ngawasin aja. Soal pengecekan fakta saya itu ikut training-nya aja yang dilakukan atau diselenggarakan oleh MAFINDO Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. Dasar-dasar pengecekan fakta udah mulai mengerti di saat itu. Setelah itu bergabung Mba Arme, Mba Ajeng-nya pergi lalu pekerjaan setiap harinya di-handle oleh Mba Arme. Pada saat itu Bli Komang yang jadi Pemrednya jadi saya bertanggung jawabnya ke Bli Komang. Sekarang Bli Komang pindah ke majalah, akhirnya pindah tanggung jawabnya ke Pemred Tempo.co tapi Bli Komang masih banyak terlibat di kanal Cek Fakta ini. Jadi pegawai tetap di Cek Fakta ini ada Bli Komang, saya, dan Arme.

Lalu yang kontributor ada yang di luar, ada yang di luar kota ada yang di luar kantor, ada yang di Jakarta juga.

Sejak kapan Cek Fakta Tempo.co hadir?

2018. Jadi kita banyak mendapat banyak perhatian ketika kita mulai banyak mengawasi Pemilu. Pada saat itu Pemilunya ya tahu sendiri lah simpang siur. Jadi awal-awal tugas Cek Fakta itu yang paling dilihat orang ya kenapa Tempo juga menjadi perhatian karena kita lakukan Cek Fakta pada saat itu terhadap segala ucapan dari calon presiden baik pertahana maupun yang baru ditambah dengan berbagai pendukungnya atau partisipan.

Bagaimana Mas mendefinisikan Cek Fakta?

Kalau menurut saya merupakan sebuah cara untuk mengetahui bahwa ini sebuah fakta atau bukan berdasarkan sumber-sumber resmi dan penelitian-penelitian resmi jadi bukan asal klaim. Dan ucapan-ucapan atau pernyataan-pernyataan dari pejabat publik itu juga harus dari pejabat publiknya sendiri bukan kata orang, harus dicari fakta yang sebenarnya seperti apa. Kita juga banyak harus mengecek berbagai klaim, data-data dari sumber resmi kita juga melakukan pengecekan dari sumber- sumber independen misalnya kita mengatakan bahwa lokasi ini ada di China, nah kita harus melakukan verifikasi benarkah itu di China, benarkah posisinya di situ.

Supaya klaim itu bisa diketahui bahwa itu fakta atau bukan. Lalu faktanya ini hanya sekedar ibaratnya salah biasa, misinformasi atau memang ada tujuan tertentu, disinformasi. Tapi karena kita tidak tahu motifnya, artinya kita tidak bisa membuktikan dia motifnya apa. Kebanyakan kita mengkategorikannya sebagai misinformasi.

Apa istilah yang digunakan untuk menyebut kekacauan informasi dan apa alasannya?

Hoaks, Bahasa Indonesia H-O-A-K-S. Karena yang lebih dipahami oleh masyarakat tentu lebih mudah hoaks dan kalau misinformasi dan disinformasi itu ya kalau menurut kategori hoaks itu mengandung dua itu. Menurut sepengetahuan

(24)

saya hoaks itu tidak dengan sengaja. Jadi ada dua kategori, sengaja atau tidak sengaja. Kalau yang misinformasi klaimnya salah tapi yang memberi tahu atau yang menyebarkan itu tidak tahu. Kalau disinformasi itu yang menyebarkan tahu bahwa berita itu hoaks.

Apa alasan Cek Fakta dibuatkan kanal tersendiri dan terpisah dari kanal lainnya?

Cek Fakta ini kita lebih banyak meng-handle atau berusaha mencari fakta yang pada saat itu belum running news. Kalau running news itu biasanya yang ngecek langsung di kanal-kanal lain. Jadi dalam jurnalisme itu yang namanya pengecekan fakta itu wajib dalam setiap berita jadi kalau misalnya sebuah berita tidak akurat atau menyampaikannya salah itu kan jadi hoaks. Sebenarnya kalau running news itu di Tempo jangan sampai berita kita jadi hoaks sehingga setiap saat berita itu dicek benar atau tidak, siapa sumbernya, fakta sesungguhnya bagaimana itu running news. Ada kanal Cek Fakta itu biasanya adalah berita-berita itu tidak running tapi viral. Viralitas tahu dari mana? Kita ada tools-nya. Kita bisa lihat dari Google Trends atau kita bisa menggunakan tool yang disediakan oleh partner Tempo, dalam hal ini Facebook.

Apakah Mas ikut memberikan ususlan perencanaan kepada Mba Arme?

Iya, biasanya kalau kita tulis di Cek Fakta, kita lihat dulu viralitasnya. Viralitas itu bisa juga kita pantau dari grup-grup Whatsapp keluarga atau dari Facebook, Twitter, Instagram. Biasanya kalau ini muncul berkali-kali, “Wah ini kayaknya viral nih” biasanya diusulkan, jadi selain tools yang tadi. Setiap hari dikontrol apa aja yang biasanya diusulin ataupun ada usul-usul lain dari redaktur-redaktur lain yang masuk ke dalam perencanaan tersebut. Atau bisa juga tidiak viral tapi penting, itu juga perlu diusulin aja nanti tinggal keputusan rapat akan di-handle hari itu atau ditunda.

Apakah Mba Arme harus mendapatkan persetujuan dari Mas dulu jika ingin mengajukan perencanaan?

Tidak, biasanya kita kontrol aja kira-kira itu kelihatan “Oh ini bakal running news tidak usah diambil nanti double biar teman-teman nasional atau ekbis aja yang nulis.

Nanti dari situ, dari perencanaan Cek Fakta aku justru mengusulkan ke rapat redaksi yang running news. Jadi lebih penyelarasan aja satu kanal sama kanal yang lain.

(25)

Dalam bentuk atau format apa saja hasil pemeriksaan fakta di Tempo.co disajikan?

Kalau Cek Fakta kita biasanya ya masih berupa tulisan, kalau di kanal Cek Fakta sendiri biasanya tulisan disertai dengan pemeriksaan-pemeriksaannya, baik itu foto, video atau tangkapan layar, link-link untuk menguatkan argument. Tapi dari Cek Fakta itu biasanya tim Tempo sendiri itu mengolahnya menjadi berbagai produk lain, misalnya di sosial medianya Cek Fakta sendiri atau di media sosialnya Tempo.co atau misalnya dibuahkan dibuat video mengenai Cek Fakta yang tayang di kanal Video-nya Tempo.co.

Kenapa media sosial Cek Fakta dibuat terpisah dari Tempo.co?

Sebenarnya Tempo.co itu ibaratnya load-nya udah penuh. Tapi kan kita perlu mendiseminasi informasi ke masyarakat, membagikan informasi ke masyarakat sehingga diperlukan kanal lain yang bisa dikelola dengan lebih leluasa, makanya dibuatlah Cek Fakta ini. Ini tidak hanya Cek Fakta tapi kanal-kanal lain di Tempo juga melakukan hal yang sama. Kalau kita mau ekskalasi ke Tempo.co nanti tayangnya di Tempo.co, kalau misalnya masih kecil-kecil di Cek Fakta.

Adminnya dari tim Cek Fakta atau tim media sosial Tempo.co?

Kalau di Tempo.co itu yang upload tim media sosialnya Tempo.co. Tapi kalau di Cek Fakta itu timnya Cek Fakta, Mba Arme. Tapi tidak semua produksinya tidak semuanya dari tim Cek Fakta. Video dari tim Video.

Berdasarkan situs Tempo.co, kanal Cek Fakta aktif setiap Senin sampai Jumat, apakah Sabtu dan Minggu libur?

Iya karena pasukan kurang banyak.

Bagaimana Mas berkoordinasi dengan Mba Arme?

Kalau sebelum pandemi karena ketemu di kantor ya sehari-hari kita ngobrol. Tapi kalau misalnya soal perencanaan dan segala macam biasanya kita by Whatsapp aja.

Rapat koordinasi di situ, setiap pagi Arme akan kontrol naskah apa yang perlu di fact check lalu setelah dari itu teman-teman fact checker akan memeriksanya. Nanti yang mengedit Arme.

(26)

Bagaimana kebijakan redaksi jika artikel yang sudah dipublikasikan terjadi kesalahan?

Kita pakai acuan dari AMSI atau apa ya aku lupa aturannya, jadi kalau misalnya kita melakukan revisi itu harus biasanya di setiap berita, baik Cek Fakta atau artikel biasa disertakan revisinya. Jadi biasanya di bawah artikel kalau ada revisi itu disebutkan, misalnya ada typo atau salah nama, biasanya yang begitu. Tapi semoga Cek Fakta tidak ada ya.

Selama ini bagaimana?

Selama ini belum ada ya paling kita cuma typo bukan mengganti konten. Biasanya minta di-update kecuali kalau fatal kesalahannya ditegur. Tapi kita biasanya jarang kasih teguran ya. Kalau teguran itu kesannya dimarah-marahin.

Audiens Cek Fakta siapa?

Biasanya berbagai kalangan terutama yang tertarik tapi kalau lihat dari pembaca Tempo biasanya orang-orang pembaca Tempo udah pasti, ya 20-an sampai 40-an.

Biasanya yang memang tertarik sama berita itu dan biasanya kalau viral itu pembacanya banyak. Jadi sedang viral lalu kita fact check itu biasanya pembacanya banyak. Lebih spesifik adalah orang-orang yang tertarik terhadap klaim-klaim tersebut.

Adakah target khusus yang harus dicapai oleh Cek Fakta, misalnya jumlah page view?

Kalau dari tim Cek Fakta sendiri tidak ya. Tapi ya kita yang namanya jurnalisme itu selalu punya niat untuk menyampaikan sebanyak mungkin informasi kepada sebanyak mungkin orang dan informasi itu tentunya harus akurat sesuai nilai-nilai Tempo, sesuai dengan kadarnya Cek Fakta juga. Karena misalnya kita kadang- kadang kita bikin berita mungkin tidak berita yang viral sekarang bisa jadi nanti lebih viral lagi beberapa tahun ke depan jadi kita harus siap-siap kalau misalnya hoaks itu berulang dan memang seringkali berulang. Kita udah tinggal memberi link atau tautan bahwa ini udah pernah di Cek Fakta. Jadi orang-orang udah tinggal mudah membagikan link tersebut untuk menghalau hoaks-hoaks yang masih tersebar. Paling kita catat progress-nya aja tapi kalau ditargetin tidak.

Apa keunggulan hasil pemeriksaan fakta dalam bentuk tulisan disbanding format lain?

Kalau tulisan tentunya lebih ringan, paket datanya lebih kecil yang diperlukan. Dan mungkin untuk orang-orang yang terbiasa baca majalah atau koran, tulisan

(27)

berpanjang-panjang masih oke tapi kalau untuk pembaca yang lebih muda itu biasanya yang lebih banyak dapat sambutan itu justru yang di media sosial sama yang di video. Di media sosial rata-rata dari usia 25-45-an, dua kategori itu bersaing, memang itu pembaca Tempo 25-45.

Bagaimana pendapat Mas dengan kehadiran format video Cek Fakta?

Kalau menurut saya lebih punya kelebihan sendiri. Sekarang zamannya audio video jadi lebih suka nonton Cek Faktanya ya tidak apa-apa tapi kalau ingin mendetail biasanya para pembacanya akan lari ke naskah Cek Fakta. Karena biasanya di naskah Cek Fakta itu biasanya penjelasannya lebih detail dibanding video. Di video biasanya tidak lama-lama, sementara yang di Cek Fakta bisa berpanjang-panjang tulisannya, banyak link-link yang lebih mendetail di tulisannya dibandingkan dengan di videonya. Biasanya videonya memberikan gambaran umum, langsung memberitahu “Oh ini keliru, ini sesat, ini tidak terbukti” tapi kalau mau lebih detail argumennya silakan ke Cek Fakta di Tempo.co.

(28)

S K I L L S

O R G A N I Z A T I O N E X P E R I E N C E E D U C A T I O N

MEMBER OF UMN FESTIVAL     SPONSORSHIP DIVISION |   2017

MEMBER OF RENCANG

    SOCIAL STUDENT ACTIVITY UNITS  |  2016 - 2018

T A R A K A N I T A   G A D I N G S E R P O N G   E L E M E N T A R Y S C H O O L

T A R A K A N I T A G A D I N G S E R P O N G J U N I O R H I G H S C H O O L

T A R A K A N I T A G A D I N G S E R P O N G   H I G H S C H O O L

M U L T I M E D I A N U S A N T A R A   U N I V E R S I T Y

M A R V E L A

Microsoft Word 

Microsoft Power Point  Microsoft Excell

Adobe Photoshop Adobe Premiere 2004

2010 2013 2016

MEMBER OF MR. & MS. UMN     PROGRAM DIVISION |   2018

MEMBER OF MAXIMA

    EQUIPMENT DIVISION  |  2017

J a k a r t a , 1 s t S e p t e m b e r 1 9 9 8

B a n j a r W i j a y a C l u s t e r C e m a r a 1 B 4 N o . 1 5 , C i p o n d o h , T a n g e r a n g

m a r v e l a @ s t u d e n t . u m n . a c . i d x n m a r v e l a 0 1 0 9 @ g m a i l . c o m 0 8 1 2 8 3 8 8 5 7 4 3

W O R K E X P E R I E N C E

TEMPO.CO

    DECEMBER 2019 - PRESENT REPORTER (SELEB)

TEMPO.CO

    AUGUST - NOVEMBER 2019

INTERNSHIP REPORTER (NASIONAL, METRO, SELEB)

Referensi

Dokumen terkait

GURU PENASIHAT KELAB PING PONG SEKOLAH MENENGAH KEBANGSAAN TANJONG BUNGA. GURU KELAS SEKOLAH MENENGAH

Meski demikian, kami memperkirakan bahwa seiring peningkatan produksi, inovasi produk dan kemasan emas batangan, serta membaiknya harga emas dunia, ANTM akan mempertahankan

Pecandu narkotika yang sudah lama menjadi pengguna secara rutin dapat mengalami kerusakan sel syaraf antar otak. Karena sebenarnya narkotika merupakan zat yang

Dalam amar putusan penetapan Nomor 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg, Majelis Hakim dalam pertimbangannya, perkawinan para pemohon tersebut Hakim tidak melihat adanya unsur-unsur

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Dari sisi sarana dan prasarana dalam melaksanakan tugas bahwa sampai saat ini Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Tengah telah memiliki beberapa gedung dengan luas

Menurut Mulyasa (dalam Nasir. 2008:36), ada beberapa metode mengajar yaitu metode demonstrasi, metode inquiri, metode penemuan, metode eksperimen, metode pemecahan

Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput