• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PERKALIAN ALA MONTESSORI UNTUK SISWA KELAS II SD KREKAH YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dian Aprelia Rukmi NIM: 091134085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013

(2)

i PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PERKALIAN ALA MONTESSORI

UNTUK SISWA KELAS II SD KREKAH YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dian Aprelia Rukmi NIM: 091134085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)

iii

(5)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya.

2. Kedua orang tua saya, Supriyadi dan Sri Suraningsih yang telah setia mendampingi dan tidak pernah berhenti memberikan dukungan kepada saya sampai saat ini.

3. Kakak saya, Lisa Utaminingsih yang telah mendukung saya selama ini.

4. Semua saudara saya yang telah mendukung saya selama ini.

5. Sahabat dan teman yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini.

6. Almamater Universitas Sanata Dharma.

(6)

v HALAMAN MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya”

-Al-Baqarah:286-

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat

mengejarnya”

-Abraham Lincoln-

“Walking with a friend in the dark is better than walking alone in te light”

-Helen Keller-

(7)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Mei 2013 Peneliti,

Dian Aprelia Rukmi

(8)

vii PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:

Nama : Dian Aprelia Rukmi

Nomor Mahasiswa : 091134085

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

Pengembangan Alat Peraga Perkalian Ala Montessori untuk Siswa Kelas II SD Krekah Yogyakarta.

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 30 Mei 2013 Yang menyatakan,

Dian Aprelia Rukmi

(9)

viii ABSTRAK

Rukmi, Dian Aprelia. (2013). Pengembangan alat peraga perkalian ala Montessori untuk siswa kelas II SD Krekah Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode penelitian pengembangan, alat peraga Montessori, perkalian, Matematika.

Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran. Kenyataannya, guru SD belum banyak yang menggunakan alat peraga. Penelitian ini difokuskan untuk mengisi kekurangan akan pentingnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran di SD, khususnya pembelajaran matematika. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan prototipe produk berupa alat peraga perkalian ala Montessori untuk siswa kelas II SD semester genap.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (R&D).

Metode ini digunakan untuk mengetahui prosedur pengembangan dan kualitas pengembangan alat peraga perkalian untuk siswa kelas II SD semester genap.

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini mengadopsi alat peraga perkalian Montessori bernama papan skittle. Alat peraga dikembangkan berdasarkan empat karakteristik alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, dan auto-correction. Selain itu, peneliti juga menambahkan karakteristik kontesktual. Penelitian ini dilakukan terhadap sekelompok siswa kelas II SD Krekah Yogyakarta semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Prosedur pengembangkan ini melalui empat tahap, yakni, 1) kajian standar kompetensi dan materi pembelajaran, 2) analisis kebutuhan dan pengembangan perangkat pembelajaran, 3) produksi alat peraga Montessori untuk perkalian, 4) validasi dan revisi produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat peraga perkalian yang dikembangkan mengandung lima ciri alat peraga dan mempunyai kualitas “sangat baik” setelah divalidasi oleh pakar pembelajaran matematika, pakar alat peraga, guru kelas II, dan siswa kelas II SD Krekah. Alat peraga yang dikembangkan terbukti dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam perkalian dengan peningkatan skor posttest sebesar 86,44%.

(10)

ix ABSTRACT

Rukmi, Dian Aprelia. (2013). The developing of multiplication Montessori’s material for 2nd grade students of Krekah Yogyakarta Elementary School. A Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, University of Sanata Dharma.

Keywords: Research and development method, Montessori’s material, multiplication, and mathematics.

The use of learning media in primary school classes is often found very limited, despite of the fact that learning media have been proved to be fruitful to help the students’ understanding. This research was aimed at developing a set of Montessori multiplication materials for the 2nd grade students.

This research employed the Research and Development method (R&D) to answer two questions; the first was on the procedure used to design and develop the material and the second was on the quality of the materials developed. The set of materials developed in this study adopted Montessori’s multiplication material called the skittle board. The prototype was designed based on four main characteristics of Montessori’s materials namely attractive, gradual, auto- education, and auto-correction. In addition, the researcher included contextual as another criterion. This research was conducted on a group of 2nd grade students in Krekah Primary School, Yogyakarta during the second term in the academic year of 2012/2013.

The materials development was conducted in four major steps: 1) examining the competency standard and the math concept, 2) analyzing the students’ needs, 3) producing the first prototype of Montessori’s multiplication material, and 4) validating and revising the prototype. The findings of the research showed that the developed multiplication material satisfied the five criteria and was measured as

“very good” after a validation involving the group of students, the class teacher and a couple of experts in Math education. The set of materials also was also found to be effective in helping the struggling students in understanding the concept of multiplication with the posttest scores of students increased by 86,44%.

(11)

x PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Alat Peraga Perkalian Ala Montessori untuk Siswa Kelas II SD Krekah Yogyakarta dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan terwujud seperti adanya sekarang ini. Karena itu, dengan hati yang tulus perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD sekaligus pembimbing I yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penulisan skripsi hingga selesai.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Ag. Kustulasari 81, S.Pd., M.A. selaku pembimbing II yang telah membimbing dan membantu peneliti dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.

5. Wiyanta, S.Pd. selaku Kepala SD Krekah yang telah memberikan ijin penelitian kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah.

6. Ibu Parjiyem selaku guru kelas II SD Krekah yang telah memberikan banyak partisipasi dan bantuan selama peneliti melakukan penelitian di sekolah.

7. Veronica Fitri Rianasari, M.Si. selaku pakar pembelajaran matematika yang telah memberikan kontribusi dan bantuan dalam penelitian pengembangan ini.

8. Andri Anugrahana, M.Pd. selaku pakar alat peraga yang telah memberikan kontribusi dan bantuan dalam penelitian pengembangan ini.

(12)

xi 9. Seluruh siswa kelas II SD Krekah tahun ajaran 2012/2013 yang telah

memberikan waktu kepada peneliti untuk bekerja sama selama penelitian berlangsung.

10. Kedua orang tua saya, Supriyadi dan Sri Suraningsih yang telah memberikan dukungan materi maupun moril kepada peneliti.

11. Kakak saya Lisa Utaminingsih yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman saya satu perjuangan skripsi payung Montessori, Theresia Kristi Panca Wijayanti, Mukti Sari Putri, dan Esterlita Pratiwi. Sebuah kebanggaan bisa berjuang bersama kalian.

13. Sahabat-sahabat saya, Cahya Dwi Guna, Theresia Kristi Panca Wijayanti, Maria Yuanita Kurniasih, Yuni Darojatiningtyas, Titi Wahyuni, Dwi Astuti, dan Tri Lestari. Sebuah berkah dapat mengenal dan berbagi cerita bersama kalian.

14. Teman-teman PGSD angkatan 2009 kelas A, Gorius Geor, Deny Adventy Sary, Anggarwati Risca P., Heronimus Yudi K., Rischa Kristiana dan semuanya yang selalu memberi saya motivasi untuk terus berkembang.

Selamanya kita tetap bersaudara.

15. Keluarga kecil di kost Papringan, Terry Ayu, Wenny, Mahayu, dan Meyta.

16. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk bantuan dan doanya selama ini.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan menuju lebih sempurnanya skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat untuk dunia pendidikan. Terima kasih.

Penulis,

Dian Aprelia Rukmi

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR DIAGRAM ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 5

1.6 Definisi Operasional ... 8

BAB IILANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1Metode Montessori ... 9

2.1.1.1Sejarah Metode Montessori... 9

2.1.1.2Karakteristik Metode Montessori ... 10

2.1.2Karakteristik Alat Peraga ... 11

2.1.3Alat Peraga Perkalian Montessori ... 14

2.1.4Materi Perkalian pada Siswa Kelas II SD ... 15

2.1.5Karakteristik Perkembangan Siswa SD ... 16

2.1.5.1Karakteristik Perkembangan Siswa Kelas II SD (8-9 Tahun) ... 17

(14)

xiii

2.2 Penelitian yang Relevan ... 17

2.2.1Pengembangan Alat Peraga Perkalian ... 17

2.2.2Penelitian tentang Metode Montessori ... 18

2.3 Kerangka Berpikir ... 21

2.4 Hipotesis ... 23

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian... 24

3.2 Setting Penelitian ... 26

3.2.1Objek Penelitian ... 26

3.2.2Subjek Penelitian ... 26

3.2.3Lokasi Penelitian ... 26

3.3 Prosedur Pengembangan ... 26

3.4 Uji Validasi Produk ... 29

3.4.1Uji Validasi Produk oleh Para Ahli ... 29

3.4.2Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 29

3.5 Instrumen Penelitian ... 30

3.5.1Jenis Data ... 30

3.5.1.1Analisis Kebutuhan ... 30

3.5.1.2Validasi Produk oleh para Ahli ... 31

3.5.1.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 31

3.5.2Instrumen Pengumpulan Data ... 31

3.5.2.1Analisis Kebutuhan ... 31

3.5.2.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 32

3.5.2.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 33

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.6.1Analisis Kebutuhan ... 33

3.6.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 34

3.6.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 34

3.6.3.1Tes ... 34

3.6.3.2Kuesioner ... 35

3.7 Teknik Analisis Data ... 35

3.7.1Analisis Kebutuhan ... 35

3.7.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 35

3.7.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 36

3.7.3.1Tes Jawaban Singkat (Short Answer) ... 36

(15)

xiv

3.7.3.2Kuesioner ... 37

3.8 Jadwal Penelitian ... 38

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Materi Pembelajaran ... 39

4.2 Analisis Kebutuhan dan Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 39

4.2.1Wawancara terhadap Kepala Sekolah, Guru Kelas II, dan Enam Siswa Kelas II ... 39

4.2.2Observasi terhadap Pembelajaran Matematika di Kelas II ... 40

4.2.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 40

4.2.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 40

4.2.3.2Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 41

4.3 Produksi Alat Peraga Montessori untuk Perkalian ... 43

4.3.1Desain ... 43

4.3.1.1Alat Peraga ... 43

4.3.1.2Album Alat Peraga ... 44

4.3.2Pembuatan Alat Peraga ... 45

4.4 Validasi dan Revisi Produk ... 47

4.4.1Hasil Validasi ... 50

4.4.1.1Pakar Pembelajaran Matematika ... 50

4.4.1.2Pakar Alat Peraga ... 50

4.4.1.3Guru Kelas II ... 51

4.4.2Analisis I ... 51

4.4.3Revisi Produk ... 52

4.4.4Uji Coba Lapangan Terbatas ... 53

4.4.4.1Tes ... 55

4.4.4.2Kuesioner ... 56

4.4.5Analisis II ... 57

4.4.6Penilaian Akhir ... 58

4.4.6.1Guru Kelas II ... 58

4.4.6.2Siswa Kelas II ... 59

4.4.6.3Peneliti ... 59

BAB VPENUTUP ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Keterbatasan Penelitian... 60

(16)

xv 5.3 Saran ... 61

DAFTAR REFERENSI ... 62 LAMPIRAN... 64

(17)

xvi DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian sebelumnya ... 21 Bagan 3.1 Langkah-langkah penelitian R&D menurut Sugiyono ... 24 Bagan 3.2 Langkah-langkah R&D menurut Walter D., Lous C., dan

James C. ... 25 Bagan 3.3 Prosedur penelitian pengembangan mengadopsi model Sugiyono

dan Borg & Gall ... 27

(18)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 3.8 Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif Skala Lima

menurut Sukardjo ... 36

Tabel 4.1 Konversi Nilai Skala Lima ... 48

Tabel 4.2 Kriteria Skor Skala Lima ... 49

Tabel 4.7 Komentar Ahli terhadap Produk dalam Uji Validasi ... 51

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Pretest dan Posttest ... 56

Tabel 4.10 Resume Penilaian Perkalian ... 57

(19)

xviii DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Diagram Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest ... 56

(20)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Analisis Kebutuhan ... 65

Lampiran 1.1 Kisi-kisi Wawancara ... 65

Lampiran 1.2 Kisi-kisi Kuesioner ... 65

Lampiran 1.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan terhadap Guru ... 66

Lampiran 1.4 Kuesioner Analisis Kebutuhan terhadap Siswa ... 70

Lampiran 1.5 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 73

Lampiran 2. Instrumen Validasi Ahli ... 76

Lampiran 2.1 Kisi-kisi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Pakar Pembelajaran Matematika ... 76

Lampiran 2.2 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Pakar Pembelajaran Matematika ... 77

Lampiran 2.3 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Pakar Alat Peraga ... 77

Lampiran 2.4 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Guru Kelas II ... 78

Lampiran 2.5 Resume Penilaian Alat Peraga oleh Para Ahli ... 78

Lampiran 3. Uji Coba Lapangan Terbatas ... 79

Lampiran 3.1 Kisi-kisi Pretest dan Posttest ... 79

Lampiran 3.2 Sample Pretest ... 80

Lampiran 3.3 Sample Posttest ... 81

Lampiran 4. Kuesioner Uji Coba Lapangan Terbatas ... 82

Lampiran 4.1 Kisi-kisi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Siswa ... 82

Lampiran 4.2 Sample Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Siswa ... 83

Lampiran 4.3 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Penilaian Kualitas Alat Peraga oleh Siswa ... 85

(21)

xx

Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Penelitian di SD ... 86

Lampiran 6. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian dari SD ... 87

Lampiran 7. Dokumentasi ... 88

Lampiran 7.1 Desain Alat Peraga ... 88

Lampiran 7.2 Papan Perkalian ... 92

Lampiran 7.3 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 93

Lampiran 8. Album Alat Peraga ... 97

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang dikembangkan, dan (6) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Dalam pasal 20 Bab I Undang-Undang (UU) Pendidikan nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan pasal tersebut dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran perlu adanya komunikasi dua arah. Komunikasi tersebut dapat berlangsung antara siswa dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengadakan dan memanfaatkan media yang berupa alat peraga.

Alat peraga merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suyono, 2011:17). Hal tersebut dapat dilihat dari karakteristik anak Sekolah Dasar (SD) yang pada umumnya berusia 7-12 tahun. Menurut Jean Piaget dalam Suparno (2001:70) anak usia 7-12 tahun merupakan anak yang berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini anak memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dilihat dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Anak sudah mampu berpikir berdasarkan logika atau aturan logis tertentu. Konsep anak terhadap bilangan, waktu, dan ruang juga semakin lengkap terbentuk. Perkembangan afektif anak ditandai dengan hubungannya dengan teman dan orang lain yang ada di sekitarnya. Anak pada usia tersebut memiliki perkembangan bahasa yang lebih komunikatif dan suka melakukan berbagai aktivitas motorik. Meskipun demikian, pada tahap ini anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya pembelajaran yang menarik dan menggunaan alat peraga yang sesuai dengan perkembangan anak.

(23)

2 Salah satu metode pembelajaran yang menerapkan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran adalah metode Montessori. Metode ini merupakan sebuah metode pembelajaran yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh seorang dokter wanita Italia yang bernama Maria Montessori (1870-1952). Filosofi Montessori terhadap anak adalah bahwa setiap anak unik dan individual mereka harus dihormati secara penuh dalam proses pendidikan (Seldin, 2006:12). Metode Montessori berawal dari hasil observasi yang dilakukannya terhadap anak-anak kurang beruntung yang ada di pinggiran Italia. Beliau mendidik anak-anak tersebut di sekolah yang didirikannya dan diberi nama Casa Dei Bambini (Rumah Anak-anak). Montessori terus mengembangkan metodenya dengan observasi yang dilakukan terhadap anak didiknya. Berdasarkan filosofi dan observasi yang dilakukan oleh Montessori, akhirnya beliau berhasil membawa anak-anak didiknya lulus dalam ujian yang diselenggarakan bagi anak-anak di sekolah umum (Montessori, 2002:38).

Metode Montessori bukanlah menjadi hal yang baru dalam pendidikan di Indonesia. Beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan metode Montessori seiring dengan banyaknya penelitian yang membuktikan keberhasilan metode tersebut. Hal tersebut juga didukung dengan didirikannya beberapa sekolah Montessori di Indonesia. Sekolah Montessori yang pertama berdiri pada tahun 1986 adalah Jakarta Montessori School. Sekolah Montessori saat ini juga berkembang di beberapa daerah, yaitu Bali Montessori School, Sekolah Montessori di Bandung, Batam, dan di Yogyakarta sendiri. Sekolah-sekolah Montessori menawarkan sebuah pendidikan alternatif yang berkualitas.

Meskipun demikian, tidak semua anak dapat mengikuti pembelajaran yang ada di sekolah Montessori. Sekolah tersebut hanya terbatas pada anak-anak yang berasal dari keluarga berkecukupan. Hal tersebut merupakan sebuah fenomena yang wajar mengingat alat-alat Montessori belum diproduksi di Indonesia dan masih menggunakan bahan terstandar khusus. Apabila dilihat dari sejarah, Montessori mengawali pendampingan pendidikan di Casa dei Bambini menggunakan media seadanya. Montessori juga mengembangkan sendiri media pembelajaran yang dibutuhkan sesuai dengan kesulitan belajar yang dialami oleh anak-anak tersebut (Montessori, 2002:36). Hal ini menunjukkan bahwa

(24)

3 sebenarnya media pembelajaran Montessori dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh penyelenggara pendidikan.

Peneliti memilih lokasi penelitian di SD Krekah yang beralamat di Dusun Krekah, Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sekolah tersebut berada di pedesaan dan terletak sekitar 25 km dari kota dengan didominasi wilayah pertanian. Latar belakang ekonomi keluarga siswa adalah menengah ke bawah dengan rata-rata profesi orang tua sebagai petani dan buruh. Letak sekolah yang berada di pedesaan membuat sekolah ini memiliki beberapa potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran.

Beberapa potensi lokal yang dapat dimanfaatkan adalah hasil-hasil alam yang ada di daerah tersebut, contohnya batu, pasir, hasil pertanian, rumput ilalang, tempurung kelapa, dan sabut kelapa.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada hari Sabtu, tanggal 24 November 2012 diperoleh informasi bahwa sekolah masih memiliki alat peraga yang terbatas dan penggunaannya juga belum maksimal. Selain itu, berdasarkan wawancara dan observasi terhadap guru kelas dan enam siswa kelas II pada hari Senin, tanggal 14 Januari 2013 didapatkan hasil bahwa siswa masih mengalami kesulitan pada materi perkalian. Hal tersebut nampak pada saat siswa menyelesaikan soal perkalian. Siswa masih belum dapat membedakan bilangan pengali dan bilangan yang dikali. Pada saat siswa diminta untuk menguraikan soal perkalian ke dalam bentuk penjumlahan berulang, siswa masih terbalik dalam menuliskan bilangan pengali dan bilangan yang dikali. Guru mengungkapkan bahwa siswa masih belum memahami konsep perkalian dan salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah terbatasnya alat peraga yang ada di sekolah. Peneliti mengamati bahwa alat peraga yang ada di kelas kebanyakan masih terbatas pada gambar-gambar, kartu bilangan, dan dekak-dekak yang tidak setiap saat dapat digunakan dalam pembelajaran. Guru juga menyampaikan secara langsung bahwa beliau pernah membuat alat peraga sendiri dengan menggunakan kalender bekas untuk mengenalkan kembali letak bilangan kepada siswa, namun hasilnya kurang memuaskan. Alat peraga tersebut tidak dapat bertahan lama dan siswa juga kurang tertarik untuk menggunakannya.

(25)

4 Antara kesempatan dan keterbatasan di atas, peneliti berinisiatif untuk membuka akses yang lebih luas terhadap pendidikan yang berkualitas melalui pengembangkan alat peraga ala Montessori yang ekonomis. Peneliti akan mengembangkan alat peraga perkalian Montessori. Pengembangan alat peraga tersebut nantinya akan mengadopsi alat peraga perkalian yang biasa digunakan di sekolah Montessori dengan memanfaatkan berbagai potensi lokal yang ada di daerah penelitian.

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga Montessori untuk melatih kemampuan perkalian pada mata pelajaran Matematika bagi siswa kelas II semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SD Krekah Yogyakarta dengan Standar Kompetensi (SK) “Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka” dan Kompetensi Dasar (KD) “Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka”. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi sampai pada menghasilkan prototipe produk berupa alat peraga untuk melatih kemampuan perkalian.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013?

1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan alat peraga Montessori sesuai ciri-ciri yang telah ditetapkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

1.3.2 Mengembangkan alat peraga Montessori yang berkualitas untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

(26)

5 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi siswa

Siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 terbantu dalam belajar perkalian menggunakan alat peraga perkalian ala Montessori.

1.4.2 Bagi guru

Menambah referensi dalam penggunaan alat peraga perkalian dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada di sekitar sekolah.

1.4.3 Bagi sekolah

Menambah referensi penelitian pengembangan alat peraga perkalian untuk kelas II semester genap.

1.4.4 Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan SD khususnya pengembangan alat peraga perkalian kelas II semester genap dengan memanfaatkan potensi lokal.

1.4.5 Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman baru dalam mengembangkan alat peraga perkalian ala Montessori sebagai upaya pengaplikasian ilmu pengetahuan tentang metode Montessori.

1.5 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah papan perkalian yang terdiri dari sebuah papan perkalian, kancing perkalian, dua buah tanda panah yang digunakan untuk menandai bilangan pengali dan bilangan yang dikali. Alat peraga ini dilengkapi dengan kartu bilangan, kartu soal dan album alat peraga.

Kartu bilangan terdiri dari bilangan satuan, puluhan, dan ratusan. Kartu soal terdiri dari 16 soal perkalian. Album alat peraga berisi tentang tujuan pembelajaran, deskripsi alat peraga, dan cara penggunaannya. Alat peraga papan perkalian dikembangkan dengan mengadopsi alat peraga Montessori yang disebut papan skittle.

Pada alat peraga perkalian Montessori terdapat beberapa alat peraga yang terdiri dari manik-manik satuan, manik-manik emas, papan skittle, papan

(27)

6 perkalian dengan beberapa tingkatan (papan perkalian 1°, 2°, 3°, 4°, 5°) dan checker board. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pengembangan produk berupa papan perkalian yang diadopsi dari papan skittle. Hal tersebut disesuaikan dengan perkembangan siswa kelas II SD dan juga disesuaikan dengan SK serta KD kelas II. Papan perkalian digunakan sebagai alat peraga pembelajaran matematika kelas II SD Krekah Yogyakarta semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan SK “Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka” dan KD “Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka”.

Papan skittle yang terdapat pada alat peraga Montessori terdiri dari papan perkalian, kartu bilangan pengali, lingkaran merah untuk menandai bilangan yang dikali, dan manik-manik merah. Papan perkalian berbentuk persegi dengan ukuran 25 cm x 25 cm. Pada sisi atas papan terdapat bilangan 1 sampai 10 yang letaknya berurutan secara horisontal. Terdapat 100 lubang berbentuk setengah lingkaran yang terletak di antara bilangan di sisi atas dan sisi kiri. Lubang-lubang tersebut digunakan untuk meletakkan setiap manik-manik merah yang digunakan untuk menghitung hasil perkalian dua bilangan. Kartu bilangan pengali terbuat dari kayu yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2 cm x 1 cm dan terdiri dari kartu bilangan 1 sampai 10. Seperti namanya, kartu bilangan ini berfungsi sebagai bilangan pengali. Lingkaran merah yang digunakan untuk menandai bilangan yang dikali terbuat dari kayu yang dibentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 1,5 cm. Manik-manik merah digunakan untuk menghitung hasil perkalian dengan meletakkan satu per satu manik-manik merah di setiap lubang yang ada pada papan. Satu set alat peraga tersebut dilengkapi dengan kartu soal yang berisi soal-soal perkalian.

Produk dalam penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan potensi lokal yang ada di sekitar lokasi penelitian berupa papan kayu dan tempurung kelapa. Papan kayu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan papan perkalian dipilih berdasarkan kualitas dan beratnya. Kayu yang dipilih merupakan kayu yang berkualitas baik agar alat peraga yang dibuat nantinya dapat tahan lama. Berat kayu dipilih dengan mempertimbangkan perkembangan anak agar nantinya anak dengan mudah dapat membawa alat peraga tersebut. Papan

(28)

7 perkalian berbentuk persegi panjang dengan ukuran kurang lebih 40 cm x 25 cm yang kemudian diplitur. Pada papan tersebut ditentukan garis tepinya, batas tepi kiri dan atas adalah 3 cm, batas tepi kanan dan bawah adalah 5 cm. Jarak tepi kiri dan tepi atas pada papan nantinya digunakan untuk meletakkan tanda panah.

Terdapat dua tanda panah yang dibuat dari kayu dengan ukuran kurang lebih 1,5 cm x 1 cm dan berwarna merah. Pada produk ini, tanda panah yang pertama sebagai pengganti kartu bilangan yang digunakan untuk menandai bilangan pengali. Tanda panah yang kedua sebagai pengganti lingkaran merah yang digunakan untuk menandai bilangan yang dikali.

Angka 1 sampai 10 yang berfungsi sebagai bilangan pengali dituliskan secara vertikal pada papan sebelah kiri. Bilangan yang berfungsi sebagai bilangan yang dikali juga terdiri dari angka 1 sampai 10 dan dituliskan secara horizontal pada papan bagian atas. Bilangan-bilangan tersebut dituliskan menggunakan cat warna putih. Setelah itu dibuat lubang berbentuk persegi panjang dengan ukuran kurang lebih 2,5 cm x 0,7 cm sejumlah 100 buah di samping kanan bilangan pengali dan di bawah bilangan yang dikali. Ukuran lubang tersebut disesuaikan dengan ukuran kancing merah yang digunakan untuk menghitung operasi perkaliannya.

Tempurung kelapa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kancing perkalian. Peneliti memilih tempurung kelapa yang masih muda dengan tujuan agar mudah dalam proses mewarnai. Bentuk dari tempurung kelapa nantinya berupa kancing baju dengan bentuk lingkaran yang berdiameter kurang lebih 2,5 cm. Kancing baju tersebut kemudian diberi warna sesuai dengan warna manik- manik pada alat peraga perkalian Montessori, yaitu warna merah. Pada alat peraga ini terdapat 100 kancing. Satu kancing merah nantinya terdiri dari sepasang kancing karena lebar satu buah kancing hanya 2 mm dan ukuran tersebut terlalu tipis saat digunakan anak. Kancing merah pada produk ini manfaatnya sama dengan manik-manik merah pada papan skittle, yaitu untuk menghitung operasi perkalian. Seluruh kancing perkalian, kartu bilangan, dan dua tanda panah nantinya ditempatkan pada tempat yang berbentuk balok dengan berbahan dasar kayu.

(29)

8 1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Alat peraga Montessori adalah media pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip filosofi pembelajaran Montessori dan memiliki empat karakteristik, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, dan auto- correction.

1.6.1 Album alat peraga perkalian Montessori adalah buku panduan yang berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran, tujuan pembelajaran, usia, syarat, langkah-langkah presentasi penggunaan alat peraga dan pengendali kesalahan dalam penggunaan alat peraga perkalian Montessori.

1.6.2 Perkalian adalah materi pada mata pelajaran Matematika di SD yang mempelajari penjumlahan bilangan yang dilakukan secara berulang dan menggunakan simbol kali (x) dalam operasi tersebut.

1.6.3 Kontekstual adalah segala sesuatu yang berada di suatu tempat atau daerah dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi benda yang memiliki kegunaan.

1.6.4 Alat peraga perkalian ala Montessori adalah alat peraga perkalian yang mengadopsi alat peraga Montessori dan dibuat serta dikembangkan menggunakan segala sesuatu di sekitar tempat penelitian yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan.

1.6.5 Siswa SD adalah siswa kelas II semester genap SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 35 siswa yang terdiri dari 16 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki.

(30)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi empat bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan, (3) kerangka berpikir, dan (4) hipotesis.

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Metode Montessori

2.1.1.1 Sejarah Metode Montessori

Metode Montessori merupakan sebuah metode pembelajaran yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Maria Montessori. Beliau adalah seorang dokter wanita pertama di Italia yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 dan wafat pada tanggal 6 Mei 1952. Saat Montessori bekerja di klinik psikiatri, beliau mendapat tugas untuk melayani anak-anak yang mengalami debiel, imbeciel, idioot, dsb. Hal tersebut membuat Montessori tertarik pada dunia pendidikan anak-anak, khususnya anak-anak yang ditanganinya. Ketertarikan Montessori tersebut membuatnya mempelajari berbagai penemuan dari Jean Marc Gaspard Itard (1775-1838) dan Edward Seguin (1812-1880). Montessori mencoba mengembangkan metode temuan Itard dan Seguin untuk mengajar membaca dan menulis anak-anak dengan mental terbelakang di distrik kumuh di Roma. Seluruh metode Seguin diringkaskan oleh Montessori sebagai metode yang menggunakan sistem otot, sistem syaraf, dan panca indera (Montessori, 2002:28-42).

Pada tahun 1907, Montessori menerima tawaran dari Edoardo Talamo, Direktur Jenderal Asosiasi Roma untuk mengambil alih organisasi sekolah- sekolah untuk anak-anak usia 3-7 tahun di distrik San Lorenzo. Sekolah pertama didirikan pada tanggal 6 Januari 1907 di distrik San Lorenzo yang diberi nama Casa dei Bambini atau Rumah Anak-anak (Montessori, 2002:30).

Montessori menemukan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak didiknya melalui berbagai percobaan dan observasi yang dilakukannya di Casa dei Bambini. Montessori berhasil membawa anak-anak pinggiran membaca dan menulis pada usia dini dan menunjukkan kemampuan

(31)

10 untuk peduli terhadap diri mereka sendiri (Hainstock, 1997:58). Keberhasilan lainnya adalah Montessori dapat membawa anak-anak yang kurang beruntung tersebut memperoleh hasil yang optimal pada ujian negara (Montessori, 2002:38).

2.1.1.2 Karakteristik Metode Montessori

Secara garis besar terdapat tiga hal yang menjadi prinsip dasar dari metode Montessori yaitu filosofi yang digunakan, tugas pendidik dalam pembelajaran dan adanya alat peraga (Hainstock, 1997). Ketiga prinsip dasar tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang berlandaskan pada perkembangan anak dan pembelajaran berbasis panca indera. Keberhasilan dari pelaksanaan metode ini dapat dilihat saat anak mampu melakukan suatu tugas perkembangan sesuai dengan kemampuan dan kesiapan anak.

Esensi metode Montessori terletak pada filosofinya terhadap anak, yaitu

“Teach Me to Do It Myself”. Filosofi tersebut mengandung makna bahwa Montessori mempercayai kemampuan seorang anak untuk bekerja dan menemukan cara belajarnya sendiri (Seldin, 2006:12). Seorang anak akan belajar ketika anak tersebut sudah memiliki kesiapan dan kemauan untuk belajar.

Berlandaskan filosofi tersebut Montessori menghormati kemerdekaan atau kebebasan setiap individu untuk belajar sesuai dengan tingkat kesiapan masing- masing individu sehingga hasil belajar yang dicapai setiap anak adalah berbeda dan tidak diukur bentuk nilai melainkan secara kualitatif kemajuan yang dibuat oleh anak setiap harinya. Montessori menggunakan kebebasan setiap anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak (Montessori, 2002:86). Bagi Montessori, disiplin bertujuan untuk membuat anak aktif dan melakukan sesuatu untuk berbuat baik, bukan untuk diam, tidak bergerak, taat dan pasif. Kedisiplinan anak dapat terwujud melalui dukungan guru dengan memperbolehkan mereka memilih aktivitas yang ada di lingkungan belajarnya dan teman bekerja (Koh dan Frick, 2010:1). Montessori juga mempercayai adanya potensi kreativitas anak-anak dan hak anak-anak untuk dihargai sebagai dirinya dan tidak harus hanya mengikuti guru atau temannya saja. Anak-anak dibiarkan berkembang sendiri menurut bakat dan minat masing- masing, sementara guru hanya berdiri di belakang. Dasar metode Montessori mengilhami salah satu tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara

(32)

11 (1889-1959). Hal tersebut tercermin pada semboyan “Tut Wuri Handayani” yang berarti bahwa guru sebagai pendidik yang berdiri di belakang tetapi memengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri atau mengembangkan kreativitas dan kemampuannya (Rahardjo, 2009:61-62).

Berdasarkan karakteristik metode Montessori terdapat tiga kriteria mengenai bagaiman pembelajaran semestinya diberikan kepada anak, yaitu (1) singkat, (2) sederhana, dan (3) objektif (Montessori, 2002:108). Pelajaran sebaiknya diberikan dengan singkat. Singkat yang dimaksudkan adalah menghilangkan kata-kata yang tidak berguna dalam pembelajaran. Ketika seorang pendidik mempersiapkan pelajaran yang akan diberikannya, pendidik mesti sungguh-sungguh mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkannya untuk menilai perlu tidaknya kata-kata tersebut. Pelajaran sebaiknya sederhana.

Sederhana yang dimaksudkan adalah pemilihan kata-kata yang akan digunakan haruslah merupakan kata yang paling sederhana dan mengacu pada kebenaran.

Pelajaran sebaiknya objektif. Dalam hal ini, pelajaran diberikan kepada anak dengan semestinya, guru tidak boleh menarik perhatian anak kepada dirinya melainkan hanya kepada objek yang ingin guru terangkan. Penjelasan singkat dalam pembelajaran haruslah merupakan penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari oleh anak.

Karakteristik lain dari metode Montessori adalah adanya alat peraga yang memiliki pengendali kesalahan dengan tujuan anak dapat mengoreksi kesalahan dan memperbaikinya sendiri. Alat peraga tersebut diproduksi oleh Montessori sendiri dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin (Hainstock, 1997:13).

Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada dalam tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Beberapa alat peraga yang diciptakan Montessori untuk pembelajaran matematika dan bahasa adalah papan pasir, kartu huruf, kartu angka, tongkat asta merah-biru, menara pink, manik-manik (satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan), dan kartu gambar.

2.1.2 Karakteristik Alat Peraga

Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang diciptakan dan dikembangkan oleh Montessori melalui berbagai observasi yang dilakukannya

(33)

12 terhadap anak-anak didiknya di Casa Dei Bambini. Seluruh alat peraga yang ada berfungsi sebagai sumber belajar sekaligus guru bagi anak (Montessori, 2002:36

& 83). Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya empat karakteristik yang ada pada alat peraga, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, dan (4) auto- correction (Montessori, 2002:169-175). Keempat karakteristik alat peraga Montessori diterapkan oleh peneliti dalam mengembangkan alat peraga berupa papan perkalian. Peneliti juga menambahkan karakteristik kontesktual pada alat peraga yang dikembangkan. Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar daerah penelitian dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam pembuatan serta pengembangan alat peraga.

Dengan demikian terdapat lima karakteristik yang digunakan oleh peneliti dalam mengembangkan papan perkalian.

1. Menarik

Setiap alat peraga Montessori diciptakan menarik perhatian anak dengan tujuan agar anak memiliki keinginan untuk memegang dan merasakan alat tersebut (Montessori, 2002:174-175). Alat peraga yang menarik memiliki nilai keindahan dari warna dan kecerahannya. Warna-warna yang digunakan pada alat peraga Montessori merupakan warna terang dan lembut.

2. Bergradasi

Gradasi dalam alat peraga Montessori merupakan rasional gradasi dari suatu rangsangan (Montessori, 2002:175). Penekanan gradasi dalam pembelajaran Montessori terletak pada rasional anak yang terbentuk secara bertahap ketika bekerja menggunakan alat peraga. Dalam pembentukan rasional tersebut, anak dapat melibatkan warna pada alat peraga dan lebih dari satu alat indera.

Sebagai contohnya pada permainan menggunakan alat peraga “pink tower”. Alat peraga tersebut terdiri dari 10 kubus dengan ukuran yang bergradasi. Kubus pertama berukuran 10 cm untuk setiap sisinya. Kubus kedua berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus pertama. Kubus ketiga berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus kedua dan begitu seterusnya sampai kubus kesepuluh. Pada awal permainan, anak akan menurunkan satu per

(34)

13 satu balok-balok tersebut pada karpet. Selanjutnya anak berlatih membuat sebuah menara pink dengan menyusun kubus-kubus tersebut dari yang terbesar sampai yang terkecil (Montessori, 2002:174). Permainan ini merupakan permainan yang paling menyenangkan bagi anak yang mulai berusia 2 tahun. Melalui permainan “pink tower”, rasionalitas anak mengenai ukuran terbentuk secara bertahap.

3. Auto-education (Pembelajaran Mandiri)

Alat peraga Montessori diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dengan memperhatikan ukuran dan bentuk alat peraga. Hal tersebut bertujuan agar anak dapat mengambil, membawa, dan bekerja dengan alat peraga tanpa bantuan dari orang lain. Anak dapat memahami sendiri suatu pengetahuan melalui penggunaan alat peraga.

Sebagai salah satu contohnya adalah satu set blok “incastri solidi” yang disebut dengan inkastri. Alat peraga ini terdiri dari sepuluh kayu berbentuk silinder dengan ukuran bergradasi sekitar 2 mm (Montessori, 2002:169).

Permainan yang dilakukan dengan alat peraga ini adalah anak memasangkan setiap silinder dengan lubang yang sesuai. Selama melakukan permainan tersebut, anak akan menyelesaikan permainannya tanpa ada intervensi dari orang lain. Anak-anak merasa sangat senang dengan permainan tersebut. Melalui permainan ini, anak dapat memahami hubungan antara inkastri dengan lubang pada blok. Anak mempelajari bahwa setiap inkastri hanya akan bisa masuk pada lubang yang sesuai dengan ukuran inkastri. Hal terpenting yang dipelajari anak dari permainan tersebut adalah mengenai dimensi ukuran (Montessori, 2002:169).

4. Auto-correction (Memiliki Pengendali Kesalahan)

Setiap alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan yang bertujuan agar anak dapat mengetahui kebenaran dan ketepatan dalam aktivitas yang dilakakukannya bersama suatu alat peraga dengan sendirinya tanpa adanya intervensi dari orang lain. Contohnya pada saat anak melakukan permainan “incastri solidi”, ketika anak melakukan kesalahan dalam memasangkan inkastri dengan lubangnya, anak akan mengeluarkan inkastri tersebut kemudian melakukan percobaan berulang-

(35)

14 ulang hingga dia dapat memasukkan inkastri pada lubang yang tepat dan merasa puas (Montessori, 2002:170-171).

Pengendali kesalahan dalam pembelajaran Montessori tidak hanya terdapat pada setiap alat peraga, namun juga terdapat pada lingkungan pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang dipersiapkan dengan adanya pengendali kesalahan, misalnya meja dan kursi yang digunakan oleh anak-anak (Montessori, 2002:83). Jika anak melakukan gerakan yang tidak tepat ketika duduk atau berdiri, meja yang ada di dekatnya atau kursi yang digunakannya akan memunculkan suara. Melalui suara tersebut anak mengetahui bahwa gerakan yang dilakukannya tidak tepat.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kelima karakteristik tersebut sebagai dasar pengembangan papan perkalian. Penerapan karakteristik menarik pada papan perkalian terletak pada warna kancing perkalian. Alat peraga yang dikembangkan juga menarik anak untuk memegang dan menggunakannya.

Karakteristik bergradasi terletak pada warna kancing perkalian dan penggunaan indera perabaan anak. Pada saat anak memejamkan mata, anak tetap dapat mengetahui bahwa setiap lubang pada papan dalam kondisi kosong atau terisi kancing dengan menggunakan indera perabanya. Karakteristik auto-education ditunjukkan dengan kemandirian anak dalam belajar perkalian tanpa adanya bantuan dari teman atau guru. Karakteristik auto-correction terdapat pada papan perkalian yang ditunjukkan pada lubang-lubang di papan perkalian, kartu bilangan, dan jawaban yang ada di sebalik kartu soal. Setiap lubang pada papan perkalian hanya dapat digunakan untuk meletakkan satu kancing perkalian.

Karakteristik terakhir yang dikembangkan pada alat peraga adalah kontekstual.

Peneliti memanfaatkan kayu dan tempurung kelapa sebagai bahan dasar pembuatan alat peraga. Kedua bahan dasar tersebut merupakan potensi lokal yang terdapat di lingkungan sekolah.

2.1.3 Alat Peraga Perkalian Montessori

Keterampilan yang dipelajari anak dalam pembelajaran Montessori pada materi perkalian diawali dengan pengantar konsep perkalian. Kemudian dilanjutkan dengan 11 latihan, yaitu (1) latihan menggunakan papan perkalian

(36)

15 satuan, latihan perkalian dengan nilai puluhan, ratusan, dan ribuan, (2) latihan perkalian menggunakan papan perkalian 1°, (3) latihan perkalian menggunakan papan perkalian 2°, (4) latihan perkalian menggunakan papan perkalian 3°, (5) latihan perkalian menggunakan papan perkalian 4°, (6) latihan perkalian menggunakan papan perkalian 5°, (7) latihan perkalian statis dengan permainan stamp, (8) latihan perkalian dinamis dengan permainan stamp, (9) latihan perkalian statis dengan manik-manik emas, (10) latihan perkalian statis dengan manik-manik emas, dan (11) latihan menggunakan checker board.

Berbagai alat peraga digunakan dalam latihan pada materi perkalian.

Secara umum alat peraga yang digunakan untuk latihan-latihan tersebut adalah manik-manik satuan warna-warni (manik satu satuan berwarna merah, manik dua satuan berwarna hijau, manik tiga satuan berwarna pink, manik empat satuan berwarna kuning, manik lima satuan berwarna ungu, manik enam satuan berwarna biru muda, manik tujuh satuan berwarna putih, manik delapan satuan berwarna coklat, dan manik sembilan satuan berwarna biru muda), manik emas satuan, manik emas puluhan, manik emas ratusan, manik emas ribuan, papan perkalian satu, manik-manik merah, papan pengali, papan perkalian 1°, papan perkalian 2°, papan perkalian 3°, papan perkalian 4°, papan perkalian 5°, stamp berwarna (stamp satuan dan ribuan berwarna hijau, stamp puluhan berwarna biru, stamp ratusan berwarna merah), kartu angka (kartu angka berwarna hijau untuk satuan dan ribuan, kartu angka berwarna biru untuk puluhan, kartu angka berwarna merah untuk ratusan), checker board, dan papan angka.

2.1.4 Materi Perkalian pada Siswa Kelas II SD

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dipelajari oleh siswa SD. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tujuan matematika adalah membangun kemampuan siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Perkalian merupakan penjumlahan berulang (Heruman, 2007:17). Materi perkalian pada siswa kelas II SD meliputi perkalian sebagai penjumlahan

(37)

16 berulang, mengalikan dua bilangan satu angka, mengalikan bilangan dua angka dengan bilangan satu angka, mengenal sifat pertukaran pada perkalian, sifat perkalian bilangan satu angka dengan bilangan 1, mengalikan bilangan satu angka dengan bilangan 0, mengalikan tiga bilangan berturut-turut, pasangan bilangan dengan hasil kali tertentu, dan menyelesaikan soal cerita. SK yang digunakan adalah “Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka” dengan KD “Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka”.

2.1.5 Karakteristik Perkembangan Siswa SD

Siswa SD adalah siswa yang pada umumnya berumur 7-12 tahun. Pada usia tersebut anak mengalami perkembangan fisik-motorik, intelektual, bahasa, emosi, sosial, dan kesadaran beragama yang pesat. Perkembangan fisik-motorik pada anak ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Menurut Piaget, anak usia tersebut merupakan anak yang berada pada tahap operasi konkret. Dalam tahap tersebut anak mampu berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan dapat mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda (Samsunuwiyati, 2007:47). Anak sudah mampu mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.

Perkembangan bahasa pada anak usia SD diperkuat dengan diperolehnya materi tentang bahasa ibu dan bahasa Indonesia dalam pembelajaran. Melalui materi tersebut anak terus berlatih untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya. Perkembangan emosi pada anak juga berkembang seiring dengan perkembangan usia dalam diri. Saat memasuki usia kelas tinggi (kelas 4, 5 dan 6) anak akan mulai belajar untuk lebih mengendalikan emosi melalui peniruan dan latihan (Yusuf, 2011:63). Interaksi sosial anak berkembang dengan ditandai adanya perluasan hubungan antara anak dengan teman sebaya, masyarakat, dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Hal tersebut menjadikan anak lebih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat dan lingkungan di sekitar.

Karakteristik perkembangan anak usia 7-11 tahun tersebut apabila dikaitkan dengan tahap perkembangan Montessori merupakan tahap fanciulezza (6-12 tahun). Menurut Montessori anak usia 6-12 tahun mengalami perkembangan untuk logika dan penalaran, perkembangan imaginasi, mengalami perkembangan

(38)

17 yang cukup luas pada moral serta mentalnya. Dalam masa tersebut anak juga belajar untuk mengenal budaya, dan menampilkan kekuatan fisik dalam dirinya.

Interaksi sosial anak berkembang dengan adanya perubahan dari sikap individual menjadi lebih berkelompok dengan teman sebayanya. Dalam kelompok tersebut anak lebih mengeksplor hal-hal yang konkret menjadi lebih abstrak melalui interaksi yang ada (Lillard, 1996:44).

2.1.5.1 Karakteristik Perkembangan Siswa Kelas II SD (8-9 Tahun)

Siswa kelas II SD merupakan siswa yang berada di kelas bawah dalam pendidikan SD. Rata-rata usia siswa kelas II SD adalah 8-9 tahun. Anak pada usia tersebut pada umumnya masih senang untuk bermain-main bersama teman sebaya, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan sesuatu secara langsung (Desmita, 2009:35). Anak masih merasa senang dengan kebebasan bermain dan berkumpul dengan teman sebayanya.

Menurut Jean Piaget anak usia 8-9 tahun termasuk dalam tahap operasi konkret. Pada tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah mampu memecahkan masalah yang menggunakan pemikiran yang logis namun masih terbata pada hal-hal yang konkret (Suparno, 2001:71). Pemikiran anak dalam banyak hal sudah lebih teratur karena anak sudah mampu berpikir serial dan mampu mengklasifikasi dengan lebih baik.

2.2 Penelitian yang Relevan

2.2.1 Pengembangan Alat Peraga Perkalian

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan alat peraga perkalian di SD adalah penelitian oleh Rahmawati (2009), Fariha (2010), dan Sugiarni (2012).

Rahmawati (2009) meneliti pengaruh penggunaan alat peraga perkalian model matriks terhadap kemampuan menghitung hasil kali pada siswa kelas III B SD N Balun 3 Cepu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika dengan pembelajaran menggunakan alat peraga perkalian model matriks lebih baik daipada prestasi belajar matematika dengan menggunakan alat peraga pada pokok bahasan perkalian.

(39)

18 Fariha (2010) meneliti efektivitas alat peraga model matriks dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa kelas II SD N Sukorejo 02 Tunjungan Blora. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan meningkatnya kriteria efektivitas hasil 80 menjadi 100 dan nilai rata-rata evaluasi kelas menjadi 95,6 dari yang semula 72,8 dan dapat meningkatkan efektivitas proses pembelajaran siswa dari kriteria efektivitas proses 61,82 menjadi 93,33. Pada persentase keefektivitasan belajar siswa sebelum tindakan sebesar 61,82 dan meningkat pada akhir tindakan sebesar 93,33.

Sugiarni (2012) meneliti hasil peningkatan proses dan hasil belajar matematika dengan memanfaatkan media dan alat peraga materi operasi hitung campuran pada siswa kelas II semester 2 di SDN Suniarsih, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Penelitian ini merupakan penelitian yang memanfaatkan media dan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada materi operasi hitung campuran. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan terhadap pemahaman dan prestasi belajar siswa pada materi operasi hitung campuran melalui aktivitas-aktivitas pemberian apersepsi yang menarik melalui tanya jawab interaktif, perlibatan siswa dalam demonstrasi, pengaktifan siswa dalam tanya jawab, pengaktifan siswa dalam latihan pengerjaan soal, dan pemanfaatan alat peraga.

Secara garis besar ketiga penelitian tersebut meneliti tentang manfaat penggunaan alat peraga untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi yang dipelajari. Hasil dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti pelajaran, peningkatan terhadap pemahaman siswa, dan prestasi belajar pada materi perkalian. Berdasarkan studi literatur penelitian di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga perkalian, peneliti belum menemukan adanya penelitian yang meneliti dan mengembangkan alat peraga perkalian.

2.2.2 Penelitian tentang Metode Montessori

Penelitian yang berkaitan dengan metode Montessori dilakukan oleh Rathunde (2003), Lillard & Else-Quest (2006), dan Koh & Frick (2010).

Rathunde (2003) meneliti perbandingan motivasi, kualitas pengalaman, dan konteks sosial pada sekolah Montessori dengan sekolah menengah tradisional.

(40)

19 Penelitian ini dilakukan terhadap 150 siswa kelas VI dan VIII (60% perempuan dan 40% laki-laki) dari lima sekolah Montessori yang berada di empat negara bagian Amerika Serikat dan 400 siswa kelas VI dan VIII dari 20 sekolah menengah tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) siswa Montessori lebih memiliki pengaruh yang tinggi, potensi (semangat dan giat), motivasi instrinsik (kesenangan dan ketertarikan), dan pengalaman berkonsentrasi penuh (flow experience) terhadap tugas akademik di sekolah dan (2) siswa Montessori memiliki kesan yang lebih baik terhadap sekolah dan guru, memiliki persepsi yang positif terhadap teman sekelas (menerima mereka lebih dari sekedar teman atau teman sekelas). Secara umum, siswa Montessori lebih sedikit menghabiskan waktu di kelas mendengarkan untuk pengajaran dan melihat media. Siswa Montessori lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dengan alat peraga dan penguasaan diri.

Lillard & Else-Quest (2006) meneliti perbandingan skor nilai akademik dan sosial siswa sekolah Montessori dan program pendidikan Sekolah Dasar lainnya. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa Montessori usia 3-6 tahun dan 6- 12 tahun di Milwaukee, Wilsconsin. Sekolah tersebut sudah beroperasi selama sembilan tahun dan melayani anak-anak yang termaginalkan serta sudah diakui oleh cabang Assosiacion Montessori Internationale (AMI/USA) di Amerika Serikat atas pengimplementasian prinsip Montessori yang bagus. Kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah 40 siswa dari 27 sekolah publik dan 13 siswa dari 12 suburban public, private/voucher, atau charter school. Sebagian besar dari sekolah publik tersebut sudah menerapkan program pendidikan khusus seperti kurikulum untuk anak gifted dan talented, language immersions, seni dan pembelajaran berbasis discovery (2006:1893). Hasil penelitian terdiri atas dua hal, yaitu (1) siswa Montessori usia 3-6 tahun menunjukkan hasil yang lebih baik dalam tes mebaca dan matematika, memiliki dorongan yang positif dalam berinteraksi dengan orang lain, menunjukkan kemajuan dalam kesadaran sosial, dan peduli terhadap kejujuran serta keadilan, dan (2) siswa Montessori usia 6-12 tahun lebih kreatif dalam membuat essay dengan susunan kalimat yang lebih kompleks, selektif dalam memberikan respon positif tehadap masalah-masalah sosial dan menunjukkan perasaan yang peka terhadap komunitasnya di sekolah.

(41)

20 Secara garis besar, kedua hasil tersebut menunjukkan pencapaian skor akademik dan sosial siswa Montessori lebih tinggi dari kelompok kontrol.

Koh & Frick (2010) meneliti penerapan dukungan untuk kebebasan individu (autonomy support) dalam kelas Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik guru yang memiliki autonomy support dalam kelas Montessori dan bagaimana hal tersebut berpengaruh terhadap motivasi intrinsik siswa dalam bekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap guru dan asistennya pada sekolah Montessori serta kelas Montessori yang terdiri dari 28 siswa yang berusia 9-11 tahun, sejajar dengan kelas 4-6 pada sekolah dasar tradisional. Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah Montessori yang terletak di Indiana, USA. Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal, yaitu (1) guru dan asistennya memiliki strategi yang sesuai dengan filosofi Montessori dalam mendukung kemandirian siswa dan (2) siswa Montessori memiliki motivasi instrinsik dalam mengerjakan tugasnya. Berkaitan dengan hasil yang pertama, guru dan asistennya mendukung kemandirian siswa melalui memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih sendiri jenis aktivitas yang akan dilakukannya dan teman bekerjanya. Guru mengembangkan kemandirian berpikir siswa melalui pemberian dorongan terhadap kebebasan berpikir siswa, inisiatif diri, dan menghormati pendapat siswa. Dalam menerapkan kontrol, guru dan asistennya mengakui dan menghargai perasaan siswa, mendukung rasional untuk tingkah laku yang diharapkan, dan menekan kecaman. Berkaitan dengan hasil yang kedua, siswa Montessori memiliki kecenderungan untuk mengerjakan setiap tugas belajarnya dikarenakan siswa menyadari pentingnya aktivitas tersebut untuk dirinya dan tujuan yang dicapai dari aktivitas tersebut.

Ketiga penelitian terhadap metode Montessori tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori berpengaruh positif terhadap perkembangan diri seorang anak secara menyeluruh. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya motivasi intrinsik, kemandirian, pencapaian nilai akademik, dan tingkah laku (sosial) anak ketika belajar di sekolah Montessori. Seorang anak mengalami perkembangan secara alami baik dalam kemampuan maupun kepribadiannya.

Berdasarkan studi literatur penelitian yang ada di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga perkalian dan metode Montessori, peneliti belum

(42)

21 menemukan adanya penelitian mengenai pengembangan alat peraga perkalian yang berlandaskan pada filosofi pembelajaran Montessori. Kerangka penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat di literature map pada bagan 2.1. Penelitian ini akan memberikan pengetahuan baru dalam dunia penelitian mengenai pengembangan alat peraga perkalian.

Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian sebelumnya

2.3 Kerangka Berpikir

Siswa usia SD (7-11 tahun) umumnya masih senang untuk bermain, bergerak, dan bekerja di dalam kelompok. Anak pada usia tersebut menurut Jean Piaget (dalam Suparno, 2001:70) merupakan anak yang berada pada tahap

Alat peraga perkalian Metode Montessori

Lillard & Else-Quest (2006) Pencapaian nilai akademik dan sosial siswa Montessori dibandingkan siswa sekolah publik, privat, dan charter.

Koh & Frick (2010) Penerapan kemandirian dan dampaknya terhadap motivasi

intrinsik siswa Montessori.

dan Ling Koh (2010) penerapan autonomy support

pada kelas Montessori

Rahmawati (2009) dan Fariha (2010) Alat peraga perkalian model

matriks.

Sugiarni (2012) Media dan alat peraga

Yang perlu diteliti:

Metode Montessori dan pengembangan alat peraga perkalian untuk siswa SD.

Rathunde (2003) Perbandingan motivasi, kualitas pengalaman, dan

sosial pada sekolah Montessori dan sekolah

menegah tradisional.

(43)

22 operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai mencari validitas dengan temannya melalui penggunaan bahasa yang lebih komunikatif. Pemikiran anak dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat berpikir serasi, klasifikasi dengan lebih baik, bahkan mengambil secara probabilitas. Anak sudah mampu mengembangkan berpikir logisnya namun masih terbatas pada hal- hal atau benda konkret. Dari hal tersebut, perlu adanya penggunaan benda konkret yang dapat ditangkap dengan panca indera anak sehingga anak lebih mudah memahami suatu hal.

Alat peraga merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang bermanfaaat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dapat memudahkan siswa untuk memahami materi. Interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa juga dapat terwujud dengan penggunaan alat peraga.

Metode Montessori merupakan salah satu metode pembelajaran yang menerapkan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Metode ini merupakan sebuah metode pembelajaran yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh seorang dokter wanita Italia yang bernama Maria Montessori. Montessori terus mengembangkan metodenya dengan adanya observasi yang dilakukan terhadap anak didiknya di Casa Dei Bambini. Observasi yang dilakukan oleh Montessori menjadikan beliau untuk terus mengoreksi dan memperbaiki alat peraga yang ada.

Berdasarkan berbagai observasi yang dilakukan oleh Montessori, akhirnya beliau dapat mengembangkan alat peraga yang kekhasan tersendiri dan sesuai dengan karakteristik perkembangan anak.

Berdasarkan wawancara dan observasi terhadap guru kelas II dan enam siswa SD Krekah Yogyakarta pada hari Senin, tanggal 14 Januari 2013 diperoleh hasil bahwa masih ada kesulitan dalam kemampuan perkalian pada siswa kelas II.

Guru mengungkapkan bahwa siswa masih belum memahami konsep perkalian.

Salah satu faktor penyebab dari hal tersebut adalah terbatasnya alat peraga yang ada di sekolah. Alat peraga yang ada kebanyakan masih terbatas pada gambar yang tidak setiap saat dapat digunakan dalam pembelajaran. Guru juga menyadari bahwa belum maksimal dalam membuat dan mengembangkan alat peraga karena

(44)

23 belum adanya alokasi dana yang dapat digunakan dalam pembuatan dan pengembangan alat peraga.

Berdasarkan fenomena yang ada, peneliti berinisiatif untuk mengembangkan metode pembelajaran Montessori melalui pengembangkan media pembelajaran ala Montessori yang ekonomis. Peneliti akan mengembangkan alat peraga perkalian ala Montessori untuk siswa kelas II SD Krekah Yogyakarta. Pengembangan alat peraga tersebut nantinya akan mengadopsi alat peraga perkalian yang biasa digunakan di sekolah Montessori dengan memanfaatkan berbagai potensi lokal yang ada di sekitar daerah.

2.4 Hipotesis

2.4.1 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mengandung lima ciri alat peraga, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, (4) auto-correction, dan (5) kontekstual.

2.4.2 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mempunyai kualitas “baik”.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satunya adalah dengan cara memperhatikan serta mempertimbangkan faktor – faktor penyebab mengapa seseorang melakukan suatu tindak pidana dalam hal ini anak

3.Variabel CKPN Atas Kredit secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap Skor Kesehatan Bank Umum Swasta Nasional Devisa di

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkah, rahmat, dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Perbedaan

Analisis data yang digunakan yaitu statistik nonparametrik dengan tes tanda (sign test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VCD “Alam dan Teknologi” efektif

tidak diketahui dengan pasti, semua merasa masih kekurangan china grass. Situasi pasar serat rami kelihatannya belum jelas benar karena sampai saat ini belum ada

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan berakhirnya masa sanggah pada pekerjaan Jasa Konsultan Perencaaan Renovasi Gedung Kantor Samping Kanan Pengadilan Negeri Jombang

Bab keempat Hasil dan Pembahasan Penelitian, yang terdiri dari Kajian Objektif dan Hasil Pembahasan, merupakan pembahasan yang terdiri dari gambaran umum hasil

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah konsentrasi mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap ketepatan mendarat, dengan sumbangan tingkat konsentrasi