• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PROSES PENDIDIKAN POLITIK PEMILIH PEMULA DI PULAU PRAMUKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PROSES PENDIDIKAN POLITIK PEMILIH PEMULA DI PULAU PRAMUKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

189

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PROSES PENDIDIKAN POLITIK PEMILIH PEMULA DI PULAU

PRAMUKA

Affiyah Tri Yuni Sari1, Aissyah Dwi Fitriyani2, Martriana PS 3

1,2 Mahasiswa Kajian Media, FIKOM, Universitas Pancasila

3 Dosen Kajian Media, FIKOM, Universitas Pancasila email : martrianaps@yahoo.com

Abstract

Political education is one of the important factors in determining the attitude of a voter in the conduct of elections. Beginner voters with low levels of political education tend to have voices that are still floating or called swing-voters. If it is not able to be convinced, the swing-voter can become a golput, but if it can be convinced, the swing- voter can be an additional vote for a candidate or party in the final result of the vote count. The phenomenon of political apathy can be reduced by providing political education to beginner voters, one of the methods is through interpersonal communication. The exchange of values that form the basis of interpersonal communication can also occur in the family. This study aims to determine how the role of interpersonal communication in the process of early voter political education. Using the interpretative paradigm and descriptive qualitative research methods, by conducting observations, interviews and documentation studies. The unit of analysis under study is individuals, namely beginner voters at Pramuka Island, Thousand Islands, DKI Jakarta Province. The results of the study show that the role of interpersonal communication in the process of political voter education at Pramuka Island is to conduct discussions, exchange information about politics, and conduct political socialization, this will affect the process of political voter education and political participation in the 2019 Election.

Keywords: interpersonal communication; political education; beginner voters; general election

Abstrak

Pendidikan politik menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan sikap seorang pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum. Pemilih pemula dengan tingkat pendidikan politik yang rendah cenderung memiliki suara yang masih mengambang atau disebut dengan swing-voter. Jika tidak mampu teryakinkan, swing-voter dapat menjadi golput, namun jika dapat teryakinkan, swing-voter dapat menjadi tambahan suara bagi suatu calon atau partai pada hasil akhir perhitungan suara. Fenomena apatisme politik ini dapat dikurangi dengan memberikan pendidikan politik kepada pemilih pemula, salah satu metodenya adalah melalui komunikasi interpersonal. Pertukaran nilai yang menjadi dasar komunikasi interpersonal ini juga dapat terjadi di dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih permula.

Menggunakan paradigma intepretatif dan metode penelitian kualitatif deskriptif, dengan melakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Unit analisis yang diteliti adalah individu, yaitu pemilih pemula di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran komunikasi interpersonal pada proses pendidikan

(2)

190 politik pemilih pemula di Pulau Pramuka adalah dengan melakukan diskusi, bertukar informasi mengenai politik, dan melakukan sosialisasi politik, hal ini akan memengaruhi proses pendidikan politik pemilih pemula dan partisipasi politiknya di Pemilu 2019.

Kata kunci: komunikasi interpersonal; pendidikan politik; pemilih pemula;

pemilihan umum.

PENDAHULUAN

Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat Indonesia dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia, namun hal itu belum sepenuhnya terwujud. Dilansir dari pulauseribu.jakarta.go.id tanggal 10 Agustus 2018, jelang pemilu 2019, KPU Kepulauan Seribu mendata ada sekitar 18 ribu daftar pemilih sementara (DPS), namun setelah dimutahirkan, tercatat ada sekitar 17 ribu DPS hasil perbaikan yang didata di wilayah Kepulauan Seribu, namun 448 pemilih pemula belum terekam. Pemilih pemula yang berjumlah 448 orang tersebut merupakan pemilih yang pada pemilu 2019 genap berumur 17 tahun. Pendidikan politik menjadi faktor penting bagi seseorang dalam memengaruhi sikap, perilaku, dan pengalaman politik orang tersebut. Pengetahuan politik pemilih pemula dapat berasal dari lingkungan keluarga. Keluarga menjadi lembaga pendidikan pertama bagi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shoimah (2013), keluarga dalam hal ini yaitu orang tua memiliki peran dalam keputusan yang diambil oleh anaknya, tetapi peran tersebut tidak terlalu besar.

Proses penyerapan nilai politik dalam diri setiap individu terjadi melalui berbagai perantara. Perantara proses penyerapan nilai politik itu dinamakan agen sosialisasi politik. Agen sosialisasi politik meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya atau teman sejawat (peer group), media massa, dan organisasi yang ada dalam masyarakat (Sunarto, 2004:21 dalam Shoimah, 2013).

Proses pendidikan politik di lingkungan keluarga dapat dimulai dari komunikasi interpersonal antara anggota keluarga (ayah, ibu, kakak, dll.) dengan pemilih pemula.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiasari (2015) menunjukkan beberapa hasil mengenai peran orangtua dalam komunikasi interpersonal untuk meningkatkan partisipasi politik pemilih pemula. Pertama, peran penyampaian pesan orang tua dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula masih kurang karena komunikasi yang dilakukan hanya sebatas penekanan kepada anak untuk memilih calon legislatif yang sesuai dengan pilihan orang tua. Kedua, anak masih kurang dalam memberikan respon atau tanggapan

(3)

191 terhadap informasi mengenai pemilu legislatif yang disampaikan orang tua, dimana bentuk respon atau tanggapan, sebagian anak atau pemilih pemula terhadap informasi tentang pemilu legislatif yang orang tua sampaikan yaitu hanya memberikan dukungan, memberikan pertanyaan, menasihati dan memberikan penilaian terhadap pemilu legislatif. Ketiga, orang tua selalu berusaha menjawab seluruh pertanyan yang diajukan anak tentang pemilu legislatif, cara orang tua menjawab pertanyaan yaitu mencari jawaban melalui media, mengajak anak mengikuti kampanye, menjawab sebatas pengetahuannya dan lain sebagainya. Sedangkan faktor penghambat orang tua dalam berkomunikasi dengan anak untuk mengikuti pemilu legislatif yaitu pengetahuan orang tua tentang pemilu legislatif yang masih kurang dan penggunaan bahasa orang tua yang sulit dimengerti oleh anak.

Lokasi penelitian yang berada di daerah kepulauan, mayoritas memiliki pekerjaan sebagai pedagang dan nelayan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih latar belakang keluarga dari kalangan pedagang. Pedagang merupakan salah satu pelaksana kegiatan ekonomi. Tugas pedagang adalah melakukan perdagangan dan memperjualbelikan barang yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Pedagang merupakan perantara dimana kegiatannya adalah membeli barang dan menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan (Sugiharsono, 2000). Masyarakat seperti pedagang tentunya memiliki kontribusi dalam perpolitikan di suatu daerah karena pedagang termasuk dalam susunan masyarakat yang memiliki hak untuk menentukan kepala daerah. Dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih pemula, penting untuk mengetahui sumber informasi yang diberikan oleh keluarga. Daerah Kepulauan Seribu memiliki radio tersendiri yang bernama Radio Kepulauan Seribu (RKS). Kepulauan Seribu juga menggunakan media televisi sebagai sumber informasi. Ditambah lagi, kini Telkomsel telah mendirikan 35 menara pemancar sinyal di Pulau Sebira. Telkomsel mengklaim telah mencakup sekitar 95 persen populasi penduduk di wilayah Kepulauan Seribu, termasuk Pulau Pramuka (Kompas.com tanggal 11 Mei 2018). Hal ini pada akhirnya menambah satu lagi sumber informasi bagi penduduk Pulau Pramuka yaitu internet.

(4)

192 Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil yaitu : “Bagaimana peran komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka?” Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka.

Landasan Teoritis

Komunikasi Interpersonal dan Interaksi Simbolik

Komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi pada basis tertentu dengan sejumlah partisipan tertentu. Komunikasi interpersonal terjadi antara dua orang ketika mereka memiliki hubungan yang dekat sehingga mereka bisa dengan segera menyampaikan umpan balik (feedback) dengan banyak cara (Miller, 1978 dalam Liliweri, 2015).

Littlejohn dalam Majid Tehranian (2003) yang dikutip oleh Liliweri (2015) memberikan definisi komunikasi interpersonal dengan kriteria seperti komunikasi terjadi secara tatap muka, komunikasi terjadi lebih mendalam karena jarak fisik yang berdekatan, proses komunikasi terjadi secara “independently” atau masing-masing pihak bergantung pada petunjuk satu sama lain, mereka bertukar pesan melalui kode- kode verbal dan nonverbal, dan juga komunikasi terjadi relatif tidak terstruktur.

Liliweri (2015) dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antar-Personal menuliskan enam konsep yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada tiga konsep komunikasi interpersonal.

Konsep pertama ialah percakapan. Percakapan adalah masalah konteks. Sebagian besar percakapan biasanya meliputi pembukaan, substansi yaitu penyampaian isu dan permasalahan, dan umpan balik. Percakapan selalu melibatkan berbagai kontrol karena berlangsung dua arah. Maka dari itu, selalu terjadi dinamika dan perubahan ketika percakapan berlangsung. Salah satu perubahan yang nyata ialah pengirim berubah menjadi penerima. Dalam penelitian ini, percakapan yang berlangsung antara pemilih pemula dengan keluarga cenderung bersifat informal. Mereka akan menghadapi atau menyaksikan suatu isu politik yang sedang terjadi, kemudian keluarga mulai membuka percakapan untuk selanjutnya berdiskusi dan mengharapkan umpan balik dari pemilih pemula. Konsep kedua ialah self-disclosure, yaitu pengungkapan diri yang merupakan

(5)

193 taktik komunikasi individu yang mengundang timbal balik. Dalam penelitian ini, hal ini dapat diartikan bahwa ketika keluarga mengungkapkan identitas dirinya dalam konteks politik, maka hal tersebut merupakan taktik untuk mendapatkan timbal balik dari pemilih pemula. Konsep ketiga ialah perbedaan gender. Beberapa perbedaan utama adalah bahwa pria menggunakan laporan atau data untuk berbagi informasi atau menunjukkan pengetahuan, sedangkan wanita sering berbicara mengenai hubungan untuk meningkatkan hubungan dan berbagi pengalaman. Dalam konsep gender laki-laki yang cenderung menggunakan bukti dan fakta dalam melaporkan sesuatu atau berbagi informasi, maka sumber informasi yang diperoleh laki-laki tersebut menjadi penting, salah satunya adalah penggunaan media massa. Penggunaan media massa sebagai sumber informasi politik turut memengaruhi cara pandang laki-laki yang mengakses media massa tersebut.

McQuail (2000) (dalam Subiakto dan Ida, 2012:131) mengemukakan bahwa terdapat enam perspektif khalayak dalam melihat peran media massa. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada tiga perspektif utama. Pertama, media massa sebagai window on events and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat” apa yang sedang terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka sendiri. Dalam hal ini, keluarga mengakses media massa untuk mengetahui berita politik terkini. Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of events in society and the world, implying a faithful reflection, yaitu cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Ketiga, media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak.

Dalam hal ini, media telah memilih dan memilah informasi politik apa yang akan ditampilkan ke khalayak. Maka tak jarang terdapat isu politik yang sedang hangat diberitakan dimana-mana dan ada pula isu politik yang tidak diberitakan sama sekali, bahkan dapat terjadi pula pengalihan isu demi menjaga nama baik pihak tertentu.

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek dimana perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilakunya dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2002:70). Bagi Blumer (dalam Mulyana, 2002:71),

(6)

194 interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis: Pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna itu berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Melalui penggunaan simbol, manusia dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia. Ketiga, makna itu disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung. Dalam kaitannya dengan proses pendidikan politik, pemilih pemula akan memaknai simbol-simbol sosial yang ada di lingkungannya. Perilaku berpolitik keluarga akan menghasilkan makna bagi pemilih pemula. Interaksi antara pemilih pemula dengan keluarga menghasilkan makna. Dalam hal ini, keluarga akan menggunakan simbol-simbol mengenai politik ketika interaksi dengan pemilih pemula sedang berlangsung. Dari interaksi tersebut, pemilih pemula memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai politik dan makna dari simbol-simbol sosial yang ada di lingkungannya telah disempurnakan.

Sosialisasi Politik oleh Keluarga dalam Pendidikan Politik Pemilih Pemula

Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik (Maran, 2007). Sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan kebudayaan dimana individu berada, selain itu juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya.

Dalam melakukan sosialisasi politik pada lingkungan keluarga, proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal dan informal maupun tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan politik merupakan hal yang penting mengingat pemilih pemula adalah orang yang belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai orientasi politiknya, sehingga pendidikan politik perlu dilakukan agar para pemilih pemula tidak mudah dimobilisasi oleh kepentingan seperti partai politik, organisasi masyarakat serta tim sukses untuk meraup suara, karena melihat karakteristik dari pemilih pemula yang lebih menyukai hal-hal sederhana dan mudah dimengerti. Mayoritas dari pemilih pemula juga tidak tertarik untuk ikut serta dalam kampanye politik. Menurut

(7)

195 Kantaprawira (2004), pendidikan politik bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.

Sesuai paham kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi. Pendidikan mengenai politik dapat diperoleh melalui:

1. Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan bentuk publikasi massa lainnya yang biasa membentuk pendapat umum;

2. Siaran radio dan televisi serta film (media audio visual);

3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga Pendidikan formal ataupun informal.

Inpres No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda menyatakan bahwa tujuan pendidikan politik adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dengan berlandaskan motivasi untuk mempersiapkan masa depan bangsa dan negara serta untuk menjaga agar pemilu dapat berjalan dengan baik, dan menghasilkan output pemilu yang memiliki legitimasi untuk memimpin pemerintahan, maka alasan serta motivasi keterlibatan pemilih muda yang terkait dengan pendidikan politik sangat penting untuk diidentifikasi. Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan pemilih muda mendapatkan pendidikan politik yang tepat untuk memaksimalkan peran pemilih muda pada pemilu-pemilu selanjutnya dan dengan dilakukannya pendidikan politik diharapkan dapat menjadikan pemilih muda menjadi seorang pemilih yang cerdas, kritis dan bertanggung jawab.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Merujuk pada pemahaman tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka, dengan mengamati, berinteraksi dan memahami tafsiran tentang dunia sekitarnya. Paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif karena peneliti ingin melihat bagaimana pemilih pemula memaknai

(8)

196 komunikasi interpersonal dalam keluarganya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu yaitu pemilih pemula. Penelitian ini dilaksanakan pada September 2018 sampai dengan Januari 2019. Penelitian dilakukan di salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka. Objek dalam penelitian ini adalah hasil proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Manusia sebagai human instrument berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuan mengenai peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara dan studi pustaka. Peneliti melakukan pengamatan terhadap gaya komunikasi dan keadaan lingkungan informan. Kemudian, peneliti melakukan wawancara semi terstruktur, yaitu peneliti menyiapkan pedoman wawancara secara lengkap tetapi dalam pelaksanaannya tetap dimungkinkan bagi peneliti untuk melakukan perubahan-perubahan seperti penambahan atau pengurangan pertanyaan sesuai dengan kebutuhan informasi yang diperlukan, sehingga wawancara dapat berjalan dengan terbuka namun tetap fokus pada masalah penelitian. Wawancara ditujukan kepada pemilih pemula di Pulau Pramuka. Peneliti menggunakan buku dan penelitian sebelumnya yang relevan sebagai acuan dan referensi dalam meneliti mengenai peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling atau sampling yang bertujuan, yaitu teknik menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017:85). Dalam penelitian ini, pertimbangan tersebut yaitu informan berasal dari keluarga pedagang dan merupakan seorang pemilih pemula dengan kriteria telah berusia 17 tahun, telah memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk), dan baru akan menggunakan hak pilihnya pertama kali pada Pemilu 2019. Jumlah informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Pertimbangan yang telah disebutkan di atas bertujuan agar data yang diperoleh menjadi lebih representatif.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data dari Miles dan Huberman, yaitu: Pengumpulan Data, dalam penelitan ini

(9)

197 pengumpulan data dilakukan dengan mencari, mencatat, dan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka yang terkait dengan peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka; Reduksi Data, setelah melakukan pengumpulan data, data-data terkait peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka kemudian direduksi untuk digolongkan ke dalam tiap permasalahan; Penyajian Data, penyajian data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam mendeskripsikan data sehingga akan lebih mudah dipahami mengenai peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka; Kesimpulan dan Verifikasi, kemudian peneliti akan membuat kesimpulan berdasarkan temuan dan pembahasan dalam hasil penelitian. Dalam penelitian ini, kesimpulan yang dikemukakan oleh peneliti diverifikasi dengan data-data yang diperoleh peneliti di Pulau Pramuka.

Teknik kelayakan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2017). Untuk menguji kredibilitas data mengenai peran keluarga dalam komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka., peneliti m engecek keabsahan data pada informan yang sama dengan teknik yang berbeda yaitu dengan melakukan observasi, kemudian dicek kembali dengan melakukan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Informan Penelitian Informan 1 : Siti Hazar Hasanah

Siti Hazar Hasanah merupakan informan pertama dalam penelitian ini. Ia berjenis kelamin perempuan. Ia berusia 17 tahun dan telah memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) serta baru akan memilih pada pemilu 2019. Ia berasal dari keluarga pedagang. Ibunya memiliki usaha warung. Ia merupakan seorang muslim dan kini sedang mengenyam pendidikan di bangku kelas 12 SMA Negeri 69 Jakarta. Ia dan keluarganya saling menjaga kerahasiaan dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019;

Informan 2 : Hafizatun

(10)

198 Hafizatun merupakan informan kedua dalam penelitian ini. Ia berjenis kelamin perempuan dan kini berusia 17 tahun. Ia telah memiliki KTP dan baru akan memilih untuk pertama kali pada pemilu 2019. Ia menetap di Pulau Payung, namun bersekolah di SMA Negeri 69 Jakarta yang beralamat di Pulau Pramuka. Ia merupakan seorang muslim dan berasal dari keluarga pedagang;

Informan 3 : Dedi

Dedi merupakan informan ketiga dalam penelitian ini. Ia berusia 17 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Ia telah memiliki Kartu Tanda Penduduk. Ia merupakan siswa kelas 12 SMA Negeri 69 Jakarta dan baru akan memilih untuk pertama kali pada pemilu 2019. Ketika isu pemilu sedang ramai dibicarakan, ia dan keluarganya yang merupakan pedagang sering melakukan diskusi;

Informan 4 : Ihya Umuludin

Ihya Umuludin merupakan informan keempat dalam penelitian ini. Ia berjenis kelamin laki-laki dan saat ini berusia 17 tahun. Ia berasal dari Pulau Panggang dan kini sedang duduk di bangku kelas 12 SMA Negeri 69 Jakarta yang beralamat di Pulau Pramuka. Ia merupakan pemilih pemula yang telah memiliki KTP dan baru akan memilih untuk pertama kali pada pemilu 2019. Ia berasal dari keluarga pedagang. Ibunya memiliki warung kecil yang menjual martabak dan minuman kemasan. Keluarganya juga memiliki usaha rental PS (playstation);

Informaan 5 : Masduri

Masduri merupakan informan kelima dalam penelitian ini. Ia berjenis kelamin laki-laki dan berusia 17 tahun. Ia merupakan pemilih pemula yang telah memiliki KTP. Ia bersekolah di SMAN 69 Jakarta dan baru akan pertama kali memilih pada pemilu 2019.

Ia dan keluarganya yang merupakan pedagang telah memiliki kesepakatan untuk memilih calon presiden yang sama pada pemilu 2019.

Temuan Penelitian

Komunikasi Interpersonal dan Interaksi Simbolik dalam Keluarga

Dalam konsep mengenai komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Liliweri (2015), peneliti memfokuskan pada empat konsep komunikasi interpersonal. Konsep pertama ialah percakapan. Percakapan adalah masalah konteks. Sebagian besar percakapan biasanya meliputi pembukaan, yaitu penyampaian isu dan permasalahan

(11)

199 dan umpan balik. Percakapan selalu melibatkan berbagai kontrol karena berlangsung dua arah. Maka dari itu, selalu terjadi dinamika dan perubahan ketika percakapan berlangsung. Dalam penelitian ini, percakapan yang berlangsung antara pemilih pemula dengan keluarga cenderung bersifat informal. Biasanya mereka akan menghadapi atau menyaksikan suatu hal politik yang sedang terjadi, kemudian keluarga mulai membuka percakapan untuk selanjutnya berdiskusi dan mengharapkan umpan balik dari pemilih pemula. Ketika peneliti meneliti pemilih pemula di Pulau Pramuka, peneliti menemukan bahwa tiga dari lima informan pernah melakukan diskusi atau percakapan dengan keluarga mengenai pemilihan umum. Namun, frekuensi dalam melakukan percakapan tersebut cukup jarang, hanya satu dari lima informan yang sering melakukan diskusi yaitu Dedi (17 tahun). Berikut kutipan dari wawancara yang dilakukan pada Kamis, 17 Januari 2019:

“Kalo lagi sekarang sih sering. Kalo lagi panas-panasnya gini nih kaya misalnya Jokowi atau Prabowo sering.”

Konsep kedua ialah self-disclosure, yaitu pengungkapan diri yang merupakan taktik komunikasi individu yang mengundang timbal balik. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika keluarga mengungkapkan identitas dirinya dalam konteks politik, maka hal tersebut merupakan taktik untuk mendapatkan timbal balik dari pemilih pemula.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa dalam keluarga pemilih pemula yang berlatar belakang pedagang, tiga dari lima pemilih pemula tidak mengetahui pilihan calon presiden yang dijagokan oleh keluarga. Hal ini dilatar-belakangi oleh prinsip untuk menjaga kerahasiaan masing-masing yang juga merupakan salah satu asas pemilu yaitu Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) seperti yang dikemukakan oleh Siti Hazar Hasanah (17 tahun) dalam kutipan dari wawancara yang dilakukan pada Kamis, 17 Januari 2019 berikut:

“Nggak tahu. Saling apa ya, kan emang syarat pemilu juga kan rahasia tapi terbuka juga. Maka dari itu, ketika berdiskusi dengan keluarga mengenai pemilu, ditemukan bahwa pemilih pemula cenderung bersifat pasif, seperti yang dikemukakan oleh Ihya Umuludin (17 tahun) dalam kutipan dari wawancara yang dilakukan pada Kamis, 17 Januari 2019 berikut:

“Pasif aja sih saya. Nerima-nerima aja.”

(12)

200 Konsep ketiga ialah perbedaan gender. Beberapa perbedaan utama adalah bahwa pria menggunakan laporan atau data untuk berbagi informasi atau menunjukkan pengetahuan, sedangkan wanita sering berbicara mengenai hubungan untuk meningkatkan hubungan dan berbagi pengalaman. Dalam konsep gender laki-laki yang cenderung menggunakan bukti dan fakta dalam melaporkan sesuatu atau berbagi informasi, maka sumber informasi yang diperoleh laki-laki tersebut menjadi penting, salah satunya adalah penggunaan media massa. Penggunaan media massa sebagai sumber informasi politik turut memengaruhi cara pandang laki-laki yang mengakses media massa tersebut.

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek dimana perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilakunya dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2002:70). Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa tiga dari lima informan penelitian tidak dipengaruhi oleh ekspektasi dari keluarga ketika menentukan pilihan pada pemilu 2019 nanti. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh Dedi (17 tahun): “Tidak. Berdasarkan pilihan saya sendiri.” Maka dari itu, ketiga pemilih pemula tersebut tidak mempertimbangkan ekspektasi dari keluarga yang menjadi mitra interaksi mereka dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019.

Sosialisasi Politik oleh Keluarga dalam Pendidikan Politik Pemilih Pemula

Pemilih pemula adalah yang WNI baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum sehingga memiliki pengetahuan dan pengalaman politik yang minim.

Pengetahuan yang sedikit ini membuat pemilih pemula membutuhkan informasi lebih banyak mengenai pemilihan umum baik mengenai partai politik maupun calon-calon yang diusung dari partai politik tersebut. Agen sosialisasi politik yang memberikan informasi mengenai politik kepada pemilih pemula salah satunya adalah keluarga, keluarga sebagai agen utama dan pertama menjadikan keluarga memiliki peran yang besar dalam memberikan informasi kepada pemilih pemula.

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis pengetahuan pemilih pemula mengenai siapa saja calon presiden pada pemilu 2019. Seluruh informan menyatakan

(13)

201 bahwa mereka mengetahui siapa saja calon presiden pada pemilu 2019, namun empat dari lima informan kesulitan dalam menyebutkan nama salah satu calon wakil presiden yaitu Ma’ruf Amin, bahkan terdapat satu informan yang keliru dalam menyebutkan nomor urut calon. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Siti Hazar Hasanah (17 tahun): “Nomor urut satu itu Bapak Prabowo sama Bapak Sandiago, yang urut dua itu Pak Jokowi sama ustadz… Eh, apa, Kak? Siapa tuh?”

Pendidikan politik merupakan hal yang penting mengingat pemilih pemula adalah orang yang belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai orientasi politiknya, sehingga pendidikan politik perlu dilakukan agar para pemilih pemula tidak mudah dimobilisasi oleh kepentingan seperti partai politik, organisasi masyarakat serta tim sukses untuk meraup suara, karena melihat karakteristik dari pemilih pemula yang lebih menyukai hal-hal sederhana dan mudah dimengerti. Dari hasil penelitian ditemukan juga bahwa pemilih pemula masih butuh pengetahuan politik yang cukup dari pihak keluarga, mengenai pasangan calon dan latar belakangnya serta bagaimana tata cara pemilihan pemilu, karena mereka merupakan pemilih pemula, hal tersebut sangat penting agar para pemilih pemula dapat mempunyai pendirian terhadap pilihannya dan menghasilkan output yang baik. Seperi kutipan dari Dedi (17 tahun):

“Ya perlu lah karna kita ini kan baru ya jadi dari tata cara pemilihan ya itu penting banget sih apalagi dari keluarga kan yang deket-deket dulu”

Peneliti juga menemukan bahwa satu dari lima informan pernah ikut serta dalam kampanye politik, Dedi (17): “Pernah waktu itu saya bantu buatin video dari orang Pulau Seribu asli dari PKS.”

Dalam melakukan penelitian di lapangan, ditemukan bahwa dua dari tiga informan pernah mendengarkan informasi mengenai politik di radio. Kepulauan Seribu memiliki radio utama yaitu Radio Kepulauan Seribu (RKS). Namun informan Masduri (17 tahun) mengatakan: “Jarang sih, Kak. Tapi pernah.” Berbeda dengan Dedi (17 tahun) menyatakan: “Radionya rusak, maksudnya radio saya yang rusak waktu tahun kemaren masih dengerin.”

Membahas mengenai media massa, ditemukan tiga dari lima informan yang pernah mendengarkan informasi mengenai politik di televisi, kecenderungan jawaban adalah pernah tapi jarang. Sebagaimana generasi millenial yang sudah jarang

(14)

202 mengakses media televisi. Di sisi lain, ditemukan tiga dari lima informan yang mendapatkan informasi politik melalui media online seperti Youtube, WhatsApp, dan Instagram. Mengenai tata cara pemilihan suara, peneliti menemukan bahwa hanya satu dari lima informan yang pernah diajarkan mengenai tata cara pemilihan suara oleh keluarga. Pengajaran tata cara pemilihan suara ini juga tidak ditemukan pada lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Sekolah tidak pernah mengajarkan mengenai tata cara melakukan pemilihan suara, namun simulasi mengenai pemilihan suara diperoleh salah satu informan ketika melakukan pemilihan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Siti Hazar Hasanah (17 tahun) menyatakan: “Paling di sekolah ada pemilihan OSIS gitu. Sama aja sih, Kak, pake tinta juga kaya abis nyoblos di TPS gitu.”

Meskipun sekolah tidak pernah mengajarkan mengenai tata cara melakukan pemilihan suara, pendidikan mengenai politik diperoleh informan melalui mata pelajaran PKN. Berikut adalah kutipan wawancara yang dilakukan pada Kamis, 17 Januari 2019 dengan Hafizatun (17 tahun): “Pernah paling dari pelajaran PKN.

Pemilih pemula yang baru akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali seringkali merasa bimbang dalam menentukan pilihan. Hal itu disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan serta pengalaman yang baik mengenai pemilihan tersebut. Maka dari itu, sering ditemukan pemilih pemula yang pada akhirnya tidak menggunakan hak pilihnya. Pemilih pemula membutuhkan orang lain untuk membantu mereka dalam menentukan pilihannya tersebut. Keluarga sebagai orang terdekat dari pemilih pemula memiliki peran yang penting dalam membantu mereka untuk menentukan hak pilihnya.

Dalam penelitian ini, ditemukan tiga dari lima informan yang menyatakan bahwa keluarga tidak memengaruhi keputusan mereka dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019. Dari hasil wawancara Dedi (17 Tahun), ia menyatakan bahwa: “Engga, berdasarkan pilihan saya sendiri.”

Satu dari lima informan menyatakan bahwa keluarga memengaruhi keputusannya dalam membuat pilihan. Di sisi lain, ditemukan satu informan yang menyatakan bahwa pilihannya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor keluarga dan faktor diri sendiri. Berikut adalah kutipan wawancara Masduri (17 tahun): “50 persen

(15)

203 dari orang tua 50 persen dari diri saya sendiri karena saya juga mencari latar belakang kandidat masing-masing untuk kita ketahui kelebihan dan kekurangannya.”

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa empat dari lima informan menyatakan bahwa Pendidikan politik yang diberikan keluarga belum mencukupi.

Berikut adalah kutipan wawancara yang dilakukan dengan Masduri (17): “Kurang sih sangat-sangat kurang karena orang tua saya kan tuh tidak lulus pendidikan hanya sebatas SD dan kakak-kakak saya hanya satu yang sarjana jadi saya lebih berpartisipasi education untuk pendidikan politik tersebut sih kalau dikasih kesempatan.”

Seluruh informan menyatakan bahwa pendidikan politik yang telah dimiliki saat ini memiliki pengaruh pada partisipasi mereka pada pemilu 2019 nanti. Ihya Umuludin (17 tahun) menyatakan: “Dengan apa namanya, ilmu saya misalkan Prabowo nih kerjanya begini-begini, trus Jokowi misalkan itu. Pengaruh sih, Kak. Ya diliat dulu cara kerjanya yang baik nanti saya pilih gitu.”

Peran keluarga melakukan proses sosialisasi politik dalam pendidikan politik dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi baru bagi pemilih pemula, mengingat keluarga adalah pihak yang melakukan interaksi paling dekat dengan pemilih pemula selain lingkungan sosial lainnya, lalu pemilih pemula akan lebih leluasa jika melakukan diskusi kepada keluarganya sendiri karena akan lebih mudah dalam penyampaian ide-ide dan tanggapan. Sosialisasi politik yang diberikan keluarga dalam proses pendidikan politik pemilih pemula akan menghasilkan generasi pemilih pemula yang memiliki tanggung jawab dan kesadaran akan perannya sebagai pemilih sertaakan menurunkan angka golput (golongan putih). Ketika pemilih pemula sudah memiliki pengetahuan atau informasi mengenai politik dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan ketika menghadapi pemilihan umum, maka mereka akan memiliki kesiapan dan dapat mengidentifikasi keputusan dan tindakan apa yang akan mereka ambil. Oleh karena itu, dengan berlandaskan motivasi untuk mempersiapkan masa depan bangsa dan negara serta untuk menjaga agar pemilu dapat berjalan dengan baik, serta menghasilkan output pemilu yang memiliki legitimasi untuk memimpin pemerintahan, maka keterlibatan pemilih pemula terkait politik penting untuk diidentifikasi.

(16)

204 Pembahasan

Definisi komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang ketika mereka memiliki hubungan yang dekat sehingga mereka bisa dengan segera menyampaikan umpan balik (feedback) dengan banyak cara (Miller, 1978 dalam Liliweri, 2015). Komunikasi ini terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan dekat. Dalam penelitian ini, komunikasi interpersonal terjadi antara pemilih pemula dengan keluarga khususnya orang tua.

Konsep pertama mengenai komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Liliweri (2015) ialah percakapan. Percakapan adalah masalah konteks. Sebagian besar percakapan biasanya meliputi pembukaan, substansi yaitu penyampaian isu dan permasalahan, dan pemula sudah memiliki pengetahuan atau informasi mengenai politik dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan ketika menghadapi pemilihan umum, maka mereka akan memiliki kesiapan dan dapat mengidentifikasi keputusan dan tindakan apa yang akan mereka ambil. Oleh karena itu, dengan berlandaskan motivasi untuk mempersiapkan masa depan bangsa dan negara serta untuk menjaga agar pemilu dapat berjalan dengan baik, serta menghasilkan output pemilu yang memiliki legitimasi untuk memimpin pemerintahan, maka keterlibatan pemilih pemula terkait politik penting untuk diidentifikasi.

Konsep kedua ialah self-disclosure, yaitu pengungkapan diri yang merupakan taktik komunikasi individu yang mengundang timbal balik. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika keluarga mengungkapkan identitas dirinya dalam konteks politik, maka hal tersebut merupakan taktik untuk mendapatkan timbal balik dari pemilih pemula.

Dalam penelitian ini, sebagian besar pemilih pemula tidak mengetahui pilihan calon presiden yang dijagokan oleh keluarga. Hal ini dilatarbelakangi oleh prinsip untuk menjaga kerahasiaan masing-masing yang juga merupakan salah satu asas pemilu yaitu Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).

Konsep ketiga ialah perbedaan gender. Beberapa perbedaan utama adalah bahwa pria menggunakan laporan atau data untuk berbagi informasi atau menunjukkan pengetahuan, sedangkan wanita sering berbicara mengenai hubungan untuk meningkatkan hubungan dan berbagi pengalaman. Dalam penelitian ini, satu pemilih pemula yang cenderung kritis dan aktif dalam memberikan tanggapan berjenis kelamin laki-laki. Pemilih pemula perempuan cenderung berdiskusi dengan teman.

(17)

205 Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek dimana perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilakunya dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2002:70). Dalam penelitian ini, sebagian besar pemilih pemula tidak dipengaruhi oleh ekspektasi dari keluarga ketika menentukan pilihan pada pemilu 2019 nanti. Maka dari itu, perspektif interaksi simbolik yang menyarankan bahwa perilaku pemilih pemula harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan pemilih pemula membentuk dan mengatur perilakunya dengan mempertimbangkan ekspektasi keluarga yang menjadi mitra interaksi mereka tidak terjadi dalam interaksi yang dilakukan oleh pemilih. Ekspektasi keluarga yang tidak terlalu mendorong pembicaran politik dapat berasal dari latar belakang pekerjaan sebagai pedagang, dimana interaksi terhadap berbagai latar belakang kepribadian orang sudah biasa dihadapi, sehingga berita politik tidak dianggap sebagai sebuah ideologi yang harus diyakini dan disepakati.

SIMPULAN

Komunikasi interpersonal pada proses pendidikan politik pemilih pemula di Pulau Pramuka merujuk pada kesimpulan bahwa keluarga merupakan orang terdekat pemilih pemula dalam bertukar informasi mengenai politik, melakukan diskusi, dan melakukan sebuah sosialisasi politik. Ketiga peran tersebut memengaruhi proses pendidikan politik pemilih pemula. Ketika melakukan diskusi, tanggapan (feedback) yang diberikan pemilih pemula cenderung rendah bahkan sebagian besar pemilih pemula cenderung pasif. Mengenai orientasi politik keluarga, sebagian besar pemilih pemula tidak mengetahui calon presiden yang dijagokan oleh keluarga. Keputusan pemilih pemula dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019 tidak dipengaruhi oleh ekspektasi dari keluarga. Sehingga peranan keluarga dalam proses interaksi informasi politik dirasakan sangat kecil pengaruhnya. Hal ini dapat disebabkan karena pemilih pemula yang berlatar belakang usia sedang beranjak dewasa, berusaha untuk lebih mandiri dan menentukan sikap sendiri.

(18)

206 Pemilih pemula di Pulau Pramuka sudah cukup baik dalam mengidentifikasi siapa saja calon presiden pada pemilu 2019. Menurut sebagian besar pemilih pemula, pendidikan politik yang diberikan keluarga belum mencukupi. Mereka membutuhkan sumber lain seperti teman dan media. Mengenai media yang digunakan para pemilih pemula dalam mengakses informasi mengenai politik, mereka cenderung mendapatkan pendidikan mengenai politik melalui siaran televisi. Selain itu, sebagian pemilih pemula mendapatkan informasi politik dari media online, yaitu Youtube, WhatsApp, dan Instagram. Pendidikan politik yang telah dimiliki masing-masing pemilih pemula memiliki pengaruh pada partisipasi mereka pada pemilu 2019 nanti.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Kantaprawira, R. (2004). Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar. Bandung:

Sinar baru Algensindo.

Liliweri, A. (2015). Komunikasi Antar-Personal. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Maran, R. R. (2007). Pengantar Sosioligi Politik. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Mulyana, D. (2002). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Subiakto, H. & Ida, R. (2012). Komunikasi Politik, Media, Dan Demokrasi. Jakarta:

Kencana.

Sugiharsono & Wahyuni, D. (2000). Dasar-Dasar Ekonomi. Jakarta: Grafindo Media Pertama.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

SKRIPSI DAN TESIS

Shoimah, I. (2013). Peran Keluarga Sebagai Agen Sosialisasi Politik Terhadap Orientasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat Di Kabupaten Indramayu (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

JURNAL

Jozek, M. (2014). Interpersonal Communication in the Process of Value Formation. Acta Technologica Dubnicae, 4(2), 36-42.

Kharisma, D. (2015). Peran Pendidikan Politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Muda. Jurnal Politico, 1(7).

Widiasari, R. (2015). Peran Orang Tua dalam Komunikasi Interpersonal Untuk Meningkatkan Partisipasi Politik Pemilih Pemula Di Pemilu Legislatif Tahun 2014. eJournal Ilmu Komunikasi FISIP Unmul, 3(2), 336-349.

(19)

207 SUMBER ONLINE

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Pulauseribu.Jakarta.Go.Id. (2018).

Antisipasi Pemilih Pemula, KPU Kepulauan Seribu Harapkan Kerjasama Pemkab. http://pulauseribu.jakarta.go.id/web/v3/?p=berita&id=5495. Diakses pada 25 September 2018.

Kompas.com. (2018). 95 Persen Penduduk Kepulauan Seribu Terjangkau SinyalTelkomsel.https://tekno.kompas.com/read/2018/05/11/11423527/95 persen-penduduk-kepulauan-seribu-terjangkau-sinyal-telkomsel. Diakses pada 25 September 2018.

SUMBER LAIN

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1982 Tentang Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Ekstrakurikuler pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan Ekstrakurikuler yang dapat dikembangkan dan diselenggarakan oleh Satuan

Terlihat pada gambar banyak obat yang masih tetap aktif pada akhir hari pertama. adalah

Yogyakarta ……… L 20 Lampiran 21 Packet Sent (packets) Kontributor Bandung ke Enterprise Network L 21 Lampiran 22 Packet Sent (packets) Kontributor Semarang ke Enterprise Network

Dengan resistansi gangguan sebesar 5 ohm besar tegangan dip yang terjadi pada jaringan distribusi 3 fasa BSB-4 20 kV akibat gangguan fasa ke tanah di sepanjang saluran

Orang menjadi tidak bosan untuk bersilaturahmi dengan orang berilmu, sebagaimana yang terdapat dalam bait berikut.. Adapun kelebihan menuntut

HasH percobaan pengambilan kadmium oleh Perna Viridis yang merepresentasikan kenaikan konsentrasi terhadap lamanya kontak dengan I09Cd dalam air taut dan konsentrasi I09Cd

Sedangkan pada multiple sclerosis dapat pula terjadi neuralgia trigeminal karena adanya proses demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat mengenai

SAAT ANDA MELAKUKAN PENAWARAN,KAMI NYATAKAN BAHWA ANDA TELAH MELAKUKAN PENGECEKAN KONDISI FISIK,LOKASI UNIT SERTA DOKUMEN Daftar lot ini hanya sebagai panduan tidak