34
Bab IV merupakan inti dari tesis, karena berisi mengenai hasil penelitian yang disertai dengan pembahasan atau analisis terkait pertimbangan hukum hakim (Ratio Decidendi) terhadap pemidanaan tindak pidana korupsi berlanjut pada Putusan Mahkamah Agung nomor 866 K/Pid. Sus/2016 beserta akibatnya atas pemidanaan tindak pidana korupsi berlanjut pada putusan Mahkamah Agung Nommor 866 K/Pid. Sus/2016.
A. HASIL PENELITIAN
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian normatif yang berupa putusan Mahkamah Agung nomor 866 K/Pid. Sus/2016, berikut peneliti sampaikan hasil penelitian.
1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 866 K/Pid. Sus/2016 Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/ Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
a. Terhadap alasan-alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum:
Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi Penutut Umum yang diuraikan dalam memori kasasinya tanggal 17 Februari 2016 dapat dibenarkan, karena Judex Facti / Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya, yaitu membebaskan Terdakwa dari Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001,
dengan pertimbangan Judex Facti bahwa uang sebesar USD190.000,- (seratus sembilan puluh ribu Dollar Amerika Serikat) pada Rekening Nomor 380-009-405-2 pada Bank UOB Singapura belum dinikmati oleh Terdakwa dan belum dialihkan penguasaannya kepada pihak lain…”.
Oleh karena itu menurut Judex Facti tidak tepat apabila Terdakwa dijatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti;
Bahwa pertimbangan putusan Judex Facti sebagaimana tersebut di atas adalah pertimbangan hukum yang tidak tepat dan keliru, dengan pertimbangan sebagai berkut:
1). Bahwa dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 46/Pid/TPK/2015/PT.DKI tanggal 19 Januari 2016, Terdakwa Suroso Atmomartoyo dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, akan tetapi Judex Facti tidak menerapkan ketentuan Pasal 17 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengatur pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, mengingat Tipikor telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa pula;
2). Bahwa meskipun dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mencantumkan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun sesuai ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tersebut, kepada Terdakwa yang telah dijatuhi pidana penjara sebagaimana diatur dan ditentukan dalam Pasal 12 huruf b, dakwaan alternatif Kedua berdasarkan putusan Judex Facti a quo, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3) Bahwa Judex Facti kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. Terdakwa merupakan penyelenggara Negara yang tidak mendukung upaya Negara Republik Indonesia memberantas Korupsi. Terdakwa selaku Direktur Pengolahan PT. Pertamina (Persero) menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya, yaitu:
(a) Terdakwa menerima hadiah dari Direktur PT. Soegih Interjaya (SI) / Muhammad Syahir sebesar USD 190.000 (seratus sembilan puluh ribu dollar Amerika Serikat) terkait persetujuan PT. Soegih Interjaya (SI) sebagai pemasok Tetra Ethyl Lead (TEL) untuk Pertamina;
(b) Terdakwa membuka sendiri Rekening Giro Nomor 252-900- 970-2 atas nama Terdakwa Suroso Atmomartoyo pada tanggal 17 Januari 2005 dan Rekening Deposito Nomor 380- 009-405-2 pada tanggal 08 September 2008 di Bank UOB Singapura yang dimaksudkan untuk menerima hadiah uang tersebut;
(c) Perbuatan Terdakwa telah menodai nama baik PT. Pertamina (Persero) yang memiliki relasi dengan dunia internasional, sehingga adalah adil menurut hukum apabila Terdakwa dijatuhi hukuman pemidanaan yang lebih berat berupa pidana penjara dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar USD190.000 (seratus sembilan puluh ribu dollar Amerika Serikat) tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, karena alasan-alasan permohonan kasasi Penuntut Umum cukup beralasan hukum, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut patut untuk dikabulkan;
b. Terhadap alasan-alasan permohonan kasasi Pemohonan Kasasi II / Terdakwa :
Bahwa alasan-alasan kasasi Terdakwa yang diuraikan dalam memori kasasi Terdakwa tanggal 08 Maret 2016 tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan alasan / keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan dan menjadi kewenangan Judex Facti yang tidak menjadi dasar dan alasan dalam pemeriksaan tingkat kasasi, selain itu alasan / keberatan tersebut merupakan pengulangan fakta yang telah dikemukakan baik dalam pemeriksaan di sidang pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri maupun pada pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tingkat Banding, keberatan mana tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi sebagaimana dimaksud dan diatur dalam ketentuan Pasal 253 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Hukum Acara Pidana;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, karena alasan-alasan permohonan kasasi Terdakwa tidak beralasan hukum, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut harus dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dikabulkan dan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa II ditolak, maka kepada Terdakwa yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya tersebut;
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan:
1) Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program Pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi;
2) Perbuatan Terdakwa menghambat terselenggaranya pelayanan secara maksimal terhadap kepentingan masyarakat;
3) Perbuatan Terdakwa telah menodai nama baik PT. Pertamina (Persero) yang memiliki relasi dengan dunia internasional yang dapat berdampak pada timbulnya citra buruk Indonesia di mata dunia;
Hal-hal yang meringankan:
1) Terdakwa belum pernah dihukum;
2) Terdakwa masih berusia produktif, masih ada harapan untuk memperbaiki perilakunya di masa yang akan datang;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 46/PID/TPK/2015/PT.DKI tanggal 19 Januari 2016 yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 19 Oktober 2015 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut dengan amar putusan sebagaimana tertera di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dikabulkan dan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa ditolak dan Terdakwa tetap dipidana, maka Terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini.
Memperhatikan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Amar Putusan:
Bahwa dalam amar putusannya, Hakim Mahkamah Agung membagi dua bagian yaitu bagian Mangadili dan Mengadili Sendiri. Pada bagian Mengadili, amar putusan berisi dua hal penting yaitu :
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/TERDAKWA SUROSO ATMOMARTOYO tersebut;
2. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/PENUNTUT UMUM PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI tersebut;
3. Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 46/PID/TPK/2015/PT.DKI tanggal 19 Januari 2016 yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 19 Oktober 2015;
Bahwa selain amar putusan tersebut diatas, Hakim Mahkama Agung juga Mengadili Sendiri sebagai akibat dibatalkannya Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 46/PID/TPK/2015/PT.DKI tanggal 19 Januari 2016 yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 19 Oktober 2015, adapun amar tersebut sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“KORUPSI SECARA BERLANJUT”.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti denda berupa pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
3. Menghukum Terdakwa dengan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar USD 190.000 (seratus sembilan puluh ribu dollar Amerika Serikat) dan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda Terpidana dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;
4. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
5. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
6. Penetapan beberapa barang bukti untuk diikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain atas nama Tersangka MUHAMMAD SYAKIR.
7. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500, 00 (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).
Resume Pertimbangan:
Majelis Hakim Mahkamah Agung mengadili dengan menolak Permohonan Kasasi Terdakwa dan mengabulkan Permohonan Kasasi
Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, serta membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 46/PID/TPK/2015/PT yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.
Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST. Kemudian Mahkamah Agung Mengadili Sendiri dengan menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara belanjut, menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)…, menghukum Terdakwa dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar USD 190.000 (seratus sembilan puluh ribu dollar Amerika Serikat)… , masa penahanan yang dijalani Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, menetapkan Terdakwa tetap ditahan, menetapkan barang bukti… , menghukum Terdakwa membayar biaya perkara Rp 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
Maka secara keseluruhan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 866 K/Pid.Sus/2016 tersebut, dapat terlihat bahwa Terdakwa telah dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, namun terkait dengan perbuatan berlanjut tidak tampak dalam pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Agung dan hanya memperhatikan Pasal 64 ayat (1) KUHPidana tanpa menguraikan secara jelas perbuatan berlanjut yang telah dilakukan Terdakwa. Sedangkan diketahui bahwa dalam putusannya Hakim Mahkamah Agung mengadili sendiri dengan membatalkan putusan sebelumnya, sehingga seharusnya pertimbangan Hakim Majelis Agung harus diuraikan secara cukup dan jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP mengenai hal-hal yang harus dimuat dalam suatu Putusan Pemidanaan yaitu:
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.
Apabila ketentuan dalam Pasal tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan putusan batal demi hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP.
2. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 46/PID/TPK/2015/PT.DKI Pertimbangan Hakim:
a. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 19 Oktober 2015 tersebut telah didasarkan pada alasan-alasan dan pertimbangan hukum yang tepat dan benar menurut hukum, sehingga Majelis Hakim Tingkat Banding dapat menyetujui alasan-alasan dan pertimbangan hukum yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP;
b. Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan Terdakwa, oleh karena sebagaimana telah dipertimbangkan secara tepat dan benar oleh majelis Hakim Tingkat pertama, berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan ternyata Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 yang didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua ;
c. Menimbang, bahwa karena Terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, maka kepada Terdakwa harus dijatuhi pidana;
d. Menimbang, bahwa mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa, Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim tingkat pertama, oleh karena Terdakwa yang menduduki jabatan yang tinggi di Pertamina, seharusnya menjadi panutan dan memberikan suri teladan yang baik kepada pegawai dibawahnya, bukan melakukan perbuatan yang tercela dan melanggar hukum dengan menerima pemberian uang dan fasilitas hotel, sehingga pidana tersebut belum setimpal dengan kesalahan Terdakwa dan juga belum sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, karena itu agar ada efek jera pada Terdakwa dan
untuk mencegah orang lain yang potensial berbuat hal yang serupa dengan yang dilakukan Terdakwa, maka pidana tersebut harus diperberat;
e. Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim tingkat banding sependapat dengan alasan banding Penuntut Umum yang menyatakan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa belum setimpal dengan kesalahan Terdakwa, oleh karenanya dengan mengambil alih pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama mengenai hal-hal yang meringankan dan memberatkan Terdakwa, ditambah dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding seperti tersebut diatas, maka pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa Majelis harus diubah dengan pidana sebagaimana tersebut dalam amar putusan yang dinilai tepat dan adil;
f. Menimbang, bahwa mengenai alasan banding Penuntut Umum yang menyangkut permintaan sita terhadap uang USD 190,000.00, Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat, oleh karena sekalipun diperoleh fakta bahwa uang tersebut merupakan hasil Korupsi Terdakwa, namun terhadap uang tersebut tidak dilakukan penyitaan, sehingga tidak dapat dirampas untuk negara;
g. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst tanggal 19 Oktober 2015 yang dimintakan banding aquo harus diubah sekedar mengenai pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa, sedangkan putusan yang selebihnya dapat dikuatkan;
h. Mengingat pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang- undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta ketentuan–ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang bersangkutan dengan perkara ini;
Amar Putusan:
Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum maupun Penasihat Hukum Terdakwa tersebut di atas;
Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 46/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 19 Oktober 2015 yang dimintakan banding tersebut sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa, sehingga amar putusan berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Suroso Atmomartoyo tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dalam Dakwaan alternatif kedua;
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sebesar Rp.200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
... n. 3 (tiga) lembar paragraph 2 – Item N berikut email dari David Turner kepada M Syakir perihal RE: Meeting with Willy re TDS tanggal 22 Desember 2003.
Resume Pertimbangan
Melalui putusan tersebut, Hakim pada tingkat Pengadilan Tinggi sependapat dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri yang menyatakan Terdakwa telah terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Berlanjut, karena Putusan Pengadilan Negeri telah didasarkan alasan-alasan atau Ratio Decidendi yang tepat dan benar menurut Hukum.
Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan Terdakwa (Permohonan Banding) karena Terdakwa telah terbukti, Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan Hakim Pengadilan Negeri karena Terdakwa
menduduki jabatan penting di PT.Pertamina maka Hakim Pengadilan Tinggi sepakat untuk memperberat pidananya.
Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan Hakim Pengadilan Negeri apabila uang sebesar USD 190.000 dilakukan perampasan untuk Negara karena belum dilakukan penyitaan.
3. Putusan No. 46/Pid.Sus-TPK/2015/PN.JKT PST Pertimbangan Hakim:
Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara;
2. Yang menerima hadiah;
3. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
4. Unsur Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
Ad.1. Unsur “Pegawai Negeri atau Penyelenggaraan Negara”
Menimbang, bahwa apabila kedudukan Terdakwa selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) dan selaku anggota Direksi PT
Pertamina (Persero) pada Badan Usaha Milik Negara tersebut, dihubungkan dengan pengertian “Penyelenggara Negara” sebagaimana telah kami uraikan diatas, maka kedudukan Terdakwa tersebut termasuk dalam pengertian sebagai “Penyelenggara Negara”.
Menimbang, bahwa selanjutnya apakah benar Terdakwa selaku Penyelenggara Negara telah menerima uang sebesar USD190.000 (seratus sembilan puluh ribu Dollar Amerika Serikat) dan fasilitas menginap di Hotel Radsson Edward’an Mayfair London sejumlah £899.16 (dela pan ratus sembilan puluh sembilan pounsterling dan enam belas penny) akan diuraikan lebih lanjut dalam pembuktian unsur berikutnya. Dengan demikian unsur Penyelenggara Negara telah terpenuhi menurut hukum;
Ad.2. Unsur “menerima hadiah”
Menimbang, bahwa adanya beberapa kegiatan dari Terpidana yang membuka rekening meskipun fakta tersebut disangkal Terpidana serta adanya keterangan dari Saksi-saksi dibawah sumpah yang membuktikan Terpidana menerima fasilitas menginap di Hotel Radisson Edwardian Mayfair di London United Kingdom. Majelis Hakim kerkesimpulan Terdakwa telah terbukti menerima uang sebesar USD 190,000 (seratus sembilan puluh ribu dolar Amerika Serikat) dan fasilitas menginap di Hotel Radisson Edwardian Mayfair di London United Kingdom sejumlah £899.16 (delapan ratus sembilan puluh sembilan poundsterling dan enam belas penny).
Dengan demikin maka unsur “menerima hadiah” telah terpenuhi menurut hukum.
Ad. 3. Unsur “padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”.
Menimbang, bahwa penerimaan hadiah berupa uang dan fasilitas menginap di Hotel Radisson Edwardian Mayfair London dari WILLY
SEBASTIAN LIM, DAVID PETER TURNER, PAUL JENNINGS, DENNIS J KERISSON<, MILTOS PAPACHRISTOS dan MUHAMMAD SYAKIR bertentangan dengan kewajiban Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO selaku Penyelenggara Negara.
Dengan demikian, unsur padahal diketahuihadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya telah terpenuhi menurut hukum.
Ad. 4. Unsur Pasal 64 ayat (1) KUHPidana tentang Melakukan Beberapa Perbuatan yang Ada Hubungan Sedemikian Rupa, sehingga Harus Dipandang sebagai Satu Perbuatan Berlanjut.
Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHPidana menyatakan
“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlajut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana, jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Menimbang, bahwa berdasarkan doktrin hukum pidana, pengertian perbuatan berlanjut antara lain dijelaskan oleh R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam bukunya “KUHP Dengan Penjelasan” disebutkan:
“Beberapa perbuatan yang satu sama lain ada hubungannya dan supaya dapat dipandang sebagai suatu perbuatan yang berlanjut atau diteruskan (voorgezette handeling) maka harus memenuhi syarat - syarat:
- Timbul dari suatu niat atau kehendak atau keputusan;
- Perbuatan-perbuatan itu harus sama macamnya;
- Waktu antaranya tidak boleh terlalu lama, mungkin penjelasannya bisa sampai tahunan namun perbuatan berulang-ulang tersebut waktu antaranya tidak boleh terlalu lama.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah diuraikan pada unsur “memberi hadiah” di atas maka dapat disimpulkan bahwa Terdakwa didalam menerima hadiah berupa uang dari WILLY SEBASTIAN LIM sebagai akibat telah melakukan pembelian TEL yang dilakukan secara bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina tersebut diterima beberapa kali secara berturut-turut, yaitu:
Pada tanggal 18 Januari 2005, sebesar USD 120.000 (seratus dua puluh ribu dollar Amerika Serikat).
Pada tanggal 13 Juli 2005, sebesar USD 40.000 (empat puluh ribu dollar Amerika Serikat).
Pada tanggal 26 September 2005, sebesar USD 30.000 (tiga puluh ribu dollar Amerika Serikat).
Menimbang, bahwa Terdakwa melakukan perbuatan menerima hadiah berupa uang secara bertahap dan fasilitas menginap di Hotel tersebut dalam jeda waktu anatara yang pertama dengan berikutnya tidak terlalu lama yaitu antara tanggal 17 Januari 2005 sampai dengan September 2005.
Dengan demikian, perbuatan Terdakwa Suroso Atmomartoyo harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang berlanjut (voorgezette handeling) sehingga unsur Pasal 64 Ayat (1) KUHP telah terpenuhi menurut hukum.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal – pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka tanggapan pembelaan Penasihat Hukum dan/atau yang menyatakan Terdakwa tidak pernah menerima fasilitas menginap di Hotel Radiso Edwardian Mayfair London tidak sependapat dan harus dikesampingkan.
Menimbang, bahwa dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggungjawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Menimbang, bahwa mengenai uang pengganti, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa dalam surat dakwaan Penuntut Umum atas diri Terdakwa Suroso Atmomartoyo, Penuntut Umum KPK tidak mencantumkan Pasal 18 qyqt 910 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, ternyata uang sebesar USD 190.000 (seratus sembilan puluh ribu dollar Amerika Serikat) pada rekaning deposito nomor 380-009-405-2 pada UOB Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo, masih tersimpan pada UOB Singapura, belum dinikmati oleh Terdakwa dan belum dialihkan penguasaannya kepada Pihak lain. Selain itu, dipersidangan belum didengar keterangan ahli untuk menentukan apakah uang tersebut merupakan bagian tindak pidana Korupsi atau hasil melakukan tindak pidana Korupsi atau hasil melakukan tindak pidana Korupsi. Oleh karena itu, Majelis Hakim menganggap tidak tepat apabila kepada Terdakwa dijatuhkan Pidana tambahan membayar uang pengganti sebagaimana Pasal 18 ayat (1) b UU No 31 Tahun 1999 seabgaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim tidak mengabulkan tuntutan Penuntut Umum.
Menimbang, bahwa dalam sidang permusyawaratan, tidak dicapai mufakat bulat karena Hakim Anggota III dan IV berbeda pendapat dengan pertimbangan sebagai berikut:
Dissenting Opinion Hakim Anggota III
Menimbang, bahwa dalam perkara atas nama Terdakwa Suroso Atmomartoyo Hakim Anggota III tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Ketua Mejalis, Hakim Anggota I dan Hakim Anggota II yang telah menyatakan Terdakwa Suroso Atmomartoyo, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiaman Dakwaan Kedua melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 31 Tahun 1999 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang rumusannya berbunyi:
dalam hal sidang permusyawaratan tidak tercapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Manimbang, bahwa adapun pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Anggota III adalah sebagai berikut:
Adapun pendapat berbeda adalah terkait dengan Pembuktian unsur
“menerima hadiah”
Menimbang, bahwa dalam unsur ke-2 (dua) ini unsur perbuatannya adalah menerima hadiah, sedangkan pengertian hadiah adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi, berharga bagi penerima.
Menimbang, bahwa dengan mengacu pada pengertian hadiah, maka perbuatan menerima hadiah berupa benda itu telah diterima oleh yang
menerima baik langsung maupun melalui orang lain, dengan demikian diperlukan syarat telah beralih kekuasaan atas benda itu ke tangan orang yang menerima.
Menimbang, bahwa sebagaiman dikemukakan diatas, perbuatan menerima hadiah dalam Pasal 12 huruf b merupakan delik yang dirumuskan secara formil atau disebut dengan tindak pidana formil yang dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang, delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan/menerima.
Menimbang, bahwa dengan demikian selesainya perbuatan menerima hadiah adalah jika terdapat suatu perbuatan menerima dari suatu pemberian, dimana kekuasaan atas benda/hadiah telah beralih secara nyata ke tangan atau kedalam kekuasaan Pegawai Negeri atau Penyelenggaraan Negara yang menerima.
Arti telah berpindah secara nyata apabila telah terdapat hubungan erat dan langsung antara orang yang mnerima dengan benda/hadiah yang diterimanya.
Indikator hubungan erat dan langsung itu ialah apabila orang tersebut secara leluasa dapat melakukan perbuatan terhadap hadiah/benda tersebut misalnya: ia telah dapat membelanjakan hadiah berupa uang tersebut.
Dengan demikian sebelum kekuasaan atas benda/hadiah itu beralih kedalak kekuasaan si penerima, maka perbuatan menerima belumlah dianggap terwujud secara sempurna.
Menimbang, bahwa berdasarkan landasan yuridis sebagaimana dikemukakan diatas yang terkait dengan pembuktian unsur menerima hadiah telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa PT Soegih Interjaya adalah selaku Agen Tunggal Penjualan Tetra Ethyl Lead (TEL) dan The A Sociated Octel Company Limited (OCTEL) merupakan pemasok TEL ke PT Pertamina (Persero) terkait pembelian TEL tersebut dituangkan ke dalam MoU (Memorandum of
Understanding) yang akan berakhir pada bulan September 2004 dengan harga sebesar USD 9.975/MT.
- Bahwa PT Pertamina (Persero) melakukan negosiasi harga untuk kebutuhan TEL tahun 2005 karena masih diperlukan urtuk memenuhi kebutuhan premium yang masih di subsidi oleh pemerintah.
- Bahwa saksi Muhamad Syakir selaku Direktur PT Soegih lnterjaya pada bulan November 2004 menyampaikan perubahan harga TEL kepada terdakwa selaku Direktur Operasional Pertamina menjadi USD 11.000/MT.
- Bahwa penyampaian tersebut belum diputuskan oleh Terdakwa oleh karena negosiasi harga belum dilakukan oleh Kepala Divisi Jasa Operasi (KJO) selaku Koordinator Pengadaan.
- Bahwa sesual keterangan Saksi Ojohan Sumarjanto Koordinator Pengadaan bidang Pengolahan PT Pertamina.
Pada bulan Desember 2004 dilakukan negosiasi harga atas penawaran harga yang diajukan oleh OCTEL yang diwakili oleh PT Soegih Interjaya dengan penawaran harga sebesar USD 11.000/MT dan setelah negosiasi di sepakati harga menjadi USD 10.750/MT.
- Bahwa pembayaran atas pembelian TEL ke OCTEL dilakukan derigan pembayaran secara Iangsung ke OCTEL di lnggris melalul P0 (Purchase Order).
- Bahwa dengan akan diakhirinya penggunaan TEL oleh PT Pertamina maka pembelian tidak lagi memerlukan MoU akan tetapi didasarkan kepada kebutuhan perencanaan dan Manager Logistic sesuai kebutuhan kilang-kilang PT Pertamina dan dalam Rencana Kebutuhan tersebut direncanakan TEL yang akan dibeli hanya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun mulai bulan Desember 2004 s/d Desember 2005 yaitu untuk kebutuhan Januari, Maret, April, Juli dan Agustus 2005 fakta mana didukung oleh keterangan saksi Chrisna Damajanto.
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum tersebut harga pembelian TEL oleh Pertamina kepada Octel Inggris adalah sebesar USD 10.750/MT dan bila dihubungkan dengan Dakwaan Penuntut Umum bahwa Terdakwa menyetujui harga USD 11.000/MT dengan syarat Terdakwa meminta Fee USD 500/MT adalah tidak beralasan/terbantahkan karena tidak didukung oleh keterangan saksi ataupun alat bukti
Menimbang, bahwa terkait dengan adanya pemberian fee dan saksi Wiliy Sebastian Lim selaku Direktur PT Soegih Interjaya yang keseluruhannya berjumlah USD 190.000 dikirim/ditransfer ke rekening Bank UOB Singapura dengan Nomor Rekening 352.900.970.2 atas nama Terdakwa Suroso Atmomartoyo, maka perlu dipertimbangkan terebih dahulu apakah rekening tersebut benar milik Terdakwa atau bukan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut Hakim Anggota III akan mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa di persidangan terungkap fakta-fakta sebagai berikut:
- Bahwa saksi Utami Dewi Suhadi tanggal 14 Januari 2005 selaku perwakilan UOB Jakarta (Jakarta Representative) telah membubuhi tandatangan di formulir aplikasi pembukaan rekening atas nama Suroso Atmomartoyo karena diperintah oleh atasannya Miss Connie Koh Warga Negara Singapura dan berdomisili di Singapura yang datang ke Jakarta membawa Form Aplikasi Pembukaan Rekening No. 352.900.970.2 beserta copy passport a/n Suroso Atmomartoyo.
- Bahwa masih menurut keterangan saksi verifikasi, yang dilakukan saksi adalah terhadap nasabah Warga Negara Indonesia yang tidak datang sendiri ke UOB Singapura.
- Bahwa verifikasi yang saksi Utami Dewi Suhad, lakukan hanya menyesuaikan tandatangan pemohon aplikasi dengan fotocopy paspor yang dibawa oleh Miss Connie Koh atasan saksi dengan alasan Miss Connie Koh buru-buru mau ke Singapura dan saksi sungkan menanyakan kenapa tidak menghubungi Suroso Atmomartoyo selaku nasabah baru.
Menimbang bahwa dan keterangan saksi Utami Dewi Suhadi tersebut diperoleh hukum bahwa selaku Representative Jakarta saksi seharusnya menghubungi Terdakwa Suroso Atmomartoyo baik dengan cara mendatangi ke alamat yang bersangkutan atau menghubungi via Telepon/Handphone atau mendamping, Miss Connie Koh untuk ketemu dengan terdakwa.
barulah saksi membubuhkan tandatangan di form aplikasi tersebut.
Menimbang, bahwa dengan didasarkan kepada fakta hukum sebagaimana dipertimbangkan diatas jika dihubungkan dengan keterangan Terdakwa yang merasa tidak pernah membuka rekening di UOB Singapura tidak terbantahkan lagi, karena saksi Utami Dewi Suhade telah membubuhi tanda tangannya secara langsung diartikan oleh UOB Singapura telah memverifikasikan kepada Terdakwa Suroso Atmomartoyo, padahal verifikasi tidak pernah terjadi/dilakukan.
Menimbang, bahwa jika dicermati Surat Dakwaan Penuntut Umum Pertama:
Pada bagian kalimat untuk memudahkan penerimaan fee dan Willy Sebastian Lim atas pembelian TEL oleh PT. Pertamina (Persero) Terdakwa pada tanggal 17 Januari 2015 membuka Rekening Gino pada UQB Singapura dengan Nomor: 352-900-970-2 atas nama Suroso Atmomartoyo melalui Willy Sebastian Lim.
Selanjutnya pada tanggal 18 Januar 2005 Terdakwa menerima uang sebesar USD 120,000,- di rekeningnya tersebut sebagai fee dan Willy Sebastian Lim.
Pada tanggal 13 Juni 2005 Terdakwa kembali menerima uang sebesar USD 40.000,- di rekeningnya dan Willy Sebastian Lim.
Pada tanggal 26 September 2005 Terdakwa kembali menerima fee sebesar USD 30.000,- melalui rekening Nomor 352-900-970-2 atas nama Suroso Atmomartoyo dan rekening Willy Sebastian Lim.
Menimbang, bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap saksi Willy Sebastian Lim yang terkait pemberian sejumlah uang tersebut (dikutip dan halaman 16 Surat Dakwaan Penuntut Umum tanggal 8 Mei 2015) Terdakwa membukakan rekening atas nama Suroso Atmomartoyo di United Overseas Bank (OUB) Singapura No. Rekening 352-900-970-2 dengan melampirkan identitas paspor milik Suroso Atmomartoyo Nomor M 147568, selanjutnya Terdakwa Willy Sebastian Lim mengirim uang fee hasil penjualan TEL oleh PT Soegih lnterjaya ke rekening milik Suroso Atmorrnartoyo di Bank UOB Singapura tersebut secara bertahan yang totalnya berjumlah USD 190.000
Menimbang, bahwa dari kedua dakwaan tersebut diperoleh kesimpulan Terdakwa Suroso Atmomartoyo telah dibukakan rekening di Bank UOB Singapura oleh saksi Willy Sebastian Lim dengan melampirkan fotocopy pasport Terdakwa.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah membantah tidak pernah membuka rekening pada bank UOB Singapura dan jika dihubungkan dengan keterangan Terdakwa didepan penyidik maupun di depan persidangan tetap membantah/tidak mengakui telah membuka rekening di UOB Singapura dan menyatakan bahwa tanda tangan yang tercantum di form pembukaan rekening yang dijadikan barang bukti oleh Penuntut Umum bukanlah tanda tangan Terdakwa demikian juga terkait dengan perubahan rekening giro ke rekening deposito juga telah dibantah oleh Terdakwa.
Menimbang, bahwa dengan adanya bantahan dan Terdakwa yang menerangkan bahwa tidak pernah membuka rekening di bank UOB Singapura tersebut, maka beban pembuktian tentang rekening dimaksud bahwa Terdakwalah yang membukanya Penutut Umum untuk membuktikan tidak pernah bisa menghadirkan saksi dan Pihak UOB Singapura yang mengentahui bahwa Terdakwa pernah datang ke UOB Singapura dan apakah Terdakwa yang membuka rekening tersebut, demikian juga terkait tanda tangan Terdakwa yang dibubuhkan di Aplikasi Pembukaan Rekening untuk pembuktiannya Penuntut Umum/Penyidik pada KPK tidak berupaya
membawa ke laboratorium forensik Mabes Polri untuk menguji antara tanda tangan yang ada di formulir aplikasi yang dibantah oleh Terdakwa bukan tanda tangannya dengan tanda tangan asli Terdakwa apakah identik atau tidak atau dipalsukan oleh orang lain.
Demikian juga halnya sesuai dengan fakta persidangan dan bukti surat telah diperoleh fakta bahwa jumlah uang dalam rekening atas nama Terdakwa tersebut masih tetap utuh seumlah USD 190,000,-, dengan pengertian tidak pernah diambil oleh Terdakwa baik dengan penarikan tunai maupun pentransferan dalam kurun waktu antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, bahkan sampai persidangan ini berlangsung uang sejumlah USD 190.000,- masih tercatat pada bank UOB Singapura, maka berdasarkan pertimbangan alasan-alasan tersebut menurut Hakim Anggota III, Jaksa Penuntut telah gagal/tidak berhasil membuktikan siapa sesungguhnya yang membuka rekening atas nama Terdakwa tersebut apakah saksi Willy Sebastian Lim atau saksi Muhammad Syakir atau Terdakwa sendiri, bahwa dalam persidangan Terdakwa telah berhasil membuktikan pada kurun waktu bulan Januari 2005 tidak pernah masuk ke Singapura sesuai dengan data paspor yang dilampirkan oleh Terdakwa sebagai barang bukti.
Menimbang. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka, rekening No. 352.900970.2 atas nama Suroso Atmomartoyo telah dapat dibuktikan bukanlah milik Terdakwa Suroso Atmomartoyo karena jumlah uang sebanyak USD 190.000,- tidak pernah diambil oleh Terdakwa sampai dengan waktu kurang lebih 6 (enam) tahun adalah suatu hal yang tidak masuk akal jika seseorang telah diberi sejumlah uang tidak mengambil untuk digunakan dalam rentang waktu yang lama tersebut.
Menimbang, bahwa dalam persidangan telah diperlihatkan barang bukti berupa print out Rekening Koran atas nama Terdakwa maupun print out Deposito (BB 174 dan BB No. 180) ternyata saldonya masih berjumlah LJSD 190.000 yang ada pada Rekening 380.009.405.2 atas nama Suroso Atmomartoyo pada UOB Singapura,
Menimbang, bahwa dari pembuktian tersebut telah bersesuaian pada dengan keterangan saksi Muhamad Syakir di persidangan bahwa pembukaan rekening a/n Terdakwa tersebut adalah atas inisiatif dari saksi sendiri, tanpa pernah memberitahukan kepada Terdakwa karena tujuan saksi Muhamad Syakir melakukan pembukaan rekening tersebut hanya untuk pertanggung jawaban saksi kepada OCTEL di lnggris, kalau sewaktu-waktu ditanya apa sudah diserahkan sebagian komisi PT Soegih Interjaya untuk Para Pejabat Pertamina dan pada kenyataan semua itu untuk saksi gunakan sendiri nantinya.
Menimbang bahwa demikian juga terkait keterangan Saksi Utami Dewi Suhadi yang hanya representatif UOB Jakarta oleh Majelis telah dijadikan alasan untuk menjadi alasan Terdakwa langsung ke Singapura dalam membuka rekening tersebut adalah suatu kesimpulan tanpa didukung maupun alat bukti lainnya ditambah lagi dalam paspor Terdakwa tidak tercatat selama bulan Januari 2005 Terdakwa tidak pernah datang/masuk ke Singapura.
Menimbang, bahwa dengan tidak terbuktinya Rekening pada UOB a/n Suroso senyatanya bukanlah diketahui oleh Terdakwa dan uang sejumlah USD 190.000 juga tidak pernah dipergunakan oleh Terdakwa yang pembukaannya sejak tahun 2005 s/d persidangan perkara ini bulan Oktober 2015 masih tersimpan di Rekening UOB Singapura. Maka unsur menerima hadiah berupa uang sejumlah USD 190.000 tidak tepenuhi dan terbukti ada dalam perbuatan Terdakwa Suroso Atmomartoyo.
Menimbang, bahwa selanjutnya apakah Terdakwa juga telah menerima fasilitas menginap di Hotel MayFair Radisson Edwardian Penuntut Umum dan pembuktiannya telah mendasarkan keterangan saksi Davis Pieter Turner yang pernah membayar biaya menginap Terdakwa dan Mrs Suroso sejak tanggal 23-26 April 2005 dengan bukti penggunaan American Express Card miliknya sejumlah £ 749,66 dan biaya menginap tanggal 27 April 2005 dengan menggunakan master card sebesar £ 149,50.
Menimbang, bahwa di persidangan telah diperlihatkan tentang bukti email terkait rencana keberangkatan Terdakwa antara saksi Muhammad Syakir dan David Peter Turner adalah tidak diketahui oleh Terdakwa dan bukti tersebut menurut Hakim Anggota III bukanlah merupakan bukti yang sempurna.
Menimbang, bahwa untuk tiket keberangkatan Terdakwa dan keluarga ditanggung oleh PT Soegih lnterjaya telah dibantah oleh Terdakwa karena untuk pembelian tiket Terdakwa bersama keluarga ke London adalah atas biaya sendiri/pribadi dan hanya menggunakan tiket kelas ekonomi. Dan menurut keterangan Terdakwa, Terdakwa menginap di Hotel Churchill bukan di hotel May Fair Radisson Edwardian.
Menimbang, bahwa dengan adanya sangkalan/bantahan dan Terdakwa maka Hakim Anggota III mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa Saksi Willy Sebastian Lim. Saksi Muhammad Syakir telah menerangkan di persidangan dengan dibawah sumpah bahwa Terdakwa dan keluarga berangkat ke London bukan dibiayai oleh PT Soegih lnterjaya dan Keterangan Saksa-Saksi tersebut telah bersesuaian dengan keterangan Saksi Suyanti Staff keuangan PT Soegih lnterjaya yang dalam pembukuannya tidak pernah mengeluarkan uang terkait dengan pembelian tiket untuk Terdakwa dan Keluarga ke London dan saksi yang ketahui hanya pernah membukukan pengeluaran untuk tiket saksi Willy Sebastian Lim dan Saksi Muhammad Syakir ditambah lagi adanya tagihan Visa Card milik Muhammad Syakir untuk akomodasi selama di London.
Bahwa Saksi Ginaningsih menerangkan di persidangan uang sebesar USD 9.226 adalah untuk tiket dan uang saku Willy Sebastian Lim dan Muhammad Syakir ke London, Willy Sebastian Lim di Bisnis Class dan Muhammad Syakir di Economi Class.
Menimbang bahwa berdasarkan Keterangan Saksi sebagaimana telah dipertimbangkan diatas terkait dengan pembayaran tiket keberangkatan
Terdakwa Suroso Atmomartoyo beserta keluarganya tidaklah dibiayai oleh PT Soegih lnterjaya.
Menimbang, bahwa terkait dengan pengeluaran kartu kredit David Pieter Turner hanyalah dijadikan oleh Saksi David Pieter Turner untuk mengajukan tagihannya ke hotel.
Menimbang, bahwa Penuntut Umum tidak mempunyai bukti tanda terima pembayaran hotel dan dikamar nomor berapa Terdakwa dan Keluarga menginap di hotel May Fair Radisson Edwardian tersebut.
Menimbang. bahwa dan seluruh pertimbangan diatas, maka Terdakwa tidak terbukti telah dibiayai keberangkatannya bersama keluarga ke London oleh PT. Soegih lnterjaya dan pembayaran hotel oleh Saksi David Pieter Turner di hotel May Fair Radesson Edwardian juga menjadi tidak terbukti.
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur menerima hadiah berupa fasilitas tiket pesawat ke London dan penginapan selama di London tidaklah terpenuhi dan terbukti sehingga Terdakwa haruslah dibebaskan dan dakwaan alternatif kedua incasu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa Suroso Atmomartoyo telah dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum tersebut (vide Pasal 191 ayat (1) KUHAP), maka Terdakwa haruslah diputus bebas (vrijspraak).
Dissenting Opinion Hakim Anggota IV
Menimbang bahwa selain unsur menerima hadiah tidak terbukti menurut hukum sebagaimana disampaikan oleh Hakim Anggota III terhadap pertimbangan unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya Hakim Anggota IV tidak sependapat dengan Hakim Ketua, Hakim Anggota I dan Hakim Anggota II.
Menimbang, bahwa dalam analisis yuridisnya Jaksa Penuntut Umum menyatakan unsur “menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya” terbukti menurut hukum. Dalil yang dikemukakan Penuntut Umum adalah Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) telah melakukan pembelian TEL secara bertentangan dengan kewajibannya dalam jabatannya, yaitu:
1. Melakukan pertemuan dengan pihak rekanan. yaitu OCTEL dan PT Soegih Interjaya selaku pemasok TEL, di Jakarta maupun di London untuk memperpanjang penggunaan TEL di PT. Pertamina meskipun TEL merupakan baharn addictive yang tidak ramah lingkungan.
2. Tidak melakukan perpanjangan MoU atau membuat kontrak harus dengan OCTEL untuk memenuhi kebutuhan TEL, tetapi justru melakukan pembelian TEL secara bertahap berdasarkan rencana kebutuhan material dengan penunjukan langsung kepada PT Soegih lnterjaya.
3. Tidak melakukan fungsi perencanaan dengan tidak membuat OE/HPS TEL tidak menunjuk panitia lelang, serta tidak mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan kontrak sehingga PT. Pertamina membeli TEL dengan harga yang tinggi.
4. Menerima uang dari PT Soegih lnterjaya sejumlah US$190,000.
5. Menerima fasilitas akomodasi selama melakukan perjalanan ke London berupa tiket pesawat dari PT Soegih Interjaya dan biaya hotel dari pihak OCTEL.
Perbuatan-perbuatan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO di atas bertentangan dengan Pasal (5) angka 4 dan angka 6 Undang-Undang No 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dan Korupsi.
Kolusi dan Nepotisme, bahwa setiap Penyelenggara Negara mempunyai kewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta sesuai sumpah jabatannya. Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO juga dinilai melanggar etika pengadaan barang/jasa di PT Pertamina.
Menimbang, bahwa penggunaan TEL merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan oleh PT Pertamina (Persero) dalam memproduksi dan menyediakan bahan bakar bensin/premium. Sesuai keterangan BAIHAKI HAMID HAKIM dan ARIFFI NAWAWI, keduanya mantan Direktur Utama PT Pertamina, program langit biru yang digagas pemerintah untuk menghapuskan penggunaan TEL per 1 Januari 2003 tidak berjalan sesuai rencana karena keterbatasan anggaran pemerintah dalam membangun kilang yang memproduksi HOMC pengganti TEL maupun untuk menambah subsidi BBM jika PT Pertamina menghentikan penggunaan TEL dan mengimport lebih banyak HOMC PT Pertamina baru memulai proses pembangunan proyek langit biru pada bulan Agustus 2003 di Kilang Balongan yang akan memproduksi HOMC. Oleh karena itu untuk memproduksi bensin PT Pertamina masih membutuhkan TEL.
Menimbang, bahwa PT Pertamina mengadakan tender pengadaan TEL untuk periode tahun 2002 s/d kwartal III tahun 2004 yang diikuti oleh OCTEL dan 1 perusahaan dari China. Namun karena perusahaan dari China (WHEIFANG CHENG CHENG CHEMICAL COMPANY) setelah dilakukan due dillegence tidak kredibel, maka OCTEL ditunjuk sebagai pemenang tender dengan harga US$9,975 per metric ton. Kesepakatan harga tersebut dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 2 Maret 2003. Pasca berakhirnya MoU ternyata kebijakan pemerintah terkait penggunaan TEL belum berubah. Bahkan sampai dengan tahun 2006 pemerintah masih mengijinkan PT Pertamina untuk memproduksi bensin bertimbal sebagaimana tertuang dalam keputusan Dirjen Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006. Kebijakan penghapusan TEL dan menggantinya dengan HOMC yang lebih ramah
lingkungan tidak lepas dari ketersediaan anggaran pemerintah untuk subsidi BBM. Harga HOMC yang lebih mahal dibandingkan TEL akan meningkatkan subsidi BBM jenis bensin premium. Atas dasar itu pemerintah masih memberi kelonggaran PT Pertamina untuk memproduksi bensin bertimbal dengan kadar yang ditentukan dan untuk dipasarkan di wilayah-wilayah tertentu. Oleh karena itu setelah MoU berakhir PT Pertamina masih membutuhkan TEL sebagai bahan additive dalam memproduksi bensin. Kebutuhan TEL pasca berakhirnya MoU tidak dianggarkan oleh PT Pertamina dalam RKAP. Hal ini dikarenakan adanya rencana PT Pertamina untuk menghapus pemakaian TEL tahun 2005.
Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan TEL dilakukan dengan membuat rencana kebutuhan material (RXM) yang disesuaikan dengan kebutuhan kilang-kilang PT Pertamina melalui koordinator pengadaan dan logistik.
RKM tersebut disetujui dan ditandatangani oleh Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO selaku direktur pengolahan. Berdasarkan RKM yang sudah disetujui oleh direksi PT Pertamina kemudian dilakukan pengadaan TEL PT Pertamina terakhir melakukan pengadaan TEL pada bulan September 2005 dengan menerbitkan PO Nomor 4500041508 sejumlah 1332,59 metrik ton yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Pertamina WIDYA PURNAMA. Pengadaan TEL yang didasarkan atas RKM bukan atas dasar MoU, menurut Hakim Anggota IV justru memberikan fleksibilitas bagi PT Pertamina untuk mengatur pembelian TEL sesuai kebutuhan. Ketika PT Pertamina memutuskan untuk tidak memproduksi bensin bertimbal maka pembelian TEL dihentikan. Hal ini yang dilakukan oleh Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO ketika menghentikan pembelian TEL mulai tahun 2006. Jadi pendapat Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO:
1. Melakukan pertemuan dengan pihak rekanan. yatu OCTEL dan PT Soegih lnterjaya selaku pemasok TEL di Jakarta maupun di London untuk memperpanjang penggunaan TEL di PT Pertamina meskipun TEL merupakan bahan additive yang tidak ramah lingkungan,
2. Tidak melakukan perpanjangan MoU atau membuat kontrak baru dengan OCTEL untuk memenuhi kebutuhan TEL, tetapi justru melakukan pernbelian TEL secara bertahap berdasarkan rencana kebutuhan material (RKM) dengan penunjukan langsung kepada PT Soegih Interjaya.
Menurut Hakim Anggota IV, adalah tidak berdasar. Tidak ada relevansinya pertemuan-pertemuan antara Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO dengan OCTEL dan PT Soegih lnterjaya dengan perpanjangan penggunaan TEL. Bahkan dalil Penuntut Umum saling bertentangan, di satu sisi menyalahkan perpanjangan penggunaan TEL karena berbahaya bagi lingkungan di sisi lain menyalahkan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO karena tidak memperpanjang MoU untuk memenuhi kebutuhan TEL.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi BAIHAKI HAMID HAKIM, ARIFI NAWAWI, IIN ARIFIN TAKHYAN, CHRISNA DAMAYANTO, DJOHAN SUMARJANTO. EDWIN IRWANTO WIDJAJA dan keterangan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO perpanjangan penggunaan TEL adalah keputusan yang diambil oleh manajemen PT Pertamina (Persero) dan bukan semata-mata keputusan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO. Keputusan untuk tetap menggunakan TEL juga tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah terkait dengan pemberian subsidi BBM PT Pertamina (Persero) harus memperpanjang penggunaan TEL agar bisa memproduksi premium yang dibutuhkan masyarakat. Jika PT Pertamina menghentikan pemakaian TEL, disisi lain pemerintah tidak mampu menyediakan anggaran yang cukup untuk menambah subsidi BBM, maka akan terjadi kelangkaan BBM yang justru akan meresahkan masyarakat. Untuk menghindari kelangkaan bensin premium PT Pertamina tidak mempunyai pilihan lain selain memperpanjang Penggunaan TEL. Jadi pendapat Penuntut Umum yang menyatakan perpanjangan penggunaan TEL adalah keputusan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO karena ada kesepakatan pemberian fee sebesar US$11,000/MT, menurut Hakim Anggota IV, adalah tidak berdasar.
Keterangan saksi-saksi BAIHAKI HAMID HAKIM, ARIFI NAWAWI, IIN
ARIFIN TAKHYAN, CHRISNA DAMAYANTO, DJOHAN SUMARJANTO. EDWIN IRWANTO WIDJAJA dan keterangan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO sekaligus juga membuktikan bahwa tidak benar perpanjangan penggunaan TEL oleh PT Pertamina merupakan hasil lobby/pendekatan yang dilakukan M. Syakir bersama Willy Sebastian Lim kepada pejabat-pejabat sebagaimana bunyi email yang dikirim oleh M.
Syakir kepada David Turner atau Miltos Papachristos, yaitu:
1. Email tanggal 19 Mei 2003 dari M. Syakir ditujukan kepada Miltos yang menyebutkan Willy Sebastian Lim telah bertemu dengan Dirjen Migas untuk membicarakan SKB antara Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup.
2. Email tanggal 2 Desember 2003 dari M. Syakir ditujukan kepada David Turner yang menyebutkan Willy Sebastian Lim telah banyak mengeluarkan uang untuk “membeli” beberapa pejabat PT Pertamina agar mempertahankan penggunaan TEL.
3. Email tanggal 18 Desember 2003 dari M. Syakir ditujukan kepada David Turner yang menyebutkan Willy Sebastian Lim telah mengadakan pertemuan dengan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO yang menceritakan bahwa Terdakwa berada dalam tekanan terkait penggunaan TEL di PT Pertamina termasuk tekanan politik.
4. Email tanggal 14 Mei 2004 dan M Syakir ditujukan kepada David Turner yang menyebutkan Willy Sebastian Lim telah menemui pejabat-pejabat dari PT Pertamina, Kementerian Lingkungan Hidup dan Anggota DPR untuk menghentikan penghapusan penggunaan TEL yang akan dimulai Januari 2005.
5. Email tanggat 14 Mei 2004 dan M. Syakir ditujukan kepada David Turner yang menyebutkan Willy Sebastian Lim bersama M Syakir melakukan pendekatan ke Kementerian Keuangan untuk memberikan masukan terkait dampak yang ditimbulkan apabila penggunaan TEL dihapuskan.
Di persidangan M SYAKIR menyatakan tidak pernah terjadi pertemuarn antara Willy Sebastian Lim dengan pejabat-pejabat dan Ditjen Migas, Lemigas, anggota DPR dan Menteri Keuangan untuk menunda penghapusan pemakaian TEL. Willy Sebastian Lim tidak memiliki kapasitas untuk itu.
Bahkan Willy Sebastian Lim tidak pernah terlibat aktif dalam proses negosiasi harga TEL dengan PT Pertamina Jika menilik tanggal-tanggal email di atas dikaitkan dengan MoU pengadaan TEL tanggal 2 Maret 2003 antara OCTEL dengan PT Pertamina yang berlaku sampai dengan September 2004, maka menurut Hakim Anggota IV informasi-informasi yang disampaikan oleh M SYAKIR melalui email di atas sangat tidak relevan dan diragukan kesahihannya terlebih jika dikaitkan dengan kewenangan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO pada saat itu. Posisi OCTEL untuk memasok TEL kepada PT Pertamina sudah pasti aman setidaknya sampai dengan September 2004. Jadi tidak jelas apa tujuan lobby atau pendekatan yang dilakukan jauh sebelum MoU berakhir. Sebagai Direktur Operasional PT Soegih lnterjaya yang mewakili OCTEL dalam negosiasi harga TEL dengan PT Pertamina, sesuai keterangannya di persidangan M SYAKIR sangat memahami bisnis TEL dan berperan besar dalam memasok kebutuhan TEL di PT Pertamina.
Menimbang, bahwa bisnis TEL adalah bisnis yang mulai ditinggalkan produsen karena semakin banyak negara yang melarang digunakannya TEL sebagai bahan addictive dalam memproduksi bahan bakar premium. Pada tahun 2000-an praktis hanya OCTEL yang memproduksi TEL Indonesia atau PT Pertamina menjadi salah satu konsumen tersisa yang masih menggunakan TEL. Sebagai satu-satunya produsen TEL tidak ada prosedur lain yang ditempuh PT Pertamina dalam proses pengadaan TEL kecuali melalui penunjukan langsung dan proses negosiasi dengan OCTEL. Dalam negosiasi harga TEL pada tanggal 1 Juli 2004 untuk memenuhi kebutuhan TEL pasca berakhimya MoU yang antara lain diikuti oleh Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO. PT Pertamina meminta harga TEL diturunkan menjadi US$9250 sesuai harga yang ditawarkan oleh TDS Chemical, produsen TEL dan China. Namun permintaan tersebut tidak
dipenuhi oleh OCTEL yang diwakili M SYAKIR dan PT Sugih Interjaya.
Terlebih TDS Chemical kemudian diketahui sebagai perusahaan yang tidak kredibel dan tidak mampu menyediakan TEL. Proses negosiasi selanjutnya PT Pertamina diwakili oleh DJOHAN SUMARJANTO, EDWIN IRWANTO dan SATYA NUGARAHA, tanpa melibatkan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO. Harga TEL yang disepakati adalah US$10,750 per MT. Dalam setiap negosiasi untuk memenuhi kebutuhan TEL, PT Pertamina selalu minta harga TEL disamakan dengan harga yang tercantum dalam MoU yang berakhir pada September 2004 yaitu US$9,975.
Harga tersebut menjadi acuan Tim Negosiasi PT Pertamina dalam menentukan harga TEL yang akan di pesan PT Pertamina. Namun permintaan tersebut selalu ditolak oleh OCTEL melalui PT Sugih Interjaya yang diwakili oleh M SYAKIR. Sesuai keterangan DJOHAN SUMARJANTO dalam persidangan harga TEL yang disepakati dalam negosiasi pasca berakhirnya MoU adalah sebesar US$10,750 dan tawaran yang diajukan OCTEL sebesar USS11.000. Pihak OCTEL yang diwakili oleh M SYAKIR dari PT Sugih Interjaya beralasan kenaikan harga tersebut dikarenakan inflasi dan naiknya biaya produksi. Di samping itu OCTEL beralasan harga TEL ke PT Pertamina lebih rendah dibandingkan dengan harga jual TEL ke Brasilia maupun ke Venezuela. Kesepakatan harga yang dicapai tim negosiasi PT Pertamina adalah tanpa ada arahan atau intervensi dan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO. Jadi pendapat Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO tidak menunjuk panitia lelang dan tidak membuat OE/HPS TEL sebagai acuan dalam negosiasi harga dengan pihak rekanan. yaitu OCTEL sehingga PT Pertamina membeli TEL dengan harga yang tinggi, menurut Hakim Anggota IV, adalah tidak berdasar. Sebagai satu-satunya penyedia TEL, PT Pertamina tidak mempunyai pilihan lain selain menunjuk langsung OCTEL sebagai pemasok TEL.
Menimbang bahwa selanjutnya sesuai pasal (5) Undang-Undang No 26 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dan Korupsi.
Kolusi Dan Nepotisme, penyelenggara negara tidak saja mempunyai
kewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi. kolusa dan nepotisme (KKN), tetapi juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu :
1. mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatanrya;
2. bersedia diperiksa kekayaannya sebelum selama, dan setelah menjabat:
3. melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat;
4. melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku agama, ras dan golongan
Kewajiban-kewajiban di atas, menurut Hakin Anggota IV, bersifat umum yang melekat pada setiap penyelenggara negara, apapun kedudukan dan jabatannya. Sedangkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor secara tegas dinyatakan sebagai kewajiban yang melekat pada jabatannya. Jika acuan yang digunakan Penuntut Umum adalah kewajiban penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, yang menjadi pertanyaan adalah korupsi yang mana.
Seorang penyelenggara negara yang sudah bekerja dengan benar tetap menerima uang sebagai ucapan terima kasih pun termasuk dalam perbuatan korupsi yang diancam pidana dalam pasal 11 atau pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor.
Menimbang, bahwa jika dilihat dari sisa penerima hadiah terdapat perbedaan esensiil atau perbedaan pokok antara pasal 5 ayat (2), pasal 12 huruf a dan b dengan pasal 11 dan pasal 12B, yaitu apakah penerimaan itu karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya atau penerimaan itu semata-mata karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Menimbang, bahwa ukuran dan perbuatan yang dilarang sesuai pasal 12 huruf b Hakim Anggota IV, haruslah bertentangan dengan kewajiban yang melekat pada jabatan. Pengertian telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya adalah
bahwa si penerima melalaikan kewajibannya yang berhubungan dengan jabatannya. R. Wiyono, dalam bukunya Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 205 hal 51 mengatakan pada setiap jabatan dan pegawai atau penyelenggara negara selalu terdapat atau melekat kewajiban yang harus dilaksanakan baik berbuat maupun untuk tidak berbuat dalam jabatannya. Seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya dikatakan bertentangan dengan kewajibannya jika terdapat keadaan sebagai berikut:
a Telah berbuat sesuatu padahal berbuat sesuatu tersebut tidak merupakan kewajiban yang terdapat atau melekat pada jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bersangkutan,
b Tidak berbuat sesuatu padahal tidak berbuat sesuatu tersebut tidak merupakan kewajiban yang terdapat atau melekat pada jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain justru pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut harus berbuat sesuatu sesuai dengan kewajibannya yang terdapat atau melekat pada jabatan pegawai negeri atau penyelengara negara.
Dengan demikian agar dakwaan pasal 12 hurut b dapat diterapkan pada perkara aquo. Penuntut Umum seharusnya membuktikan korelasi antara penerimaan hadiah dikaitkan dengan kewajiban yang melekat pada jabatan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina. Apakah ada kewajiban Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO yang dilakukan bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya, karena adanya penerimaan hadiah berupa uang. Misalnya, karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO memutuskan untuk memperpanjang penggunaan TEL dan menandatangani pesanan pembelian (PO) TEL. Padahal seharusnya PT Pertamina tidak membutuhkan TEL untuk memproduksi bensin karena adanya program langit biru yang melarang penggunaan TEL.
Menimbang. bahwa berdasarkan fakta persidangan sebagaimana diuraikan di atas. perpanjangan penggunaan TEL dan proses pengadaan
TEL telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang ada serta tidak menimbulkan kepentingan sebagaimana diatur dalam kode etik pengadaan PT Pertamina. Tidak terdapat hal-hal yang dilakukan Terdakwa SUROSO ATMOMARTOYO bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya. Penggunaan TEL adalah kondisi yang tidak dapat dihindarkan oleh PT Pertamina karena tanpa TEL PT Pertamina tidak dapat memproduksi bensin yang dibutuhkan masyarakat. Lagi pula pemerintah melalui keputusan Dirjen Minyak dan Gas Bumi masih memberi kelonggaran kepada PT Pertamina untuk memproduksi bensin bertimbal dengan kadar tertentu dan untuk dipasarkan pada daerah-daerah tertentu.
Spesifikasi BBM yang menentukan adalah pemerintah sedangkan PT Pertamina rnelaksanakan penugasan yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini karena harga bensin premium erat kaitannya dengan subsidi yang diberikan pemerintah.
Menimbang bahwa jika pengertian “bertentangan dengan kewajiban”
mengacu pada kewajiban penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, maka pasal 11, pasal 128 dan pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor menjadi pasal yang tidak berguna alias mandul. Hal ini karena setiap pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau setiap penerimaan hadiah oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara harus dimaknai sebagai bertentangan dengan kewajiban dalam jabatan tanpa melihat maksud, tujuan atau motif yang melatarbelakangi pemberian atau penerimaan hadiah atau sesuatu tersebut. Menurut Hakim Anggota IV, konstruksi yang dibangun Jaksa Penuntut Umum dalam memaknai frasa “bertentangan dengan kewajiban”
sangat tidak logis, rancu dan membingungkan. Penuntut Umum tidak membedakan apakah penerimaan hadiah itu untuk mempengaruhi tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya atau penerimaan hadiah itu semata-mata karena kekuasaan atau kewenangan