58 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratium, yaitu penelitian yang dilakukan di laboratorium dimana akan diberikan perlakuan pada kelompok khusus atau disebut sebagai kelompok eksperimen pada satu kelompok atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, dan hasilnya nanti akan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan khusus atau disebut sebagai kelompok kontrol (Sugiyono, 2015).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
C. Subjek Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi target adalah populasi yang merupakan sasaran akhir dalam penerapan hasil penelitian sedangkan populasi terjangkau adalah populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti (Sastroasmoro and Ismael, 2011). Populasi target pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus). Populasi terjakau adalah tikus putih (Rattus novergicus) yang ada di Laboratorium PSPG Universitas Gadjah Mada.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu dan dianggap mewakili populasi (Sastroasmoro and Ismael, 2011). Adapun kriteria inklusi sampel penelitian meliputi:
Tikus putih dengan galur wistar, berjenis kelamin jantan, berat badan 150 - 200 gram dan umur 2 - 3 bulan Sedangkan kriteria eksklusinya
59
meliputi: Tikus putih yang tampak sakit dengan tanda-tanda: Tekstur feses lembek, berbau, dan berair; berat badan menurun drastis; tikus tampak lebih agresif kemudian menjadi pasif; serta tikus putih yang mati sebelum waktu penelitian selesai.
D. Teknik Sampling dan Besar Sampel
Pengambilan sampel yang akan di lakukan dipenelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih subjek penelitian berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Pada penelitian ini kriteria yang ditetapkan adalah tikus wistar yang setelah diinduksi dengan diet tinggi lemak dan STZ menunjukkan tanda-tanda terjadinya sindrom metabolik. Besar sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus federer, yaitu:
(k – 1) (n – 1) ≥ 15 Keterangan :
(5 – 1 ) (n – 1) ≥ 15 k : jumlah kelompok
4n - 4 ≥ 15 n : jumlah sampel setiap
4n ≥ 19 kelompok
N ≥ 4,75
Didapatkan dari perhitungan diatas, bahwa jumlah sampel minimal dari setiap kelompok adalah 5 ekor tikus. Didapatkan total jumlah tikus adalah 25 ekor. Akan tetapi ditambahkan 1 ekor tikus untuk setiap kelompok dengan maksud untuk antisipasi kalau ada yang tereksklusi selama penelitian, sehingga menjadi 6 ekor untuk tiap kelompok Dengan demikian, jumlah total tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus
E. Rancangan/Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah posttest-only control design dimana hasil dari perlakuan akan diukur setelah pemberian perlakuan selesai dilaksanakan (Sugiyono, 2015).
60 D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Dosis ekstrak etanolik daun kelor (Moringa Oleifera, Lam) 2. Variabel Terikat
Ekspresi Caspase-7 pada tubulus seminiferous testis tikus putih (Rattus Novegicus)
61 3. Variabel Perancu
Variabel perancu terbagi menjadi dua kategori, yaitu variable perancu yang tidak terkendali dan terkendali. Variabel perancu tidak terkendali terdiri dari sistem imun, infeksi mikroogranisme, dan keadaan psikologis dari hewan percobaan.
Variabel perancu yang terkendali terdiri dari: Galur, jenis kelamin, umur, berat badan, jenis makanan tikus.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Dosis Ekstrak Etanolik Daun Kelor (Moringa oleifera, Lam)
a. Definisi Konsep
Ekstrak etanolik daun kelor adalah daun kelor yang akan diekstraksi melalui metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sehingga diperoleh filtrat. Bahan etanol mengandung gugus OH dan C2H5 sehingga dapat mengikat senyawa non polar dan polar.
Daun kelor didapatkan dalam kondisi serbuk kering yang berasal dari daerah Kalasan, Sleman, Yogyakarta yang dikumpulkan pada bulan Desember 2020. Pembuatan simplisia dan proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi PSPG UGM Yogyakarta.
Dalam Penelitian ini, ekstrak etanolik akan diberikan melalui sonde lambung sejak hari ke-28 hingga ke-56 dengan dosis sesuai dengan kelompok perlakuan. pada kelompok PI tikus akan diberikan 150 mg/kgBB/hari, kelompok PII tikus akan diberikan 250mg/kgBB/hari, dan kelompok PIII tikus akan diberikan 350 mg/kgBB/hari.
b. Alat Ukur : Timbangan digital
c. Satuan : mg
62 d. Skala Pengukuran : ordinal
2. Variabel Terikat : Tingkat ekspresi Caspase-7 pada jaringan testis tikus putih (Ratus norvegicus)
a. Definisi Konsep
Ekspresi Caspase-7 pada jaringan testis dinilai dari jumlah sel pada tubulus seminiferus yang mengekspresikan Caspase-7.
Ekspresi Caspase-7 diinterpretasikan melalui reaksi warna pada sitoplasma setelah dilakukan pengecatan immunohistokimia menggunakan antibodi anti- caspase-7 rabbit polyclonal pada tubulus seminiferus testis tikus putih (Rattus norvegicus). Hasil pengecatan positif ditunjukkan dengan reaksi warna kecoklatan sampai dengan coklat tua pada inti sel, setelah pemberian substrat enzim DAB. Hasil yang negatif ditunjukkan dengan munculnya warna ungu kebiruan sesuai counter-stain yang digunnakan yaitu HE.
b. Alat Ukur : Mikroskop Cahaya yang dihubungkan dengan program Scope Image 9.0
c. Satuan : Intensity Distribution Score (IDS) d. Skala : Numerik Rasio
G. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pengaduk, sonde, seperangkat kit DiaSys, wadah untuk menampung organ, alat bedah, kandang untuk hewan percobaan, timbangan digital
2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah pakan pelet BR-2, akuabides, pakan lemak tinggi fruktosa yaitu lemak sapi, fruktosa, kuning telur bebek, dan minyak teroksidasi; air PAM; etanol
63
70 % sebagai pelarut ekstrak; ekstrak etanolik daun kelor; formalin buffer pH 7.0 1 M; Streptozotocin-NA
H. Cara Kerja Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Persiapan alat dan bahan
1) Membuat ethical clearance dan surat penelitian 2) Persiapan hewan percobaan
3) Pembuatan diet tinggi lemak tinggi fruktosa yang terdiri dari kuning telur bebek, lemak sapi, fruktosa, dan minyak teroksidasi 2. Tahap adaptasi
Seluruh hewan coba yang digunakan akan diadaptasikan selama satu minggu dalam kondisi laboratorium, pada tahap ini tikus akan diberikan pakan berupa pelet BR-2 dan air PAM yang diberikan secara ad libitium atau tikus dapat memakan pakannya dengan kemauannya sendiri setiap waktu.
3. Tahap penelitian pendahuluan
Tahap penelitian pendahuluan dilakukan untuk memberikan perlakuan berupa pemberian pakan standar menggunakan pelet BR-2 pada kelompok tikus KKN yang diberikan setiap hari dan membuat tikus dalam keadaan hiperkolesterol, hiperglikemia, dan terjadi kerusakan organ testis pada kelompok tikus KK-, KPI, KPII, dan KPIII, dengan komposisi penginduksi, yaitu:
a. Pakan tinggi lemak tinggi fruktosa yang terdiri dari lemak sapi 1ml/100 gram BB, kuning telur bebek 1ml/100 gramBB, dan minyak teroksidasi 1ml/100 gramBB yang diberikan selama 28 hari berturut – turut, secara peoral dengan sonde lambung.
b. injeksi Nicotinamide (NA) secara intraperitoneal 100 mg/kgBB, setelah 15 menit dilanjutkan dengan pemberian Streptozotocin (STZ) 45 mg/kgBB secara injeksi yang dilakukan pada hari ke-25 perlakuan.
64
c. Minyak teroksidasi 1 ml/100 gramBB yang diberikan selama 28 hari berturut-turut, secara peoral dengan sonde lambung.
4. Tahap pengukuran parameter klinik
Pengukuran parameter yang diteliti pada penelitian ini adalah gula darah, LDL, HDL, trigliserida, asam urat, dan kolesterol. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu :
a. Hari ke-0 perlakuan, yaitu setelah tujuh hari aklitimasi dan sebelum induksi hiperlipidemia dan hiperglikemia
b. Hari ke-25 perlakuan, yaitu sebelum dilakukan induksi streptozotocin-nicotinamide
c. Hari ke-28 perlakuan, yaitu setelah dilakukan diet tinggi lemak dan induksi streptozotocin-nicotinamide
d. Hari ke-25 perlakuan, yaitu satu hari setelah terakhir pemberian ekstrak etanolik daun kelor
5. Tahap pemberian ekstrak etanolik daun kelor
Tikus yang sudah dalam keadaan hiperglikemia dan hiperlipidemia akan dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, selanjutnya tikus akan diberikan label nama sesuai kelompoknya. Berikut pembagian perlakuan setiap kelompoknya:
a. Kelompok Kontrol Normal (KN): Tikus tidak dibuat model sindrom metabolik dan tidak diberi perlakuan ekstrak daun kelor.
kelompok normal akan diberikan pakan pellet BR-2 dan akuades selama 56 hari secara ad libitum.
b. Kelompok Kontrol Negatif (K-): Tikus dibuat model sindrom metabolik namun tidak diberi perlakuan dengan ekstrak daun kelor. Kelompok Kontrol Negatif diberikan pakan lemak tinggi lemak tinggi fruktosa (lemak sapi 1 ml/100 gramBB, kuning telur bebek 1ml/100 gramBB, dan minyak teroksidasi 1ml/100 gramBB) selama 28 hari pertama perlakuan dan injeksi STZ-NA di hari ke 25. Setelah itu pada hari ke-29 sampai hari ke-56 diberikan CMC-Na 0,5% per oral dengan dosis 2 ml 1 kali sehari.
65
Di luar jadwal perlakuan dengan diet tinggi lemak tinggi fruktosa, injeksi STZ-NA, dan ekstrak daun kelor, tikus diberikan pakan standar ad libitum.
c. Kelompok perlakuan pertama (PI): Kelompok perlakuan pertama diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa (lemak sapi 1 ml/100 gramBB, kuning telur bebek 1ml/100 gramBB, dan minyak teroksidasi 1ml/100 gramBB) selama 28 hati dan injeksi STZ-NA pada hari ke-25. Pada hari ke-29 diberikan ekstrak etanolik daun kelor dengan dosis 150mg/kgBB/hari sampai hari ke-56 dalam bentuk suspense CMC-Na ekstrak etanolik daun kelor 0,01 ml/gramBB, dan pemberian pakan standar sejak hari pertama sampai hari ke 56. jadi luar jadwal perlakuan dengan diet tinggi lemak, injeksi STZ-NA, dan ekstrak daun kelor, tikus diberikan pakan standar ad libitum.
d. Kelompok perlakuan kedua (PII): Kelompok perlakuan kedua diberikan pakan tinggi lemak (lemak sapi 1 ml/100 gramBB, kuning telur bebk 1ml/100 gramBB, dan minyak teroksidasi 1ml/100 gramBB) selama 28 hari dan injeksi STZ-NA pada hari ke-25. Pada hari ke-29 diberikan ekstrak etanolik daun kelor dengan dosis 250mg/kgBB/hari sampai hari ke-56 dalam bentuk suspense CMC-Na ekstrak etanolik daun kelor 0,01 ml/gramBB, dan pemberian pakan standar sejak hari pertama sampai hari ke 56. Jadi luar jadwal perlakuan dengan diet tinggi lemak, injeksi STZ-NA, dan ekstrak daun kelor, tikus diberikan pakan standar ad libitum.
e. Kelompok perlakuan ketiga (PIII): Kelompok perlakuan ketiga diberikan pakan tinggi lemak tinggi fruktosa (lemak sapi 1 ml/100 gramBB, kuning telur bebek 1ml/100 gramBB, dan minyak teroksidasi 1ml/100 gramBB) selama 28 hari dan injeksi STZ-NA pada hari ke-25. Pada hari ke-29 diberikan ekstrak etanolik daun kelor dengan dosis 350mg/kgBB/hari sampai hari
66
ke-56 dalam bentuk suspense CMC-Na ekstrak etanolik daun kelor 0,01 ml/gramBB, dan pemberian pakan standar sejak hari pertama sampai hari ke 56. Jadi luar jadwal perlakuan dengan diet tinggi lemak, injeksi STZ-NA, dan ekstrak daun kelor, tikus diberikan pakan standar ad libitum.
6. Tahap terminasi
Pada hari ke-57 tikus akan diterminasi dan dibedah untuk diambil organ testisnya, Tahapan yang dilakukan saat terminasi dan pembedahan adalah sebagai berikut:
a. Teknik anastesi yang dipilih pada penelitian ini adalah Teknik anestesi overdosis dengan menggunakan inhalasi eter. Tikus nantinya akan dimasukkan kedalam toples yang telah diberikan 10- 20 ml eter yang dituangkan pada kapas, kemudian toples akan ditutup rapat selama 2-5 menit sampai tikus sudah tidak bernapas.
Lalu toples akan dibuka kembali dan tikus dikeluarkan.
b. Tikus diletakan di papan paraffin dengan posisi telentang.
Dilakukan kembali pengamatan pada tikus untuk memastikan bahwa denyut jantung dan napas sudah benar-benar berhenti.
Setelah itu dilakukan fiksasi pada keempat ekstremitas menggunakan pin.
c. Pembedahan dilakukan dengan melakukan irisan dari bagian perut sampai batas diafragma menggunakan gunting bengkok.
7. Tahap Fiksasi Organ
Organ testis diambil dan dipisahkan dari organ lain dengan menggunakan gunting lurus, lalu organ testis akan dimasukkan ke dalam pot urin yang sebelumnya telah di isi formalin-phospate buffer saline 10% sampai semua bagian terendam sempurna. Semua pot urine diberikan label nama kelompok untuk memudahkan indentifikasi.
8. Pembuatan preparat histopatologi jaringan testis tikus a. Tahap pemrosesan blok parafin
67
1) Blok parafin dibuat dengan menuangkan parafin cair ke dalam paper boat mould secara perlahan, lalu kaset jaringan di masukan ke parafin dengan menggunakan pinset, tunggu parafin hingga mengeras.
2) Blok parafin dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 µm dan panjang yang dibutuhkan pada jaringan testis.
3) Hasil potongan blok parafin diletakkan di slide poly-L-lysine yang telah diberikan label
4) Praparat akan diinkubasi selama 1 malam di suhu 37oC b. Tahap deparafinisasi dan dehidrasi
1) Sisa parafin akan dihilangkan melalui perendaman preparat yang dilakukan secara berurutan dimulai dari xylol 1 selama 5 menit, xylol II selama 5 menit, xylol III selama 5 menit, dan xylol IV selama 5 menit.
2) Preparat kemudian direndam kedalam alcohol secara berurutan dimulai dari alkohol absolut selama 5 menit, alkohol 95% selama 5 menit, dan alkohol 70% selama 5 menit.
3) Peparat kemudian dicuci dengan akuades selama 5 menit, setelah itu dicuci di air mengalir selama 5 menit, dan dicuci kembali dengan akuades selama 5 menit.
c. Tahap pengecatan immunohistokimia
1) Slides preparat dicuci dengan phosphate buffer saline selama 2 x 5 menit
2) Retrieval antigen dilakukan di microwave oven dengan Tris-EDTA pH 9 dengan suhu 90oC dilakukan selama 3 menit dilanjutkan dengan suhu rendah selama 10 menit 3) Setelah slides dingin, slides dicuci dengan menggunakan
phosphate buffer saline selama 2 x 5 menit
68
4) Slides ditetesi 3 ml hidrogen peroksida (H202) 3% pada 100 ml metanol selama 10 menit sehinga endogenus peroksidase mengalami inaktivasi.
5) Slides dicuci dengan phosphate buffer saline selama 2x 5 menit.
6) Slides ditetesi Blocking Serum Albumin 1 % selama 10 menit kemudian diinkubasi pada humidity chamber vertical selama 1 malam
7) Preparat lalu ditiriskan dan ditetesi antibodi Caspase-7 yang telah dilarutkan kedalam Bovine Serum Albumin 1%
dengan perbandingan 1:100, selanjutnya dilakukan inkubasi dengan suhu selama 18 jam.
8) Setelah diinkubasi, preparat dicuci dengan phosphate buffer saline selama 2 x 5 menit
9) Preparat selanjutnya ditetesi dengan biotin selama 15 menit lalu dicuci dengan phosphate buffer saline selama 2 x 5 menit.
10) Preparat ditetesi dengan streptavidin selama 10 menit lalu dicuci dengan phosphate buffer saline selama 2 x 5 menit.
11) Preparat diberikan enzim peroksidase DAB selama 3-5 menit kemudian preparat dicuci dengan air yang mengalir selama 10 menit.
12) Preparat ditetesi dengan hematoxylin selama 4 menit lalu dicuci dengan air mengalir selama 10 menit
13) Mounting, meletakkan deck glass pada object glass menggunakan entelan.
d. Pengamatan ekspresi Caspase-7 pada jaringan testis tikus
Pengamatan histopatologi sediaan jaringan testis dilakukan secara mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya. Ekspresi Caspase-7 dinilai dengan menghitung jumlah ekspresi Caspase-7 pada sel tubulus seminiferus dalam sembilan lapang pandang jaringan testis tikus dengan
69
menggunakan aplikasi Image Raster dengan perbesaran 400x.
Pengukuran untuk menghitung ekspresi Caspase-7 dilakukan secara semikuantitatif menggunakan Intensity Distribution Score (IDS) dengan menggunakan rumus = (% sel tercat positif kuat x 3) + (% sel tercat positif sedang x 2) + (% sel tercat positif lemah x 1) + (% sel tercat negatif x 0). Nilai maksimal adalah 300. Hasil interpretasi yang digunakan, interpretasi positif kuat apabila berwarna coklat gelap, positif sedang apabila menunjukkan warna coklat samar, positif lemah apabila menunjukan warna coklat sangat samar, dan negatif apabila menunjukkan warna biru pada sitoplasma.
I. Teknik Analisis Data
Data gambaran histopatologi yang didapatkan akan diperiksa distribusi normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk, disebabkan karena jumlah sampel kurang dari 50. Uji statistik yang digunakan adalah one-way ANOVA dikarenakan skala data bersifat numerik lebih dari dua kelompok tidak berpasangan dan dilanjutkan analisis post hoc dengan Honest Significat Difference test apabila distribusi normal, dan jika tidak normal akan digunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis dan dilanjutkan analisis post hoc dengan Mann-Whitney (Dahlan, 2008).