• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 3 PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-1

BAB 3 PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

3.1 Pengembangan Prototipe

Pengembangan prototipe bangunan dilakukan berdasarkan pengamatan akan bangunan eksisting serta sistem struktur yang digunakan. Meski dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar bangunan tahan gempa berkaitan dengan kekuatan, kekakuan, daktilitas, dan integritas struktur, namun prototipe bangunan sebisa mungkin dirancang tanpa mengubah bentuk bangunan eksisting. Tujuannya adalah agar konsep-konsep bangunan yang timbul dari pembahasan Tugas Akhir ini dapat diterapkan tanpa banyak mengubah cara membangun masyarakat setempat.

3.1.1 Aspek Material

Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah kendala finansial yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat pancer, sehingga banyak diantara mereka membangun rumahnya dengan mengambil material dari alam atau membuat sendiri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa material bangunan utama yang paling dapat digunakan dan cukup banyak digunakan adalah bambu. Material lokal ini banyak tersedia di alam dan dapat dibeli dengan murah.

Namun masyarakat pancer menganggap bahwa rumah bambu memiliki kelemahan, yakni dari segi umur layan, kekuatan, dan keamanan selain juga pandangan masyarakat mengenai bambu sebagai material kelas dua. Umur layan dapat diatasi dengan metoda pemanenan dan pengawetan. Masalah estetika akan menjadi prioritas kedua yang dapat dikorbankan jika bangunan yang dirancang memiliki harga murah, serta dapat memenuhi aspek fungsionalitas bangunan.

Pada bangunan eksisting, material dinding banyak menggunakan anyaman bambu.

Jika ingin memperoleh kenyamanan yang dimiliki oleh rumah batu, dinding dapat menggunakan anyaman bambu yang diplester. Ide pemanfaatan bambu plester belakangan mulai diterima oleh masyarakat, namun akan memiliki banyak masalah dalam aplikasinya, terutama berkaitan dengan ikatan antara plester dengan bambu.

Selain itu juga biaya yang diperlukan tentunya lebih tinggi dibandingkan tanpa plesteran.

Dengan material bambu yang ringan sebagai komponen struktur utama, respon bangunan terhadap gempa bumi akan tergantung material atap yang digunakan.

Masyarakat wilayah Pancer banyak menggunakan atap genteng dan seng. Atap genteng lebih berat sehingga respon gempanya lebih besar, sehingga pemilihan jenis material penutup atap sebaiknya perlu dipertimbangkan.

(2)

Dalam perencanaan, perlu diperhatikan kemampuan bambu dalam menahan beban sehubungan dengan orientasi serat bambu. Serat bambu tersusun searah sumbu batang, sehingga bambu menjadi kuat menahan tarik dan tekan searah sumbu batang, namun sangat lemah jika mengalami tekan atau tarik arah tegak lurus sumbu batang (penampang terjepit). Gambar 3.1 menunjukkan perilaku kegagalan batang bambu akibat tekanan dari arah tegak lurus serat. Tekan seperti ini dapat terjadi misalnya pada pertemuan antara balok dan kolom pada portal seperti Gambar 3.2

Gambar 3.1 Kegagalan akibat tekan tegak lurus serat

3.1.2 Sistem Struktur

Desain sistem struktur bangunan menekankan pada aspek kontinuitas aliran beban.

Kontinuitas berarti beban dapat mengalir secara sempurna dari sumber beban hingga ke tanah. Kontinuitas pada sistem struktur timbul dari kekuatan dan integritas struktur bangunan. Kekuatan struktur lahir dari kekuatan komponen rangka struktur bangunan, sementara integritas lahir dari pembentukan sistem sambungan yang baik, dan ikatan antara komponen struktural dan non-struktural bangunan. Kontinuitas aliran beban akan terganggu bila kekuatan elemen struktur kurang sehingga aliran beban terputus pada elemen struktur, atau karena sambungan kurang kuat atau ada kesalahan dalam desain sehingga gagal mentransfer beban dari satu elemen ke elemen struktur yang lain.

Aspek lain yang juga menjadi prinsip pembentukan sistem struktur adalah masalah daktilitas bangunan. Struktur yang daktail adalah struktur yang mampu mengalami deformasi yang relatif besar sebelum runtuh. Penggunaan material bambu dengan penempatan orientasi elemen bangunan (balok dan kolom) secara tepat dapat menjamin hal ini, karena material bambu bersifat getas jika ditekan dari arah tegak lurus serat material (penampang terjepit) dan bersifat daktail jika gaya yang terjadi searah serat material (penampang tertarik/tekan).

(3)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-3 Faktor lain adalah mengenai kekakuan bangunan. Aspek kekakuan mensyaratkan deformasi yang terjadi pada bangunan harus relatif kecil untuk menghindari kerusakan sistem sambungan dan kerusakan pada komponen non struktural. Cara memberikan kekakuan dalam Tugas Akhir ini adalah dengan memberikan bresing yang dapat membantu menahan gaya lateral dan memperpendek panjang tekuk bebas elemen struktur.

Pemilihan bentuk sistem struktur bangunan akan tampak pada model Gambar 3.3 Bentuk tersebut dipilih karena merupakan bentuk yang paling umum di kalangan masyarakat. Pemberian bresing pada atap dan kaki bangunan bertujuan untuk memberi kekakuan pada struktur untuk membatasi deformasi bangunan.

3.1.3 Sambungan

Sambungan adalah titik pertemuan satu elemen struktur dengan elemen struktur yang lain. Kegagalan struktur pada sambungan dapat berakibat fatal yakni runtuhnya beberapa komponen struktur secara bersamaan pada titik sambungan tersebut yang dapat mengakibatkan keruntuhan keruntuhan struktur secara keseluruhan.

Pada bangunan eksisting, maupun pada bangunan bambu pada umumnya, sambungan menggunakan ikatan dengan tali rotan atau ijuk yang seringkali diperkuat dengan pasak atau paku dalam pemasangannya. Sambungan seperti ini, meski mungkin kuat menahan geser hingga batas tertentu, namun kekuatannya tidak dapat diukur dan sangat tergantung keahlian orang yang membuat ikatan. Konsep pengembangan prototipe bangunan dari segi sistem sambungan adalah dengan menggunakan sambungan jenis ini untuk sambungan yang perlu menahan posisi saja, dan menggunakan batang bambu tambahan serta baut untuk jenis-jenis sambungan yang menahan geser. Gambar 3.2 memberikan deskripsi mengenai jenis- jenis sambungan untuk mempertahankan kontinuitas aliran gaya yang menjadi konsep dalam pengembangan prototipe bangunan.

Gambar 3.2a menunjukkan bahwa ada sambungan yang menahan geser sehingga perlu di desain dengan memperhitungkan kekuatan dan jumlah alat sambung seperti baut. Selain itu juga ada sambungan yang hanya menahan posisi komponen struktur karena kekuatan sambungan tersebut hanya bergantung pada kekuatan material atau karena sambungan tersebut hanya berfungsi menyatukan elemen struktur untuk mempertahankan arah aliran gaya.

(4)

Gambar 3.2a Konsep sambungan pada portal bidang

Gambar 3.2b Foto sambungan pada portal

Pada Gambar 3.2b ditunjukkan tiga alat sambung yang digunakan, yakni tali, baut, dan batang bambu yang dikombinasikan agar sambungan dapat mengalirkan beban dengan baik. Keterangan jenis sambungan yang digunakan pada Gambar 3.2b yakni:

(5)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-5 x Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali

Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk

menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak

signifikan untuk diperhitungkan.

x Sambungan 2: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut Pada sambungan jenis ini, baut dan tali hanya berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap terjaga.

Pada Gambar 3.2b, terjadi gaya simetris yang menekan batang balok tambahan sehingga gaya geser yang terjadi sepenuhnya ditahan oleh kuat tekan batang bambu tambahan. Tali berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang agar tidak selip sehingga arah aliran gaya tetap terjaga dan dapat diantisipasi dengan baut dan batang bambu tambahan.

x Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut.

Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya dapat dipertahankan.

Ketiga alat sambung dengan dengan konfigurasi di atas dapat dipergunakan di seluruh struktur dengan memperhatikan arah aliran gaya yang terjadi.

3.1.4 Aspek Arsitektur Bangunan

Dalam tugas akhir ini, aspek arsitektur bangunan berarti memberikan ruang yang cukup untuk memfasilitasi fungsi bangunan. Pada gambar 3.3, antisipasi keperluan arsitektur diberikan dengan memberikan ruang bebas di tengah bangunan yang dapat digunakan untuk fungsi rumah tinggal maupun pasar.

3.2 Permodelan Struktur Bangunan

Permodelan dalam Tugas Akhir ini melingkupi permodelan kerangka struktural bangunan. Permodelan dilakukan dengan menggunakan program SAP dengan memodelkan komponen bangunan yang berfungsi sebagai komponen struktural sebagai frame dan komponen non-struktural sebagai beban mati.

Pemodelan struktur pada tugas akhir ini adalah struktur bangunan tiga dimensi dengan tipe portal terbuka tanpa dinding. Rangka atap juga dimodelkan bersama

(6)

kerangka struktur, yakni karena atap bangunan menyambung pada kolom dengan sempurna, tidak diletakkan begitu saja.

Pondasi menggunakan umpak beton sehingga akan dimodelkan sebagai perletakan sendi. Sambungan dimodelkan sebagai sambungan kaku, dan dalam penerapannya akan didesain sebagai sambungan kaku, dalam arti sambungan ini ikut berkontribusi dalam mengalirkan beban sebagai bagian dari rangka struktur bangunan.

Beban gempa selalu diperhitungkan memiliki besar 100% pada arah x dan 30 % pada arah y, serta sebaliknya. Karena itu pemodelan dilakukan 3 dimensi, seperti pada Gambar 3.3.

1,5 m1 m2,5 m

a) Tampak depan

b) Tampak Samping

Gambar 3.3 Model struktur bangunan

(7)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-7 c) Tampak 3D

Gambar 3.3 Model struktur bangunan (lanjutan)

3.3. Pembebanan

Konsep pembebanan yang direncanakan dalam perencanaan struktur diambil berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SKBI- 1.3.53.1987. Beban-beban yang direncanakan adalah beban mati (dead load), beban mati tambahan (super imposed dead load), beban hidup (live load), dan beban gempa (earthquake load). Perincian beban-beban tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Beban Mati (Dead Load)

Beban mati yaitu berat dari seluruh bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap. Beban mati yang diperhitungkan adalah berat sendiri dari masing-masing elemen struktur seperti balok, kuda-kuda, dan kolom. Berat sendiri pada desain bangunan sederhana ini berasal dari berat sendiri material bambu jenis bambu tali untuk digunakan dalam pemodelan dengan Ȗbambu = 700 kg/m3.

(8)

2. Beban Mati Tambahan (Super Imposed Dead Load)

Beban mati tambahan (super imposed dead load) yaitu berat mati tambahan yang muncul akibat beban-beban mati yang bukan merupakan elemen struktural. Beban mati tambahan yang digunakan pada struktur antara lain beban atap berupa penutup atap berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap sebesar 50 kg/m2

3. Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup adalah beban yang berasal dari orang maupun barang yang dapat berpindah, atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap dalam struktur yang dapat diganti selama masa hidup dari struktur tersebut. Pada struktur ini, beban hidup tidak dimodelkan karena penempatan beban hidup pada ruang bebas tidak membebani struktur.

4. Beban Gempa (Earthquake Load)

Beban gempa adalah semua beban pada struktur atau bagian struktur yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, struktur ini direncanakan terhadap gempa kuat pada wilayah gempa 5 di menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003), dan perencanaan dilakukan dengan perhitungan respons spektra.

Parameter tanah yang digunakan adalah jenis tanah yang diambil pada titik pengambilan di sekitar area Pancer. Tabel 3.1 menunjukkan data-data hasil uji karakteristik tanah beserta klasifikasinya.

Tabel 3.1 Hasil Uji Parameter Tanah di beberapa titik kajian

No Titik Point Sudut Geser (PSI) Jenis tanah Korelasi N-SPT Klasifikasi SNI

1 Pulau Merah 36,68° 0,071 kg/cm² Pasir 31 Sedang

2 TPI 38,41° 0 kg/cm² Pasir 35 Sedang

3 Portal 31,53° 0,116 kg/cm² Pasir 13 Lunak

4 Haliman 7,742 kg/cm² 1585,68 psf Lempung 6,5 Lunak Kohesi

Melihat Tabel 3.1 maka untuk melakukan pemodelan secara konservatif maka dipilih jenis tanah lunak untuk zona 5 gempa berdasarkan SNI 03-1726-2003.

5. Beban Hujan

Untuk bangunan sederhana (contoh : rumah tinggal) bekerja beban hujan yang bekerja pada atap bangunan. Beban hujan terbagi rata per m2 bidang datar

(9)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-9 berasal dari beban air hujan sebesar (40-0.8Į) kg/m2, dimana Į adalah sudut kemiringan atap. Atap pada prototipe memiliki kemiringan Į = 26° , sehingga qH = 19.2 kg/m2 diambil qH = 20 kg/m2

Rekapitulasi pembebanan struktur yang digunakan dalam perencanaan struktur dapat dilihat dari Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Rekapitulasi Pembebanan No Jenis Beban Simbol

Besar

Beban Keterangan

1 Beban Mati D 700 kg/m³ Berat Material Bambu tali 2

Beban Mati

Tambahan SI

1,566 kg Gording Berat Terpusat pada Joint 50 kg/m² Genteng beserta kasaunya

3 Beban Hidup L 0 Beban langsung menerus ketanah 4 Beban Hujan H 20 kg/m² Atap dengan sudut 26°

5 Beban Gempa E Zona Gempa 5 jenis tanah lunak 3.3.1 Modelisasi Beban Gempa

Pembebanan gempa dilakukan dengan metoda respons spektra dengan menggunakan respons spektra gempa zona 5 untuk jenis tanah lunak seperti Gambar 3.4. Faktor- faktor yang digunakan adalah:

Faktor redaman, R = 1.6 (struktur elastis)

Faktor keutamaan struktur = 1 (bangunan rumah sederhana)

Gambar 3.4 Respon spektra gempa zona 5 untuk tanah lunak

(10)

Respon spektra ini akan digunakan sebagai input untuk memodelkan beban gempa pada analisa struktur.

3.3.2 Kombinasi Pembebanan

Pada perencanaan struktur, beban-beban yang ada harus dikombinasikan dengan faktor-faktor tertentu sehingga akan menghasilkan beban ultimate sebagai dasar perencanaan untuk kekuatan bangunan. Kombinasi beban rencana yang digunakan dalam perencanaan struktur sesuai dengan spesifikasi pada Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, ASCE 7-95. Kombinasi pembebanan yang diterapkan pada analisis struktur untuk mengetahui kekuatan struktural bangunan adalah sebagai berikut :

1. 1.4 D

2. 1.2 D + 1.6 L + 0.5 H 3. 1.2 D + 1.6 H + 0.5 L 4. 1.2 D + 0.5 L + Ex + 0.3Ey 5. 1.2 D + 0.5 L + Ey + 0.3Ex 6. 0.9D + 1.0 (Ex + 0.3Ey) 7. 0.9D + 1.0 (Ey + 0.3Ex)

Menurut IBC 2003 pasal 1804.1 mengenai perhitungan daya dukung tanah dan pasal 1805.4.1.1 mengenai desain pondasi, spesifikasi kombinasi beban yang digunakan untuk perhitungan daya dukung tanah dan desain pondasi harus berdasarkan pasal 1605.3, yakni:

1. 1.0D + 1.0 L

2. 1.0D + 1.0L + 1.0 H

3. 1.0D + 1.0L + (Ey + 0.3Ex)/1.4 4. 1.0D + 1.0L + (Ex + 0.3Ey)/1.4 5. 0.9D + (Ey + 0.3Ex)/1.4 6. 0.9D + (Ex + 0.3Ey)/1.4

3.4 Preliminary Design

Pada tahap Preliminary Design akan ditentukan dimensi awal dari komponen- komponen bangunan sebagai acuan untuk melakukan analisa struktur. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan referensi dari Heinz Frick yang berjudul Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Gambar 3.5 menunjukkan bagian struktur yang merupakan dasar untuk melakukan preliminary desain.

(11)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-11

6 m 1.12 m

1.12 m 1.12 m

0.5 m

3 m

Gambar 3.5 Dimensi Struktur untuk Desain

3.4.1 Desain Komponen Batang Lentur

Dalam struktur yang didesain yang tergolong dalam komponen batang lentur di sini adalah bagian gording dan balok Penentuan ukuran gording berdasarkan lebar bentang dan muatan sesuai dengan Tabel 3.3

Tabel 3.3 Penentuan Profil Balok atau Gording sebagai Balok Tunggal

Pada konstruksi atap bambu pada model, dengan jarak antar gording = 1.12 m, kemiringan 26o dan jarak kuda-kuda 3 m (lihat Gambar 3.5).

(12)

Beban-beban yang diperhitungkan dan bekerja pada komponen struktur ini adalah:

ƒ Beban mati tambahan berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap sebesar 0.5 kN/m2

ƒ Beban hidup (hujan) : 0.20 KN/m2

ƒ Total = 0.70 KN/m2

Lebar bentang gording = jarak kuda-kuda = l = 3m

Beban per meter gording = 1.12 m x 0.70 KN/m2 = 0.784 KN/m

Meski Tabel 3.3 tidak memuat kapasitas yang diinginkan, namun untuk desain awal akan digunakan dimensi 100/10 mm.

3.4.2 Kasau Bambu

Kasau bambu yang lazim digunakandapat dibuat dari bambu utuh seperti atau digunakan dua bilah bambu seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Bentuk kasau yang biasanya digunakan dalam bangunan konstruksi bambu

Untuk menentukan ukuran kasau yang digunakan, dapat menggunakan berdasarkan Tabel 3.3 untuk jenis kasau dengan bambu utuh, sedangkan untuk kasau yang berbentuk dua bilah bambu yang diikat digunakan Tabel 3.4 untuk menentukan ukuran kasau tersebut.

(13)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-13 Tabel 3.4 Penentuan ukuran kasau dengan 2 bilah bambu

Perhitungan preliminary design dilakukan sebagai berikut:

Jarak antar bantalan dengan bubungan: 3.36 m Beban: 0.70 KN/m2

Jarak antar kasau: 0.30 m

Beban per meter kasau adalah: 0.70 x 0.30 = 0.21 KN/m

Karena beban per meter kasau terlalu besar untuk menggunakan Tabel 3.4 Maka digunakan Tabel 3.3, sehingga bambu yang digunakan adalah bambu utuh ukuran 80/7 mm

3.4.3 Kolom Bambu

Perhitungan pengaruh gaya tekan pada kolom harus memperhatikan panjang tekuk Euler akibat penjepitan pada ujung-ujung kolom. Kondisi tekuk menurut Euler dapat dilihat seperti pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Pengaruh tekuk Euler

Panjang tekuk Euler dengan perhitungan sesuai Gambar 3.7 akan digunakan sebagai acuan untuk menggunakan Tabel 3.4 dalam menentukan dimensi kolom

(14)

Perhitungan awal untuk kolom dilakukan berdasarkan Tabel 3.4 sebagai berikut:

Beban pada tiang: 3m x 3m x 0.7 KN/m2 = 6.3 KN Panjang tekuk euler = 3 m

Dari Tabel 3.5 dapat digunakan bambu ukuran 100/7 mm. Untuk desain pada pemodelan akan digunakan penampang 100/10

Tabel 3.5 Penentuan ukuran kolom dengan batasan kekuatan muatan tekuk

3.4.4 Kuda-Kuda Bambu dan Ikatan Angin

Kuda-kuda bambu dan ikatan angin didesain sebagai sebuah sistem rangka batang.

Dimensi elemen batang tekan ditentukan berdasarkan Tabel 3.5 dengan memperhitungkan panjang tekuk euler. Dimensi elemen batang tarik ditentukan dengan rumus (3 – 2)

A

tn !Tu (3- 1)

tn = kuat tarik bambu (MPa) Tu = gaya dalam batang tarik (N) A = Luas Penampang bambu (mm)

Untuk desain awal, kuda-kuda atap menggunakan bambu 100/10 mm, sedang ikatan angin menggunakan bambu 80/10 mm.

3.5. Analisis Struktur

Analisa struktur dilakukan menggunakan perangkat lunak SAP 2000.9. Model struktur dibuat seperti Gambar 3.3 dan penampang masing-masing jenis komponen

(15)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-15 struktur dimodelkan berdasarkan preliminary desain pada sub-bab 3.4. Gaya-gaya yang dikenakan pada struktur tercantum pada Tabel 3.2. Setelah program di-run dan gaya dalam untuk masing-masing komponen struktur disortir berdasarkan nilai maksimal dan minimal, dapat disusun Tabel 3.6 yang menjadi dasar untuk desain masing-masing komponen bangunan.

Tabel 3.6 Hasil analisa struktur Balok

Panjang P V2 V3 T M2 M3

Max 3 2.82 0.1 0.007 0.02 0.011 0.1

Min 3 0.014 -0.1 -0.007 -0.02 -0.011 -0.11

Kolom

Panjang P V2 V3 T M2 M3

max 3 2.1 0.68 0.2 0.011 0.23 0.49

min 0.5 -8.8 -0.31 -0.2 -0.014 -0.23 -0.49

Bresing

Panjang P V2 V3 T M2 M3

max 3.354102 9.43 1.2 0.14 0.04 0.17 0.42

min 0.5 -5.82 -1.2 -0.15 -0.04 -0.15 -0.42

Kuda-kuda

Panjang P V2 V3 T M2 M3

max 3.354102 12.2 1.23 0.07 0.04 0.054 0.713

Min 0.5 -11.9 -1.23 -0.07 -0.04 -0.056 -0. 43

*) Hasil dalam KN dan m, nilai (-) pada P menyatakan tekan.

Tabel 3.7 menunjukkan gaya reaksi tumpuan struktur yang akan digunakan untuk desain pondasi.

Tabel 3.7 Gaya reaksi tumpuan U1 U2 U3

KN KN KN

Max 0.186 0.26 7.06

Min -0.186 -0.26 2.84

3.6 Pengujian Properti Mekanika Bambu

Untuk menentukan batasan dalam mendesain, dilakukan suatu pengujian material bambu untuk mendapatkan parameter karakteristik material. Nilai yang didapat dari pengujian ini akan berguna saat melakukan desain penampang. Pengujian tersebut dilaksanakan pada Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil ITB, dimana

(16)

pengujiannya meliputi uji tarik dan uji tekan seperti tergambar pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9.

Gambar 3.8 Uji Tarik Penampang Bambu dengan buku-buku

Gambar 3.9 Uji Tekan Penampang Bambu dengan buku-buku

Uji tarik dan tekan dilakukan berdasarkan standar ASTM untuk pengujian batang kayu. Hasil dari pengujian Tekan dan Tarik penampang bambu ini dipergunakan untuk memperhitungkan desain penampang.

Untuk menegtahui modulus elastisitas penampang bambu, diambil dari hasil uji tarik. Berikut adalah prosedur perhitungan modulus elastisitas (E).

gangan Tegangan E Re

ho H

Luas Beban

E /

/ ' Keterangan :

ǻH = perubahan panjang ho = panjang awal

(17)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-17 Contoh perhitungan modulus elastisitas untuk bambu dengan buku-buku :

tebal 6,7 mm lebar 25 mm A 167,5 mm2 panjang awal 100 mm

nt4 Beban Perpanjangan

Tegangan

(Mpa) Regangan

0 0 0,00 0

0,3 0,8 17,91 0,008

0,3 1 17,91 0,01

0,4 1,6 23,88 0,016

0,5 2 29,85 0,02

0,9 3 53,73 0,03

1,6 4 95,52 0,04

2 4,3 119,40 0,043

2,6 5 155,22 0,05

3 5,3 179,10 0,053

3,6 5,8 214,93 0,058

Gambar 3.10 Grafik Tegangan Vs Regangan salah satu spesimen uji tarik bambu

Modulus elastistas yang dihasilkan dari grafik diatas adalah berupa gradien garis regresi liner dari grafik tersebut. Besar Modulus Elastistas yang didapat adalah 3577 MPa. Namun rata-rata nilai Modulus Elastisitas untuk seluruh spesimen Uji tarik adalah sebesar 3300 MPa untuk tanpa buku-buku dan dengan buku-buku spesimen bambu.

(18)

Pada Tabel 3.8 menunjukan hasil pengujian tekan dan tarik, namun beberapa properti mekanika bambu yang lainnya didaptakan dari referensi mengenai properti mekanika bambu. Perlu diketahui bahwa nilai yang akan digunakan dalam desain adalah nilai terendah untuk karakteristik yang sama.

Tabel 3.8 Properti Mekanika Material Bambu

Properti Mekanika Bambu Dengan buku Tanpa buku

Kuat tekan 45 Mpa 32 Mpa

Kuat tarik 180 Mpa 220 Mpa

Modulus Elastisitas 3300 Mpa -

Modulus Geser* 18 Mpa 16 Mpa

Modulus Lentur* 19 Mpa -

* Diambil dari Konstruksi Bangunan Bambu, Heinz Frick

3.7 Desain Struktur Bangunan

Desain struktur bangunan dilakukan berdasarkan gaya dalam masing-masing komponen struktur pada Tabel 3.5. Desain struktur bangunan ini meliputi:

ƒ Desain gording dan balok

ƒ Desain kasau

ƒ Desain kolom

ƒ Desain rangka batang kuda-kuda.

ƒ Desain Sambungan

3.7.1 Desain Penampang

Berikut merupakan konsep dalam melakukan desain penampang bambu. Konsep dibawah ini akan digunakan untuk mendesain komponen struktur utama (balok, kolom, kuda-kuda) dan komponen struktur pendukung (gording, kasau).

3.7.1.1 Desain Terhadap Momen Lentur

Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,

max lt

W M

V (3- 2)

dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang.

Nilai momen statis masing-masing penampang dapat dilihat pada Tabel 3.9.

(19)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-19 Tabel 3.9 Nilai momen statis penampang

D (ø) b A J W i V

mm mm mm2 mm4 mm3 mm m3/m

x 103 x 103 x 103

50 4 0,578 154 6,0 16,3 0,0006

5 0,707 181 7,2 16,0 0,0007

6 0,829 204 8,0 15,7 0,0008

60 5 0,864 329 11,0 19,5 0,0008

6 1,017 376 12,7 19,2 0,0010

7 1,166 416 14,0 18,9 0,0012

70 5 1,021 542 1,4 23,0 0,0010

6 1,206 623 17,7 22,7 0,0012

7 1,385 696 20,0 22,4 0,0014

8 1,558 761 21,7 22,1 0,0016

80 6 1,395 961 24,0 26,2 0,0014

7 1,605 1079 27,0 25,9 0,0016

8 1,810 1187 29,7 25,6 0,0018

9 2,007 1285 32,2 25,3 0,0020

90 7 1,825 1583 35,1 29,5 0,0018

8 2,061 1749 38,9 29,1 0,0021

9 2,290 1901 42,2 28,8 0,0023

10 2,513 2042 45,3 28,5 0,0025

100 7 2,045 2224 44,4 33,0 0,0020

8 2,312 2465 49,2 32,7 0,0023

9 2,573 2689 53,8 32,3 0,0026

10 2,827 2898 58,0 32,0 0,0028

3.7.1.2 Desain Terhadap Geser

Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, A Vu

v (3- 3)

dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang.

3.7.1.3 Desain Terhadap Tarik

Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, A Tu

t (3- 4)

dimana t adalah kapasitas tarik penampang.

3.7.1.4 Desain Terhadap Tekan

Desain komponen tekan harus memperhitungkan adanya tekuk akibat kelangsingan batang, sehingga perhitungan dilakukan sebagai berikut:

(20)

Cek kelangsingan komponen tekan dengan:

1 k

c

L fy r E

O S (3- 5)

Selanjutnya, dicari nilai faktor reduksi kekuatan akibat kelangsingan komponen tekan Ȧ untuk berbagai nilai Ȝc sebagai berikut:

ƒ untukȜc ” 0.25, maka Ȧ = 1

ƒ untuk 0.25 < Ȝc < 1.2, maka 1.43 1.6 0.67 c

Z  O (3- 6)

ƒ Ȝc • 1.2, maka Ȧ = 1.25Ȝc2

(3- 7) Nilai kuat tekan penampang dihitung sebagai berikut:

Nn = Ag fcr = Ag fy

Z (3- 8)

Dimana Ag = luas penampang fy = tegangan leleh (tekan)

Dengan menggunakan langkah perhitungan seperti diatas, dan dengan menggunakan data gaya dalam pada Tabel 3.5, maka masing-masing komponen bangunan menggunakan penampang:

ƒ Gording: 100/10

ƒ Balok: 100/10

ƒ Kasau: 80/70

ƒ Kolom: 100/10

ƒ Kuda-kuda atap dan bresing: 100/10

3.7.2 Desain Sambungan

Untuk desain rumah sederhana ini, tipikal sambungan yang digunakan tergambar pada Gambar 3.11. Sambungan dibuat dengan baut dengan terlebih dulu membor lubang baut dan seluruh tipe sambungan baut adalah tipe tumpu sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya. Gambar 3.11.a. menunjukkan bentuk dasar sambungan (Morisco, 2002) yang akan menjelaskan konsep sambungan tumpu yang digunakan pada struktur seperti tergambar pada Gambar 3.11.b.

(21)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-21 Gambar 3.11 Beberapa tipe sambungan

a. Pada sambungan antar batang

b. Pada ujung kuda-kuda dan siku portal

Sambungan pada bambu merupakan tipe sambungan tumpu, dimana kekuatan sambungan bergantung pada kekuatan baut Untuk tipe sambungan seperti Gambar 3.11, ada 4 tipe kegagalan yang mungkin terjadi dan harus diperiksa:

ƒ Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut dengan bambu serta pengisinya (jika ada).

ƒ Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul antara baut dan pelat buhul.

ƒ Kegagalan Tipe III terjadi jika tegangan baut melampaui batas.

ƒ Kegagalan Tipe IV, yakni jika tegangan geser baut melampaui kekuatan.

Sambungan a, untuk menyambung 2 batang bambu secara segaris. Misalnya pada sambungan balok arah memanjang. Gaya yang ditahan adalah gaya tarik.

Gambar 3.12 Sambungan a

Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut dengan bambu serta pengisinya. Dalam hal ini kekuatan dapat diperoleh dari persamaan:

(22)

P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + 2 t1 d2 fb (3- 9) Dengan fc adalah kuat tekan beton

fb adalah kuat tarik bambu

Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul antara baut dan pelat buhul. Kekuatan sambungan tipe ini P2 dapat dihitung dengan persamaan:

P2 = 2 t2 d2fs (3- 10) Dengan fs adalah tegangan leleh pelat

Kegagalan sambungan dapat juga terjadi jika tegangan baut melampaui batas.

Kegagalan ini disebut kegagalan Tipe III. Dengan memperhitungkan baut memperoleh beban merata tegak lurus akibat reaksi pengisi dan bambu terhadap gaya sebesar P3 searah sumbu bambu, serta dengan asumsi baut dalam kondisi plastis dengan kedua ujungnya terjepit sempurna, maka momen plastis baut Mp:

3 1

16

Mp P d (3- 11)

Jika modulus plastis tampang baut adalah Z, maka sesuai dengan bentuk tampang lingkaran baut:

3 2

6

Z d (3- 12)

Mp = Z fy (3- 13)

Sehingga kekuatan sambungan P3 dapat dinyatakan dengan persamaan:

3 2 3

1

8 3 P d fy

d (3- 14)

Dimana fy adalah tegangan leleh baut

Kegagalan baut yang lain disebabkan oleh tegangan geser baut yang melampaui kekuatan, sehingga terjadi 2 bidang geser pada baut dan disebut sebagai kegagalan Tipe IV. Kekuatan sambungan P4 dihitung dengan:

P4 = (2) (0,25) (S) d22 fv (3- 15) Dengan fv adalah kuat geser baut

Sambungan b. memiliki sifat yang sama dengan sambungan a, hanya saja sambungan b memiliki 1 bidang geser, dan gaya yang ditahan adalah gaya geser yang mungkin terjadi pada sambungan. Kekuatan sambungan diperhitungkan sebagai berikut:

(23)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-23 P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + t1 d2 fb (3- 16) Dengan fc adalah kuat tekan beton, tanpa pengisi fc = 0

fb adalah kuat tarik bambu

P2 = t2 d2 fs (3- 17)

Dengan fs adalah kuat tarik batang bambu tambahan P4 = (0,25) (S) d22

fv (3- 18)

Dengan fv adalah kuat geser baut

Pada sambungan b tidak terjadi momen plastis seperti diperhitungkan pada sambungan a, sehingga perhitungan P3 diabaikan. Kekuatan sambungan adalah yang terkecil antara P1, P2, dan P4

Tipe sambungan lainnya adalah sambungan yang hanya mempertahankan posisi batang tekan, sehingga cukup diikat dengan ijuk/rotan, atau dapat dibaut. Untuk tipe sambungan ini, tidak diperlukan suatu perhitungan yang khusus.

Dengan memperhitungkan kekuatan baut, serta tipe kegagalan yang mungkin terjadi, maka didapat kuat 1 baut ditentukan oleh (3-17) dengan nilai 14.9 KN untuk tipe sambungan b yang digunakan dalam perhitungan desain sambungan. Angka ini akan dijadikan sebagai acuan untuk mendesain detail sambungan yang menahan geser.

3.8 Desain Pondasi

Dalam mendirikan suatu struktur bangunan pondasi sangatlah berperan penting.

Pondasi berguna untuk menyalurkan gaya atau beban dari bangunan diatas permukaan tanah menuju ke tanah, dengan mempertimbangkan keadaan tanah yang ditempatinya.

Pondasi di desain untuk mampu menahan gaya yang terjadi akibat gaya dalam yang dihasilkan dari bangunan itu sendiri dan kemampuan tanah yang ditempatinya.

Berikut adalah perhitungan pondasi setempat untuk menghadapi gaya dalam akibat beban layan yang bekerja pada bangunan yang didesain. Dipilihnya pondasi setempat yang terbuat dari batu kali karena besar beban yang dihasilkan oleh dinding panel bambu cukup kecil, maka beban dari dinding tersebut dapat di alirkan degan menggunakan sloof bambu saja. Untuk Jenis tanah diambil dari sampel tanah uji di point Haliman pada daerah kajian.

Dari Tabel 3.7 nilai gaya dalam joint kolom terhadap perletakan. Dari nilai tersebut akan didesain kebutuhan pondasi.

(24)

Diketahui :

Berat jenis batu kali 2200 kg/m3

Cu = 7,742 kN/m2 (kohesi tanah) Ɏ = 8º (sudut geser tanah) Ȗ = 19 kN/m3 (berat jenis tanah) Ditanya

i) Gaya tahanan pada pondasi

x Tegangan vertikal efektif tanah pada kedalam D

Karena tanah tidak berada pada permukaan air tanah maka nilai : Ȗwater = 0 kN/m3

x Perhitungan bearing Capacity stress denganmempertimbangkan eksentrisitas

Keterangan :

P = gaya dalam aksial (U3) Wf = berat pondasi

B = Lebar pondasi L = Panjang pondasi

x Berdasarkan parameter dtanah diatas maka dapat diperoleh koefisien Terzaghi berikut ini (Tabel 3.9) :

Nc = 8,6

Nq = 2,2 NȖ = 0,7

Ȗ’ = Ȗsat – Ȗwater

Besar qult untuk pondasi kotak berdasarkan Terzaghi

qult= 1,3.Cu.Nc + ı’ZD. Nq + 0,4. Ȗ’.B.NȖ (3-21)

asumsi FS = 3

¸¹

¨ ·

©

§ FS

qall qult (3-22)

x Maka besar nilai dukung, qall, haruslah lebih besar dari gaya yang terjadi pada gaya yang terjadi pondasi (qall>qmax)

Jsat 16 kN˜ ˜m3

V'zD ª¬

JsatJwater

˜Dº¼ (3-19)

qmax

PWf B L˜

§¨

©

·¸

¹

§¨

©

·¸

¹˜



(3-20)

(25)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-25 x Memeriksa terhadap gaya geser ada footing :

¸¹

¨ ·

©

§  45 2 tan2 I

Kp (3-23)

x Gaya pasif yang bekerja pada footing :

2

' Kp D L Fp V ZDu u u

(3-24) x Koefisien Friksi :

) 7 , 0 tan( I

P u (3-25)

x Equivalent passive fluid density :

»¼º

«¬ª   

45 2 ( tan 2) 45 (

tan2 I 2 I

J

Oa (3-26)

x Kapasitas geser pada dasar footing

>

[(P Wf) ] (0,5 a B D2) (cu B L)

@

Vf  uP  uO u u  u u (3-27)

x Safety factor untuk sliding > 1,5 FH

SF Vf (3-28)

(26)

Tabel 3.10 Faktor Daya Dukung Tanah

*) sumber dari Foundation Design P. Coduto

(27)

Laporan Tugas Akhir

Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-27 Gambar 3.13 Potongan Melintang Pondasi Batu Kali

3.9 Analisa Harga Bangunan

Penenentuan harga bangunan pada bab ini berdasarkan nilai harga satuan untuk daerah Jawa Timur pada tahun 2006 yang telah ditetapkan dalam nilai harga satuan untuk Departemen Pekerjaan Umum.

Tabel 3.11 menunjukkan perhitungan yang kasar dalam menentukan nilai harga suatu bangunan bambu. Dengan ukuran denah bangunan utama 6 m x 9 m. ukuran total bangunan 8,5 m x 9 m. Material komponen struktur terbuat dari bambu yang di plester dan material dinding terbuat dari anyaman bambu yang di plester.

Perhitungan seperti pada Tabel 3.11 merupakan perhitungan barang baku utama yang digunakan pada rumah yang mayoritas menggunakan bambu sebagai bahan utamanya. Hasil perhitungan yang ditampilkan merupakan perhitungan yang sanagt sederhana tidak termasuk dengan biaya upah mendirikan bangunan.

(28)

Tabel 3.11 Perhitungan harga bangunan

Jenis Bagian&Bahan Satuan Harga Volume Total 1 Kuda-kuda

Baut-baut buah 2.600 8 20.800

Tali ijuk ikat 2.000 7 14.000

Bambu bilah 7.000 29,64984 207.549

Mortar

2 Ikatan kuda-kuda

baut-baut buah 2.600 4 10.400

tali ijuk ikat 2.000 2 4.000

bambu bilah 7.000 2,515576 17.609

3 Reng Kasau

bambu bilah 7.000 14,56231 101.936

tali ijuk ikat 2.000 25 50.000

paku kecil kg 8.000 2 16.000

4 Kolom

baut buah 2.600 10 26.000

bambu bilah 7.000 7 49.000

mortar bagian 4.500 16 72.000

plesteran 10mm kolom m2 9.181 8,96 82.262

5 Balok

baut buah 2.600 24 62.400

mortar bagian 4.500 8 36.000

bambu bilah 7.000 8,1 56.700

plesteran balok m2 9.181 4,8 44.069

6 Diagfragma

baut buah 2.600 32 83.200

bambu bilah 7.000 7,589466 53.126

tali ijuk ikat 2.000 10 20.000

mortar bagian 4.500 32 144.000

7 Panel dinding bambu

Plesteran Dinding 6mm 9.181 210 1.928.010

anyaman bambu m2 10.000 105 1.050.000

bambu kecil m 3.500 136 476.000

8 Pondasi

Aanstamping batu kali m3 51.480 2,704 139.202 Pasangan Batu Kali m3 131.301 5,146667 675.762

9 Penutup Atap

Atap Genteng Biasa m2 22.712 63 1.430.856

TOTAL Rp6.870.881

Gambar

Gambar 3.1 Kegagalan akibat tekan tegak lurus serat
Gambar 3.2a Konsep sambungan pada portal bidang
Gambar 3.3 Model struktur bangunan
Gambar 3.3 Model struktur bangunan (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan pelarut pada saat ekstraksi secara umum menggunakan prinsip like dissolves like, yang berarti senyawa non polar akan larut pada larutan nonpolar, begitu pula senyawa

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dengan tiga tahapan yaitu siklus I, siklus II, dan siklus III. Tiap siklusnya merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri

Banyak perusahaan yang memproduksi produk-produk yang menarik dan berusaha melakukan inovasi, baik dalam hal inovasi produk seperti pembaruan atribut produk maupun

---Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding- semula PENGGUGAT , telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang

Teknologi informasi dan komputer sekarang semakin berkembang dan penggunaannya semakin luas seiring dengan meningkatnya jumlah manusia. Di instansi perusahaan,

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

Berdasarkan analisa peneliti dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan, bahwa terdapat faktor yang paling mempengaruhi ketidaklengkapan dokumen rekam medis

Selain dalam Al-Qur’an, juga terdapat banyak penjelasan waktu-waktu salat dalam hadis nabi. Maka Nabi melaksanakan salat zuhur ketika matahari telah