BAB II
TUGAS KEPOLISIAN DAN NEGARA HUKUM
A. Konsep Negara Hukum
Dalam prinsip Negara hukum, segala sesuatu perbuatan negara harus
berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan. Dalam
perkembangan mengenai negara hukum, adanya upaya untuk menghilangkan
batasan pengertian negara hukum antara Rechtstaat dan The Rule of La w. Ide
mengenai negara dalam suatu tatanan hukum yang adil terus menerus
berkembang di Eropa dari abad ke-16 hingga pennulaan abad ke-20. Dalam
dekade waktu itu dapat diuraikan perkembangan pemikiran mengenai konsep
negara; dari negara hukum klasik (pengertian negara dalam arti sempit)
sampai dengan negara hukum formal.1 The Rule of Law dalam literatur-literatur terkemuka memiliki pengertian yang sama dengan Negara Hukum.2 Hadjon bertolak belakang dengan pendapat para ahli hukum, beliau
mengemukakan konsep berdasarkan latar belakang sistem hukum yang
menjadi sandaran istilah tersebut, adapun pernyataan beliau:
Konsep rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme, sehingga sifatnya revolusioner, sebaliknya konsep
the rule of law berkembang secara evolusioner. Hal ini nampak
1
Teguh Prasetyo, Rule Of Law Dalam Dimensi Negara Hukum Indonesia, Jumal ilmu Hukum Refleksi Hukum Edisi Oktober 2010, hal 130.
dari isi atau kriteria rechtstaat dan kriteria the rule of la w. Konsep rechtstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut Civil Law, Modern Roman Law, sedangkan konsep the rule of la w, bertumpu atas sistem hukum yang disebut Common Law.3
Menurut Frederik Julius Stahl, unsur-unsur negara hukum adalah:
a. Perlindungan hak asasi manusia.
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak - hak
itu.
c. Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.4
Pada saat yang hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum
rule of law dari A. V. Dicey, yang lahir dalam naungan sistem hukum Anglo
Saxon. Dicey mengemukakan unsur - unsur rule of la w sebagai berikut:
a. supremacy of la w.
b. equality before the la w.
c. constitution based on human rights.5
Menurut J.B.J.M Ten Berge prinsip-prinsip Negara hukum tersebut
sebagai berikut :
a. Asas legalitas yaitu pembatasan kebebasan warga negara (oleh
pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam Undang – Undang yang
merupakan peraturan umum. Undang-Undang secara umum harus
memberikan jaminan (terhadap warga Negara) dari tindakan
(pemerintahan) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis
tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ
pemerintahan harus ditemukan dasarnya pada Undang-Undang tertulis
(undang- undang formal).
b. Perlindungan hak-hak asasi.
c. Pemerintah terikat pada hukum.
d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum.
Hukum harus dapat ditegakan, ketika hukum itu dilangar. Pemerintah
harus menjamin bahwa di tengah masyarakat terdapat instrumen yuridis
penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seorang yang melangar
hukum melalui sistem peradilan Negara. Memaksakan hukum publik
secara prinsip merupakan tugas pemerintah.
e. Pengawasan oleh hakim yang merdeka superioritas hukum tidak dapat
ditampilkan, jika aturan hukum hanya dilaksanakan organ pemerintahan.
Oleh karena itu, negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang
merdeka.6
6
Berdasarkan konteks sejarah dan konteks Politik, Brian Z. Tamanaha
mencoba memformulasikan sebuah teori alternatif baru dalam The Rule of
La w, dimana Brian Z. Tamanaha menawarkan pemisahan kedalam dua
kategori dasar, yang dikenal dengan teori sebagai Versi ”formal” dan versi
“Substantif”, yang kedua-duanya masing-masing memiliki tiga bentuk yang
berbeda-beda.7
Bagan 1 Alternative Rule of Law Formulations Sumber: Brian Z. Tamanaha, 2004.
7
Menurut Brian Z. Tamanaha Alternative Rule of La w Formulations8 adalah merupakan formulasi teori alternatif yang akan ber-elaborasi ke
dalam perkembangan daripada dari Thinner (tipis) menuju Thicker (tebal),
yang artinya bergerak dari formulasi dengan persyaratan yang lebih sedikit
untuk persyaratan yang lebih besar (moving from formulations with fewer
requirements to more requirements). Secara umum, setiap formulasi
berikutnya menggabungkan aspek utama dari sebelumnya formulasi,
membuat mereka semakin kumulatif.
Tamanaha berpendapat bahwa prinsip negara hukum The Rule of
La w, sedikitnya memiliki enam bentuk, yaitu meliputi sebagai berikut:
1. Rule By Law.
Hukum hanya difungsikan sebagai instrumen dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Hukum hanya dimaknai dan difungsikan sebagai instrument
kekuasaan belaka. Derajat kepastian dan prediktibilitasnya sangat tinggi,
sehingga sangat disukai oleh para pelaku kekuasaan, baik kekuasaan politik
maupun ekonomi The Rule of Law dalam tafsir kaum liberal.
2. Formal Legality.
Dalam bentuk ini Negara hukum dicirikan memiliki beberapa sifat
yang meliputi: prinsip propektivitas dan tak boleh retroaktif, berlaku umum
dalam arti mengikat semua orang, jelas (clear), bersifat publik (public) dan
8
relative stabil. Dalam pengertian ini prediktabilitas hukum sangat
diutamakan.
3. Democracy and Legality.
Demokrasi yang dinamis yang diimbangi oleh hukum yang menjamin
kepastian hukum. Namun demikian, sebagai a procedural mode of
legitimation, demokrasi juga mengandung keterbatasan-keterbatasan yang
serupa dengan formal legality, sehingga bisa juga memunculkan
praktik-praktik buruk kekuasaan otoritarian.karena ada kewajiban membela
demokratik legality, sebagai norma dan prinsip tugas PNTL maka PNTL
harus bertindak (No Pa rtisan dan) menjujung tinggi hak asasi manusia
,untuk menjalankan prinsip prinsip demokrasi yang sesuai dengan hukum.
4. Individual Rights.
Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak milik, kontrak
pribadi, dan otonomi seseorang.
5. Rights of Dignity.
Jaminan terhadap keadilan bermartabat seseorang, termasuk jaminan
atas hak atas keadilan.
Persamaan yang sifatnya mendasar dan hakiki, jaminan
kesejahteraan, dan terjaganya-terpeliharanya seseoangdalam komunitas.9 Dalam Preambule dan Section 1 ayat (1) Constitution of The
Republic Democratc of Timor-Leste menekankan bahwa Timor Leste adalah
democratic state “based on the rule of law.” Hal tersebut mengindikasikan
bahwa bentuk negara hukum Timor-Leste adalah Democracy and
Legality.dalam negara negara yang pada ma sa transisi ,demokra si (sebaga i
alat politik Ham) Polisi bukanlah alat politik,tapi untuk membela
demokratik legality.dan menjujung tinggi hak asasi manusia.
B. Konsep Demokrasi.
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam suatu negara
dimana semua warga negara secara memiliki hak, kewajiban, kedudukan dan
kekuasaan yang baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam
berpartisipasi terhadap kekuasaan negara atau mengawasi jalannya
kekuasaan negara, baik secara langsung sehingga sistem pemerintahan dalam
negara tersebut berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, untuk
kepentingan rakyat.10
9
Wahyu Jafar, Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum:Sebuah Catatan atas Kecenderungan Defisit Negara Hukum di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 5, 2010, hal. 163.
10
Istilah demokrasi merupakan asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau
government or rule by the people (kata Yunani demos berarti rakyat,
kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa).11 Konsepsi demokrasi
menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal
dengan prinsip kedaulatan rakyat, maka bisa dipastikan akan menjadi
kekuasaan yang demokratis karena kehendak rakyatlah sebagai landasan
legitimasinya.12
Demokrasi menurut Joseph Schmeter adalah perencanaan
institutional untuk mencapai suatu putusan politik dimana para individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.13 Sedangkan menurut Sidney Hook yang dimaksud dengan demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana putusan putusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan
pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.14 Hendri B. Mayo juga menyatakan demokrasi adalah sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas rakyat dalam pemilihan-pemilihan
11
Miriam Budiardjo, Op.cit, hal. 50.
berkala yang berdasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.15
Dalam sejarah kemunculan dan perkembangan demokrasi, bahwa
sebagai gerakan politik yang menentang feodalisme atau dominasi
aristokrasi, demokrasi menjunjung tinggi prinsip mayoritas yang di
dalamnya tercakup kompromi yang adil.16Demokrasi adalah “majority rule,
minority right”.17 Dalam demokrasi, hubungan antara penguasa dan rakyat,
termasuk di dalamnya kaum minoritas, bukanlah hubungan kekuasaan, tetapi
berdasarkan hukum yang menjunjung tinggi HAM.18
J.B.J.M Ten Berge menyebutkan prinsip-prinsip demokrasi tersebut
sebagai berikut:19
1) Perwakilan politik. Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan
dalam masyarakat diputuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih
melalui pemilihan umum.
15
Moh. Mahfud.MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hal. 19. Indonesia Masa Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1994, hal. 217.
18
Sukron Kamil, Op.cit.
19
2) Pertangungjawaban politik. Organ-organ pemerintahan dalam
menjalankan fungsi sedikit banyak tergantung secara politik, yaitu
kepada lembaga perwakilan.
3) Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat
dalam suatu organ pemerintahan adalah kewenangan. Oleh karena itu,
kewenangan pada badan-badan publik itu harus dipencarkan pada
organ-organ yang berbeda.
4) Pengawasan dan kontrol (penyelengaraan) pemerintahan harus dapat
dikontrol.
5) Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum.
6) Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.
Sedangkan dengan rumusan yang hampir sama, H.D. Van Wijk
menyebutkan prinsip-prinsip demokrasi berikut ini:20
1) Keputusan penting yaitu Undang-Undang. Diambil bersama- sama
dengan perwakilan rakyat yang dipilih berdasarkan pemilihan umum
yang bebas dan rahasia.
2) Hasil dari pemilihan umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan
rakyat dan untuk pengisian pejabat-pejabat pemerintahan.
3) Keterbukaan pemerintahan.
20Ibid,
4) Siapapun memiliki kepentingan yang (dilanggar) oleh tindakan
penguasa, (harus) diberi kesempatan untuk membela kepentingannya.
5) Setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas, dan
harus seminimal mungkin menghindari ketidak benaran dan kekeliruan.
Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum Timor Leste, yang
bertumpu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan, dengan
kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Korelasi ini
tampak dari kemunculan istilah Democratic Legality, sebagaimana yang
disebutkan dalam Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste.
Dalam sistem demokrasi, penyelengaraan negara itu harus bertumpu pada
partisipasi dan kepentingan rakyat. Implementasi negara hukum itu harus
ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan antara negara hukum dan
demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan
kehilangan makna.21
Supremasi hukum yang merupakan ciri utama dari negara hukum
Republik Demokratis Timor-Leste merupakan suatu rumusan yang perlu
dioperasionalkan agar dapat dilakukan pada proses penegakkan hukum (la w
enforcement), baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang stabil,
bersih dan efisien maupun dalam rangka perlindungan hukum terhadap
rakyat sebagai pemegang kedaulatan terhadap tindak pemerintahan yang
21Ibid,
bertentangan dengan hukum, sewenang-wenang dan mengandung
penyalahgunaan wewenang. Proses tersebut harus dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip demokrasi. Yang sesuai dengan hukum.
C. Konsep Kepolisian.
1. Konsep Kepolisian Sebagai Organ Negara.
Ditinjau dari segi etimologis istilah polisi di beberapa negara
memiliki ketidaksamaan, seperti di Yunani istilah polisi dengan sebutan
“politeia”, di Inggris “police” juga dikenal adanya istilah “constable”, di
Jerman “polizei”, di Amerika dikenal dengan “sheriff”, di Belanda “politie”,
di Jepang dengan istilah “koban” dan “chuzaisho” walaupun sebenarnya
istilah koban adalah merupakan suatu nama pos polisi di wilayah kota dan
chuzaisho adalah pos polisi di wilayah pedesaan. Jauh sebelum istilah polisi
lahir sebagai organ, kata “polisi” telah dikenal dalam bahasa Yunani, yakni
“politeia”. Kata “politeia” digunakan sebagai title buku pertama Plato, yakni
“Politeia” yang mengandung makna suatu negara yang ideal sekali sesuai
dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang
rakus dan jahat, tempat keadilan dijunjung tinggi.22
Negara sebagai suatu organisasi memiliki alat perlengkapan untuk
merealisasikan tujuan dan keinginan-keinginan negara (staatswill). Salah
22
satunya adalah Kepolisian. Untuk memahami pengertian organ atau lembaga
negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans
Kelsen mengenai the concept of the State-Organ dalam bukunya General
Theory of La w and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills
a function determined by the legal order is an organ”.23
Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk organik. Di samping
organ yang berbentuk organik, lebih luas lagi, setiap jabatan yang ditentukan
oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat
menciptakan norma (normcreating) dan/atau bersifat menjalankan norma
(norm applying). “These functions, be they of a creating or of a
norm-applying character, are all ultimately aimed at the execution of a legal
sanction”.24 Lebih lanjut sebagaimana dinyatakan oleh Hans Kelsen: “An
organ, in this sense, is an individual fulfilling a specific function. He is an
organ because and in so far as he performs a la w-creating or la w-applying
function”.25
Meskipun dalam arti luas semua individu yang menjalankan la
w-creating and la w applying function adalah organ, tetapi dalam arti sempit
yang disebut sebagai organ atau lembaga negara itu hanyalah yang
23
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russell & Russell, 1961, hal.192.
menjalankan la w-creating or la w applying function dalam konteks
kenegaraan saja. Dalam konteks pengertian organ negara yang demikian itu,
harus pula disadari bahwa sebenarnya, negara itu sendiri hanya dapat
bertindak melalui organ-organnya itu. Selain itu, organ negara dalam arti
yang lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi la
w-creating dan/atau la w-applying dalam kerangka struktur dan sistem
kenegaraan atau pemerintahan. Di dalam pengertian ini, lembaga negara
mencakup pengertian lembaga negara yang dibentuk berdasarkan konstitusi,
UU, Peraturan ataupun oleh keputusan-keputusan yang tingkatannya lebih
rendah, baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah. Kepolisian dapat
disebut sebagai organ negara, karena ia menjalankan fungsi yang
menciptakan hukum (la w-creating function) atau fungsi yang menerapkan
hukum (la w-applying function) yang dibentuk berdasarkan konstitusi dan
UU.
Sebagai organ negara, pembentukan PNTL termaktub dalam
Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste, Decree-La w No.
13/2004 tentang Disciplinary Regulation of The National Police Of Timor
-Leste, Decree-La w No 9/2009 tentang Organic La w of Timor-Leste’s
National Police (PNTL), Decree-La w No 43/2011 tentang Legal Regime On
The Use of Force.
The American Heritage Dictionary of The English language,
mendefinisikan konsep Polisi sebagai berikut: “A govermental depa rtment
established to maintain order, enforce the law, and detect crime”. Dalam
terjemahan bebas Polisi adalah sebuah Departemen Pemerintahan yang
didirikan untuk memelihara keteraturan serta ketertiban dalam masyarakat,
menegakkan hukum, dan mendekteksi kejahatan serta mencegah terjadinya
kejahatan.26
Kepolisian pada hakikatnya adalah suatu lembaga dan fungsi
pemerintahan yang bergerak dibidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat. Sebagai suatu lembaga atau organisasi kepolisian
memiliki tugas dan wewenang yakni memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, lembaga atau organisasi
Kepolisian ini mencakup personil kepolisian. Dimana dalam menjalankan
tugasnya, personil kepolisian ini harus patuh terhadap norma atau kaidah
yang mengatur tentang bagaimana seharusnya sikap yang dilakukan sebagai
seorang personil kepolisian.27
Di banyak negara demokratis, posisi Polisi selalu berada dalam
bentuk penyelenggara tugas toperasional, apakah di bawah departemen
26
Parsudi Suparlan, Ilmu Kepolisian, Jakarta: YPKIK, 2008, hal.57.
27
terkait, membentuk departemen sendiri, atau membuat kementrian sendiri
yang khusus mengurusi masalah keamanan dalam negeri. Namun setiap
negara memiliki karakteristik dan kondisi keamanannya masing-masing
sehingga format dan corak serta sistem Kepolisian di suatu negara juga
berbeda.28
Tugas pokok Kepolisian dapat dimaknai sebagai fungsi utama
kepolisian yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan.29 Istilah pemerintah disini mengandung arti sebagai organ/badan/alat perlengkapan
negara yang diserahi pemerintahan, yang salah satu tugas dan wewenangnya
adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta
menyelenggarakan kepentingan umum (public servant), sehingga fungsi
pemerintahan adalah fungsi dari lembaga pemerintah yang dijalankan untuk
mendukung tujuan negara, karena pemerintah dalam arti sempit merupakan
salah satu unsur dari sistem ketatanegaraan.30 Police Foundation and Policy
Studies Institute mengungkapkan: “The purpose of the police service is to
uphold the law fairly and firmly; to prevent crime; to pursue and bring to
28
Sukamto Satoto, Membangun Kemandirian Dan Profesionalisme Polisi Republik Indonesia Sebagai Pelindung Pengayom Dan Penegak Hukum, Jurnal Inovatif, Volume VII Nomor III September 2014, hal 62.
29
Ida Bagus Kade Danendra, Op.cit, hal 46.
30
justice those who break the law; … and to be seen to do this with integrity,
common sense and sound judgement.”31
Misi kepolisian berkaitan dengan kewenangan kepolisian. Keabsahan
tindakan misi kepolisian diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari
Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan
Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Kewenangan adalah
kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku
untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.32 Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk
melakukan sesuatu tindak hukum publik”.33
Secara khusus, misi kepolisian tertuju pada terwujudnya keamanan
dan ketertiban umum yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan. Hal
tersebut juga dinyatakan oleh Stephen Greenhalgh dan Blair Gibbs:
“The expectation of the core police role in the twenty-first
century should start with what only the police can do. Public order is a special duty that relies upon the police having a monopoly on the legitimate use of force, both as a deterrent and as a means to stop violence and quell civil unrest. It is hard to conceive of any sharing of this function beyond policing (and in
31
Police Foundation and Policy Studies Institute. The Role And Responsibilities Of The Police, Great Britain: Latimer Trend and Co. Ltd, 1996, hal 2.
32
SF. Marbun, Op.cit, hal 154.
33
a civil emergency, the armed forces), and so it has to remain a
core element of a rebalanced policing mission.”34
Kekhasan yaitu penerapan misi kepolisian merupakan konsepsi
kepolisian di negara tersebut. Konsepsi Kepolisian diartikan sebagai
konsep-konsep dalam penyelenggaraaan fungsi kepolisian dan secara keseluruhan
dapat dilihat dari bentuk sistem kepolisian, sebagai manifestasi dari
nilai-nilai dalam konstitusi di negara tersebut. Hampir seluruh negara di dunia
melegitimasi sebuah struktur kepolisian sebagai penanggungjawab
terciptanya keamanan dan ketertiban itu sendiri untuk menjalankan peran
dan fungsinya sesuai dasar hukum yang telah ditentukan. Walaupun
diorganisasikan secara berbeda-beda, namun polisi mempunyai tugas yang
hampir sama di seluruh dunia. Titik-titik kesamaan atau benang merah itu
antara lain berupa:35
a) Tugas pokoknya hampir serupa yakni; menegakkan hukum serta
memelihara keamanan dan ketertiban umum.
b) Mengalir dari tugas pokok itu dikenal tindakan kepolisian yang
bermakna pencegahan (preventif) dan penindakan (represif).
c) Karena sifat penugasan yang keras, maka petugas polisi dan kepolisian
umumnya harus kuat, diorganisasikan secara semi militer, dididik,
34
Stephen Greenhalgh dan Blair Gibbs, The Police Mission In The Twenty-First Century: Rebalancing The Role Of The First Public Service, MOPAC, London, 2014, hal 42.
35
dilatih dan diperlengkapi seperti militer. Bagian-bagian tertentu bahkan
dilaksanakan lebih berat dari militer.
d) Sebagai penegak hukum di lini terdepan dari proses pelaksanaan
Criminal Justice System (CJS) atau sistem peradilan pidana, yang
berkewenangan melakukan upaya paksa dalam tindakan represif, yang
potensial menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan padanya,
maka polisi harus diikat dengan hukum acara yang ketat. Untuk dapat
bersikap dan bertindak santun juga harus diikat dengan etika kepolisian
yang ditegakkan dengan konsekuen dan konsisten.
e) Dalam tindakan preventif polisi berhak melakukan tindakan diskresi.
Dalam melakukan tugas prevensi itu polisi boleh bertindak apa saja, asal
tidak melanggar hukum itu sendiri.
f) Pada hakekatnya benang merah itu membentuk perilaku dan budaya
organisasi kepolisian dimanapun. Dengan demikian tubuh dan wajah
organisasi polisi dapat berbeda-beda namun semangatnya hampir sama.
Jiwa dan semangat organisasi polisi itu pada intinya adalah pengabdian
dan pelayanan pada masyarakat. Karenanya secara moral polisi
berkewajiban penuh untuk menegakkan dan menghormati HAM.
g) Sehingga polisi dimanapun yang secara sadar tidak menghormati HAM
Mengenai poin kedua, Kunarto mengartikan tugas preventif sebagai
tugas yang bermakna pembinaan kepada masyarakat agar sadar dan taat pada
hukum dan memiliki daya lawan terhadap praktek melanggar hukum atau
kejahatan. Pelaksanaan tugas preventif ini dibagi dalam dua kelompok besar
:36
a) Pencegahan yang bersifat fisik dengan melakukan empat kegiatan
pokok, antara lain mengatur, menjaga, mengawal dan patroli.
b) Pencegahan yang bersifat pembinaan dengan melakukan kegiatan
penyuluhan, bimbingan, arahan, sambung, anjang sana untuk
mewujudkan masyarakat yang sadar dan taat hukum serta memiliki daya
cegah-tangkal atas kejahatan.
Sedangkan tugas represif adalah tugas terbatas, kewenangannya
dibatasi oleh undang-undang sehingga asasnya bersifat legalitas yang berarti
semua tindakannya harus berlandaskan hukum. Bentuk pelaksanaan daripada
tugas represif berupa tindakan penyelidikan, penggerbekan, penangkapan,
penyidikan, investigasi sampai peradilannya.37
3. Konsep Community Policing.
Reformasi menuntut Kepolisian untuk melakukan
perubahan-perubahan mendasar dalam gaya perpolisian. Perkembangan kemajuan
36
Ibid, hal 111.
masyarakat yang cukup pesat seiring dengan merebaknya fenomena Hak
Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, globalisasi, desentralisasi,
transparansi dan akuntabilitas maka gaya perpolisian tradisional yang selama
ini dijalankan kemudian diubah dengan gaya perpolisian yang lebih modern
dan demokratis yakni perpolisian yang berorientasi kepada masyarakat atau
dikenal dengan Community Policing.38Gagasan perpolisian dengan alternatif ini juga dapat disebut sebagai usaha untuk mendorong kekuatan dalam
masyarakat untuk melakukan fungsi pengamanan bagi lingkungannya.
Dengan istilah sekarang, polisi bergerak untuk empowering the people,
mendorong munculnya daya kekuatan masyarakat sendiri untuk melakukan
berbagai fungsi kepolisian.
Trojanowicz dan Bucqueroux memberi definisi perpolisian
masyarakat atau community policing: “is a philosophy and organizational
strategy that promotes a new partnership between people and their police”.39
Hubungan antara polisi dan masyarakat saling mempengaruhi atau lebih
tepatnya keberadaan polisi merupakan kepentingan masyarakat tersebut.
38
Perpolisian masyarakat ini menjadi karakteristik PNTL sebagaimana diamanatkan dalam Article 1 ayat (2) Decree-Law No 9/2009 tentang Organic La w of Timor-Leste’s National Police (PNTL) yang menyatakan bahwa:
Whereas, with regard to its strategy and approach to policing, PNTL shall have the characteristics of a community police, its nature shall be identical to that of the milita ry insofar as its organisation, discipline, training and personal status are concerned without however constituting a force of a military nature.
39
Polisi dan masyarakat terdapat saling melengkapi dan saling memperkuat
upaya pencegahan kejahatan.
Menurut Trojanowicz dan Bucqueroux sebagaimana dikutip oleh
Bailey dalam buku Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia,
perpolisian masyarakat dideskripsikan sebagai berikut :
”Perpolisian masyarakat merupakan pembaharuan besar pertama dalam kepolisian sejak aparat kepolisian menganut prinsip manajemen ilmiah lebih dari setengah abad yang lalu. Hal ini merupakan perubahan yang cukup drastis dalam konteks interaksi polisi dengan masyarakat. Sebuah falsafah baru yang memperluas misi kepolisian dari yang semula cenderung hanya berfokus pada kriminalitas berubah menjadi kewajiban yang mendorong kepolisian untuk mendaya gunakan solusi kreatif bagi berbagai persoalan dalam masyarakat termasuk kriminalitas, kecemasan masyarakat, ketidak tertiban dan terganggunya kerukunan warga. Perpolisian masyarakat bersandar pada kepercayaan bahwa hanya dengan kerjasamalah masyarakat dan polisi akan mampu meningkatkan mutu kehidupan di dalam masyarakat, dengan polisi diharapkan untuk dapat berperan tidak hanya sebagai penasehat, tetapi juga sebagai fasilitator dan pendukung gagasan baru dengan basis masyarakat serta disupervisi oleh polisi”.40
Fenomena demokratisasi dan civil society (masyarakat sipil)
berimplikasi pada reorganisasi dan reorientasi publik termasuk kepolisian.
Polisi yang dulunya menganut gaya perpolisian yang militeristik secara
bertahap dituntut untuk merubah gaya perpolisian tersebut yang bernuansa
sipil sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sipil yang
40
demokratis.41 Konsep perpolisian masyarakat dalam kerangka negara hukum demokratis memakai prinsip kemitraan. Kemitraan lebih dari sekedar
mengadakan kesepakatan atau melakukan konsultasi dengan komunitas,
tetapi ia adalah sesuatu yang diikuti dari adanya pemahaman bahwa pelayan
yang efektif meliputi tidak hanya saling mengisi dan saling menghargai,
tetapi bekerja bersama dengan dasar persamaan untuk meraih tujuan.
41