• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN

DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD DR. H. BOB BAZAR, SKM

(Jurnal Ilmiah)

Oleh

TRY RULIYANTI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR,

SKM Oleh

Try Ruliyanti, Dr. H.S. Soerjatisnanta, S.H., M.H. Elman Eddy Patra, S.H., M.H.

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145

Email : tryruliyanti76@gmail.com

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum pelayanan kesehatan terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD. Dr. H. Bob Bazar, SKM serta menganalisis faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris dengan data primer dan data sekunder, dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian studi lapangan dan studi kepustakaan, analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, perlindungan hukum terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam pelayanan kesehatan di RSUD. Dr.H. Bob Bazar, SKM dilihat dari aspek regulasi sudah terlindungi hak-haknya sebagai konsumen jasa, sebagai pasien rumah sakit maupun sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan peraturan lain yang terkait. Namun dilihat dari data responden ada juga beberapa pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang haknya tidak terlindungi dalam segi pelayanan medis maupun fasilitas kesehatannya yang berjumlah sekitar 2,5%. Faktor yang menjadi penghambat perlindungan hukum tersebut terdiri dari faktor internal yaitu komunikasi yang kurang, fasilitas tenaga kesehatan yang tidak memadai serta fasilitas kotak pengaduan yang tidak digunakan oleh pasien BPJS. Sedangkan faktor eskternal yaitu pasien yang tidak membayar iuran, pasien yang tidak membawa persyaratan lengkap serta pasien yang salah mendaftarkan diri dalam keikutsertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

(4)

LEGAL PROTECTION TO PATIENTS AS A PARTICIPANT OF THE SOCIAL SECURITY AGENCY (BPJS) FOR HEALTH IN HEALTH

SERVICE IN RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM By

Try Ruliyanti, Dr. H. Soerjatisnanta, S.H., M.H. Elman Eddy Patra, S.H., M.H.

Legal Section State Administration Faculty of Law University of Lampung Street Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145

Email : tryruliyanti76@gmail.com

The main purpose of this study is to analyze the legal protection of health services to patients as participants of The Social Security Agency (BPJS) for Health in hospitals. Dr. H. Bob Bazar, SKM as well as analyzing what factors are inhibiting the implementation of legal protection of the patient as a participant of The Social Security Agency (BPJS) for Health.

This research was conducted through normative and empirical approach with primary data, secondary data and tertiary data, where each data obtained from library research and field. Qualitative design was applied in this research to analyse the data.

Based on the results of the study, the legal protection of the patient as a participant of The Social Security Agency (BPJS) for Health in the health service in hospitals. Dr.H. Bob Bazar, SKM viewed from the aspect of the regulation has been protected its rights as a service consumer, as a hospital patient or as a participant of The Social Security Agency (BPJS) for Health which is regulated in Law of The Social Security Agency (BPJS) for Health, National Social security system (SJSN) and other supporting regulations. But seen from the data of respondents there are also some patients as participants of The Social Security Agency (BPJS) for Health whose rights are not protected in terms of medical services and health facilities with amount 2,5%. Factors that hamper legal protection consists of internal factors that lack of communication, inadequate health personnel facilities and complaints facilities that are not used by BPJS patients. While the external factors are patients who do not pay dues, patients who do not bring complete requirements and patients who are wrong to enroll in the participation of The Social Security Agency (BPJS) for Health.

(5)

I. PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional, yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Ketentuan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selanjutnya tertuang pula dalam Pasal 34 ayat (2) UUDNRI 1945 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Sebagai perwujudannya, maka pemerintah Indonesia membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dalam perubahan UUD 1945 ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut Undang-Undang SJSN, sebagai bukti bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan dibentuknya badan penyelenggara jaminan kesehatan maka dibentuklah PT. Askes (Persero) sebagai badan penyelenggara jaminan kesehatan bagi Pegawai Negara Sipil (PNS) sekaligus pelaksana program Jamkesmas. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 5 ayat (1) Jo. Pasal 52 Undang-Undang Sistem Jaminan

Sosial Nasional. Pada 1 Januari 2014, dilakukan perubahan PT. Askes (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dengan dijalankannya BPJS Kesehatan ini maka seluruh program PT. Askes (Persero) sebagai penyelenggara jaminan sosial dan sebagai pelaksana program Jamkesmas beralih kepada BPJS Kesehatan. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan hakikatnya sendiri adalah untuk memberikan jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sehingga tercipta mekanisme subsidi silang dan gotong royong masyarakat dalam jaminan kesehatan yang berdasarkan pada sistem jaminan sosial yang berbasis asuransi sosial.

(6)

maupun Swasta, klinik-klinik kesehatan, Praktek Dokter, Apotek, serta Optik, dan lainnya. Dalam perikatan kerjasama kemitraan tersebut terdapat hubungan hukum antara BPJS selaku badan hukum publik menjadi wadah yang menghimpun seluruh kegiatan yang berhubungan dengan jaminan sosial dalam hal ini khususnya jaminan kesehatan masyarakat di Indonesia, pasien dalam hal ini sebagai peserta BPJS, dan juga rumah sakit termasuk tenaga kerja didalamnya sebagai penyedia fasilitas kesehatannya. Kontrak antara peserta BPJS Kesehatan dengan BPJS adalah kontrak keperdataan yang melibatkan pihak penyedia jasa kesehatan (rumah sakit), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan masyarakat/ konsep kontraktual di sini adalah hubungan mengikat antara satu dengan yang lain dalam hal pelayanan kesehatan. Hubungan hukum antara badan penyelenggara dan fasilitas kesehatan adalah hubungan hukum keperdataan yaitu hukum perjanjian. Dengan demikian, maka hubungan hukum yang terjadi antara BPJS dengan peserta adalah hubungan kontrak yang harus diselesaikan sesuai dengan isi kontrak. Sedangkan hubungan antara fasilitas kesehatan dengan peserta dalam hal ini disebut sebagai pasien merupakan hubungan antara konsumen jasa pelayanan kesehatan dengan rumah sakit. Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Adapun akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari hubungan peserta dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah hubungan dalam bidang kontrak yang jika sah maka memiliki kekuatan hukum yang sah, sedangkan jika tidak sah maka

kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi persyaratan dalam berkontrak. Oleh karena itu, maka sanksi hukum dapat dijatuhkna bagi salah satu pihak yang melakukan kontrak dengan cara yang tidak sesuai dengan undang-undang.

Dalam hal ini yang menjadi kendala dari masing-masing subyek yaitu yang dikeluhan oleh BPJS adalah kurangnya kesadaran masyarakat sebagai peserta BPJS, hal ini dikarenakan perilaku curang beberapa peserta yang hanya mendaftar dan membayar BPJS kesehatan ketika sedang sakit dan tidak meneruskan membayar ketika sudah sembuh. Padahal biaya yang telah dikeluarkan BPJS kesehatan untuk penyakit yang diderita pasien belasan bahkan ratusan juta rupiah.

(7)

pengobatan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang BPJS kesehatan yang sudah ditetapkan termasuk mengenai ruangan perawatan pasien, mengenai kurangnya pelayanan yang diberikan oleh tenaga medisnya (dokter, perawat, bidan, staf rumah sakit dll), selanjutnya banyaknya pasien yang ditolak pihak rumah sakit dengan memberikan alasan-alasan yang tidak jelas padahal posisinya pasien sedang dalam keadaan darurat dan membutuhkan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1) Bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Bob Bazar, SKM?

2) Apakah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Bob Bazar, SKM ?

II. METODE PENELITIAN 2.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.1

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif terapan. Pendekatan hukum normatif terapan merupakan pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dalam pelayanan kesehatan, serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kendala dalam pelayanan kesehatan pasien badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Bob Bazar, SKM.

2.2. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:2

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan kepada narasumber untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 112.

2Ibid

(8)

2. Data Sekunder

Data merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian, karena dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif.3

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksudkan adalah usaha untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini peneliti melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, membaca, atau mempelajari, membuat catatan-catatan dan kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli dan juga jurnal yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. b. Wawancara

Yaitu kegiatan yang dilakukan melalui penelitian langsung dilapangan guna memperoleh informasi yang dibutuhkan terkait dengan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Bob Bazar, SKM. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara langsung dan memberikan pertanyaan kepada informan yaitu pasien sebagai peserta BPJS Kesehatan serta

3Ibid.

pejabat RSUD. Dr. H. Bob Bazar, SKM yang ditunjuk dan berada di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Bob Bazar, SKM dengan pertanyaan yang telah disiapkan.

2.3. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

III. PEMBAHASAN 3.1.Perlindungan Hukum

Terhadap Pasien Sebagai Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan di RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

1) Hubungan Hukum Antara Pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Pihak Rumah Sakit, dan Pasien

Perlindungan hukum terhadap pasien BPJS disini berkaitan dengan adanya pemberian jasa yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Namun sebelumnya perlu pula diketahui apa yang dimaksud dengan jasa. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen(Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

(9)

hukum yang terjadi antara pasien dan rumah sakit termasuk perjanjian pada umumnya yang dalam pasal 1234 BW ditentukan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu , untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dalam perjanjian ini kewajiban rumah sakit adalah untuk melakukan sesuatu sehingga pasien mendapatkan kesembuhan. Tindakan utamanya memberikan pelayanan kesehatan yang antara lain dilakukan oleh dokter dan perawat. Dengan adanya ketentuan tersebut maka proses terhadap kepastian perlindungan hukum bagi pasien dan rumah sakit terjadi dengan lahirnya kata sepakat yang disertai dengan kecakapan untuk bertindak dalam perjanjian, diantara pasien dengan dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit. Pasien dapat mengajukan gugatan pertanggungjawaban berdasarkan pada wanprestasi sebagaimana diatur dalam pasal 1239 KUHPerdata, juga berdasarkan perbuatan melanggar hukum sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata.

Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien, apabila dilihat dari aspek hukum maka merupakan hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah hubungan dalam jasa pemberian pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.

Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan tidak hanya diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen, tetapi juga harus

dikaitkan dengan apa yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Yang didalamnya mengatur mengenai hak-hak pasien dan kewajiban pasien, hak-hak dari tenaga kesehatan dan kewajiban tenaga kesehatan.

(10)

hak dan kewajiban masing-masing subjek. Bahwa peserta wajib mengikuti prosedur yang diberikan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk terdaftar sebagai peserta, peserta wajib membayarkan iuran premi yang sudah disepakati sebelumnya, dan juga klausul yang umum terdapat dalam suatu kontrak.

2) Hak dan Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Rumah Sakit, dan Pasien

Hak :

1. Hak Rumah Sakit terhadap BPJS yaitu mempromosikan layanan kesehatan dan mendapatkan perlindungan hukum.

2. Hak Pasien terhadap Rumah Sakit yaitu memperoleh pelayanan kesehatan serta mengikuti tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

3. Hak Pasien terhadap BPJS yaitu mendapatkan biaya kesehatan yang dibutuhkan sesuai dengan iuran yang dibayarkan.

Kewajiban :

1. Kewajiban BPJS terhadap Rumah Sakit yaitu memperoleh klaim biaya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Kewajiban Rumah Sakit terhadap Pasien yaitu sebagai penyelenggara kesehatan.

3. Kewajiban Pasien terhadap BPJS yaitu membayar iuran sesuai dengan ketetuan peraturan perundang-undangan.

3) Keluhan Pasien Sebagai Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan di RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

Di RSUD. Dr. H. Bob Bazar masalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang pertama adalah terbatasnya fasilitas serta rumah sakit.

Penyebab keluhan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang kedua adalah kurangnya koordinasi.

Keluhan pelayanan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selanjutnya masih minimnya tenaga medis yang mengurus pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Keluhan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selanjutnya, Pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan baru bisa mendapatkan penanganan di rumah sakit jika sudah mendapakan rujukan dari Faskes atau fasilitas kesehatan (klinik atau puskesmas dll yang masuk daftar BPJS).

4) Mekanisme Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) KesehatanDalam Pelayanan Kesehatan di RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

(11)

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; 2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya;

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undang lainnya.

Sesuai yang tercantum dalam Pasal 32 Huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang berbunyi: “Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi”.

Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan ini tercantum didalam

Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni: “Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Terdapat pula didalam Pasal 32 huruf n Undang-Undang Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit yaitu pasien berhak: “Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit”.

Sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 56 angka (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap”. Didalam Pasal 52 huruf d Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien berhak: “Menolaktindakan medis”. Begitu Juga didalam Pasal 32 huruf g dan k Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yaitu: (g) “memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit” dan (k)“memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya”. Kebebasan untuk menuntut hak-haknya yang merasa dirugikan merupakan hak pasien, hal ini tercantum di dalam Pasal 4 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

(12)

f) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Dan juga terdapat pula didalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam penyelenggaran kesehatan yang diterimanya”.

3.2. Faktor Faktor yang

Menghambat Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Dalam pelaksanaan perlidungan hukum terhadap peserta BPJS, terdapat dua hal yang menghambat maupun mendukung perlindungan hukum terhadap pasien. Faktor penghambat dan pendukung dibagi menjadi dua yakni faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal dan Eksternal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap peserta BPJS Kesehatan yaitu:

1) Faktor internal yang menghambat perlindungan hukum:

a) Komunikasi yang kurang antara pasien dengan tenaga kesehatan, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pasien yang mengeluh karena pengaduannya ditanggapi dengan tidak serius oleh

pihak puskesmas. Dengan kurangnya komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan/dokter, maka akan menimbulkan kesalahpahaman dan menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan.

b) Fasilitas pengaduan bagi pasien BPJS yang belum ada. Sehingga apabila pasien BPJS yang ingin menyampaikan keluhannya terhadap layanan kesehatan, harus terlebih dahulu ke kantor cabang BPJS Kesehatan yang berada di Purworejo, yang berjarak lumayan jauh dari Puskesmas. Hal ini dapat menjadi penghambat bagi perlindungan hukum terhadap pasien.

c) Fasilitas tenaga kesehatan/dokter yang kurang memadai, ini dapat dilihat dari keterangan pejabat puskesmas yang menyebutkan bahwa, fasilitas kesehatan di lingkungan Puskesmas Bragolan masih kurang. Terutama dokter dan ruangan inap bagi pasien, sehingga pasien tidak dapat memilih fasilitas kesehatan yang dinginkan sebagi haknya. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat perlindungan hukum terhadap pasien.

(13)

2) Faktor Eksternal yang menjadi penghambat:

Dalam pelaksanaan program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) yang terbilang masih cukup baru, menimbulkan hambatan yang sering terjadi pada prakteknya. Terdapat beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan BPJS diantaranya adalah:

a) Pasien yang tidak membawa persyaratan dengan lengkap.

b) Banyak pasien yang pada saat berobat di Puskesmas Bragolan, mendaftarkan dirinya sebagai pasien program BPJS Kesehatan. Meskipun sebelumnya bukan merupakan peserta BPJS Kesehatan, hanya karena akan melakukan pengobatan secara gratis, maka ia menjadi peserta BPJS Kesehatan secara mendadak.

c) Setelah melakukan pengobatan, banyak peserta BPJS Kesehatan yang tidak membayar lagi iuran BPJS Kesehatan.

d) Tagihan yang terhenti karena kekeliruan saat peserta BPJS Kesehatan akan membayar iurannya.

e) kurangnya sosialisasi kepada masyarakat yang menggunakan BPJS Kesehatan, tentang bagaimana cara penggunaan dan syarat apa saja yang harus dibawa.

f) Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak BPJS Kesehatan, membuat masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa sekarang jamkesmas sudah diambil alih oleh BPJS Kesehatan.

IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Perlindungan hukum terhadap

pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam pelayanan kesehatan di RSUD. Dr. H. Bob Bazar, SKM aspek regulasi sudah terlindungi hak-haknya baik sebagai konsumen jasa, sebagai pasien rumah sakit maupun sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan terpenuhinya informasi yang dibutuhkan oleh pasien tentang penyakitnya pada saat memberikan pelayanan kesehatan. Disamping itu, pasien juga diperlakukan sama oleh pihak rumah sakit didalam pemberian pelayanan kesehatan. Juga sebelum pemberian pelayanan kesehatan, ada persetujuan terlebih dahulu dari pasien. Jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan juga telah diberikan pihak RSUD. Dr. H. Bob Bazar, SKM dengan baik.

(14)

dalam Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Perlindungan Konsumen, Rumah Sakit, Praktik Kedokteran, dan Pergub Lampung Selatan yang terkait dengan hak pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 3) Faktor yang menjadi

penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap peserta BPJS Kesehatan, terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat seperti: komunikasi yang kurang, fasilitas pengaduan bagi pasien BPJS Kesehatan yang belum ada, fasilitas tenaga kesehatan/dokter yang kurang memadai dan lingkungan kerja. Faktor eksternal yang menjadi penghambat yaitu: pasien yang tidak lengkap membawa persyaratan, pasien yang salah mendaftarkan diri, pasien yang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan kepada masing-masing pihak baik pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maupun pihak rumah sakit dan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah sebagai berikut:

1) Pihak rumah sakit selaku mitra dari Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan hendaklah memperbaiki sistem pelayanan kesehatan yang terlalu membedakan antara pasien jalur umum dan jalur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan serta memberikan pelayanan yang optimal dan sesuai dengan hak yang diterima oleh pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

2) Perlu adanya sosialisasi mengenai program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan hak-hak pasien sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khususnya di wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang mana RSUD. Dr. H. Bob Bazar, SKM sebagai pelaksana program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten tersebut. Selain itu pihak rumah sakit sendiri dan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus lebih meningkatkan pelayanannya demi mewujudkan Indonesia yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan

Penelitian Hukum, Citra Aditya

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, Kinerja Guru SMA di Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara dari hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif

Pada ketika itu, Kandungan Kurikulum Standard Sekolah Menengah (KSSM) telah dijajarkan bagi tujuan kegunaan pengajaran dan pembelajaran bagi memenuhi keperluan pembelajaran

Orangtua nyaman menitipkan putri kami di DN, selain kenyamanan kami juga merasakan nilai lebih dengan adanya program khusus Putri yaitu berupa skill “ kewanitaan ” seperti belajar

Meski sama-sama berasal dari luar negeri, pengungsi luar negeri dan imigran memiliki pengertian yang sangat berbeda, imigran merupakan warga negara asing yang datang ke

• Proses identifikasi zat juga demikian, user hanya menginput gejala-gejala zat yang timbul, setelah itu aplikasi akan melakukan pengecekan ke data base untuk kemudian

Nilai V6 untuk faktor produksi pestisida padat lebih kecil dari satu (- 0,050) atau tidak sama dengan satu berarti secara ekonomis alokasi penggunaan faktor

Perlakuan pemberian pupuk organik cair dan perlakuan macam varietas tidak terjadi interaksi nyata terhadap rerata bobot kering biji per tanaman dapat dilihat pada

Implementasi monitoring dan evaluasi visi misi yang dilakukan di tingkat jurusan berjalan dan berhasil baik jika didukung oleh komitmen para pelaku, manajemen