• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Maskulinitas Pemimpin Perempuan di Televisi Indonesia: Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Program Talkshow Kick Andy Metro TV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Maskulinitas Pemimpin Perempuan di Televisi Indonesia: Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Program Talkshow Kick Andy Metro TV"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

34

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menganalisis setiap data yang dapat menjawab permasalahan penelitian, “Bagaimana analisis wacana kritis maskulinitas Menteri Susi Pudjiastuti sebagai pemimpin Perempuan di Indonesia dalam tayangan Kick Andy Metro TV edisi 8 April 2016ς”. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis oleh Sara Mills, dimana wacana feminisme dilihat melalui bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks dan gambar. AWK Sara Mills ini juga sering disebut wacana berperspektif feminis karena melalui analisa ini akan mengemukakan bagaimana teks bias dalam menampilkan sosok perempuan, bagaimana juga sosok perempuan ditampilkan sebagai pihak yang salah dan marginal dibandingkan dengan laki-laki. Beberapa hal mengenai bias diatas yang menjadi fokus utama Sara Mills (Darma,2009:85). Analisis ini didasarkan pada pemahaman konsep hegemoni maskulinitas dan peran media dalam membangun pemahaman dalam masyarakat melalui tayangannya.

(2)

35

tahapan kedua menjelaskan mengenai Penulis-Pembaca, tahapan ini menjadi salah satu inovasi baru yang dikembangkan Mills dalam studi Critical Discourse, kebanyakan tokoh AWK mengembangkan pemikiran dnegan membatasi hanya pada latar belakang penulis, Mills memandang bahwa teks merupakan hasil negosiasi antara penulis dan pembaca, pembaca dipandang memiliki peran dalam transaksi pembentukan suatu teks, selain itu, Mills menambahkan bahwa dalam suatu teks kata ganti orang seperti saya, kita dan kalian mampu menunjukan bahwa pembaca menjadi bagian yang integral dalam keseluruhan teks, sehingga menjadi penting bagi peneliti dalam studi teks untuk melihat posisi penulis dan juga pembaca, hal ini akan memberikan keuntungan yaitu peniliti akan mampu melihat teks tidak hanya dari proses produksi namun juga proses resepsi oleh pembaca. (Eriyanto,2011:203)

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dilihat, kacamata isapa peristiwa ini dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing actor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasan ditampilkan oleh kelompok/orang lain.

Posisi Penulis-Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembca mengidentifikasi dirinya.

Sumber : Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media (Eriyanto,2001:211) Tabel 5.1

(3)

36

Dari cara pandang yang dijelaskan diatas akan membantu peneliti dalam menganalisis bagaimana wacana maskulinitas Menteri Susi Pudijiastuti yang direpresentasikan dalam teks yang di hadirkan Talkshow Kick Andy Metro TV edisi 8 April 2016. Dalam analisis ini, peneliti akan membagi sumber data yang telah di reduksi berdasarkan adanya nilai maskulinitas dalam teks, teks akan di bagi dalam 5 Sub-bab :

5.1.1. Judul Lead Talkshow “Kartini Bernyali” 5.1.2. Segmen 1

5.1.3. Segmen 4 5.1.4. Segmen 5

5.1.5. Segmen 6-Closing

5.1. Analisis pada Talkshow Kick Andy Edisi 8 April 2016

5.1.1. Judul Lead Talkshow “Kartini Bernyali”

Gambar 5.1. Judul Lead Talkshow Kick Andy 8 April 2016

(4)

37

A. Posisi Subjek-Objek

Terlihat dari data diatas memposisikan Tim Creative selaku tim produksi content talkshow sebagai Subjek dan Menteri Susi sebagai objek yang diceritakan dalam teks ini. Tim Creative sebagai Subjek mencoba untuk memposisikan Objek Menteri Susi sebagai sosok yang merepresentasikan Kartini, yaitu sosok perempuan pejuang di masanya. Dalam hal ini subjek ingin memposisikan objek sebagai Kartini di masa kini di mata pemirsanya.

Judul ini ditayangkan pada 8 April 2016 dimana merupakan edisi menyongsong hari Kartini 21 April 2016, beberapa deretan tema menyongsong kartini diusung namun edisi “Kartini Bernyali” ini ditayangkan di minggu pembuka, sehingga ketertarikan masyarakat telah didapatkan sejak awal karena sosok Susi yang kontroversial di masyarakat yang ditunjukan melalui beberapa pemberitaan menyangkut penampilan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Susi selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, hal ini juga diakui oleh Susi melalui pemberitaan Republika News pada 27 Juli 2016 lalu.

"Saya dikenal kontroversial dalam memerangi penangkapan ikan secara ilegal," kata Menteri Susi saat membuka Ministerial Meeting on Traceability of Fish and Fisheries Product di Jakarta, Rabu (27/7)1.

Tayangan ini juga dengan jelas memilih topik utama “Kartini Bernyali” dan narasumber utama adalah Susi Pudjiastuti. Melalui judul

1

Hermawan,Bayu. 2016. Menteri Susi : Saya Dikenal Kontroversial diakses melalui

(5)

38

topik ini pemirsa juga dapat mengerti dengan jelas bahwa objek akan diceritakan dalam teks ini sebagai sosok kartini di jamannya yang memiliki karakter “bernyali”.

Melalui pemilihan kata “bernyali” yang dalam beberapa definisi berarti Have the courage to do something (Oxford Dictionary) atau mempunyai keberanian; berani (KBBI,2017) melalui kata definisi diatas kata “bernyali” tersebut digunakan sebagai penggambaran karakter utama yang ingin ditonjolkan dari Susi, subjek ingin mengkonstruksikan dalam pikiran pemirsa Susi sebagai sosok yang bernyali atau memiliki keberanian dalam hal-hal yang dilakukannya dan dengan adanya kata “Kartini” memperjelas konteks pembicaraan sosok yang bernyali sebagai pejuang perempuan yang memiliki pengaruh dan memberikan perubahan dalam negaranya.

Dalam 8 Konsep maskulinitas dari zaman ke zaman yang dikemukakan oleh Dermantoto, keberanian menjadi salah satu point yang dikemukakannya sebagai tolak ukur maskulinitas seseorang yaitu dalam konsep Give em hill yaitu konsep yang menggambarkan karakter maskulinitas seorang laki-laki sebagai sosok yang memiliki aura keberanian dan agresi serta berani mengambil resiko sekalipun rasa takut menginginkan sebaliknya (Dermantoto,2010). Sehingga dengan penggunaan kata “Kartini Bernyali” subjek ingin menunjukan sosok Susi sebagai Pejuang perempuan yang berbeda dengan perempuan biasanya atau lebih maskulin karena perempuan pada masyarakat umum di labeli karakter feminin dengan menggunakan kata “bernyali” yang dikonstruksikan sebagai kata yang menggambarkan karakter maskulinitas.

(6)

39

B. Posisi Pembaca

Dalam studi media melalui tayangan televisi maka wacana yang hadir memiliki pemirsanya sebagai Aktor yang berperan sebagai Pembaca, demikian pula dalam wacana ini. Posisi penulis dalam data diatas adalah Subjek yang dijelaskan dalam penjelasan di atas yaitu Tim Creative atau Tim Produksi, sedangkan yang menjadi Pembacanya adalah pemirsa di Studio dan Pemirsa yang menonton tayangan ini.

Melalui judul “Kartini Bernyali” yang menjadi hal pertama yang akan didengar pemirsa ketika menonton tayangan ini, penulis ingin mengkonstruksikan kesan awal karakter Susi sebagai sosok perempuan pejuang masa kini yang berani dalam berbagai hal yang dihadapinya, sehingga seiring dengan berbagai pertanyaan yang akan dilontarkan kepada Susi mengenai hal-hal yang dihadapinya dalam bekerja maupun mengenai perjuangan kehidupannya, pemirsa selaku penonton disini telah terbawa dan terus dibangun pikirannya melalui alur yang diinginkan penulis untuk mengkonstruksikan Susi sebagai Kartini Bernyali.

5.1.2. Segment 1

5.1.2.1. Penggunaan Tattoo

A. Posisi Subjek-Objek

(7)

40

Susi berbeda dari sosok perempuan yang dianggap sebagai kartini-kartini saat ini yaitu sosok yang feminine dan berpenampilan anggun.

Melalui perbincangan pertama antar Host dan Susi, hal yang diperbincangkan pertama adalah tattoo yang dimiliki susi di bagian betis kaki kanannya.

Dalam teks tersebut subjek mencoba untuk untuk membuka perbincangan dengan mengarahkan perbincangan pada perubahan yang dirasakan Susi, hal tersebut akan mengantar Susi pada penjelasannya mengenai hal-hal yang biasanya dilakukan ke hal yang tidak biasa dilakukan, dengan jelas Susi mencoba untuk menjelaskan hal-hal umum yang biasanya di lakukan. Namun dengan kalimat “Sekarang tattoo nya ditutupin ya” Andy mengarahkan Susi untuk membicarakan mengenai penampilannya yang menjadi kontroversi di masyarakat saat ini, dengan

Andy: terimakasih bu Susi, silahkan duduk. Apa kabar? dulu kan saya mengundang anda di Kick Andy, menceritakan kisah hidup anda ya, dari anak yang cuman lulusan SMP berjuang keras, bekerja keras, kemudian sukses, kali ini sebagai menteri . Apa perbedaan yang paling anda rasakan sebagai pengusaha dan sebagai menteri ?

Susi : lebih enak dan bebas sebagai seorang pengusaha, lebih mudah

karena mau jadi hari ini terserah, mau besoak terserah, tidak bersinggungan dengan berbagai kepentingan cuman kepentingan perusahaan dan saya kalau sekarang serba susah dan harus diliput di mana-mana, jadi kadang tidak boleh dulu kalo duduk seenaknya sedangkan sekarang tidak bisa, dulu mau keluar pake baju sesukanya, sekarang tidak bisa.

Andy : sekarang tattoo nya ditutupin ya

(8)

41

pemilihan kata “ditutupin” atau bentuk aktif nya adalah “menutupi” dengan bentuk asli dari bahasa Old French yaitu Covrir yang berarti Placer, disposer quelque chose sur quelque chose d'autre ou sur quelqu'un, en particulier pour le protéger ou le cacher à la vue (Larrouse Dictionary) yang dapat berarti mengatur posisi/tempat sesuatu atau seseorang atas sesuatu atau seseorang untuk melindungi atau menyembunyikannya dari pandangan orang lain atau agar tidak terlihat, dengan kontroversi yang ada di masyarakat saat ini maka kata ini akan berkonotasi negatif, karena dalam pandangan masyarakat adanya usaha untuk menyembunyikan atau melindungi tattoo tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan di Jagiellonian University Medical College di Polandia menunjukkan 2.369 perempuan dan 215 pria setuju bahwa tato memperkuat nilai maskulin orang yang memilikinya, sehingga sekalipun di Indonesia sendiri Tattoo berasal dari budaya Tattoo suku dayak, namun dalam perekembangannya di masyarakat, hal ini sudah dipandang sebagai hal maskulin, sehingga perempuan yang memiliki tattoo akan dipandang tidak baik dan terlalu tomboy. Sehingga dengan pemilihan bahasa “menutupi tattoo” menunjukkan Susi sebagai sosok perempuan yang ingin tetap memiliki tattoo namun menutupi/menyembunyikannya hanya agar tidak terlihat dari pandangan media atau masyarakat.

B. Posisi Pembaca

Selanjutnya, dengan respon yang diberikan Susi mengenai perkataan Andy terlihat bahwa Susi memposisikan diri sebagai Penulis disini yang menceritakan mengenai dirinya dan tattoo yang dimilikinya dan dalam hal ini masih Pemirsa masih diposisikan sebagai Pembaca.

Andy : sekarang tattoo nya ditutupin ya

(9)

42

Melalui teks diatas, Susi sendiri juga menyetujui bahwa dia berusaha menutupinya, namun karena baginya tattoo merupakan hal penting baginya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan ketika hal tersebut ditutupi, hal ini dapat dilihat dengan perkataan Susi “kadang capek ya lepas saja” dengan perkataan ini menunjukan pada masyarakat atau pemirsa bahwa Susi sendiri merasa tidak nyaman ketika tattoo nya ditutupi atau menyembunyikan tattoo nya, dalam KBBI “lepas” sendiri diartikan sebagai “bebas dari ikatan dan tidak terikat lagi” atau “tidak tertambat” yang menunjukan maksud kalimat yang menggunakan kata ini adalah aktivitas yang dilakukan berlawanan dengan yang ada sebelumnya, atau yang dilakukan sebelumnya, terikat menjadi terlepas, sehingga akan membangun pikiran dalam masyarakat selaku pembaca disini kalau Susi sendiri nyaman, dengan tattoo nya karena merasa terikat ketika ditutupi dan hal ini juga memperkuat pandangan maskulin oleh masyarakat pada Susi, karena konstruksi tattoo yang berkembang di masyarakat saat ini.

5.1.2.2. Tegas, Berani dan Konsisten A. Posisi Subjek-Objek

Data berikut ini mengenai “Sepak Terjang Menteri Kelautan dan Perikanan” yang diselipkan dalam bentuk video singkat di dalam tayangan Kick Andy, berikut data berupa elemen Audio dari video tersebut :

(10)

43

Dari data diatas, posisi subjek dalam teks adalah Narator pencerita, yang menceritakan sosok Susi selaku objek dari sisi perkembangan kinerja yang telah dilakukan Susi terkhususnya dalam penerapan kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan di laut Indonesia. Dari teks tersebut, terlihat Narator ingin menceritakan perbedaan Susi dengan perempuan-perempuan lain atau bahkan Menteri-menteri sebelumnya, dengan kalimat :

Menunjukan bahwa inti cerita dari Narator adalah menilai sikap Susi dari pandangan masyarakat pada umumnya, dengan mengangkat fenomena yang ada mengenai kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan pada masa kerja Susi, Subjek ingin menceritakan bahwa dalam penerapan kebijakan tersebut Susi dinilai masyarakat sebagai sosok yang tegas, tanpa kompromi dan berani. Dalam hal ini „tegas‟ (Assertive) dapat diartikan sebagai someone who is not frightened to say what they want or believe (Cambridge Dictionary) atau seseorang yang tidak takut dan tidak ragu dalam menyampaikan apa yang mereka inginkan atau percayai. Kemudian, kata selanjutnya memperkuat maksud kata „tegas‟ tersebut, yaitu „tanpa kompromi‟ dalam konteks kalimat ini kata „kompromi‟ sendiri dapat diartikan sebagai to allow your principles to be less strong or your standards or morals to be lower” (Cambridge Dictionary) atau the acceptance of standards that are lower than is desirable yang dapat dibahasakan dengan tindakan menerima kesepakatan untuk menurunkan standar

(11)

44

mengenai suatu hal dapat berupa aturan ataupun nilai moral yang berlaku, dalam konteks ini dapat kita hubungkan dengan kebijakan yang diberlakukan Susi, dengan kata „tanpa‟ membuat arti dari „kompromi‟ tersebut menjadi kalimat negatif yang berarti Susi menolak atau tidak pernah menerima penurunan nilai atau standar yang telah diberlakukan dalam kebijakannya. Makna kalimat tersebut semakin jelas dan menunjukan maksud Subjek mengenai karakter kepemimpinan Susi. Dalam masyarakat Indonesia perilaku ini masih umum dilakukan oleh laki-laki,

Dari penjelasan diatas mengenai posisi teks dalam menjelaskan karakter kepemimpinan Susi, masyarakat jelas memandang Susi sebagai sosok yang tegas dan berani, karakter ini dikategorikan sebagai karakter maskulin, salah satu konsep yang dapat menjelaskan kosntruksi maskulin di atas adalah konsep oleh Donaldson (1993) dalam Dermantoto (2010) bahwa dalam masyarakat terdapat tolak ukur maskulinitas yang tidak tertulis namun disepakati bersama salah satunya yaitu laki-laki pantang menangis, harus tampak tegar, kuat dan pemberani. Sehingga pandangan maskulin pada Susi sangat kuat dalam masyarakat dengan konstruksi nilai-nilai maskulinitas yang berkembang saat ini.

B. Posisi Pembaca

(12)

45

awal yang dipandang sebagai kontroversi, serta dibanding-bandingkan dengan pejabat-pejabat sebelumnya kemudian pembaca digiring untuk melihat konsistensi Susi melalui dukungan elemen visual dan audio yang menunjukan bukti nyata kinerja Susi dalam menjalankan kebijakannya dan juga dengan pemilihan kata pada elemen audio yang meyakinkan pembaca mengenai karakter Susi yang tegas dan berani tersebut.

Sumber : Kick Andy „Kartini Bernyali‟ Edisi 8 April 2016

Sumber : Kick Andy „Kartini Bernyali‟ Edisi 8 April 2016 Gambar 5.2. Penenggelaman Kapal

(13)

46

Dari penjelasan diatas, video ini disajikan guna untuk meyakinkan pembaca sebagai masyarakat Indonesia, bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan mereka yang diragukan dan menjadi kontroversi justru membawa bukti nyata dengan kebijakan-kebijakan yang berhasil dijalankannya, sehingga dalam pemikiran masyarakat Susi adalah hero atau pejuang perempuan yang tegas dan berani serta konsisten dalam dunia kelautan Indonesia dan layak dipandang sebagai „Kartini‟ dalam bidangnnya.

5.1.3. Segment 4

5.1.3.1. Perempuan Baja

A. Posisi Subjek-Objek

Teks diatas meceritakan pandangan masyarakat mengenai Susi yang dlihat sebagai sosok perempuan kuat dan tangguh bagaikan baja. Susi di posisikan sebagai objek dan masyarakat diposisikan menjadi Subjek yaitu sosok yang menceritakan Susi sebagai perempuan kuat dan berhati maupun memiliki fisik baja. Subjek ingin menunjukan sosok Susi

Andy : Bu Susi dari semua yang anda kerjakan banyak orang menganggap

anda ini perempuan baja, perempuan kuat, hati maupun fisik tapi sebagai

manusia pernah gak merasa lelah terutama jadi menteri ini ?

Susi : Ya, Sering.

Andy : Oh Sering ?

Susi : Ya kadang-kadang tuh pengen sesuatu seperti ini tetapi ternyata tidak

bisa karena karena ini pemerintah begini-begini (cuplikan rapat KKP yang

dipimpin menteri Susi ), banyak harus menjelaskan lagi, harus explaining

lagi, kenapa di tenggelamkan ? kenapa tidak dibagikan ke nelayan,

(14)

47

sebagai perempuan yang „tahan banting‟ entah dari segi karir maupun dalam memimpin di Kementrian Kelautan dan Perikanan. Susi sebagai pemimpin perempuan yang menjadi panutan bagi pemimpin lain dianggap sebagai sosok yang kuat, dari percakapan mengenai topik ini, respon Susi menunjukan bahwa masyarakat memandang Susi sebagai perempuan yang selalu kuat tanpa pernah memikirkan kejenuhan yang dihadapinya.

Melihat konteks kalimat dan pemilihan kata dari teks diatas, dalam KBBI makna kata baja disini dapat diartikan dari dua sisi, sebagai kata kiasan yang berarti sesuatu yang keras dan kuat (tentang semangat, kemauan, dan sebagainya) ataupun sebagai kata kerja yang berarti mengeras seperti baja; seperti baja kerasnya (kuatnya), hal ini menunjukan bahwa Susi dipandang sebagai perempuan kuat dan keras dari fisik dan dari sikapnya. Dalam pembahasan mengenai Susi sebagai seorang Kartini bernyali, kalimat ini mendukung adanya pandangan masyarakat mengenai Kartini bernyali itu adalah sosok perempuan yang kuat dan keras, dimana karakter-karakter ini kuat kaitannya dengan konstruksi maskulinitas di masyarakat.

(15)

48

Konsep diatas dapat mendukung pandangan masyarakat mengenai karakter maskulin, ketika konsep tersebut dimiliki oleh seorang perempuan yaitu dalam penjelasan data teks diatas masyarakat melihatnya didalam cara memimpin Susi, hal ini menunjukan adanya konstruksi perempuan maskulin dalam masyarakat pada Susi, dengan pelabelan perempuan baja dan kuat tersebut.

A. Posisi Pembaca

Dalam data di atas, posisi penulis adalah masyarakat yang memandang Susi sebagai sosok perempuan baja dan perempuan kuat baik hati maupun fisik, sedangkan pemirsa ataupun masyarakat disini adalah pembacanya. Dalam hal ini pemirsa disini lebih khususnya pemirsa yang belum memiliki anggapan atau belum mengetahui sosok Susi yang dipandang perempuan baja dan kuat, sehingga melalui teks diatas, penulis ingin menyampaikan bahwa Susi adalah sosok yang tahan banting dan kuat dalam menjalani tugasnya sebagai seorang Menteri, berbeda dari perempuan-perepuan lain yang cenderung dipandang lemah lembut secara fisik maupun hati.

Dengan penjelasan di atas mengenai makna setiap pemilihan kata dalam teks, Penulis membangun pandangan dalam Pembacanya mengenai Susi yang cenderung lebih maskulin dan mengantar pemikiran pembacanya pada wacana maskulin yang dibangun pada Susi.

(16)

49

Rangkaian kalimat diatas menjelaskan bahwa Susi ingin para pembacanya mengetahui bahwa dibalik sisi perempuan baja yang dikonstruksikan padanya, Susi jenuh dengan pandangan masyarakat tersebut yang terus bertanya-tanya mengenai tindakannya dalam penenggalaman kapal yang sudah sering dijelaskannya, kata lagi yang diulang Susi terus menerus diatas menunjukan pengulangan penjelasan yang menjenuhkannya. Dengan penempatan kalimat tersebut dalam perbincangan mengenai sosoknya sebagai Kartini Bernyali mengantar masyarakat yang membaca teks ini berpikir bahwa Susi hanya ingin menunjukan kinerjanya dari tindakan nyata nya tanpa perlu menjelaskan berulang-ulang maksud dan tujuan tindakannya. Hal ini memperkuat pandangan masyarakat pada sosok Susi yang keras yang dengan jelas menunjukan ketidaknyamanannya ketika sesuatu hal meganggunya dalam hal ini penjelasan yang terus menerus diulangnya dan menjenuhkan.

5.1.3.2. Penampilan Nyentrik dan Urakan A. Posisi Subjek-Objek

banyak harus menjelaskan lagi, harus explaining lagi, kenapa di

tenggelamkan ? kenapa tidak dibagikan ke nelayan, pertanyaan itu setiap

minggu ada saja orang baru tanyakan.

Andy : jadi dari mana pak Jokowi tau anda ya ? tanya sendiri ? oke,

gaya anda kan berbeda dengan pak Jokowi, anda kan minta maaf ni ya,

agak urakan gitu lo, agak kacau itu gitu ya, ini perasaan saya.

Susi : Tapi very manner loh pak

Andy : maksud saya penampilan, maksud saya pak Jokowi kesannya

(17)

50

Dalam data teks diatas, menjelaskan mengenai bagaimana dari penampilan Susi yang demikian bisa mengenal Presiden Jokowi. Dalam teks ini aktor yang berperan sebagai Subjek adalah Andy Noya dan Objek yang di ceritakan disini sebagai sosok urakan dan kacau adalah Susi. Dalam teks yang menceritakan sosok Susi sebagai Kartini, penampilan urakan dan kacau menjadi salah satu hal kontras yang menarik perhatian Subjek untuk menceritakannya kepada publik sebagai salah satu faktor penampilan kartini yang tidak dimiliki „Kartini-kartini‟ pada umumnya.

Subjek menceritakan penampilan Susi sebagai sosok kartini yang dipandang urakan dan kacau, pemilihan kata ini dalam konteks kalimat diatas menunjukan makna urakan sebagai suatu wujud nyata dari penampilan secara fisik, karena dalam kalimat selanjutnya, Andy menjelaskan maksud kalimatnya berfokus pada penampilan Susi bukan pada perilaku/manner Susi. Urakan dalam KBBI lebih menjelaskan pada arti dasar urakan yaitu tidak mengikuti aturan dan bertingkah laku seenaknya, sedangkan dalam konteks kalimat yang diceritakan Andy diatas dan makna kata dari KBBI maka Urakan dalam teks ini berarti penampilan Susi yang tidak sesuai aturan perempuan pada umumnya atau berbeda dari yang biasanya dan juga berpenampilan seenaknya. Selain itu, penambahan kata kacau yang dalam google translation-origin word berasal dari bahasa inggris messy berarti tidak rapi atau tidak beraturan, memperkuat maksud kalimat yang dijelaskan diatas.

(18)

51

dan kesopanan (Barker dalam Nasir, 2007:3 dalam Dermantoto, 2010:2), pendapat umum ini mewakili representasi nilai maskulin yang ada di masyarakat sehingga ketika penampilan Susi merepresentasikan nilai-nilai maskulin ini maka wacana maskulinitas mengenai Susi semakin kuat dalam masyarakat.

B. Posisi Pembaca

Melalui teks di atas penulis mencoba memposisikannya dari pandangan masyarakat awam ketika melihat perilaku dan penampilan Susi, dengan memilih kata Urakan penulis memposisikan pemirsanya sebagai masyarakat pada umumnya yang menganggap bahwa penampilan urakan itu tidak umum di kalangan perempuan, penampilan cuek sering diidentikan dengan perempuan tomboy atau maskulin, sehingga melalui teks ini masyarakat semakin memahami maksud dari sosok „kartini‟ yang coba digambarkan penulis melalui Susi.

(19)

52

penampilan masih terlihat anggun dan rapi layaknya penampilan perempuan-perempuan Inggris pada umumnya.

.

Adapun maksud dari teks ini seperti yang dijelaskan di atas dalam masyarakat awam yang diwakili oleh perkataan Andy bahwa sosok perempuan yang urakan dan kacau sangat patut dipertanyakan bagaimana dapat dikenal oleh Presiden dan menjadi seorang pemimpin di kementerian. Dapat kita lihat bahwa dalam masyarakat pertanyaan tersebut sangat wajar ditanyakan, dikarenakan latar belakang pola pikir masyarakat mengenai individu-individu yang mengambil bagian di kepemerintahan harus berpenampilan menarik dan rapi serta kebanyakan perempuan yang mengambil bagian dalam susunan

Gambar 5.4.

Margareth Thatcher „The Iron Lady’

(20)

53

kepemerintahan berangkat dari kalangan artis maupun dari tokoh-tokoh masyarkat sehingga penampilan mereka menjadi salah satu hal yang menonjol dari mereka. Sebagai pembaca dengan konstruksi yang melatar belakangi pola pikir mereka akan menghasilkan interpretasi yang sama dengan penjelasan diatas ketika mendengar perkataan Andy.

5.1.3.3. “Saya Gentleman”

A.Posisi Subjek-Objek

Dalam teks ini posisi aktor yang berperan sebagai subjek dan objek ada pada aktor yang sama, yaitu Susi, dalam teks ini Susi berperan sebagai pencerita yang menceritakan cerita tentang personaliti nya. Teks ini menceritakan apa faktor yang membuat Susi dipilih Presiden Joko Widodo menjadi Menteri, Susi memilih faktor kepribadian yang menjadi kesamaan antara Susi dan Presiden Joko Widodo. Dari berbagai kepribadian yang diungkap Susi, teks ini berujung pada perkataan Susi mengenai kepribadiannya yang sangat „Gentleman secara tidak langsung

Andy : Oh ya, kira-kira anda sama pak Jokowi apa yang membuat klop

begitu, ada persamaan apa ?

Susi : Saya pikir pak Jokowi orangnya very sincer, saya juga sincer, dan

beliau Honest, saya juga Honest dan keberpihakan kepada orang

kebanyakan, saya rasa kita disitu sama pak, walaupun background Jawa,

saya juga sama Jawa seperti beliau, cuma saya besar dijalanan bedanya.

Andy : hah ?

Susi : Saya besar di berbagai culture, jadi ya tidak halus seperti beliau tapi ya manner tetap manner, santun saya sangat santun dan sangat

(21)

54

makna kalimat tersebut adalah untuk mempertegas kesamaan pola pikir dan kebiasaan dari Susi dan Presiden Joko Widodo.

Kata „Gentleman’ dalam teks ini terasa janggal ketika diposisikan dalam teks yang disajikan menyongsong hari Kartini, kata „Gentleman’ pertama kali digunakan tahun 1800, dibentuk dari dua kata dalam bahasa Inggris „Gentle’ dan „Man‟ serta dari bahasa Old France : Gentilz Hom yang didefinisikan sebagai man of noble atau laki-laki kelahiran atau berdarah bangsawaan, dari bentuk asli kata ini sudah digunakan bagi identitas kaum pria atau bernilai maskulin, sehingga penggunaan kata ini hampir tidak pernah bagi perempuan. Jika di artika secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, maka arti „gentleman’ akan langsung diartikan sebagai „Pria‟ dalam KBBI kata Pria merupakan identitas yang diberikan kepada laki-laki dewasa yang menjadi dambaan wanita, sehingga pemilihan kata ini dari awal hingga perkembangannya saat ini sangat kuat dengan unsur maskulinitasnya, sekalipun dalam konteks kalimat diatas yang menceritakan adalah seorang perempuan, tidak akan menggeserkan makna dari kata itu sendiri, penggunaan kata ini pada peremepuan akan memberikan kesan maskulin pada penggunanya. Dari penjelasan diatas, posisi aktor dan pemilihan kata, secara tidak langsung menunjukan adanya wacana maskulnitas pada Susi, dengan pengkuan sebagai sosok yang gentleman maka posisi Susi dalam masyarakat juga akan digolongkan dalam pemimpin perempuan yang maskulin.

B. Posisi Pembaca

(22)

55

sehingga perebedaan pola pikir, cara memahami suatu hal pasti dimiliki setiap individu. Susi ingin menunjukan pada pemirsa bahwa latar belakang perbedaan kebudayaan tempat dia dan presiden Joko Widodo berkembang membuat kepribadian mereka berbeda. Dalam hal nilai-nilai kesopanan dan moral yang berlaku juga terdapat beberapa perbedaan niai sehingga tidak bisa membuat satu tolak ukur dari suatu individu ke individu lain, atau dari Presiden Joko Widodo ke Menteri Susi.

Dalam KBBI kebudayaan (culture) tidak hanya sampai pada konsep ritual setiap daerah, namun juga merangkap ingga pola pikir dan kebiasaan sehari-hari sehingga pesan inti dari teks ini adalah untuk membuat pembaca memahami bahwa dengana adanya keberagaman budaya ini, maka suatu individu dan individu lain memiliki pemikiran yang berbeda, kebiasaan serta nilai yang berbeda tiap individu berdasarkan di lingkungan mana dia tumbuh dan berkembang.

5.1.4. Segment 5

5.1.4.1. Kebiasaan Merokok Depan Umum A. Posisi Subjek-Objek

Dalam teks yang menjelaskan mengenai kebiasaan merokok dari Susi ini, posisi subjek dalam teks adalah Ibu dari anak yang mengidolakan Susi karena dalam konteks ini isi teks menjelaskan pandangan ibu tersebut pada kebiasaan merokok Susi, lalu Objek dalam teks ini adalah Susi.

terus kalau mau ngerokok pasti harus lihat ada orang apa gak, kalau ada nanti di foto, difotonya kemana-mana, nanti ada ibu-ibu marah, “anak saya

(23)

56

Dalam teks ini Subjek menceritakan kebiasaan merokok Susi yang meresahkannya karena anaknya mengidolakan Susi, ketakutan tersebut dimulai ketika anaknya ingin memiliki tattoo layaknya Susi, hal ini terlihat dari kalimat “sekarang dia ingin punya tattoo sebentar lagi dia mau ngerokok juga” seperti yang telah di analisa dalam 5.1.2.1 penggunaan tattoo dianggap sebagai hal yang tidak sesuai bagi peempuan dan berkonotasi negatif serta terkesan maskulin dimata masyarakat. sehingga dengan perbandingan menggunakan tattoo disini dan penggunaan kata “juga” yang menjadi kata penekanan kata sebelumnya (KBBI), maka posisi “ngerokok” juga sama di mata masyarakat, sama-sama dipandang negatif dan terkesan maskulin.

Selain itu dalam teks ini juga subjek menceritakan bahwa objek adalah sosok yang diidolakan dan dari penekanan kalimat selanjutnya yang dijelaskan diatas. Dalam Cambridge Dictionary kata Idol sendiri didefiniskan sebagai someone who is admired and respected very much atau sosok/individu yang di kagumi dan sangat di hormati, penempatan kata ini dalam konteks kalimat diatas menunjukan adanya dua phrase yang kontras satu dan lainnya, ketika disisi lain Susi di posisikan sebagai sosok yang kagumi dan dihormati, dikalimat selanjutnya kebiasaan merokok Susi dan Tattoo nya justru meresahkan apa yang terjadi dikalimat pertama, ketika Susi menjadi sosok pemimpin yang di Idolakan.

(24)

57

peminum dan kekerasan, sehingga dapat kita temukan dengan jelas seberapa besar nilai maskulin yang terkandung dalam „merokok‟. Sama halnya dengan yang ada didalam masyarakat Indonesia „merokok‟ bukan tindakan yang dapat diterapkan pada seorang pemimpin perempuan, sehingga menimbulkan keresahan pada masyarakat, selain itu, kalimat terus kalau mau ngerokok pasti harus lihat ada orang apa gak, kalau ada nanti di foto juga berbicara mengenai perilaku Susi tersebut memang sangat jarang terjadi dan dalam kalangan masyarakat Indonesia, di Indonesia hanya 4 dari 100 perempuan yang merokok (Kementerian Kesehatan,2016) sehingga perilaku masyarakat atau bahkan media dalam menanggapi perilaku Susi ini masih sangat wajar terjadi pada masyarakat yang tekejut dengan budaya perempuan merokok yang masih sangat jarang dijumpai di Indonesia.

B. Posisi Pembaca

Hal menarik muncul ketika teks ini mulai masuk dalam pembahasan mengenai peampilan dan kebiasaan Susi, tim creative maupun tim produksi yang diposisikan sebagai Penulis dalam teks ini berusaha menunjukan kelayakan Susi di jadikan “Kartini Bernyali” versi mereka dengan mengangkat berbagai topik mengenai kinerja, penampilan dan kebiasaan serta mengenai keluarganya yang dapat membangun pandangan masyarakat mengenai Susi sebagai Kartini modern, sehingga tujuan awal teks dari tema yang diangkat dapat tersampaikan kepada pemirsanya selaku pembaca teks ini.

(25)

58

(Clinical Hypoterapist Indonesia), dalam masyarakat Indonesia perempuan dan rokok dipandang sebagai tindakan tabu dan terlarang serta dicap sebagai

perempuan maskulin dan nakal, dalam artikel yang diterbitkan CNN Marcelia

Lesar berpendapat bahwa :

Tak bisa sepenuhnya disalahkan, perkembangan pemikiran tersebut karena secara historis, rokok memang berkorelasi dengan laki-laki, Secara psikis pria merasa maskulin ketika merokok karena terkait pada sosial kultural, yang mana pola merokok ini dikondisikan untuk pria, Dalam pandangan sosial, pria perokok itu karakteristiknya cenderung terkait dengan sifat yang ekstrovert, pemberontak, serta berani mengambil risiko. Dengan kata lain, maskulin2

Hal lain yang mendukung “ngerokok” adalah hal yang negatif dipandangan masyarakat ketika menyaksikan tayangan ini adalah teks ini diawali dengan judul yang menempatkan posisi Susi sebagai sosok kartini yang harusnya memiliki karakter kartini yang anggun, perempuan berwibawa dan menjadi panutan bagi perempuan lainnya, dengan mengangkat kebiasaan Susi merokok, masyarakat akan membentuk pandangan sosok kartini baru yang maskulin dan akan memperkuat keresahan masyarakat karena konstruksi perempuan merokok yang berkembang di masyarakat.

2

(26)

59

5.1.4.2. Vox Pop Opini masyarakat mengenai Menteri Susi Pudjiastuti

A. Posisi Subjek-Objek

a. Pertanyaan 1- Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ? Teks : Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ?

Informan (Perempuan) 1 : Dia itu nyentrik ya

Informan (Perempuan) 2 : Tegas

Informan ( Laki-Laki) 1 : Berani tu ya orangnya tu ya

Infroman (Perempuan) 3 : Pokoknya keren sih, buat ibu itu, jadi tuh ngasi tau orang kalau kita

tuh gak boleh nge-judge orang dari luarnya aja tapi kita bisa lihat kinerjanya kayak gimana.

Teks : Menurut anda apa prestasi ibu Susi Pudjiastuti ?

Infroman (Perempuan) 1 : Dia itu berani sebagai seorang wanita, itu membakar perahu-perahu

yang datang ke Indonesia itu kan, itu udah salah satu prestasi dia.

Infroman (Perempuan) 2 : berkurang yang penangkap-penangkap ikan liar yang masuk ke

perbatasan Indonesia

Infroman (laki-laki) 2 : yang saya tau sih waktu itu dia pernah bantuin tsunami di Aceh

Infroman (laki-laki) 3 : yang saya tau sih, dia pernah ngeledakin kapal asing yang masuk ke

wilayah kelautan Indonesia

Teks : Apakah ibu Susi Pudjiastuti sudah sesuai dengan perjuangan Kartini saat ini ?

Infroman (Perempuan) 3 : cocok banget, soalnya dia tuh pertama berani dalam bertindak, terus

juga yang pasti dia gak korupsi.

Infroman (Perempuan) 4 : cocok sih, cocok banget, soalnyakan kartini itu kan

memperjuangakan hak-hak wanita kan, jadi tuh wanita tuh bukan hanya sekedar dirumah

Infroman (laki-laki) 1 : Untuk saat ini cocok saja karena dia pemberani di Indonesia

Infroman (Perempuan) 1: walaupun wanita tapi dia gak lemah

(27)

60

Dalam Vox pop tersebut, Aktor yang berperan sebagai Subjek dalam teks adalah Masyarakat yang menjadi Informan atau yang memberikan pendapat mengenai Menteri Susi, terdapat 7 Subjek dalam teks diatas dengan Susi sebagai Objek. Teks ini ingin melihat pandangan masyarakat mengenai sosok Susi sebagai Kartini Modern saat ini, dengan mengajukan pertanyaan yang berujung pada apakah semua jawaban tersebut membuat Susi layak dipandang sebagai Kartini dalam masyarakat. hal lain yang menarik dari teks ini, Subjek di dominasi oleh kaum perempuan dari 7 Informan terdapat 4 perempuan dan 3 laki-laki, mengingat bahwa teks ini ada dalam tayngan menyongsong hari kartini, sehingga dapat dilihat pandangan perempuan mengenai sosok Susi sebagai Kartini Modern yang dari beberapa data sebelumnya menunjukan adanya wacana maskulinitas pada Susi. Pertanyaan yang diajukan kepada masyarakat terdiri dari 3 pertanyaan, pertanyaan pertama adalah :

Melalui pertanyaan pertama Informan perempuan pertama menceritakan kesan pertama ketika mengingat sosok Susi, dalam psikologi komunikasi pandangan pertama seorang pelaku komunikasi merupakan tahap pembentukan persepsi megenai lawan bicara,persepsi disini adalah sebuah proses untuk membuat penilaian dan membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat didalam lapangan penginderaan seseorang (Suwarno, 2009:52 dalam Ali Akbar,2016) sehingga dalam interaksi sosial, kesan pertama yang sangatlah penting dan akan terus diingat oleh lawan bicara. Kesan pertama yang

Teks : Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ?

(28)

61

disebutkan langsung menuju pada penampilan Susi, yang dimana dalam analisis sebelumnya, penampilan Susi memiliki unsur maskulin dalam pandangan masyarakat, pemilihan kata „Nyentrik‟ dalam kalimat tersebut memiliki beberapa makna berdasarkan konteks kalimat, sebelumnya, kata „nyentrik‟ sendiri berasal dari bahasa Yunani ekkentros (εκκεντ ο ) yang berarti (of a person or their behavior) unconventional and slightly strange (WordReference English-Greek Dictionary,2017), makna serupa juga dijelaskan dalam KBBI, „Nyentrik‟ atau „Eksentrik‟ diartikan sebagai berperilaku, bergaya eksentrik, aneh, tidak wajar, dari definisi kata diatas, pandangan masyarakat bahkan sesame perempuan adalah perilaku atau penampilan Susi, sehingga dapat dikatakan dan dihubungkan dengan makna kalimat bahwa unsur „nyentrik‟ dalam perilaku dan penampilan Susi merupakan hal yang berbeda dan masih sangat „aneh‟ diterapkan pada seorang perempuan dalam pandangan masyarakat.

(29)

62

dikonstruksikan pada laki-laki, masyarakat memilih kata „Nyentrik‟ pada Susi karena perilaku dan penampilan Susi seperti yang dikonstrusikan dalam pendapat umum diatas, masih sangat „Aneh‟ dan jarang dijumpai pada seorang perempuan.

Dari penjelasan diatas, pendapat masyarakat mengenai unsur „nyentrik‟ dari perilaku dan penampilan Susi tersebut menunjukan adanya wacana maskulinitas sosok Susi dalam pandangan masyarakat, didukung dengan adanya pendapat umum yang ditemukan oleh Barker dalam masyarakat.

Berlanjut ke Informan perempuan ke-2 dengan pertanyaan yang sama, informan tersebut memberikan jawaban yangberhubungan tindakan tegas Susi seperti yang sudah dijelaskan juga oleh Andy dalam sub-bab sebelumnya 5.1.3.2.

Melalui informan perempuan 2, penjelasan dalam sub-bab sebelumnya mendapat bukti nyata ketegasan susi dalam pandangan masyarakat, melalui informan 2 ini, ketegasan Susi memiliki lebih dibanding perempuan lain, sehingga kesan pertama yang diingat informan pertama kali adalah ketegasannya yang tidak umum dijumpai pada seorang perempuan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas kesan pertama yang muncul dalam pemikiran seseorang mengenai orang lain sangatlah penting, sehingga dapat dilihat bahwa kesan pertama Susi bukan pada kinerja yang sudah dibuatnya, melainkan pada tindakan Susi yang dipandang tegas. Informan ini menunjukan unsur tegas

Teks : Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ?

(30)

63

merupakan salah satu faktor yang melekat pada pemikiran masyarakat mengenai Susi, wacana maskulinitas Susi juga semakin kuat.

Tidak jauh berbeda dari informan perempuan 2, informan laki-laki 1 juga melihat perilaku Susi sebagai hal pertama yang diingat ketika ada yang bertanya mengenai Susi.

Susi dipandang berani, dalam Sub-bab 5.1.3.2. juga menjelaskan mengenai sosok Susi yang berani, pandangan ini semakin kuat dengan jawaban informan diatas.

Nilai maskulinitas yang ada dalam teks diatas juga didukung dengan konsep yang telah dijelaskan di bab 5.1.3.2. yaitu konsep oleh Donaldson (1993) dalam Dermantoto (2010) bahwa dalam masyarakat terdapat tolak ukur maskulinitas yang tidak tertulis namun disepakati bersama salah satunya yaitu laki-laki pantang menangis, harus tampak tegar, kuat dan pemberani. Sehingga pendapat 2 informan diatas mengenai sosok Susi yang tegas dan berani menunjukan adanya wacana maskulnitas yang berkembang dalam masyarakat.

Kemudian pada informan perempuan ke 3, membuka pandangan baru dari informan-informan sebelumnya, informan ini terkesan pada kinerja Susi yang sekalipun di pandang rendah karena penampilannya yang urakan dan pendidikannya, kinerjanya menunjukan kalau Susi dapat dipercaya tanpa perlu melihat latar belakangnya.

Teks : Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ?

Informan ( Laki-Laki) 1 : Berani tu ya orangnya tu ya

Teks : Apa yang anda ingat dari ibu Susi Pudjiastuti ?

Informan(Perempuan) 3 : Pokoknya keren sih, buat ibu itu, jadi tuh

ngasi tau orang kalau kita tuh gak boleh nge-judge orang dari luarnya

(31)

64

Dalam teks tersebut pemilihan kata yang digunakan Informan 3 adanya makna tersirat bahwa sebelumnya banyak pihak yang men-judge Susi dari luarnya, namun karena perkembangan kinerjanya yang baik maka latar belakang Susi tersebut dirasa informan tidak mampu membuat masyarakat menilai sosok Susi yang sebenarnya. Kalimat sebelum „tapi’ menunjukan dugaan sebelumnya dari masyarakat mengenai sikap Susi, kata „tapi‟ yang berfungsi sebagai kata konjungsi koordinatif disini berperan untuk menghubungkan dua kalimat yang saling bertentangan, dalam konteks kalimat ini menjelaska posisi kalimat sebelum „tapi‟ merupakan tindakan yang bertentangan dengan kinerja Susi yang dijelaskan setelah kata „tapi‟ tersebut.

Selanjutnya pertentangan dalam kalimat tersebut menunjukan posisi Susi yang kontroversial di masyarakat, dalam suatu hal yang menjadi kontroversi terdapat berbagai pihak yang menilai pihak lainnya sehingga menimbulkan adanya kubu-kubu antar pihak yang memiliki penilaian yang berbeda, „nge-judge‟ atau judging sendiri berasal dari bahasa Latin Judex yang berart pengambilan keputusan atau kesimpulan dari tuntutan yang diajukan hakim pada suatu peristiwa atau individu pada jaman hukum romawi, pada dasarnya kata ini digunakan untuk menunjukan adanya tindakan penilaian atau pengambilan keputusan, sama halnya dalam KBBI Judging dengan kata dasar Judge yang dengan posisinya sebagai kata kerja berarti menilai memiliki makna sebagai proses memperkirakan atau menentukan nilainya; menghargai.

(32)

65

masyarakat yang demikin, justru menunjukan adanya faktor wacana maskulinitas pada Susi, salah satu sifat maskulinitas yang berkembang dalam pemikiran masyarakat adalah Be a Big Wheel yang berarti maskulinitas dapat dinilai dari kesuksesan kekuasaan dan pengaguman dari orang lain (Dermantoto,2010 dalam Agung Nahdar,2016:26) dalam konteks ini masyarakat awalnya memberikan nilai yang buruk pada Susi yang kemudian setelah melihat keberhasilan dari kerja Susi barulah mereka terbuka pikirannya untuk mengharga kinerja Susi dengan lebih baik tanpa melihat kekurangan Susi.

b. Pertanyaan 2- Menurut anda apa prestasi ibu Susi Pudjiastuti ?

Dalam data ini posisi Subjek mencoba untuk menceritakan Susi dari sisi Susi sebagai perempuan, Susi dipandang lebih berani dari perempuan lainnya dengan membandingkan kinerja Susi dalam membakar perahu-perahu pencuri ikan, namun dalam teks ini juga masih menunjukan keberenian yang dimiliki Susi masih tidak umum dijumpai pada perempuan lainnya, sehingga patut di apresiasi. Dari teks ini dapat dilihat konstruksi yang ada di masyarakat mengenai perempuan dan laki-laki masih sangat timpang, dengan menggunakan kata „sebagai‟ yang berarti menyatakan status; berlaku seperti; selaku (KBBI) menekankan status Susi sebagai perempuan dan menghubungkannya dengan karakter Susi yang dipandang pemberani serta apresiasi lebih yang diberikan maka dalam pandangan masyarakat

Teks : Menurut anda apa prestasi ibu Susi Pudjiastuti ?

Informan (Perempuan) 1 : Dia itu berani sebagai seorang wanita, itu

membakar perahu-perahu yang datang ke Indonesia itu kan, itu udah

(33)

66

keberanian seperti dalam konteks data diatas masih dimiliki oleh laki-laki atau dapat dikategorikan karakter maskulin.

Pemilihan kata oleh Subjek menunjukan dengan jelas maksud dari teks tersebut. dalam pemilihan kata, kata „berani‟ sebelumnya pertama kali digunakan dalam bahasa Yunani yaitu barbaros (βά βα ο ) yang jaman dulu digunakan untuk tanda menyerang satu dengan yang lain, dari asal mula bahasanya, kata ini sudah bernilai makulin dalam masyarakat, seiring berjalannya waktu, penggunaan kata ini mulai bergeser posisi kea rah yang lebih positif, dalam bahasa inggris modern barbarous berkembang menjadi brave yang berarti ready to face and endure danger or pain; showing courage atau dalam KBBI di artikan sebagai mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya; tidak takut (gentar, kecut), setiap definisi memiliki makna inti yaitu hati atau mental yang bersiap untuk menghadapi suatu hal yang berbahaya, dalam hal ini semua definisi mengarah pada nilai maskulin yang berkembang dalam masyarakat saat ini, dimana hal-hal berbahaya langsung diserahkan pada kaum laki-laki, sedangkan perempuan akan berlindung dibalik laki-laki.

Melalui penjelasan diatas, secara tersirat maksud dari kalimat Dia itu berani sebagai seorang wanita menunjukan adanya pandangan

maskulin pada Susi yang dikategorikan sebagai perempuan berani, dengan

kuatnya konstruksi maskulinitas dalam penggunaan kata berani itu sendiri.

(34)

67

prestasi kerja maka kata tersebut dimaknai sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga secara tidak langsung makna kalimat ini menunjukan ada suatu pencapaian yang berhasil diperoleh Susi sebagai seorang perempuan, secara keseluruhan kalimat seperti yang sudah dijelaskan dipragraf sebelumnya, pencapaian Susi ini dipandang suatu hal yang jarang bagi seorang perempuan sehingga faktor keberaniannya ini pantas untuk dikategorikan sebagai slah satu pencapaiannya.

Melalui penjelasan diatas, menunjukan bahwa wacana maskulin yang memandang Susi itu berbeda dengan perempuan lainnya, lebih berani, tangguh dan tegas, berkembang dalam pemikiran masyarkat, sehingga sangat wajar hal ini menjadi kontroversi dan dipandang sebagai suatu prestasi bagi Susi ketika mampu memiliki karakter diatas.

c. Pertanyaan 3 - Apakah ibu Susi Pudjiastuti sudah sesuai dengan perjuangan Kartini saat ini ?

Data diatas memiliki aktor yang berperan sebagai Subjek sama dengan teks sebelumnya, Informan dalam Vox pop ini berperan untuk memberikan informasi dan opini mereka mengenai Susi, sehingga posisi dari Subjek Pencerita dalam teks Vox Pop berada pada aktor yang sama yaitu informan dan dengan Objek yang sama yaitu Susi. Teks : Apakah ibu Susi Pudjiastuti sudah sesuai dengan perjuangan

Kartini saat ini ?

Informan(Perempuan) 3 : cocok banget, soalnya dia tuh pertama

(35)

68

Secara keseluruhan teks diatas menceritakan mengenai pandangan masyarakat, apakah dengan berbagai prestasi yang telah diperoleh Susi dan kepercayaan yang akhirnya diperoleh Susi dari sosoknya yang awalnya dipandang kontroversial, masyarakat merasa dia layak dipandang sebagai „Kartini‟ modern atau tidak.

(36)

69

karakter Kartini dalam hal ini Susi dihubungkan dengan karakter tegas dan pemberani serta konsistensinya.

Selanjutnya dalam jawaban informan berikutnya memiliki makna yang serupa :

Dalam hal ini pandangan masyarakat menyangkut Susi masih seputar keberanian dan ketangguhannya dalam memperjuangkan kebijakan kelautan Indonesia, dua informan menggunakan kata „Cocok‟ yang dalam KBBI diartikan sebagai sama, tidak berbeda atau sepadan dan sesuai, sehingga dapat kita lihat masyarakat memposisikan Susi sebagai sosok kartini yang memang sepadan dengan karakter asli dari seorang Kartini.

Informan perempuan 4 sebagai Subjek dalam jawaban 1, menceritakan bagaimana Susi layak mendapat identitas sebagai „Kartini‟ yaitu karena faktor perjuangan yang dilakukan Susi, sekalipun tidak secara langsung menyentuh perjungan kaum perempuan di Indonesia, namun dalam bidangnya Susi dianggap mampu merepresentasikan perjuangan perempuan yang pernah dilakukan Kartini sebelumnya. Identitas sebagai perempuan pejuang dan tangguh sangat kuat kaitannya dengan perempuan yang kuat baik secara hati maupun fisik, begitupula yang masyarakat gambarakan pada Susi, Informan (Perempuan) 4 : cocok sih, cocok banget, soalnyakan kartini itu kan

memperjuangakan hak-hak wanita kan, jadi tuh wanita tuh bukan hanya

sekedar dirumah

Informan (laki-laki) 1 : Untuk saat ini cocok saja karena dia pemberani di

Indonesia

Informan (Perempuan) 1: walaupun wanita tapi dia gak lemah

(37)

70

semua identitas diatas memang disangkutkan dengan perempuan, namun disisi lain, secara tidak langsung kalimat ini menunjukan bahwa perjuangan itu merupakan hal lain yang dapat dilakukan perempuan disamping tugas mereka dirumah. Dalam kalimat jadi tuh wanita tuh bukan hanya sekedar dirumah, posisi kata bukan menunjukan arti yang

berlainan dari kalimat sesudahnya dan hanya sebagai adverbia yang berfungsi

untuk mengeraskan makna kalimat sebelum dan kaliat penjelas selanjutnya

(KBBI), dalam konteks kalimat ini diatas, kata-kata tersebut menjelaskan

bahwa perempuan yang awalnya dikonstruksikan untuk selalu berada di

wilayah domestik dirumah seharusnya bisa keluar namun bukan

meninggalkan pekerjaan rumah karena ada penggunaan kata sekedar yang

menunjukan nilai pekerjaan dirumah itu tidak seberapa dan seharusnya

perempuan bisa mengerjakan lebih.

Dari setiap penjelasan diatas mengenai makna jawaban dalam

pertanyaan ke-3 ini, Subjek secara tidak langsung menunjukan bahwa apa

yang dilakukan Susi memang menunjukan perjuangan perempuan, karena

dalam pandangan masyarakat, perjuangan yang membutuhkan keberanian dan

ketangguhan itu masih dimiliki oleh laki-laki maskulin, namun tidak berarti

ada pergesaran makna kata perjuangan ke sisi perempuan juga, karena dalam

beberapa konsep feminisme, salah satu hal yang menjadi hambatan bagi

perempuan adalah dalam ranah pekerjaan, jika seorang perempuan ingin

diterima pekerjaannya maka dia harus bersikap layaknya laki-laki, karena

semua karakter yang mendukung kesuksesan suatu kerja sudah

dikonstruksikan sebagai bagian dari karakter maskulin. Hal ini diungkapkan

oleh Lovenduski dalam menjelaskan peran perempuan dalam ranah pekerja

(38)

71

(Lovenduski,2008:91). Hal diatas mendukung hadirnya perempuan yang maskulin, hasil dari pengaruh peraturan dalam lapang kerja mereka yang cendrung hasil konstruksi budaya maskulin (Lovenduski,2008:92).

B. Posisi Pembaca

Dalam teks ini pembaca diposisikan penulis sebagai perempuan, pembaca diharuskan untuk melihat perbedaan Susi sebagai perempuan pejuang melawan konstruksi yang dibangun pada perempuan. Penulis juga menyampaikan berbagai pesan mengenai hal-hal apa yang perlu dipelajari perempuan dari Susi sehingga dia layak menjadi seorang kartini.

Dengan penjelasan mengenai penggunaan kata diatas, penulis menunjukan bahwa Susi dihargai dan dinilai tindakannya tanpa melihat kinerja oleh pembaca, sehingga melalui teks ini, penulis mengantar pemikiran pembacanya untuk sadar akan peran Susi sebagai seorang pemimpin perempuan dalam Kementrian serta keberhasilan dan prestasinya dalam memperjuangkan kebijakan penenggelaman kapal yang sejak awal menjadi kontroversi di masyarakat.

(39)

72

Dengan begitu, pesan utama dai tayangan ini dalam menginspirasi perempuan Indonesia dengan sosok Kartini dapat tersampaikan guna menyongsong hari Kartini 21 April.

5.1.4.3. Susi dan Nilai yang Diwariskan dari Ibu

A. Posisi Subjek-Objek

Dalam teks ini aktor yang berperan sebagai Subjek adalah Susi dan Objek dari teks ini adalah Ibu dari Susi. Susi menceritakan mengenai sosok Ibunya dan yang terpenting mengenai nilai-nilai kehidupan yang dia warisi dari Ibunya, karena perjalanan hidup yang keras, Susi mempelajari mengenai kerasnya hidup dan bagaimana cara bertahan dalam saat-saat seperti itu dari Ibunya. 3 hal penting yang di pelajari Susi adalah kemandirian, konsistensi dan kerja keras dalam upaya mencapai tujuan hidup mereka.

Susi memilih mempelajari sisi nilai-nilai kehidupan yang mampu membuatnya menjadi pejuang dalam karirnya melalui ibunya. Dalam perkembangannya, kemandirian, konsistensi dan kerja keras masih sangat jarang dijumpai pada perempuan di zaman ibu Susi, sehingga bagi Susi nilai-nilai tersebut menjadi sangat berharga. Kemandirian sendiri memiliki kata dasar „mandiri‟ yang berasal dari kata independent dalam bahasa Prancis pada awal abad ke 17 yang Andy : Mana percaya, terus entar saya percaya anda bisa jahit ya, jadi nilai-nilai apa yang anda dapatkan, atau yang anda warisi dari Ibu seperti itu ?

(40)

73

berarti Qui n'est en aucune façon lié à autre chose, qui est sans rapport avec autre chose (Larousse France-English Dictionary,2017) yang diartikan sebagai Which is in no way linked to something else, which is unrelated to anything else, makna yang sama juga dijelaskan dalam KBBI nomina „kemandirian‟ diartikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain, secara keseluruhan dari definisi ini mengarah pada individu yang mampu bertahan sendiri dan berjuang dalam hidupnya. Susi sebagai individu yang mewarisi nilai ini dari ibunya menunjukan bahwa sebagai seorang menteri dan pemimpin Susi memiliki kemandirian itu dalam dirinya, kemandirian ini juga ternyata mengambil andil dalam perkembangan wacana maskulinitas yang ada didalam masyarakat mengenai Susi, karena dalam 8 konsep maskulinitas yang diungkap Beynon dalam Dermantoto dalam Nahdar (2016) terdapat salah satu konsep maskulinitas mengenai kemnadirian yaitu, Be Sturdy Oak yaitu agar dapat dikategorikan maskulin, seorang individu harus memiliki rasionalitas, kuat dan kemandirian.

(41)

74

dijelaskan oleh Donaldson (1993) dalam Dermantoto (2010) bahwa dalam masyarakat terdapat tolak ukur maskulinitas yang tidak tertulis namun disepakati bersama salah satunya yaitu laki-laki pantang menangis, harus tampak tegar, kuat dan pemberani. Sehingga ketika diterapkan pada seorang perempuan dalam hal ini Susi, maka pandangan masyarakat adalah Susi adalah perempuan maskulin karena karakter tersebut dikonstruksikan sebagai milik laki-laki maskulin.

Kata selanjutnya adalah „kerja keras‟ yang terdiri dari dua kata dasar „kerja‟ dan „keras‟ masing-masing kata memiliki definisi tersendiri berdasarkan konteks kalimat. Kata „kerja‟ yang berdasarkan asal mula kata ini berasal dari bahasa Jerman Wyrcan dan kemudian diterapkan dalam bahasa Inggris sebagai work yang berdasarkan konteks kalimat diatas dapat diartikan sebagai activity involving mental or physical effort done in order to achieve a purpose or result atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai aktivitas/kegiatan yang melibatkan usaha secara fisik dan mental dalam usaha untuk memenuhi tujuan dan memperoleh hasil, sedangkan kata „keras‟ yang berasal dari bahasa Jerman hart dan seirig berjalannya waktu diterapkan dalam bahasa Inggris modern sebagai adjektiva hard yang dalam definisinya memiliki dua arti, dalam konteks kalimat ini arti yang sesuai adalah requiring a great deal of endurance or effort atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai membutuhkan usaha dan kesabaran dalam mencapai hal yang ingin dituju.

(42)

75

pada rasionalitas sangat jauh dari kata kerja keras dalam ranah kerja professional, „kerja keras‟ dari awal dikonstruksikan pada laki-laki. Seorang laki-laki wajib bekerja keras dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, salah satu konsep yang menjelaskan kosntruksi diatas adalah konsep dari Barker bahwa Maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak (Nasir,2007 dalam Dermantoto,2010).

B. Posisi Pembaca

Dalam teks ini Pembaca yaitu pemirsa, diposisikan sebagai seorang anak perempuan, bagaimana dia mampu melihat perjalanan berat hidup Ibunya dan mengambil setiap nilai yang dapat dia pelajari dari Ibunya, kemudian dengan jelas menunjukan penerapan setiap nilai tersebut dalam kerja mereka.

Secara tidak langsung melalui teks diatas, Susi mencoba menghantar pemikiran perempuan-perempuan yang menjadi pembaca teks ini melakukan hal serupa, mengambil setiap hal positif yang dapat dipelajari dari orang tua mereka. Secara tidak langsung makna setiap nilai tersebut memiliki unsur maskulin, sehingga setiap perempuan perlu memahami semua nilai itu sebagai suatu nilai yang harusnya juga menjadi kepemilikan perempuan dan bukan hanya berhenti pada kosntruksi yang menjadikan nilai-nilai tersebut milik laki-laki maksulin.

(43)

76

5.1.5. Segment 6

5.1.5.1. Peristiwa Kematian Anak Susi

A. Posisi Subjek-Objek

Dalam segmen terakhir kick Andy ini, Susi diberikan beberapa pertanyaan menyangkut anak-anaknya serta menyinggung mengenai kematian anak laki-laki nya pada 18 Januari 2016, dalam teks tersebut, Susi sebagai Subjek menceritakan penyesalannya akan kepergian anaknya dan waktu yang dirasanya tidak cukup untuk baginya dengan anaknya itu. namun Susi mengungkapkan hal lain dalam konteks pembahasan kematian anaknya ini dan kejenuhannya menjadi seorang Menteri, Susi menceritakan kekesalannya pada masyarakat yang tidak senang dan sering berpikir negatif dalam menanggapi setiap hal menyangkut Susi.

Dalam konteks kalimat, kalimat Susi tidak mengarah pada suatu fenomena atau kegiatan tertentu yang di komentari negative oleh masyarakat, namun dengan topic pembahasan segmen tersebut mengenai kematian anak Susi dan kinerjanya sebagai Menteri, menunjukan bahwa kalimat diatas ditujukan pada kejadian tersebut. pertanyaan sebelumnya oleh Andy juga mewakili beberapa pandangan atau pendapat yang hadir dari masyarakat, mengingat pola pertanyaan dalam Kick Andy adalah pertanyaan untuk memperoleh jawaban

Susi : kadang-kadang kesel aja pada saat baca komentar atau

apa orang yang tidak senang atau kadang-kadang frustasi sama

sesuatu yang kenapa tidak bisa dibikin simple saja atau kenapa

(44)

77

klarifikasi berdasarkan isu-isu yang beredar dala masayrakat mengenai individu tertentu, dalam hal ini Susi.

Kalimat pertama Andy, menunjukan dia memperoleh Informasi mengenai penyesalan Susi atas kematian anaknya. Dalam kalimat Andy kata „dengar‟ disini memiliki bentuk baku bahasa Indonesia yaitu „terdengar‟ yang dalam KBBI dijelaskan sebagai diketahui atau tersiar (tentang kabar, berita), hal ini menunjukan Andy memperoleh informasi tersebut dari kabar yang terseiar melalui pihak lain. Selanjutnya kalimat „karena tanggung jawab sebagai menteri untuk negara’ menunjukan maksud Andy akan penyebab penyesalan tersebut, dari keseluruhan kalimat dan dalam konteks Susi sebagai seorang Kartini, kabar penyesalan Susi yang disangkutkan dengan kerjanya sebagai menteri berkembang memiliki makna tersirat mengenai pandangan masyarakat bahwa memang seorang perempuan tidak akan sepenuhnya berhasil menjalankan dua bidang kerja, domestic ataupun karir dalam bidang professional, sehingga ketika salah satu kerja mengalami suatu peristiwa atau permaslahan maka penyesalan atau kesalahannya ada pada perempuan, karena dalam pandangan masyarakat pekerjaan professional ataupun berkarir sudah dikonstruksikan sebagai tugas laki-laki.

Andy : Iya, saya dengar ada penyesalan yang dalam dari anda bahwa

oleh karena tanggung jawab sebagai menteri untuk negara, untuk

bangsa, anda kekurangan waktu, merasa waktu anda banyak tersita

sehingga anda tidak banyak lagi punya waktu untuk anak-anak anda,

sehingga ketika anak anda pergi anda merasa bahwa waktu itu kurang

(45)

78

(46)

79

Hal ini sama dengan yang coba dijelaskan dalam teks diatas, ketika Susi harus memberikan pengakuan mengenai kematian anaknya sebagai suatu hal yang dia sesalkan karena waktu yang tersita oleh kerjanya sebagai Menteri, hal ini menunjukan adanya justifikasi peran Susi dalam keluarganya oleh perkataan Andy, dengan mengungkit kematian anak Susi dan menyangkutkannya dengan fakta yang ada bahwa seorang perempuan dan seorang „ibu‟ bertugas menjaga dan merawat anaknya, membuat Susi diposisikan sebagai Ibu yang harus merasa bersalah, menyesal dan sepenuhnya bertanggung jawab atas peristiwa dalam ranah domestiknya ini. Hal ini menimbulkan Kekesalan Susi atas pendapat negatif orang-orang pada dirinya menunjukan adanya wacana mengenai konsep bias gender dari domestifikasi pembagian kerja yang dijelaskan diatas, Susi dikategorikan orang-orang tersebut sebagai sosok perempuan berkarir atau perempuan maskulin.

B. Posisi Pembaca

Dari teks di atas, pembaca diposisikan sebagai seorang perempuan dalam hal ini lebih khususnya sebagai seorang Ibu, teks tersebut coba menjelaskan mengenai penyesalan seorang Ibu karena kematian anaknya dan rasa kehilangan yang diraskannya, serta pandangan negatif orang-orang mengenai peristiwa-peristiwa menyangkut statusnya sebagai seorang ibu dan seorang Menteri.

Secara tidak langsung, dari teks ini, pembaca digiring untuk memahami perasaan Susi menyangkut penyesalan yang diungkapnya disertai elemen visual close-up Susi menangisi hal tersebut.

(47)

80

Ketika pembaca telah sampai pada titik pemahaman maksud penulis diatas, maka pembaca akan sampai pada keputusan untuk menghabiskan banyak waktu dengan anak mereka karena bagi seorang ibu, itu merupakan tanggung jawab utama yang dikonstruksikan padanya. Selain itu dengan kalimat,

menunjukan bahwa Susi ingin pembaca teks ini paham bahwa berpikir negative mengenai setiap tindakannya adalah kesimpulan yang sebelah pihak dari orang-orang tersebut, banyak alasan hingga Susi mengambil suatu tindakan atau sesuatu peristiwa terjadi dalam hidupnya, usaha

Susi : kadang-kadang kesel aja pada saat baca komentar atau

apa orang yang tidak senang atau kadang-kadang frustasi sama

sesuatu yang kenapa tidak bisa dibikin simple saja atau kenapa

berpikiran seperti itu, kenapa mereka negative thinking gitu. Sumber : Kick Andy „Kartini Bernyali‟ Edisi 8 April 2016

Gambar 5.5.

(48)

81

Gambar

Tabel 5.1 Kerangka Analisis Wacana Sara Mills
Gambar 5.1. Judul Lead Talkshow Kick Andy 8 April 2016
Gambar 5.2. Penenggelaman Kapal
Gambar 5.4.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat-sahabat dan orang yang penting bagi saya, Ruthnia, Budi, Kevin, Melia, Selvi, Tina, Dea, Ester, Chris, dan teman-teman lain yang terlalu banyak untuk

Menurut Mukhamad Masrur, sebuah universitas dapat meningkatkan daya saingnya dalam industri pendidikan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang dapat direalisasi dengan

Bagi peserta didik, demi nama baik sekolah, orang tua, dan terutama dari masa depan diri sendiri yang baik, hendaknya peserta didik belajar dengan aktif dan giat dalam

Pendidikan yang rendah pola pemikiran mereka mudah dipengaruhi oleh keadaan sosial sehingga pergaulan dalam lingkunganya mudah mengekspresikan tingkah laku yang

Systemic Functional Linguistics Analysis of Exposition Text Adapted by Pre-Service Teacher,. with the specific focuses; using Theme System of Systemic

ketiga peraturan perundang-undangan ini, untuk mengakui hak masyarakat adat atas suatu persil tanah atau kawasan hutan, masyarakat adat yang bersangkutan harus ditetapkan dengan

Hasil dalam penelitian tersebut bahwa Pelaksanan regulasi dalam Technical Barrier to Trade harus dilakukan dengan adil dan tidak diskriminatif sebagaimana dalam kasus rokok

A Systemic Functional Linguistics (Sfl) Analysis Of Exposition Text As Teaching Material Written By Pre- Service Teacheri. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |