• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengapa Animasi Akar Sejarah dan Dimen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mengapa Animasi Akar Sejarah dan Dimen"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANIMASI?

Akar Sejarah dan Dimensi-dimensi (Film) Animasi

: @hikmatdarmawan

(2)

Ada yang sedikit menakjubkan dalam kegandrungan kita menonton dan membuat film animasi. Mungkinkah ada semacam hasrat ingin mencipta (atau meniru lakon mencipta) hidup, sehubungan dengan animasi?

Kita tahu, kata "animasi" (Inggris: "animation") berasal dari kata "anima" dalam bahasa Latin, yang bermakna: memberi hidup, membuat hidup.

Tentu, kata "anima"kemudian berkembang dalam bahasa Inggris menjadi "to animate", yang bermakna: menggerakkan, memberi gerak. Seakan, dalam budaya Barat (setidaknya, yang berbasis bahasa Inggris), "hidup" ditandai dengan "gerak dan gerik".

Jelas, seiring berkembangnya pengetahuan umat manusia, mereka paham bahwa gerak dan gerik hanyalah salah satu tanda dari hidup. Manusia pelan-pelan paham bahwa tanda hidup sebuah makhluk adalah: nafas, atau bekerjanya jantung –sesuatu yang tak segera kelihatan secara kasat mata.

Bahkan, makin canggih penalaran manusia, makin dipahami juga dalam filsafat atau pemikiran spekulatif bahwa hidup diartikan sebagai "keberadaan jiwa". Ini pemikiran dengan abstraksi tingkat tinggi.

Dengan kata lain, sesuatu yang sebetulnya benda tak hidup, benda tak berjiwa, bisa digerak-gerakkan agar terkesan hidup. Efek "seolah-olah" itu rupanya jadi sebuah keasyikan sendiri. Seolah-olah manusia bisa mencipta hidup –sambil tahu benar bahwa bukan begitu

kejadiannya.

Begitulah kita menggerak-gerakkan boneka, wayang, atau bayangan tangan yang membentuk sosok binatang di tembok. Mungkin itu juga yang membuat manusia gemar membuat robot untuk hiburan: robot menari, robot anjing yang bisa berpolah imut, dan sebagainya, di samping kehendak mencipta robot yang bisa bekerja untuk kita. Manusia selalu terkagum pada ilusi hidup dalam benda mati.

AKAR SEJARAH ANIMASI:

GERAK, IMAJI, ARTEFAK TEKNOLOGI

Rupanya, hasrat mencipta ilusi hidup itu, berkawin dengan hasrat manusiawi lainnya, seperti: hasrat untuk menghibur diri, dan hasrat akan cerita. Dan manusia pun mencipta berbagai sarana dan wahana untuk itu. Manusia mencipta media-media. Manusia mencipta

teknologi informasi, seperti buku dan film, dan memanfaatkan teknologi itu untuk mencipta hidup, menghibur, dan bercerita.

Sesuatu yang disebut "film animasi" telah ada bahkan sebelum adanya "film". Sejarah animasi bisa kita lacak bergantung pada pemahaman kita tentang animasi.

Jika kita memahami animasi sebagai upaya menggerakkan benda mati1, maka kita bisa merunut akar sejarahnya hingga masa kehadiran berbagai upaya meniru makhluk hidup melalui sarana mekanis berbentuk otomata (automata) yang bergerak ("hidup") secara hidrolik, pneumatik, atau berdasarkan teknologi jam.

"Animation can explain what the mind can conceive"

- Walt Disney

"(Serge) Eisenstein, greatest film director for me of all time. The only film director, probably, you can put up against Beethoven and Michael Angelo and not be embarrassed, a man with extraordinary vision, great sense of knowledge of his equipment and its potential and he's there making and creating the beginnings of cinema vocabulary. He goes very rarely because he hardly ever left Russia, he goes to South America to make a film about Mexican culture and he stops off in California and he meets Walt Disney and he says 'Walt Disney is the only true film maker'."

(3)

Penciptaan otomata, atau automaton –sebuah mesin yang relatif beroperasi sendiri dan punya kemampuan melaksanakan banyak gerakan rumit sendiri tanpa kebutuhan kendali manusia, mencapai puncaknya pada masa kebangkitan kembali budaya Yunani Kuno di era Renaissance.

Yang paling terkenal dari era ini adalah singa mekanis dari Leonardo da Vinci, dan dua otomata ciptaan Johannes Muller, yang disebut Regiomontanus (1436-1476).2 Yang paling spektakuler, lebih dari dua abad sesudah Regiomontanus, adalah otomata ciptaan Jacquet-Droz dan Henry-Louis dari Jenewa. Tiga otomata ciptaan mereka yang masih bertahan hingga kini adalah The Writer, The Artist, dan The Musician. The Writer adalah sosok seorang bocah yang duduk di meja, dan mampu menulis pesan apa pun sepanjang hingga 40 aksara.

Obsesi manusia modern terhadap penciptaan-ulang gerak mencuat dalam seni, teknologi, dan media yang meletup pada era Revolusi Industri hingga kini. Penciptaan-ulang itu mencakup penciptaan-ulang gerak yang wadag, yang "sesungguhnya" alias "kongkret", dan

penciptaan-ulang ilusi gerak.

Ilusi gerak, ilusi hidup. Penciptaan media film membuka peluang penciptaan ilusi hidup itu: ilusi yang berbentuk kenyataan kedua3, sebuah kenyataan yang direkayasa untuk berbagai macam

kepentingan –tapi, umumnya demi kepentingan hiburan dan cerita.

Jika dikaitkan dengan sejarah penciptaan media film, animasi tentu berakar pada penemuan teknologi/media film, dengan tonggak utamanya adalah penemuan cinématographe oleh Lumiere

Bersaudara, dan pemutaran untuk publik film yang mereka hasilkan dengan alat mereka pada 1895.

Cinématographe adalah alat "3 in 1", yakni alat yang bisa merekam, mencetak, dan memutar/memproyeksikan gambar bergerak. Pemutaran pertama film Lumiere Bersaudara untuk khalayak umum adalah di Salon Indien du Grand Café, pada 28 Desember 18954. Pemutaran itu penuh gaduh, karena, misalnya, saat gambar kereta bergerak terpampang di layar, dan sang kereta bergerak ke arah penonton, para pengunjung kafé banyak yang terkejut dan berlari. Begitulah terasa ajaibnya teknologi baru tersebut saat itu!

Dengan segera, ilusi gerak/ilusi hidup dalam teknologi film tersebut membuka sebuah ranah budaya baru. Medium film pun tumbuh, sebuah bentuk kesenian modern yang sangat khas dan kemudian menjadi "suvenir abad ke-20" dalam berbagai ragam/variannya.

"Film" di sini adalah dalam makna, sederhananya, "gambar bergerak" (moving image, yang kemudian disingkat jadi "movie") –dengan catatan bahwa "gambar bergerak" itu (1) berada dalam bingkai, dan (2) bergerak dalam sebuah durasi (rentang waktu tertentu).

Penggunaan kata "film" ini memang bisa membingungkan: "film" dalam makna "movie" mengacu pada teknologi film seluloid atau teknologi perekaman dan pencetakan gambar/imaji yang harus melalui proses kimiawi tertentu di atas pita seluloid. Teknologi yang berkelindan dengan teknologi fotografi (yang masuk dalam ranah "gambar/imaji diam"). Di masa kini, dalam sebuah revolusi digital yang sedang kita alami, "movie" kebanyakan justru tak lagi diproses melalui teknologi film.

String operated figure kneading dough, Egypt, 2000 BC. 

The Writer - a mechanical doll made in carved wood by Jaquet-Droz in 1772 which had the ability to write. At 28 inches tall, it gave an unusual impression of life and was presented to every court in Europe. Some argue that it is the most perfectly developed automaton writer in the world. 

"Film" di sini adalah

dalam makna,

(4)

Tapi, baiklah, biarlah kata "film" masih kita gunakan sesekali untuk mengacu media "gambar/imaji bergerak" tersebut. Yang penting, dalam pengertian itu, kita memetik pemaknaan penting unsur imaji. Ini jelas penting buat pembicaraan kita tentang "(film) animasi".

Dari segi penciptaan artefak-artefak teknologi imaji/gambar, teknologi (film) animasi boleh dibilang lebih dulu hadir daripada teknologi film. Pada mulanya, sejarah animasi dan film modern pun memang lebur: alat-alat yang kemudian jadi pelopor teknologi animasi adalah juga pelopor teknologi film. Malah, ia juga lebur dengan perkembangan artefak seni rupa, seperti seni patung dan mainan.

Alat yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan Belgia, Joseph Antoine Ferdinand Plateau, pada 1832-1834, yakni phenakistoscope

(alias Fantascope atau Magic Wheel). Alat tersebut adalah yang pertama memungkinkan gambar-gambar terkesan seperti bergerak.5

Sebelumnya, ada alat untuk menggerakkan imaji/gambar yang lebih sederhana: thaumatrope. Alat ini dianggap tercipta oleh setidaknya tiga orang secara terpisah (belum ada keterangan pasti siapa yang pertama): Dr. Fitton, Peter Roget (ilmuwan yang lebih terkenal sebagai penyusun Roget's Thesaurus) dan John Ayrton Paris pada 1824. Alat sederhana ini mulanya digunakan untuk menerangkan prinsip optik persistence of vision (kengototan pandangan).

Teknologi ini hanya alat sederhana, seperti mainan (memang jadi mainan, akhirnya): keping bundar dengan gambar sangkar burung di satu sisi, dan gambar burung di sisi lain, dilintasi tali yang jika ditarik talinya hingga tegang, membuat keping itu berputar. Dalam putaran itulah, terbit ilusi burung dalam sangkar.

Walau sederhana, alat ini menunjukkan prinsip optik yang memungkinkan gagasan medium film nantinya. Kengototan pandangan kita membuat rangkaian gambar-gambar diam dan terpisah-pisah bisa terkesan bersambungan, dan karenanya mencipta ilusi gerak, jika digerakkan secara cepat.

Mata kita menyambung dan menyinambungkan gambar-gambar diam dalam kecepatan tertentu (ditemukan kemudian: 24 (bingkai)

gambar/imaji per detik bisa membangun ilusi gerak yang sehalus kenyataan gerak).

Gagasan bahwa sebuah/beberapa imaji bisa direkayasa jadi seolah bergerak, hidup, membuat hasrat mencipta (setidaknya, meniru penciptaan) hidup semakin menggoda. Penciptaan hidup terasa jadi dapat dipegang, digenggam, dihidangkan secara intim di hadapan mata kita –bukan lagi sepenuhnya di alam nun gaib dan entah, di ranah yang sepenuhnya mitologis. Penciptaan (ilusi) hidup lebih terasa saintifik, walau tak sepenuhnya bebas dari kesan magis.6

Alat lain yang penting dalam perkembangan kelahiran animasi adalah:

zoetrope. Ini teknologi animasi yang masih terasa magis hingga kini. Di museum Ghibli, Tokyo, misalnya, salah satu benda paling

membuat kita merinding adalah pertunjukan zoetrope yang dipadu

The Phenakistiscope needed a mirror on which to see the animating images through slits in the disc. 

Penciptaan hidup terasa

jadi dapat dipegang,

digenggam, dihidangkan

secara intim di hadapan

mata kita –bukan lagi

sepenuhnya di alam nun

gaib dan entah, di ranah

yang sepenuhnya

(5)

dengan sorotan lampu kedip dari stroboscope, berisi patung-patung miniatur berbagai karakter animasi karya Hayao Miyazaki yang tampak bergerak saat zoetrope itu diputar.

Zoetrope adalah alat yang dicipta oleh William George Horner pada 1834. Ia menyebut alat ini, "wheel of devil" (roda setan).

Sensasionalisme memang lekat pada teknologi-teknologi ini di masa itu. Walau sensasional begitu, mainan optik tersebut sempat

terlupakan hingga sekitar 30 tahun kemudian, saat William F. Lincoln dari AS dan Milton Bradley di Inggris, pada 1867, mematenannya.

Lincoln lah yang menamai alat ini sebagai "roda kehidupan" (wheel of life). Ia mengambil nama itu dari kata-kata Yunani Kuno, "zoo" yang bermakna "kehidupan binatang", dan "trope" yang bermakna "benda yang membalik". Alat ini jadi atraksi pertunjukan dalam suasana era industri yang dipenuhi berbagai keajaiban teknologi. (Ingat adegan Melies berjumpa teknologi film pertama kali di sirkus, dalam film

Hugo?)

Artefak-artefak pelopor animasi selanjutnya yang penting dicatat adalah penyempurnaan prinsip ilusi imaji/gambar bergerak dalam zoetrope. Ada Praxinoscope ciptaan Charles Émile Reynaud, dipatenkan pada 1877, yang kemudian ia kembangkan dengan berbagai tambahan menjadi Theatre Optique. Reynaud

mempertunjukkan Teater Optik-nya pertama kali di Paris, 1892.

Pertunjukan itu seperti pertunjukan wayang kulit: ada proyeksi gambar ke layar, dengan satu unsur penting yakni gambar latar yang jadi tempat bagi imaji-imaji itu bergerak. Di samping layar, selayaknya sebuah pertunjukan teater yang menghibur, Reynaud juga

The Zoetrope invented by William George Horner in 1834 needed no mirror to view its images. 

"Time Stratum II" (1985) - a three-dimensional zoetrope sculpture by Toshio Iwai, exhibited at the Hiroshima Animation Festival. Inside a pyramid-like structure, 120 little paper dolls of the artist wearing a TV head were mounted on a disc three feet in diameter,

(6)

memadukan teater optiknya dengan suara dan musik. Teknologi dan sains diarahkan jadi seni penghiburan. Ilusi gerak, ilusi hidup, diarahkan untuk memancing sensasi ketakjuban dan keriaan para penonton. Ah, ya –tercipta juga sebuah "makhluk" baru: penonton film, sebuah perpanjangan dari subkultur teater Eropa Barat saat itu.7

Yang membuat teknologi film dan animasi bercabang, kemudian, adalah penemuan teknologi fotografi. Teknologi fotografi adalah teknologi merekam alam kenyataan dalam bentuk jiplakan imaji kenyataan yang direkam.

Setelah fotografi, kegiatan "meniru kenyataan" dalam produksi imaji jadi terbagi dua: (1) tiruan kenyataan secara tak langsung, melalui laku penciptaan imaji seperti menggambar, melukis, dan sebagainya; (2) tiruan kenyataan secara langsung, ketika alam kenyataan

direproduksi tanpa perantaraan seni-garis, seni-cat, atau seni-patung –tapi melalui pengalihan bentuk secara langsung, yang hanya diantarai proses kimiawi (dulu) atau digital (sekarang).

Sederhananya, kegiatan penciptaan imaji setelah terciptanya fotografi, membuka peluang penjelajahan bentuk-bentuk yang lebih fantastik. Gambar, lukisan, patung, berbagai seni bentuk lainnya, dibebaskan lebih penuh dari keterikatan mereka pada kenyataan. Biarkan urusan mencipta-ulang kenyataan jadi wilayah fotografi. Seni visual selain yang terlekat pada fotografi (seperti film) boleh menjauh dari kenyataan apa adanya, boleh semakin imajinatif, mokal.

Tentu saja, seni film tetap bandel dalam hasrat menjadi fantastik. George Melies sang tukang sulap, misalnya, menemukan bahwa film penuh peluang "sihir" yang bukan hanya bisa bikin terpana, tapi juga menuturkan cerita (cerita sefantastik apa pun!).

Lebih-lebih, dalam film animasi. Peluang menjadi fantastik seakan menjadi takdir animasi.

The first public performance to a large audience of moving animated projected images at Reynaud's 'Theatre Optique' in Paris 1892. 

Sederhananya, kegiatan

penciptaan imaji setelah

terciptanya fotografi,

membuka peluang

penjelajahan

bentuk-bentuk yang lebih

fantastik. Gambar,

lukisan, patung,

berbagai seni bentuk

lainnya, dibebaskan

lebih penuh dari

keterikatan mereka pada

kenyataan

. Biarkan

urusan mencipta-ulang

kenyataan jadi wilayah

fotografi. Seni visual

selain yang terlekat pada

fotografi (seperti film)

boleh menjauh dari

kenyataan apa adanya

,

boleh semakin

imajinatif, mokal.

(7)

MAKA, APAKAH ANIMASI?

Jelas, kita tak bisa mencukupkan diri pada pengertian "animasi adalah rangkaian gambar bergerak". Ini definisi yang masih bisa tertukar dengan definisi "film" yang sudah kita bicarakan itu. Kesulitan definisi ini semakin terasa jika kita menyadari benar, betapa di zaman serbavisual kini, animasi hadir di mana-mana.

Animasi bisa berupa serangkaian gambar tangan sederhana di setumpukan kertas yang kemudian kita buka sedemikian cepat hingga terlihat bergerak; hingga berupa adegan-adegan tempur The

Avengers melawan Loki dan balatentara dewatanya yang kita lihat di layar IMAX. Animasi bisa berada di papan reklame raksasa, di

handphone, di berbagai gadget permainan komputer, picture book

anak, dan sebagainya.

Animasi kartun, 2D, 3D, stop motion, gurat-gambar di atas seluloid, mural, adalah teknik-teknik, gaya-gaya, ragam cara gambar-gambar berilusi gerak yang fantastis itu hadir. Annemarie Szeleczky

menggunakan batang-batang makaroni mentah dan sobekan-sobekan kertas untuk membuat animasinya. Di lantai toko buku

Towers cabang Shibuya, Tokyo, saya jumpai buku-buku flip book, yang pada dasarnya adalah teknologi animasi sederhana. Di subway

Manhattan jalur Q dan B, dinding terowongan digambar mural

panjang yang membentuk animasi jika dilihat dari jendela kereta yang sedang bergerak.

Justru karena animasi semakin melimpah-ruah, kita perlu berupaya mendefinisikan-ulang animasi agar lebih akurat. Pemahaman animasi yang lebih akurat dari sekadar "gambar bergerak" akan membawa kita pada keterbukaan akan berbagai kemungkinan dalam

memberdayakan medium yang (semestinya) khas ini.

Setelah lebih dari seabad sejarah animasi modern, banyak

pengertian, gagasan, pemikiran tentang apa itu "animasi". Di samping definisi, penting juga menelusuri sifat-sifat khusus dari animasi, yang ditemukan di lapangan seiring melajunya sejarah animasi.

Dari berbagai definisi yang ada tentang animasi, saya pilihkan definisi dari Paul Wells, dalam Basic Animation 01: Scriptwriting (Ava Book, 2007)8:

Animasi mural dari seorang seniman anonim, di dinding lorong subway

Manhattan, jalur Q dan B. Mural itu tampak bergerak, jika dilihat dari jendela kereta yang sedang bergerak.

Pemahaman animasi

yang lebih akurat dari

sekadar "gambar

bergerak" akan

membawa kita pada

keterbukaan akan

berbagai kemungkinan

dalam memberdayakan

medium yang

(8)

Animation, then, is simply the creative interpertration of 'motion' as it is executed through the process of profilmic graphic execution and/or material construction, and configured as recorded time-based outcome.

Dalam definisi ini, tercakup hubungan imaji dengan hasrat penciptaan gerak. Hasrat itu diwujudkan melalui sebuah lakon kreativitas:

penafsiran. Prosesnya adalah dengan melaksanakan (eksekusi) grafis, yang berarti mencakup penciptaan gambar atau imaji pictorial

yang menggunakan "bahan-bahan profilmic". Nah!

"Bahan-bahan profilmic" yang dimaksud adalah segala hal yang terjadi, atau dibuat terjadi, di depan kamera. Atau, paling tidak, segala hal yang disiapkan untuk bisa direkam dalam kamera. Dalam animasi, berbeda dari film fitur "biasa", bahan-bahan profilmic itu merupakan

imaji-imaji buatan.

Berbagai imaji buatan itulah yang disebut "eksekusi grafis": penerapan tafsir visual dalam bentuk grafis. Misalnya: gambar, lukisan, dan sebagainya. Termasuk dalam eksekusi grafis adalah: pengguratan atau pewarnaan langsung pada permukaan film seluloid, untuk kemudian film seluloid itu diputar di proyektor –seperti yang dilakukan oleh Norman McLaren dan Gotot Prakosa.

Imaji-imaji buatan itu pun bisa berbentuk "konstruksi material": benda-benda tiga dimensi, misalnya, yang disusun dalam cara tertentu, agar siap difilmkan dan membangun sebuah naratif visual. Misalnya: boneka, action figure, atau orang yang diposisikan untuk mencapai efek mustahil (seperti orang yang hanya dipotret saat melompat, dan susunan potretnya dijadikan gambar bergerak yang mengesankan sang model seperti berjalan tanpa pernah menapakkan kaki, seperti melayang).

Animation is 100% artifice, and as such, the synthesis of movement through the sequential use of small fragments of time, which gives rise to this wondrous illusion, is open to manipulation in extraordinary ways. - David Atkinson

Animation film visualises the invisible. The creative imagination gives life to the abstract and the amorphous.

- Veronique Steeno

Animation is still the art of the impossible; whether it be the fertile imaginings of independent film-makers represented in vivid symbolic image of inner states, or the seamless interventions of visual effects animations producing spectacles in major movies, animations remains the most versatile and autonomous form of artistic expression.

(9)

Paul Wells juga menekan sifat-sifat khas animasi, yang semestinya dijelajah para animator. Wells mengutip John Halas dari Halas & Batchellor Studio (yang pada 1954 akan masyhur karena membuat film animasi panjang Inggris pertama, Animal Farm) pada 1940-an. Menurut Halas, sifat-sifat animasi serta apa saja yang bisa dicapai oleh animasi, setidaknya mencakup:

Symbolization of objects and human beingsPicturing the invisible

Penetration

Selection, exaggeration and transformationShowing the past and predicting the futureControlling speed and time

Simbol pada hakikatnya berfungsi untuk menjernihkan, menjelaskan, serta menyederhanakan sebuah gagasan. Misalnya, bendera bisa dianggap mewakili sebuah negara. Laju sebuah anak panah ke arah tertentu menandakan kehadiran sebuah daya yang tak terlihat, yakni angin.

Animasi juga mampu melakukan "penetrasi" ke bagian dalam sebuah tubuh, mesin, atau berbagai keadaan batin yang rumit, seperti mimpi, kenangan, kesadaran, dan fantasi. Lewat penetrasi itu, animasi bisa menyajikan sebuah tafsir harfiah dan konseptual yang memungkinkan hal-hal batin nan rumit itu bisa dipahami secara lebih mudah.

Dengan menyeleksi aspek-aspek sesuatu hal yang perlu divisualkan, animasi dapat membuat elemen-elemen tertentu bisa digarisbawahi (diaksentuasi) atau dibawa ke permukaan. Dengan begitu, beberapa aspek juga bisa dilebih-lebihkan atau ditransformasi, agar bisa mengungkap secara lebih baik aspek-aspek tersebut.

Semua unsur yang divisualkan itu (segala bahan profilmic itu) bisa ditempatkan dalam konteks waktu tertentu. Suatu benda bisa ditampilkan sebagai bagian dari sebuah masa silam, atau sebagai sesuatu dari masa depan. Dan animasi bisa mempercepat sesuatu hal sehingga sebuah kejadian tampak terjadi dalam hitungan detik, bisa juga memperlambatnya sedemikian rupa sehingga suatu kejadian yang terjadi dalam waktu singkat bisa ditampilkan sangat lamban.

Wells mencatat bahwa sifat-sifat yang dirinci oleh Halas di atas bukan hanya dimiliki oleh animasi. Tapi, animasi semestinya bisa

mengeksploitasi sifat-sifat di atas, sehingga mampu melakukan apa yang musykil dilakukan oleh media lain.

Wells selanjutnya meluaskan peneraan sifat-sifat atau karakteristik bahasa animasi tersebut. Menurut Wells, bahasa khas animasi bisa disimpulkan adalah mencakup:

Metamorphosis. Kemampuan untuk memfasilitasi perubahan dari

satu bentuk ke bentuk lainnya, tanpa melalui editing (penyuntingan).

Condensation. Derajat sugesti maksimum dalam imagery yang

minimum.

Anthropomorphism. Penerapan sifat-sifat manusia (human traits)

kepada hewan, benda-benda, dan lingkungan.

Fabrication. Penciptaan jasadi (fisikal) dan bendawi (material) dari

berbagai figure dan ruang imajiner.

Metamorphosis is a defining dynamic of certain kinds of stories –myths and wonder tales, fairy stories and magic realist novels. In this kind of literature it is often brought about by magical operations; but as I discovered in te course of my reading, magic may be natural, not

supernatural. [Metamorphosis can operate] as a prodigious interruption of natural development, and, by cotrat to this… as an organic process of life itself [as it] keeps shifting.

- Marina Warner, 2002.

(10)

Penetration. Visualisasi dari bagian "dalam" psikologis/fisiologis/teknis yang tak terbayangkan.

Symbolic Association. Penggunaan tanda-tanda visual abstrak

beserta makna terkait mereka.

Sound Illusion. Konstruksi yang sepenuhnya buatan (artifisial) untuk

mendukung ketiadaan suara yang sebetulnya melekat secara intrinsic dalam bentuk-bentuk animasi.

Semua karakteristik atau pensifatan di atas perlu didalami untuk memudahkan seorang animator menyusun cerita dan cara bercerita (story-telling) yang paling optimal. Menyia-nyiakan salah satu atau setiap sifat di atas akan membuat peluang fantastik sebuah animasi terdepak begitu saja.

DIMENSI KREATIVITAS

Di tingkat filosofis pun, sejarah animasi mengajarkan pada kita bahwa ini adalah sebuah bentuk, sebuah media, yang secara langsung dan penuh berurusan dengan masalah penciptaan (creation). Jamaklah jika kita menekankan dimensi kreativitas dalam animasi.

Di tingkat praktis, animasi berurusan dengan "matriks kreatif" sejak

di tahap pembentukan ide cerita dan penulisan naskah cerita. Istilah "matriks kreatif" diusulkan oleh Phill Parker pada 1999, kepada semua penulis yang sedang bekerja (menulis) sebagai sebuah matriks yang semestinya mereka perhitungkan dalam bekerja.

Saran Parker itu kira-kira begini: seorang penulis harus

memperhitungkan kaitan antara genre, bentuk (form), cerita, gaya, plot, dan tema. Semua itu adalah hal-hal yang menentukan dalam proses penciptaan sebuah naskah. Pengaruh dari berbagai unsur tersebut pada umumnya akan menentukan cara seorang penulis mewujudkan naskah karyanya.

Sebuah cerita mau tak mau akan terkait dengan tema, dan cerita itu harus diwujudkan dalam bentuk tertentu. Sebuah bentuk cerita akan terkait dengan genre tertentu (bahkan ketika genre itu

dicampursarikan –jadi sebuah mix-genre atau genre-bendingstory). Genre akan terkait pula dengan pilihan-pilihan gaya penulisan. Dan seterusnya.

Paul Wells menyarankan, dalam pembuatan animasi, kita

memperhitungkan matriks animasi. Dalam matriks tersebut, kata

Wells, seorang animator harus memperhitungkan kaitan-kaitan menentukan antara teknik, kebutuhan-kebutuhan material dan teknologis; metode dan proses; serta tema/gagasan inti. Semua hubungan yang saling terkait itu bermuara pada proses visualisasi.

Dalam model ini, Wells menekankan bahwa visualisasi menjadi bagian utama dalam penciptaan animasi. Namun, proses visualisasi tak akan sempurna, jika unsur-unsur yang disebutkan Wells itu tak diperhitungkan dengan seksama.

Contoh: seorang animator memutuskan akan membuat sebuah animasi dengan teknik computer generated animation. Maka ia harus memperhitungkan pilihan komputer, piranti lunak, serta

"sinematografi" digital. Ia juga harus memperhitungkan metode atau proses pembuatannya, misalnya: bagaimana mencipta lingkungan

Sebuah cerita mau

tak mau akan terkait

dengan tema, dan

(11)

bagi ceritanya, secara digital; atau efek digital apa yang akan ia gunakan. Dan ia juga harus memperhitungkan, tema atau gagasan inti ceritanya apa sehingga menjadi paling cocok jika diceritakan dengan gaya dan teknologi digital tersebut.

DIMENSI TUKANG DAN SENIMAN

Perhitungan seksama atas berbagai unsur kreatif dan animasi seperti disarankan dalam bagian-bagian sebelumnya, akan menjaga

keseimbangan aspek ketukangan dan kesenimanan seorang animator.

Banyak sekali dari proses pengerjaan animasi bersifat sangat teknis: menggambar in between, menjaga pewarnaan agar konsisten, melakukan berbagai pemolesan digital, dan sebagainya. Pengerjaan hal-hal teknis itu akan menyilapkan banyak orang, termasuk para animator sendiri, sehingga salah kaprah menganggap kerja animasi adalah kerja pertukangan.

Sementara, dalam sebuah penciptaan karya seni (saya sangat liberal dalam menggunakan kata "seni" di sini), selalu dituntut adanya tanggung jawab penciptaan: mengolah bahan-bahan yang ada menjadi sesuatu yang baru, segar, menggigit, menganggu

kemapanan, tak mengulang, tak jadi membosankan, dan seterusnya.

Apalagi jika kita kembali pada akar sejarah animasi: sebuah

perjalanan teknologis dari hasrat menaklukkan misteri kehidupan dan kematian –bagaimana menggenggam misteri penciptaan, bagaimana meniru lakon penciptaan, bagaimana membuat yang tak hidup menjadi hidup, bahkan jika ia hanya seolah-olah hidup.

Dengan kata lain: seorang animator sebagai Sang Kreator, harus terus menerus bergulat dengan gagasan. Tapi, seorang animator tak mungkin mewujudkan karyanya, jika tak mau bergelut dengan pritilan

teknis. Malah, seperti dalam semua seni, pengetahuan teknis, bahan, serta kekriyaan (craft) yang mumpuni akan lebih menjamin

terwujudnya gagasan-gagasan di kepala seorang kreator.

DIMENSI CERITA

Dalam pergulatan sebagai Sang Kreator, seorang animator mau tak mau berhadapan dengan segala lekuk-liku kesulitan membuat, mengolah, dan menyusun cerita.

Ya, CERITA. Dari sejarah awalnya, animasi lebih banyak terarah untuk memenuhi kebutuhan penghiburan dan kebutuhan bercerita umat manusia. Tapi, harap diingat: manusia sendiri, sebetulnya, bisa dianggap sebagai makhluk-cerita –sejenis makhluk yang punya kebutuhan besar, asasi, terhadap cerita.

Wells bilang, kita bisa berasumsi bahwa "umat manusia adalah penutur cerita yang alamiah (natural), selalu saja membentuk-ulang

(configuring) eksistensi keseharian mereka menjadi berbagai naratif atau kekisahan, agar bisa dibagi pada sesama mereka." (Wells, 2007).

Don't think that just because it's animated, you have leeway to make a string of crazy things happen. Really try to build a solid story as your basis.

- David Cohan, ko-kreator dan produser

(12)

Wells melanjutkan: Animation is the most pertinent and versatile language with which to embrace all versions and interpretations of 'narrative', breathing life into old stories and creating many new ones.

Walau ungkapan Wells itu mungkin terasa terlalu optimistik terhadap animasi –misalkan jika dibandingkan dengan bentuk seni lainnya, tapi terkandung kebenaran tertentu di situ: animasi adalah kesempatan buat Anda untuk bisa bercerita secara leluasa.

DIMENSI LOKALITAS?

Kilasan sejarah animasi di bagian awal tulisan ini lebih condong pada dimensi "arkeologi media", dengan memusatkan perhatian pada artefak-artefak teknologi animasi di masa awal, serta makna yang menyertai mereka.

Padahal, sejarah animasi secara umum biasanya haruslah menyebut Winsor McCay dengan karya pionirnya, Gertie the Dinosaur yang masyhur itu; Max Fleischer; Otte Messinger; Walt Disney, tentu, sang raksasa animasi itu, dan sebagainya, terus hingga ke Pixar dan sesudahnya.

Tak ada yang keliru dari alur sejarah animasi tersebut. Hanya saja, seringkali sifat etnosentrisnya terlalu menonjol: sejarah animasi itu seringkali terlalu berpusat pada apa yang terjadi di Amerika, dengan sesekali menengok ke Eropa Barat (khususnya Jerman dan Prancis).

Model sejarah etnosentris itu akan membuat kita abai pada sejarah animasi yang sama menariknya dari Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Timur.

Sejak 1980-an, ada satu wilayah sejarah animasi dari Asia yang tak bisa ditampik: Jepang, dengan sejarah anime-nya. Apalagi dengan

booming serta globalisasi subkultur manga dan anime ke seluruh dunia pada akhir 1990-an hingga 2000-an kini, mau tak mau sejarah animasi Jepang harus ditengok.

Satu hal yang mencuat dari sejarah animasi Jepang: betapa lokalitas ternyata sangat memengaruhi corak gaya visual, naratif, bahkan pilihan moda teknologi serta produksi animasi sebuah wilayah. Jika Jepang memiliki sejarah yang khas akibat lokalitasnya, bisa diduga kuat bahwa bagian lain dari dunia animasi kita juga punya lokalitas unik lain yang sangat menarik.

Satu hal: lokalitas adalah sebuah unsur penentu corak keunikan animasi di sebuah wilayah atau negeri. Dengan kata lain: setiap animasi, mencerminkan pengaruh-pengaruh situasi sosial-budaya lokal tempat animasi itu lahir. Hal ini tetap benar, rupanya, bahkan di tengah situasi "globalisasi" yang konon serba-menyeragamkan itu.

Hal ini perlu kita timbang dengan seksama, jika kita sungguh-sungguh ingin menghasilkan karya animasi Indonesia yang unggul. ***

Jagakarsa-Kemang, 12 Mei 2012.

Cuplikan 5 centimeters per Second, karya Makoto Shinkai. Animasi yang benar-benar "Jepang".

(13)

      

1

Tentu saja, jika kita memahami sejarah animasi sebagai bagian dari sejarah penciptaan gambar bergerak, maka akarnya bisa dirunut hingga gambar-gambar perburuan hewan para manusia gua seperti yang bisa kita lihat pada dinding gua Lascaux, Prancis.

2

David Atkinson, Animation Notes #2, A Short History (part 1), Centre for Animation and Interactive Media (AIM), dalam situs:

http://minyos.its.rmit.edu.au/aim/a_notes/anim_contents.html.

3 "Realitas kedua" adalah istilah yang cukup sering digunakan dalam kajian media. Biasanya ini terkait dengan kajian televisi. Yang dimaksud dengan istilah ini adalah kemampuan media audio-visual untuk menciptakan kesan bahwa yang ada di dalam

frame adalah kenyataan otentik, padahal di baliknya akan selalu ada aspek penciptaan seperti seleksi (mana yang masuk frame dan mana yang tidak?; juga kenyataan bahwa semua ambilan-gambar pasti melalui proses editing atau penyuntingan), penyusunan, pembentukan, dan pemberian dimensi naratif. Misalnya, berita televisi: seolah-olah, apa yang diberitakan adalah kenyataan apa adanya. Tapi, melalui aspek penciptaan dalam media, tak pernah ada atau mustahil ada "kenyataan apa adanya" yang murni dan sepenuhnya.

4 Sebetulnya, sebelum Lumiere Bersaudara, teknologi dan penemuan alat-alat perekam dan pemutar film sudah ada. Misalnya, Zoogyroscope (alias Zoopraxiscope) ciptaan Eadweard Muybridge pada 1872-1878. Atau, Friesse-Greene yang mendapat paten untuk alat chronophotographic camera pada 1890 yang mampu merekam 10 foto per detik pada film seluloid. Konon, detail rancangan kamera Friesse-Greene (yang bersama John Rudge mencipta "the magic lantern", sejenis alat pemutar film/animasi modern pertama) ia kirimkan pada Thomas Alva Edison, tapi Edison menampik dakuan (klaim) itu. Edison juga, bersama anak buahnya, mengembangkan teknologi filmnya sendiri: kinetoscope dan kinetograph. Edison juga menggelar pertunjukan filmnya yang pertama ke publik pada Mei 1893, di Brooklyn Institute of Arts and Sciences –

membuatnya jadi orang pertama yang mempertontonkan film kepada publik umum. Tapi, pertunjukan Lumiere Bersaudara pada 1895 sebagai tonggak penting sejarah Film, karena kehebohan pemutarannya mencerminkan dengan baik betapa ajaibnya artefak teknologi film pada saat itu.

5 Alat serupa juga diciptakan secara terpisah oleh seorang warga Austria saat itu, Simon von Stampfer. Istilah "phenakististocope" sendiri dicipta oleh Plateau dari bahasa Yunani, yang berarti: "pandangan yang menipu" (deceptive view). Sedang Stampfer menyebut temuannya sebagai "stroboscope".

6

Buktinya, George Melies, seorang pesulap, mengembangkan teknologi film tersebut untuk merentang lebih jauh pertunjukan sulapnya –dan menjadi salah satu pelopor penting film/movie.

7

Teater Optik-nya Reynaud rupanya menerapkan prinsip-prinsip teatrikal sebuah artefak yang telah ada lebih dulu, yakni magic lantern, atau lanterna magica, leluhur proyektor slide (salindia) modern yang kita kenal kini. Artefak ini pertama kali

digambarkan dalam Ars Magna Lucis et Umbrae, karya Athanasius Kircher, pada 1671.

8

Referensi

Dokumen terkait

Pilih menu Define/Static load Cases.., dan isikan sesuai dengan gambar 2.7 Beban DL , Type DEAD, Pengali berat sendiri 1.. Beban LL , Type LIVE, Pengali berat

L embaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga

Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu prasyarat untuk memenuhi persyaratan akademis dalam rangka meraih gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik

Sementara itu, ELC merupakan suatu kesatuan alat kontrol frekuensi yang diletakkan setelah turbin dan dapat dikatakan lebih modern daripada governor.Dalam proses kerjanya

menentukan penggunaaan moda angkutan yang dominan berada di lokasi produksi bangkitan pergerakan barang komoditas sesuai dengan volume perdagangan barang komoditas

Metode yang diusulkan (P) mampu memberikan rata-rata iterasi, waktu komputasi dan ME yang lebih rendah, serta akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode

Metode Segmentasi Piecewise Polynomial Metode segmentasi piecewise polynomial terdiri dari beberapa tahap, yaitu mencari titi-titik awal yang sesuai dengan batasan domain

Suatu sistem Activity Based Costing yang lengkap dengan berbagai kelompok biaya (cost pools) dengan pemicu biaya yang banyak (multiple cost drivers) tidak dapat disangkal