• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH HARGA JUAL OBAT TERHADAP

STATUS KESEHATAN RAKYAT INDONESIA

DISUSUN OLEH :

Rahmadi Wijaya / 0913015015

Winda Puji Astuti / 0913015010

Selvi Megawati / 0913015064

UP. FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Karya Tulis : Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status

Kesehatan Rakyat Indonesia

2. Penulis:

Ketua kelompok

a. Nama Lengkap : Rahmadi Wijaya

b. NIM : 0913015015

c. Fakultas : Farmasi

d. Jurusan : Farmasi

e. Universitas : Universitas Mulawarman

f. Alamat Rumah : Jl. Pattimura RT.02 No. 212 Kel. Rapak Dalam

Samarinda Seberang g. No.Telp/HP :

h. Alamat Email : [email protected]

3. Anggota : 2 orang

4. Tanggal Pengesahan : 25 Oktober 2011

Pengesahan oleh :

Ketua Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi UNMUL

(3)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama / NIM (Ketua) : Rahmadi Wijaya / 0913015015

Anggota : Winda Puji Astuti / 0913015010

Selvi Megawati / 0913015064

Fak./Angk. : Farmasi/2009

Universitas : Universitas Mulawarman

Judul Karya Tulis : Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status Kesehatan

Rakyat Indonesia

Menyatakan bahwa karya tulis ini adalah benar-benar karya asli kami sendiri dan belum pernah diikutsertakan dalam karya tulis sebelumnya..

Di dalam karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang kami ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang kami aku seolah-olah sebagai tulisan kami sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa kami ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran kami sendiri serta pernah mengikutsertakan karya tulis ini pada lomba karya tulis sebelumnya maka kami bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Samarinda, 25 Oktober 2011 Yang Membuat Pernyataan Ketua Kelompok

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status Kesehatan Rakyat Indonesia”. Shalawat dan salam semoga tercurah pula kepada Rasulullah Muhammad SAW, dan para sahabat. Teriring doa dan harap semoga Allah meridhoi upaya yang penulis lakukan.

Karya tulis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyebab harga jual obat, keefektifan obat, dampak kepada masyarakat dan cara mengatasi harga jual obat tersebut.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya tulis ini. Penulis berharap karya tulis ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, September 2011

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Obat ... 3

2.2. Harga Jual Obat di Indonesia ... 3

2.3. Penyebab Mahalnya Harga Obat di Indonesia ... 6

2.4. Penanggulangan Masalah Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia ... 7

BAB III METODE PENELITIAN ... 10

3.1. Metode Penulisan ... 10

3.2. Sumber Data ... 10

3.3. Sistematika Penulisan ... 10

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 11

3.5. Teknik Analisis Data ... 11

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS ... 12

4.1. Analisis ... 12

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

5.1. Kesimpulan ... 15

5.2. Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

RIWAYAT HIDUP ... 17

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak 30 tahun terakhir, Indonesia masih berkutat dengan sulitnya mengatur peresepan dokter, yang sebagian besar adalah "obat-obat latah" atau me-too drugs

yang mana obat-obat ini dikemas dan dipasarkan layaknya obat paten, padahal tak lain adalah obat-obat generik yang bermerek.

Secara umum, obat dikategorikan menjadi 2, obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang masih mendapatkan perlakuan khusus, semacam monopoli, untuk periode tertentu. Selama masa tersebut, obat paten tidak memiliki kompetitor langsung dan biasanya produsen mematok harga mahal karena alasan pengembalian investasi. Sedangkan obat generik adalah obat yang hak patennya sudah lewat. Setelah obat melewati masa patennya, dalam hitungan hari akan muncul obat generiknya di pasar. Memasarkan obat generik, bisa menggunakan nama dagang atau tidak (Anonim, 2011).

Di Indonesia yang terjadi adalah obat generik yang dipasarkan dengan nama dagang, dianggap obat paten. Yang dianggap generik adalah obat yang dipasarkan menggunakan nama generik (international nonpropretiary name). Kondisi ini dimanfaatkan produsen, untuk menetapkan harga obat generik bermerek mendekati (bahkan bisa lebih mahal dari) obat paten dan terjadi persaingan antara produsen industri farmasi sehingga jumlah dan jenis obat yang beredar di Indonesia terlalu banyak. Selain itu, Indonesia juga masih mengimpor sebagian besar bahan baku obat dari China dan India yang tidak bebas pajak, serta industri farmasi yang memperhitungkan biaya riset, produksi dan distribusinya. Akibatnya, harga obat resep di Indonesia tergolong termahal di ASEAN, bahkan di dunia.

1.2. Rumusan Masalah

(8)

a. Apa yang menyebabkan tingginya harga jual obat?

b. Apa hubungan antara harga jual obat dengan keefektifan obat? c. Bagaimana dampak harga jual obat dalam masyarakat?

d. Bagaimana cara untuk mengatasi harga jual obat yang tinggi?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui penyebab tingginya harga jual obat.

b. Mengetahui pengaruh harga jual obat terhadap keefektifan obat. c. Mengetahui cara mengatasi harga jual obat yang tinggi.

d. Mengetahui dampak harga jual obat dalam masyarakat.

1.4. Manfaat Penulisan a. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang perbedaan obat paten, obat generik, obat generik bermerek dan harga jual obat-obat tersebut serta pengaruh dengan keefektifan obat tersebut. Sehingga diharapkan dapat memberi gagasan pada masyarakat, untuk dapat lebih memilih peresepan yang rasional. b. Bagi Peneliti

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat

Bahan obat adalah zat aktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, meringankan, menyembuhkan atau mengenali penyakit (Mutschler, 1991).

Sedangkan obat merupakan bentuk-bentuk sediaan tertentu dari semua zat aktif baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat bermanfaat untuk menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya (Tjay, 2007).

Secara umum, obat dikategorikan menjadi dua, yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten merupakan obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain dengan nama dagang yang terdaftar atas nama produsen atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya (Anief, 2000).

Obat paten masih mendapatkan perlakuan khusus, semacam monopoli, untuk periode tertentu. Selama masa tersebut, obat paten tidak memiliki kompetitor langsung dan biasanya produsen mematok harga mahal karena alasan pengembalian investasi. Sedangkan obat generik merupakan obat yang hak patennya sudah lewat. Setelah melewati masa patennya, dalam hitungan hari akan muncul obat generiknya di pasaran. Memasarkan obat generik, bisa menggunakan nama dagang atau tidak. Para produsen obat generik menggunakan sumber dan asal bahan baku yang setara. Pertimbangan utamanya adalah kualitas dan harga. Pembuat obat generik dapat menjual obat generik lebih murah karena pembuat obat generik tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya riset untuk obat tersebut. Selain itu dengan adanya saingan obat generik yang lain, menyebabkan harga obat generik bisa tetap lebih murah (Anonim, 2011).

2.2. Sejarah dan Undang-Undang Registrasi Obat

(10)

didaftarkan berdasarkan surat Menteri Kesehatan No.125/Kab/B.VII/71. tentang peraturan Wajib Daftar Obat. Obat-obatan pada waktu itu ditandai dengan kode No.Reg. D (nomor pendek). Dasar hukum yang digunakan pada waktu itu antara lain adalah Undang-Undang No.9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan, Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, Undang-Undang No.9 tahun 1976 tentang Narkotika dan Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541).

Di tahun 80-an, pendaftaran obat diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 389/MenKes/Per/K/80. tentang Kriteria Pendaftaraan Obat Jadi.

Di tahun 90-an pemerintah kembali merevisi peraturan tentang registrasi obat jadi yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No. 242/Men.Kes./SK/V/1990 tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Sistem pendaftaran obat-jadi ini mulai mempertimbangkan berbagai aspek sebelum obat tersebut diedarkan yaitu khasiat, keamanan dan mutu obat. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dirangkum dalam ”Kriteria Tata Cara Pendaftaran Obat Jadi”.

Era 2001 sampai sekarang, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berubah menjadi Badan Pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan Keputusan Presiden No. 43. Tahun 2001. Tahun 2003, sistem registrasi obat berubah menjadi Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.1950 (kontroversial) tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Sistem evaluasi registrasi ini menitikberatkan pada hal-hal perlindungan masyarakat terhadap peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

2.3. Harga Jual Obat di Indonesia

(11)

menggunakan harga obat paten dan obat sejenis yang sudah beredar sebagai acuan. Ada pula teori tidak tertulis bahwa harga jual minimal 4 kali harga pokok produksi. Makin efisien proses produksi, makin besar alokasi untuk biaya pemasaran atau laba yang ingin dicapai (Depkes RI, 2005).

Direktur Unit Bisnis Pharma Glaxo Smith Kline (GSK) Indonesia, Kent K. Sarosa menyatakan, harga obat berbeda di setiap negara. Di negara-negara Eropa yang menerapkan asuransi kesehatan sosial, harga obat bergantung pada negosiasi pemerintah atau pengelola asuransi sosial dengan produsen sehingga bisa lebih murah dibandingkan harga di negara lain. Selain itu, obat generik lebih diutamakan sehingga ketika suatu obat habis masa perlindungan patennya, produsen otomatis menurunkan harga obat agar mampu bersaing dengan produsen yang membuat obat generik. Masalahnya, menurut Kent, di Indonesia tak ada rambu penetapan harga obat generik bermerek. Karena itu, produsen yang memproduksi obat yang habis masa patennya menjual obat dengan harga tak jauh berbeda dengan obat original (asli). Akibatnya, harga obat original yang patennya berakhir ataupun obat generik bermerek tidak pernah turun, bahkan cenderung naik terus. Masalah lainnya adalah ketidakpercayaan masyarakat dan sebagian dokter terhadap mutu obat generik sehingga pemanfaatan obat generik di Indonesia masih sedikit (Anonim, 2011).

Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Drs. M. Dani Pratomo, M.M., Apt., mengkritisi kenaikan harga obat yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Menurutnya, tingginya harga obat membuat Indonesia menempati urutan kelima di dunia dari daftar negera-negara yang memiliki harga obat paling tinggi. Pada empat negara urutan teratas, pelayanan obat sudah menggunakan asuransi. Sedangkan di Indonesia, pembelian obat masih keluar dari kantong masing-masing pasien.

(12)

2.4. Penyebab Mahalnya Harga Obat di Indonesia

Seandainya harga obat murah, biaya pelayanan kesehatan di Indonesia tentu tidak akan semahal sekarang. Ini karena komponen biaya obat bisa mencapai 45 persen dari total biaya kesehatan. Penyebabnya mahalnya harga obat di Indonesia adalah tidak ada subsidi sebagaimana harga bahan bakar minyak. Padahal, harga obat bisa lebih murah kalau kita mengetahui seluk-beluk pasar obat. Berbagai faktor yang membuat harga obat mahal adalah jumlah dan jenis obat yang beredar di Indonesia terlalu banyak, baik yang menggunakan nama generik maupun nama dagang. Jumlahnya sudah ribuan. Padahal, yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pengobatan atau medik hanya 800 - 1.000 nama generik dan dagang. Selain itu, tak jarang satu nama generik diproduksi oleh beberapa produsen dengan harga yang sangat berbeda. Meski khasiat sama, harganya bisa berbeda sepuluh kali lipat. Kalau dokter memberi obat yang harganya mahal, sudah tentu harga resep yang harus ditebus menjadi mahal. Padahal, ada pilihan obat dengan harga yang bisa jauh lebih murah dengan khasiat yang sama (Anna, 2011).

Menurut Direktur Utama PT Kimia Farma M Syamsul Arifin, saat ini 80 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia diimpor dari India dan China. Walaupun harga bahan baku impor ini murah, setelah diproduksi menjadi obat-obat oleh industri farmasi Indonesia, harganya jadi berlipat kali lebih mahal dibanding harga obat-obat yang sama di India dan China. Ini tak lain karena industri farmasi di Indonesia masih tetap terjangkit "penyakit" mencari keuntungan sebesar-besarnya yang telah berlangsung sejak era Orde Baru.

(13)

pembeli. Dari sekitar 200 perusahaan farmasi di Indonesia, hampir semua perusahaan tersebut didominasi oleh swasta. Kalaupun ada badan usaha milik negara, sebagian besar sahamnya milik masyarakat. Artinya, terjadi mekanisme pasar murni yang mengondisikan orang per orang untuk membeli obat, sehingga tidak punya negosiasi harga (Anonim, 2010).

Ada pula tudingan bahwa obat mahal disebabkan oleh adanya kolusi antara oknum dokter dengan perusahaan farmasi. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Kartono Muhammad dan Dr. Firman Lubis MPH dari sub bagian Ilmu Kedokteran Keluarga FKUI, yang menyampaikan bahwa ada ratusan dokter menerima komisi dari perusahaan farmasi (Anonim, 2010).

Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2005), determinan terjadinya harga jual obat yang mahal di Indonesia, antara lain disebabkan :

a. Masih kurang efisiennya produksi sehingga banyak pabrik yang memproduksi jenis obat yang sama.

b. Biaya pemasaran dan promosi obat pun belum terkendali.

c. Belum ditaatinya standar profesi mengenai manajemen kasus poly pharmacy dan peresepan yang tidak rasional.

d. Terlalu banyak pedagang besar farmasi untuk tender obat, bukan untuk melakukan distribusi obat.

e. Ketergantungan pada bahan baku impor, tarif impor dan PPN obat. f. Penggunaan obat generik yang masih terbatas.

g. Belum ada uji cost effectiveness dari obat baru.

h. Setiap pabrik bisa menyusun harga obatnya sesuai dengan perhitungan masing-masing.

(14)

yang tegas mengenai harga jual obat generik oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI.

Mahalnya harga jual obat di Indonesia dapat dibuktikan dengan membandingkan harga salah satu obat esensial, misalnya metformin yang merupakan obat lini pertama untuk diabetes tipe II. Obat ini lazim dikenal dengan merek dagang Glucophage, obat "originator" temuan Bristol-Myers-Squibb. Di apotek di Jakarta, Glucophage, yang sudah lewat masa patennya, untuk satu strip berisi 10 tablet 500 mg dipatok dengan harga Rp 14.100 dan obat generiknya dengan bahan aktif metformin dipasarkan dengan harga Rp 3.000/10 tablet. Sedangkan di apotek di Kuba, harga satu dus obat metformin berisi 10 strip hanya dijual dengan harga 1 peso Kuba atau sama dengan Rp 400. Dalam tiap stripnya, berisikan 10 tablet 850 mg obat generik metformin buatan perusahaan Cipla, India. Walaupun berdosis lebih besar, harganya hanya Rp 40/10 tablet. Hal ini dapat diartikan bahwa harga jual obat metformin di Indonesia 75 kali lebih mahal dibanding harga jual obat metformin di Kuba (Anonim, 2010).

Menurut Prof Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr PH dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), diperlukan adanya aturan harga jual obat generik yang jelas. Jangan sampai masyarakat yang sudah pusing mencari ketersediaan obat generik yang “langka” di peredaran masih harus dipusingkan juga dengan adanya obat generik bermerek yang harganya sangat mahal. Selain itu, pembiayaan berbasis asuransi jaminan sosial nasional yang merupakan perintah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) merupakan cara yang paling baik untuk mengendalikan harga obat dan peresepan oleh dokter. Akan tetapi, cari itu sampai saat ini belum juga dilaksanakan oleh pemerintah sehingga harga obat belum dapat dikendalikan secara sistematis (Anonim, 2010).

Pada dasarnya, dibutuhkan pendekatan menyeluruh dan terpadu untuk mengendalikan harga obat yang wajar dengan mutu terjamin. Berikut ini merupakan beberapa rekomendasi Departemen Kesehatan RI (2005) yang dapat digunakan untuk mereformasi harga jual obat di Indonesia, antara lain :

(15)

c. Mengendalikan biaya pemasaran dan promosi obat.

d. Mencantumkan label harga dan label nama generik (bila ada) pada kemasan obat.

e. Keharusan para dokter untuk mengikuti standar profesi mengenai manajemen kasus dan rasionalisasi penulisan resep.

f. Keharusan fasilitas publik (Puskesmas dan RS Pemerintah) untuk menggunakan obat generik.

g. Melakukan pengawasan ketat terhadap mutu produksi obat generik.

h. Memberikan kewenangan secara hukum pada apoteker untuk menawarkan obat generik pada konsumen dan mengganti obat paten dengan obat generik bila disetujui dokter maupun konsumen.

i. Menekan tarif impor bahan baku obat dan pembebasan PPN.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penulisan

Penelitian ini menggunakan metode survey cohort dengan pendekatan

longitudinal di mana data variabel independen (faktor risiko) diidentifikasi dulu, kemudian variabel dependen (efek) diidentifikasi secara prospektif. Dengan demikian, diperoleh dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek.

3.2. Sumber Data

Informasi atau data yang dikumpulkan pada penulisan ini berasal dari berbagai kepustakaan, yakni buku dan jurnal.

3.3. Sistematika Penulisan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Abstrak

Bab I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

1.4. Manfaat Penulisan

Bab II. Tinjauan Pustaka

2.1. Obat

2.2. Sejarah dan Undang-Undang Registrasi Obat

2.3. Harga Jual Obat di Indonesia

2.4. Penyebab Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia

(17)

Bab III. Metode Penelitian

3.1. Metode Penulisan

3.2. Sumber Data

3.3. Sistematika Penulisan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.5. Teknik Analisis Data

Bab IV. Analisis dan Sintesis

Bab V. Penutup

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

Daftar Pustaka

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi atau data dari berbagai kepustakaan pada masa sekarang dan beberapa tahun lalu yang masih berlaku.

3.5 Teknik Analisis Data

Informasi atau data dianalisis melalui prosedur bertahap dengan metode analisis univariate (analisis deskriptif), yakni menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Kemudian dilakukan analisis bevariate

(18)

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

Perdagangan obat di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain di dunia. Penentuan harga jual obat di pasar Indonesia lebih didominasi oleh pengusaha industri farmasi. Sedangkan pemerintah lebih banyak bertindak sebagai pengawas. Pemerintah sebagai lembaga pelindung masyarakat, dituntut melindungi dan membantu kebutuhan masyarakatnya. Termasuk masalah pelayanan kesehatan, yang termasuk kebutuhan primer seluruh rakyat. Maka sudah seharusnya, pemerintah ikut mengatur dan terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di dunia kesehatan. Karena pemerintah dianggap sebagai pemimpin dan berkuasa menentukan kebijakan-kebijakan terkait pelayanan kesehatan. Namun, kelemahan pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya sendiri akan membuat berbagai peluang terjadinya masalah.

Industri farmasi memiliki hak untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya berupa jasa maupun barang (khususnya obat-obatan) yang diizinkan peredarannya. Di samping itu industri farmasi memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan jika tetap menginginkan kegiatan operasionalnya berjalan, seperti patuh dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

Banyaknya jumlah industri farmasi yang berdiri di Indonesia menjadi bukti bahwa lemahnya pengawasan dan ketegasan pemerintah Indonesia untuk mengatur pembangunan industri farmasi. Berbagai industri farmasi yang berstatus asing, swasta, dan negeri telah menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menyebabkan semakin besar terjadinya persaingan bebas antara industri-industri farmasi tersebut. Di luar negeri persaingan bebas tersebut lebih banyak memberikan keuntungan, seperti harga jual obat bersaing dan relatif murah. Namun, di Indonesia terjadi sebaliknya. Persaingan bebas tersebut menyebabkan harga jual obat semakin mahal.

(19)

pembuatan hingga penjualan. Pada fase produksi, bahan baku yang digunakan industri farmasi di Indonesia lebih banyak diimpor dari luar negeri seperti Cina dan India. Meskipun Indonesia kaya akan bahan alam (bahan mentah), namun keterbatasan industri farmasi yang ada di Indonesia untuk mengolahnya menjadi bahan siap pakai membuat ‘kekayaan’ tersebut tidak begitu berarti. Ketergantungan dengan bahan impor menyebabkan harga jual obat di Indonesia sulit diprediksi karena mengikuti harga pasaran dunia. Setelah produksi obat selesai, industri farmasi akan memasuki fase penjualan. Pada fase ini, kekuatan persaingan bebas lebih dirasakan oleh seluruh industri farmasi. Berbagai publikasi mereka lakukan untuk memasarkan produk-produknya, seperti pengiklanan di media-media cetak dan elektronik. Hal ini tentu menambah beban biaya penjualan obat. Sehingga harga jual obat semakin mahal, karena seluruh biaya produksi hingga penjualan ditambah berbagai pajak akan dikenakan ke pengguna obat, yakni rakyat.

Penentuan harga jual obat juga harus diimbangi dengan kemanfaatannya. Maka, sudah seharusnya obat yang harga jualnya mahal memiliki kefektifan yang tinggi dibandingkan dengan obat-obat sejenis yang lebih murah. Namun, harga jual obat merupakan komoditi yang sangat baik untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Harga jual obat dapat dipermainkan oleh industri farmasi, seperti obat yang habis masa patennya dapat dijual sebagai obat generik bermerek dengan harga tak jauh berbeda dengan obat asli (obat paten). Hal ini menunjukkan lemahnya sistem peraturan penetapan harga obat generik bermerek di Indonesia. Dengan demikian, di Indonesia sulit menemukan korelasi antara harga jual obat dengan keefektifannya.

(20)

Kondisi Indonesia saat ini masih disebut negara berkembang. Karena taraf kesejahteraan rakyatnya belum merata. Tidak banyak rakyat Indonesia yang dapat merasakan pelayanan kesehatan dengan baik karena keterbatasan ekonomi. Oleh karena itu, kenaikan harga jual obat dapat menurunkan status kesehatan rakyat Indonesia. Dampaknya adalah sulit rakyat Indonesia mengobati penyakitnya ketika mereka sakit dan angka kematian penduduk akan semakin meningkat. Jika terus dibiarkan, maka perekonomian negara akan menjadi labil. Karena rakyat harus sehat agar dapat bekerja dengan optimal. Suatu negara dengan rakyat yang status kesehatannya rendah, akan lebih mudah ‘diserang’ oleh negara lain. Oleh karena itu, status kesehatan termasuk faktor utama yang menunjang stabilitas suatu negara.

(21)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingginya harga jual obat disebabkan beban biaya produksi hingga penjualan yang tinggi dan adanya permainan harga di pasaran domestik. 2. Harga jual obat di Indonesia tidak selalu berkorelasi dengan keefektifan obat

tersebut.

3. Harga jual obat berdampak terhadap status kesehatan masyarakat. Semakin mahal harga jual obat, maka semakin rendah status kesehatan masyarakat dan begitupula sebaliknya.

4. Harga jual obat dapat dikendalikan dengan cara pemerintah serius dan tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas dan pengatur perdagangan obat.

5.2. Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Muhammad. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.

Anna, Lusia Kus. 2011. Bermimpi Obat Murah. Diakses melalui,

http://health.kompas.com/read/2011/02/21/06330077/Bermimpi.Obat.Mur ah, pada tanggal 18 September 2011.

Anonim. 2011. Harga Obat Sebaiknya Dikendalikan. Diakses melalui, http:// apotekkita.com/2011/03/14/harga-obat-sebaiknya-dikendalikan/#more923, diakses pada tanggal 17 September 2011.

Anonim. 2011. Harga Obat Ancam Kesehatan. Diakses melalui, http://cetak. kompas.com/read/2011/02/21/02521949/harga.obat.ancam.kesehatan, pada tanggal 17 September 2011.

Anonim. 2010. Harga Obat Generik Indonesia Termahal di Asean. Diakses melalui, http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2010/04/13/brk, 20100413-239866,id.html , pada tanggal 18 September 2011.

Anonim, 2010. Obat Resep di Indonesia Termahal di Dunia. Diakses melalui

http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/17897-obat-resep-di-indonesia-termahal-di-dunia.html, pada tanggal 21 September 2011.

Darmansjah, Iwan. 2002. Rasionalisasi Produk Obat yang Beredar. Diakses melalui http://www.iwandarmansjah.web.id, pada tanggal 18 September 2011.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Hasil Lokakarya Harga Obat di Indonesia. Diakses melalui, http://www.litbang.depkes.go.id/ update/Hsl_LHO. pdf, pada tanggal 17 September 2011.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. ITB; Bandung.

(23)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua Kelompok

Nama : Rahmadi Wijaya

Tempat, tanggal lahir : Samarinda Seberang, 10 Maret 1992 Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa Fak./Angk. : Farmasi/2009

No. HP :

Email : [email protected]

Alamat : Jl. Pattimura RT. 02 No. 212 Kel. Rapak Dalam Samarinda Seberang

Kewarganegaraan : WNI

Motto Hidup : Harapan itu masih ada. Riwayat Pendidikan :

1. SDN 008 Samarinda Seberang tahun 2003 2. SMP Negeri 8 Samarinda Lulus tahun 2006 3. SMA Negeri 3 Samarinda Lulus tahun 2009

(24)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Anggota

Nama : Winda Puji Astuti

Tempat, tanggal lahir : Balikpapan, 9 Februari 1989 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa Fak./Angk. : Farmasi/2009

No. HP :

Email :

Alamat : Perum.Graha Indah Blok F1 No.2 Balikpapan, KALTIM Kewarganegaraan : WNI

Motto Hidup : Setiap waktu harus menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika belum mampu melakukan semuanya, maka jangan pernah tinggalkan semuanya.

Riwayat Pendidikan :

1. TK Islam Istiqomah Balikpapan Lulus Tahun 1995 2. SD Patra Dharma 4 Balikpapa Lulus tahun 2001 3. SMP Patra Dharma 1 Balikpapan Lulus tahun 2004 4. SMA Negeri 1 Balikpapan Lulus tahun 2007

(25)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Anggota

Nama : Selvi Megawati

Tempat, tanggal lahir : Tenggarong, 13 Mei 1991 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa Fak./Angk. : Farmasi/2009

No. HP :

Email :

Alamat : Jl. Perjuangan 1 No. 2 Samarinda Kewarganegaraan : WNI

Motto Hidup : Do the Best for the Best. Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 021 Tenggarong Lulus tahun 2003 2. SMP Negeri 1 Tenggarong Lulus tahun 2006 3. SMA Negeri 4 Berau Lulus tahun 2009

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu, keter-lambatan dalam menjalankan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pemilik kendaraan bermotor merupakan masalah yang cukup serius di

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerbitan House Bill of Lading yang dilakukan oleh PT Wira Servindo Kirana Abadi Semarang belum maksimal,

Karena seorang pendaki harus membawa minimal 1 untuk semua item barang, maka ada sedikit modifikasi algoritma unbounded knapsack yaitu setelah masing-masing diambil satu

– Tools yang disediakan Java untuk membangun aplikasi GUI – Menyediakan komponen GUI yang dapat digunakan dalam membuat. aplikasi Java

Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan sangat efisien dalam sebagian besar penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan sangat efisien

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan persepsi siswa tentang profesi guru dengan minat siswa SMA dalam melanjutkan studi ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Penetapan Kadar Campuran Amoksisilin dan Asam Klavulanat dalam Tablet dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEGAGALAN BANGUNAN DALAM PEKERJAAN KONSTRUKS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG.. NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG