• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Harga Diri Dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Studi Kasus di RSU dr. Pirngadi Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Harga Diri Dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Studi Kasus di RSU dr. Pirngadi Kota Medan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Harga Diri

2.1.1 Definisi Harga Diri

Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh Baron dan Byrne (2000) bahwa harga diri merupakan penilaian yang dibuat oleh setiap individu yang mengarah pada dimensi negatif dan positif.

Gardner et. al (2004) mendefinisikan self esteem sebagai suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Persaan-perasaan self esteem, pada kenyataan terbentuk oleh keadaan kita dan bagaimana orang lain memperlakukan kita. Penilaian individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat tinggi atau negatif. Self esteem yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dalam dunia ini. Individu dengan self esteem yang rendah cenderung tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.

(2)

suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju, sehingga terlihat sejauh mana individu menyukai dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses dan berharga. Berdasarkan beberapa definisi harga diri di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang bersifat positif atau negatif mengenai hal- hal yang berkaitan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Harga Diri

Menurut Kozier dan Erb (1987) ada empat elemen pengalaman yang berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu :

a. Orang-orang yang berarti atau penting. Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu. Orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya merupakan orang yang berarti dalam hidup kita. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya.

(3)

berbeda menurut usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi karir.

c. Krisis disetiap perkembangan psikososial disepanjang kehidupan.Setiap individu menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis disetiap tahapperkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (Monks, dkk, 1999) dimana jika individu tersebut gagal menyelesaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga dirinya. Menurut Erikson, tugas perkembangan pada periode remaja (usia 12-18 tahun) adalah pencarian identitas diri, yaitu periode dimana individu akan membentuk diri (self), gambaran diri (image), mengintegrasikan ide-ide individu mengenai dirinya, dan tentang bagaimana cara orang lain berfikir tentang dirinya. Untuk mencapai identitas diri yang positif atau “aku” yang sehat, remaja memerlukan orang-orang dewasa yang penuh perhatian serta teman-teman sebaya yang kooperatif (Monks, dkk,1999).

d. Gaya penanggulangan masalah. Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan stress merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun. 2.1.3 Karakteristik Harga Diri

(4)

keterbatasan diri,memiliki harapan untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Sedangkan ciri-ciri individu dengan harga diri rendah, yaitu: mengalami perasaan ditolak, memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri , memiliki perasaan hina atau jijik terhadap diri sendiri, memiliki perasaan remeh terhadap diri sendiri.

Coopersmith (1967) mengemukakan ciri-ciri individu berdasarkan tingkat harga dirinya, yaitu:

a. Harga diri tinggi. 1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain. 2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik. 3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana. 4) Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpresikan dirinya dengan baik. 5) Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya. 6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. 7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

(5)

sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya. 4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik. 5) Menganggap diri kurang sempurna dan segala sesuatu yang dikerjakannya akan selalu mendapat hasil yang buruk, walaupun dia telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan dalam dirinya. 6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang realisitis. 7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.

2.1.4Aspek- Aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith (1967) terdapat empat aspek : kekuatan (power), signifikan, kebajikan (virtue) dan kompetensi:

a. Keberartian Diri (Significance)

Hal itu membuat individu cenderung mengembangkan harga diri yang rendah atau negatif. Jadi, berhasil atau tidaknya individu memiliki keberartian diri dapat diukur melalui perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh lingkungan.

b. Kekuatan Individu (Power)

(6)

inisiatif. Pada individu yang memiliki kekuatan tinggi akan memiliki inisiatif yang tinggi, demikian sebaliknya.

c. Kompetensi (Competence)

Kompetensi diartikan sebagai memiliki usaha yang tinggi untuk mendapatkan prestasi yang baik, sesuai dengan tahapan usianya. Misalnya, pada remaja putra akan berasumsi bahwa prestasi akademik dan kemampuan atletik adalah dua bidang utama yang digunakan untuk menilai kompetensinya, maka individu tersebut akan melakukan usaha yang maksimal untuk berhasil di bidang tersebut. Apabila usaha individu sesuai dengan tuntutan dan harapan, itu berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang tinggi.Sebaliknya apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, maka individu tersebut merasa tidak kompeten.Hal tersebut dapat membuat individu mengembangkan harga diri yang rendah.

d. Ketaatan individu dan kemampuan memberi contoh (Virtue)

(7)

bagi masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi terhadap individu tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini mendorong terbentuknya harga diri yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

Sedangakan Menurut Maslow ada dua aspek utama yang mempengaruhi harga diri individu, yaitu :

a. Penghargaan dari diri sendiri

Penghargaan dari sendiri adalah berupa keyakinan bahwa individu merasa aman dengan keadaan dirinya, merasa berharga dan adekuat. Keberartian ini dikaitkan dengan penerimaan, perhatian, dan afeksi yang ditunjukkan oleh lingkungan. Bila lingkungan memandang individu memiliki arti, nilai, serta dapat menerima individu apa adanya maka hal itu memungkinkan individu untuk dapat menerima dirinya sendiri, yang pada akhirnya mendorong individu memiliki harga diri tinggi atau yang positif. Sebaliknya bila lingkungan menolak dan memandang individu tidak berarti maka individu akan mengembangkan penolakan dan mengisolasi diri. Sulit untuk mengetahui apakah orang lain sebenarnya menghargai atau tidak, oleh sebab itu individu perlu merasa yakin bahwa orang lain berpikir baik tentng dirinya. Ada banyak cara supaya orang lain menghargai individu, antara lain melalui reputasi, status sosial, popularitas, prestasi, atau keberhasilan lainnya di dalam lingkungan masyarakat, kerja, sekolah, dan lain-lain.

b. Penghargaan dari orang lain,antara lain prestasi.

(8)

harga diri, apabila kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memilikinya telah terpenuhi atau terpuaskan.

2.1.5 Komponen-komponen Harga Diri

Menurut Frey dan Carlock (1987) harga diri memiliki 2 komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut adalah :

a. Merasa mampu, yaitu perasaan bahwa individu mampu mencapai tujuan yang diinginkannya. Menjadi mampu berarti individu memiliki keyakinan pikiran, perasaan dan perilaku yang sesuai dengan realita dirinya. Apabila individu mampu atau berhasil dalam tujuannya maka harga dirinya meningkat.

b. Merasa berguna, yaitu perasaan individu bahwa ia berguna untuk hidup. Merasa berguna berarti menguatkan diri dan menghormati dirinya sendiri. Individu yang memandang dirinya sebagai individu yang tidak layak akan menurunkan harga dirinya.

2.1.6 Pembentukan Harga Diri

(9)

perilaku anggota keluarga yang lain. Branden (1981) mengatakan bahwa proses terbentuknya harga diri sudah mulai dari saat bayi merasa tepukan pertama kali diterimannya dari orang yang menangani proses kelahiran. Dalam proses selanjutnya harga diri dibentuk dari perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya, misalnya apakah individu selalu dirawat, dimanja, atau diperhatikan oleh orangtua atau perlakuan lain yang berlawanan dengan perlakuan tersebut.

Penelitian mengenai harga diri sepanjang rentang kehidupan menyatakan bahwa harga diri pada masa kanak-kanak cenderung tinggi, menurun pada masa remaja, dan meningkat selama masa dewasa awal sampai dewasa madya, kemudian menurun pada masa dewasa akhir (Robins, dkk dalam Shaffer, 2008). Pada studi ini, ditemukan juga bahwa harga diri pria lebih tinggi daripada wanita pada hampir semua rentang kehidupan, dan khususnya harga diri pada wanita rendah selama masa remaja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri terbentuk melalui perlakuan-perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya yang diperoleh melalui penghargaan, penghormatan, penerimaan,dan interaksi individu dengan lingkungannya.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Robin dan Judge (2008), motivasi didefinisikan sebagai proses yang

(10)

Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apa pun yang akan

mempersempit fokus menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan perilaku

yang berhunbungan dengan pekerjaan.

Kata motivasi (motivation) kata dasarnya motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Nawawi (2008), mendefinisikan motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Motivasi menurut Griffin (2003) adalah sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dalam cara-cara tertentu.

Motivasi berasal dari kata motif. Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motivasi menurut Hasibuan (1995) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

2.2.2 Teori Motivasi oleh Frederick Herzberg yaitu Teori Dua Faktor

(motivation hygiene theory)

(11)

kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja. Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan hasil dari dua faktor yang berbeda (Herzberg, Mousner dan Snyderman, 2005: 59): faktoryang memotivasi (pemuas) dan faktor higiene (faktor ketidakpuasan) masing-masing adalah sebagai berikut:

Pemuas a. Prestasi b. Penghargaan

c. Pekerjaan itu sendiri d. Tanggung jawab e. Kenaikan pangkat f. Perkembangan Ketidakpuasan

a. Kebijakan perusahaan b. Pengawasan

c. Kondisi kerja

d. Hubungan dengan yang lain e. Gaji

f. Status

(12)

Para maneger hanya akan menyenangkan perasaan para bawahannya, tetapi tidak memberikan motivasi kepada mereka. Karena itulah Herzberg menggunakan istilah “hiegene” bagi faktor-faktor yang menyenangkan para pekerja seperti kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, teknik pelaksanaan berbagai kebijaksanaan organisasi, supervisi, hubungan interpersonal, kondisi kerja, pengawasan, dan imbalan kerja yang ketika sesuaidengan pekerjaan, membuat para karyawan puas. Ketika faktor-faktor ini sesuai, karyawan tidak akan merasa tidak puas.

Herzberg menggunakan istilah „hygiene‟ dalam pengertian yang berhubungan

dengan medis yaitu yang berfungsi menghilangkan berbagai resiko di lingkungan kerja (Duttweiler, 2006: 371). Herzberg mengidentifikasi dan membandingkan dinamika higiene dan motivasi sebagaimana dijelaskan berikut:

a. Dinamika Higiene

Dasar psikologis kebutuhan higiene adalah menghindari resiko dari lingkungan kerja. 1. Sumber yang menimbulkan resiko jumlahnya tidak terbatas

2. Perbaikan higiene hanya berpengaruh jangka pendek 3. Kebutuhan higiene bersiklus secara alami

4. Kebutuhan higiene merupakan hal yang menentukan 5. Tidak ada jawaban akhir untuk kebutuhan hygiene

b. Dinamika Motivasi

Dasar psikologis motivasi adalah kebutuhan perkembangan pribadi (Herzberg, 2006:101).

(13)

2. Perbaikan motivator (daya pendorong) berpengaruh jangka panjang. 3. Kebutuhan motivator (daya pendorong) tidak ada batasnya.

4. Tidak ada jawaban untuk kebutuhan motivator (daya pendorong).

Menurut Herzberg, higiene tidak bisa memotivasi, dan jika hal ini digunakan untuk mencapai tujuan bisa jadi mengakibatkan hasil yang negatif dalam jangka panjang. Lingkungan yang sehat mencegah ketidakpuasan kerja, tetapi lingkungan yang demikian tidak dapat mengarahkan seseorang ke penyesuaian diri yang minimal, yaitu ketidak adaan kepuasan. Kebahagiaan „positif‟ kelihatannya membutuhkan pencapaian pertumbuhan psikologis (Herzberg, 2006: 78).

Faktor higiene selalu dan kemungkinan lebih mudah diukur, dikendalikan dan digerakkan daripada motivator (faktor pendorong). Motivator lebih rumit dan subjektif, dan sering terlalu sukar untuk diukur. Tetapi sejauh para pimpinan berkonsentrasi pada higiene, tetapi di lain pihak mengabaikan daya pendorong, maka akan memungkinkan para pekerja akan mencari faktor hygiene yang lebih jauh (Hamner dan Organ, 2005: 155). Hal ini akan berakibat negatif dalam pengembangan tenaga kerja yang memiliki motivasi.

(14)

Herzberg juga berpendapat “penghilangan dalam faktor-faktor higiene dapat menyebabkan ketidak puasan pekerjaan, tetapi perbaikannya tidak menyebabkan kepuasan kerja.” (Herzberg, 2006: 61). Hersay menjelaskan tentang perkataan hygiene: faktor-faktor higiene, ketika terpenuhi, berkecenderungan untuk menghilangkan ketidakpuasan dan keterbatasan kerja, tetapi sedikit untuk memotivasi seseorang untuk melakukan kinerja yang terbaik atau meningkapatkan kapasitasnya (Hersey dan Blanchard, 2002: 59).

Ada tiga kondisi pisikologi yang penting yang sangat mempengaruhi kepuasan pekerja:

1. Pengalaman yang berarti terhadap pekerjaan itu sendiri 2. Tanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasilnya 3. Pengetahuan tentang hasin dan umpan balik kinerja

(15)

Herzberg berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan pekerjaan pada dasarnya adalah faktor-faktor intrinsik, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan pekerjaan adalah faktor ekstrinsik.Kelompok faktor-faktor intrinsik mencakup pekerjaan itu sendiri, pencapaian, kemajuan, pengakuan dan tanggung jawab. Faktor ekstrinsik mencakup supervisi, hubungan antar personal, kondisi pekerjaan, gaji, kebijakan perusahaan, dan administrasi (Caston dan Braoto, 1985, 270 dalam Andjarwati, 2015)

Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu: 1. Keberhasilan

(16)

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangka tatau promosi.

a. Pekerjaan itusendiri

Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya. b. TanggungJawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. c. Pengembangan

(17)

memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu:

a. Kebijaksanaan dan Administrasi

Pimpinan dalam menjalankan proses kegiatan kepemimpinannya di organisasi menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan. Seluruh kegiatan administrasi pimpinan berhak mengetahuinya dan menetapkan kebijakan Pimpinan juga melakukan upaya untuk mengorganisir pekerjaan agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan. Kebijaksanaan administrasi juga wajib dimiliki pemimpin dalam mengorganisir karyawan.

b. Hubungan Antar Pribadi

(18)

c. Kondisi Kerja

Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.

d. Gaji

Setiap organisasi menawarkan hasil yang nyata sebagai hal yang menarik, menahan dan memberi penghargaan pada staf. Konsekuensi motivasional dari gaji tersebut membuat organisasi mampu berkompetisi dengan organisasi lainnya untuk menarik, dan menahan staf (Sitorus & Panjaitan, 2011).

e. Supervisi

Supervisi adalah memberikan bantuan, bimbingan/pengajaran, dukungan pada seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kebijakan dan prosedur, mengembangkan keterampilan baru, pemahaman yang lebih luas tentang pekerjaannya sehingga dapat melakukan lebih baik.

(19)

penyediaan alat-alat yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas sehingga memudahkan untuk melaksanakan tugas. Lingkungan kerja harus diupayakan agar staf merasa bebas untuk melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan staf.

Supervisi mempunyai empat fungsi dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Fungsi tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi.

Komponen penting dari proses supervisi adalah delegasi, dan delegasi mulai dari tingkat manajemen puncak, supervisor mendelegasikan tugas kepada staf agar segera dapat melaksanakannya. Komponen pendelegasian adalah partisipasi melaksanakan tugas dalam organisasi dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab terhadap pasien sesuai wewenang yang diberikan. Delegasi adalah penting agar manajer atau supervisor dapat melakukan tugas-tugas manajerial lainnya. Delegasi juga dapat memberdayakan staf, menimbulkan komitmen yang lebih besar, membantu pertumbuhan dan perkembangan profesional, kebanggaan, serta merupakan mekanisme untuk melatih staf menerima tanggung jawab yang lebih besar (Sitorus & Panjaitan, 2011).

2.2.3 Identifikasi Motivasi

Ada berbagai macam dorongan dalam upayanya untuk memperluas pegawai

yang mempengaruhi efisiensi dan kualitas dari operasi pemerintah yang menjadi pusat

perbaikan produktivitas.Motivasi sebagai suatu kondisi dalam diri individu yang

(20)

yang dapat diamati adalah tingkah laku yang didorong oleh motif-motif tertentu serta

mewujudkan adanya motif itu.

Alat ukur motivasi yang dipergunakan dalam penelitian lebih pada faktor-faktor

yang berhubungan dengan motivasi yang terdiri dari faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Faktor-faktor ekstrinsik motivasi karyawan antara lain hubungan atasan dan bawahan,

hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, dan

kompensasi. Sedangkan faktor-faktor intrinsik motivasi kerja antara lain usia,

pengalaman, pendidikan, kesehatan, etos kerja, keterampilan dan kepribadian. Motivasi

kerja karyawan yang tinggi dapat dilihat dari kemauan karyawan untuk bekerja keras,

bekerja sama dengan sesama rekan kerja, dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan

pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Menurut manajemen sumber daya manusia, kinerja merupakan hasil yang lebih dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan kerja atau tugas. Sedangkan menurut Byars dalam Suharto dan Budi (2005), kinerja diartikan sebagai hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.

(21)

merujuk pada tindakan pencapaian karyawan atas tugas yang diberikan. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan, untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat pekerjaan dan tingkat kesediaan tertentu, kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Rivai, 2003).

2.3.2 Karateristik Kinerja

Sebuah studi tentang kinerja menunjukkan beberapa karakteristik karyawan mempunyai kinerja tinggi, yaitu : 1) berorientasi pada prestasi. Karyawan yang kinerjanya tinggi memiliki keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi tentang apa yang mereka inginkan untuk dirinya; 2) percaya diri. Karyawan yang kinerjanya tinggi memiliki sikap mental positif yang mengarahkannya untuk bertindak dengan tingkat percaya yang tinggi; 3) pengendalian diri. Karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai rasa displin diri yang sangat tinggi; 4) Kompetensi. Karyawan yang kinerjanya tinggi telah mengembangkan kemampuan spesifik atau kompetensi berprestasi dalam daerah pilihan mereka; 5) Persisten. Karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai pirantipekerja didukung oleh suasana psikologis, dan bekerja terus-menerus untuk mencapai tujuan.

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja

(22)

a. Faktor kemampuan.

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+ skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil adalah mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan

pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the

right man on the right job).

b. Faktor motivasi.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi

situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan

yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2001).Sikap mental

harus siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya,

seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan

target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja. Ada

hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja.

Mitchell dan Larson dalam Anshori dan Arfah (2005) menyatakan bahwa kinerja

menunjukkan bahwa hasil perilaku yang dinilai oleh beberapa kriteria atau standar mutu.

Secara teoritis tingkat motivasi kerja yang tinggi akan berdampak langsung terhadap

tingginya kinerja karyawan. Akumulasi kinerja karyawan merupakan determinan

fundamental terhadap terbentuknya kinerja organisasi dan juga kinerja karyawan yang

(23)

2.3.4 Indikator Kinerja Perawat Pelaksana

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : otonomi dalam bekerja, bertanggung jawab dan bertanggunggugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin ilmu lain,pemberian pembelaan (advocacy) dan memfasilitasi kepentingan pasien.

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatanutama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya (Nursalam, 2007).

Sistem pelayanan perawatan rawat inap terdiri dari :

a. Masukan, yaitu : perawat, pasien dan fasilitas perawatan

b. Proses, yaitu : intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi: keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan.

(24)

d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian. Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan langkah ke empat dari proses keperawatan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan perawat harus bekerja sama dengan anggotanya (tim), petugas kesehatan dan dengan pasien beserta keluarga.

Nursalam (2007), menyatakan bahwa dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian,(2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, meliputi:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

(25)

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan, dan Baru).

2. Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien, meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

(26)

4. Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalamrencana asuhan keperawatan, meliputi:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.

5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan, meliputi:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan kearah percapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

(27)

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatanmenjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkatpenampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2007).

2.4. Landasan Teori

Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dalam dunia ini. Individu dengan Harga diri yang rendah cenderung tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.

Motivasi eksternal melupakan motivasi yang berada diluar diri seseorang yang meliputi supervisi, hubungan antar personal, kondisi pekerjaan, gaji, kebijakan perusahaan, dan administrasi (Herzberg, 2006).

(28)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

(29)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Unatoč visokoj razini inozemnih izravnih ulaganja u Hrvatskoj, nije vidljiv pozitivan efekt na gospodarstvo, odnosno na rast zaposlenosti, proizvodnje i izvoza i to

Selain itu, Kami berharap masyarakat percaya kepada peroduk kami dan mengati pengunaan pestisida sintetik yang tidak ramah lingkungan dengan produk kami..

Sifat penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri selain dipengaruhi oleh muatan positif dari logam Ag juga dipengaruhi oleh gugus amonium kuarterner dari kitosan yang

Select the same standard clinical technique (typically 120 kVp and 200 mAs), acquire a single axial slice of 5 mm thickness, and ensure that the reconstruction algorithm is the

Indikator Kinerja Daerah untuk Setiap Misi

bahwa kandidat dengan dinasti politik cenderung memiliki potensi lebih besar dan. cenderung mempunyai persentase kemenangan pemilihan pemimpin daerah yang

Unit Pelayanan informasi Kementerian Perdagangan pada Periode Maret 2016 dapat menjawab seluruh pertanyaan dari total 117 permohonan informasi yang masuk melalui

siklus, yaitu siklus satu dan siklus dua yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data meliputi: 1) tes