• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMART CITY RASIONALITAS MASYARAKAT DALAM MENANGANI ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SMART CITY RASIONALITAS MASYARAKAT DALAM MENANGANI ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Smart City: Rasionalitas Masyarakat Kota Surakarta dalam Menangani Anak Jalanan (Studi Fenomenologi Anak Jalanan di Kota Surakarta)

Adriana Sharadhea Ningtyas PH, Debby Angga Kumara, Novi Ariyanti, Nur Puji Astuti, Resdyatama Lantri

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat Kota Surakarta termasuk dalam masyarakat smart city dalam menangani masalah anak jalanan, dilihat dari konsep rasionalitas weber. Indikator masyarakat smart adalah bertindak menggunakan rasionalitas instrumental sebagai cara untuk memecahkan masalah. Kajian ini disusun berdasarkan penelitian kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Teknik purposive sampling. Analisis data berdasarkan rasionalitas instrumental milik Max Weber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kota Surakarta sedang mengalami proses menuju Smart City, dari beberapa temuan tindakan rasionalitas masyarakat cenderung bervariasi namun sebagian besar sudah berupa rasionalitas instrumental. Dalam hal ini rasionalitas instrumental tidak selalu menjadi solusi dalam penanganan anak jalanan, pemberian uang yang dilakukan masyarakat kepada anak jalanan bukan merukapan solusi untuk mengatasi permasalahan.

Kata Kunci : Smart City, Rasionalitas, Anak Jalanan, Masyarakat

Pendahuluan

(2)

berkumpul tanpa tujuan di jalanan (Suyanto, 2010). Fenomena anak jalanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kota-kota besar di Indonesia, termasuk juga di Kota Surakarta. Setiawan (2007: 32) mengungkapkan bahwa “Anak jalanan sudah menjadi bagian dari komunitas kota, dan telah menyatu dengan kehidupan jalanan di sebagian besar daerah perkotaan Indonesia”. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana rasionalitas masyarakat dalam menangani anak jalanan sebagai upaya pembuktian kesiapan smart city di Kota Surakarta.

Menurut Kalida (2003). Terdapat tiga faktor penyebab anak turun ke jalan yaitu, ekonomi, masalah keluarga, dan pengaruh teman. Kesulitan ekonomi dalam keluarga atau kemiskinan merupakan faktor utama yang selama ini dijadikan alasan seorang anak terjun menjadi anak jalanan.

Menurut berita online portal Antara Jateng News, Mensos merincikan terdapat 4,1 juta anak terlantar, diantaranya terdapat 5.900 anak yang jadi korban perdagangan manusia, 3.600 anak bermasalah dengan hukum, 1,2 juta balita terlantar dan 34.000 anak jalanan. Jumlah anak jalanan Kota Surakarta tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 menurut LSK Bina Bakat, mengalami penurunan meskipun tidak diketahui secara pasti jumlah keseluruhan anak jalanan di Kota Surakarta. Berdasarkan data dari PPAP Seroja jumlah anak jalanan di Kota Surakarta mencapai 103 anak pada tahun 2010, jumlah tersebut hanya sebagian kecil yang berhasil di jangkau. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Fedri (2014) sejak tahun 2006 hingga 2014 di Kota Surakarta tercatat masih terdapat anak jalanan dalam jumlah yang cukup tinggi yakni 1200 anak. Dari data tersebut menunjukkan bahwa anak jalanan merupakan masalah yang serius di Kota Surakarta. Suasana kehidupan di jalan yang keras penuh persaingan, ancaman, eksploitasi dan tindak kekerasan tentu sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa, moral, emosional dan sosial anak.

(3)

cenderung menggunakan pemikiran yang masuk akal dengan tujuan-tujuan yang jelas dan menggunakan alat atau instrumen untuk membantu mencapai tujuan yang dikehendaki. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan bagaimana rasionalitas masyarakat Kota Surakarta dalam menangani permasalahan anak jalanan. Metodologi

Wilayah penelitian kami yaitu berlokasi di lima Kecamatan di Kota Surakarta dengan waktu penelitian dari bulan Oktober hingga bulan November 2017. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dimana pendekatan fenomenologi merupakan kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena sosial tersebut mengenai bagaimana rasionalitas masyarakat Kota Surakarta dalam menyikapi anak jalanan sebagai permasalahan perkotaan. Peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive. Sample Purposive yaitu melakukan pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Sampel purposive yang diambil dalam penelitian ini yaitu Pemerintah Kota Surakarta dalam hal ini Dinas Sosial Kota Surakarta dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surakarta, Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkonsentrasi pada anak jalanan dalam hal ini LSK Bina Bakat dan LPPAP Seroja, juga Masyarakat Kota Surakarta yang terdiri dari tenaga pendidik, wartawan, juru parkir, petugas keamanan, dan masyarakat biasa. Teknik penarikan sampel yang digunakan ini cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan mengerti mengenai rumusan masalah yang akan kami cari, dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang tepat. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini data diperoleh peneliti langsung dari lokasi penelitian dan hasil wawancara mengenai rasionalitas Pemerintah Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Kota Surakarta terhadap permasalahan anak jalanan. Sedangkan, sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, penelitian terdahulu, dan artikel yang membahas mengenai anak jalanan.

(4)

membuat reduksi data dengan melakukan abstraksi terhadap informasi-informasi yang didapat dengan mengambil dan mencatat poin-poin penting yang bermanfaat juga sesuai dengan konteks penelitian atau mengabaikan kata-kata atau informasi yang kurang diperlukan sehingga didapatkan inti kalimatnya namun tetap sesuai dengan bahasa informan. Dalam melakukan validitas data, peneliti menggunakan trianggulasi data dimana penguji kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu yaitu trianggulasi sumber. Kami membandingkan data-data yang diperoleh dari ketiga kelompok sampel yang telah kami tentukan dan kemudian kami lakukan analisis data menggunakan Teori Tindakan Sosial dengan konsep rasionalitas yang dikemukakan Max Weber hingga diperoleh data yang valid.

Anak Jalanan di Kota Surakarta

Menurut Departemen Sosial RI (2005), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

Menurut Suyanto (2010) anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marjinal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat.

Sedangkan Sugeng Rahayu (dalam Dwi Astutik, 2005) berpendapat bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia dibawah 21 tahun yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai cara (tidak termasuk pengemis, gelandangan, bekerja di toko atau kios).

(5)

Menurut Departemen Sosial (dalam Dwi Astutik, 2005), “karakteristik anak jalanan meliputi ciriciri fisik dan psikis”. Ciri-ciri fisik antara lain: warna kulit kusam, rambut kemerahmerahan, kebanyakan berbadan kurus, dan pakaian tidak terurus. Sedangkan ciriciri psikis antara lain: mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras, kreatif, semangat hidup tinggi, berani menanggung resiko, dan mandiri. Lebih lanjut dijelaskan indikator anak jalanan antara lain:

 Usia berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun.

 Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.

 Tempat anak jalanan sering dijumpai di pasar, terminal bus, stasiun kereta api, tamantaman kota, daerah lokalisasi PSK, perempatan jalan raya, pusat perbelanjaan atau mall, kendaraan umum (pengamen), dan tempat pembuangan sampah.

 Aktifitas anak jalanan yaitu; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung, menjadi penghubung atau penjual jasa.

 Sumber dana dalam melakukan kegiatan: modal sendiri, modal kelompok, modal majikan/patron, stimulan/bantuan.

 Permasalahan: korban eksploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas, ditangkap petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan kriminal, ditolak masyarakat lingkungannya.

 Kebutuhan anak jalanan: aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha, pendidikan bimbingan ketrampilan, gizi dan kesehatan, hubungan harmonis dengan orangtua, keluarga dan masyarakat.

Menurut Satpol PP saat ini Kota Surakarta sudah bebas dari PPGOT, hal ini dikarenakan sudah ada praktik-praktik monitoring di setiap sudut kota, seperti yang diungkapkan oleh Pak Lancer selaku sekretaris Satpol PP Kota Surakarta:

“Kalau sudah zero ya udah gak ada lah, mungkin kemarin masih ada ya tapi gamungkin naik.” (W/SatpolPP/3/11/2017).

Keberadaan anak jalanan di Solo dirasakan masyarakat semakin menurun. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan sebagai berikut:

(6)

“Itu masih, tapi yaa nggak terlalu banyak.” (W/Bowo/25/10/2017) “sekarang jarang ya mba.” (W/Rahmi/30/11/2017).

“ini berkurang mba.” (W/Wahyu/3/11/2017).

“Sesekali masih, cuman udah gak sebanyak dulu.” (W/Rosyid/4/11/2017). Penurunan jumlah anak jalanan terjadi setelah Surakarta dijadikan percontohan pembangunan Kota Layak Anak pada tahun 2003.

“….terutama sejak ada KLA. Sejak ada itu kelihatan, kelihatan yang ada dijalanan kelihatan sudah berkurang banyak.” (W/Rosyid/4/11/2017).

Adapula yang merasakan keberadaan anak jalanan di Solo semakin sedikit sesaat setelah Joko Widodo yang sebelumnya merupakan Walikota Surakarta menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

“Ya ini belum lama pas pak jokowi mau pindah kejakarta itu ya sekitar tahun 2015 itu udah mulai, dulu anak punk kan banyak sekarang udah gak ada.” (W/Fani/26/10/2017).

Keberadaan dan Faktor Pendorong Anak Jalanan

Keberadaan anak jalanan terkadang sulit untuk ditemukan karena mobilitasnya yang tinggi dan cenderung nomaden berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ada beberapa titik yang menjadi pusat kegiatan anak jalanan, terutama di obyek-obyek vital. Anak jalanan yang berasal dari luar daerah biasanya melakukan aktifitasnya di dalam bus-bus antar kota, berpindah dari bis satu ke bis lainnya. Sehingga jalur lintas antar kota dan terminal menjadi sentral kegiatan anak-anak jalanan, seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan sebagai berikut:

(7)

“Tapi masih ada, terutama di apa di jalur lintas kayak ya yang disekitaran terminal daerah Gilingan itu masih, Jongke ya pokoknya daerah daerah yang di lintasi lintas kota lah.” (W/Rosyid/4/11/17).

Anak jalanan terutama pengemis di Kota Surakarta banyak beraktivitas pada hari Jumat terutama di Masjid Agung, karena hari Jumat merupakan hari yang paling baik untuk bersedekah dalam umat muslim. Seperti wawancara salah satu narasumber sebagai berikut:

“Iya kan kalo dalam Islam bersedekah yang paling baik di hari Jumat nahhh.” (W/Wahyu/3/11/2017).

“Orang ngamen kalau hari jumat mah banyak Di depan masjid Agung itu banyak.” (W/Samidi/1/11/2017).

Tak jarang kita temui anak-anak yang mengemis dari rumah ke rumah bahkan adapula anak-anak yang melakukan tindak kriminal seperti mencopet, mencuri bahkan merampok hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mereka rasa kurang. Tetapi banyak diantara mereka yang masih bisa berfikir dengan jernih dan mencari pekerjaan halal seperti menyemir sepatu, menjual koran maupun mengamen.

Selain di tempat-tempat tersebut anak jalanan juga bisa kita temui di tempat-tempat strategis dan banyak dilalui oleh masyrakat seperti; daerah Mojosongo, Pucangsawit, daerah Gilingan, daerah Jongke, perempatan Dokter Oen, Panggungrejo atau di perempatan-perempatan jalan, dibalaikota, dijalanan slamet riyadi, lampu merah Manahan, warung makan, perempatan- perempatan jalan besar, maupun di pasar-pasar.

Menurut Suyanto (2010), munculnya anak jalanan memiliki penyebab yang tidak tunggal. Munculnya fenomena anak jalanan tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Problema sosiologis: karena faktor keluarga yang tidak kondusif bagi perkembangan si anak, misalnya orang tua yang kurang perhatian kepada anak-anaknya, tidak ada kasih sayang dalam keluarga, diacuhkan dan banyak tekanan dalam keluarga serta pengaruh teman.

2. Problema ekonomi, karena faktor kemiskinan anak terpaksa memikul beban ekonomi keluarga yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua.

(8)

seperti keluarga yang broken home maupun faktor eksternal keluarga seperti faktor pergaulan dan pengaruh lingkungan.

“Karna yang menyebabkan seperti itu bisa beberapa faktor itu tadi faktor keluarga, ada juga faktor ekonomi, lingkungan, hp, temen, pengaruh global.

Kalo disini paling banyak faktor hp sama

lingkungan….”(W/Suhartini/27/10/17).

“Karena faktor ekonomi juga kedua karena orangtua, mungkin mereka di keluarga dia perhatian sama orangtuanya kurang, sehingga dia mencari perhatian di luar.” (W/Fitri/31/10/17).

Anak jalanan terkadang melakukan tindakan menyimpang, seperti mencuri, merampok, tawuran, minum-minuman keras. Di Kota Surakarta, anak jalanan terkadang melakukan perilaku menyimpang dengan cara membuat goresan pada kendaraan para pengguna jalan yang tidak memberikan uang kepadanya, seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan sebagai berikut:

“Oh iya dlu kalo ga dikasih kadang mbaretke mobil.” ”(W/Jumiati/1/11/2017)

“Ya itu kalau orang gak ngasih, motornya digarit.” (W/Samidi/1/11/2017) Uang hasil dari mengamen, maupun meminta-minta mereka kadang menggunakannya untuk perilaku menyimpang seperti mabuk, seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan sebagai berikut:

“….kalo mereka udah punya uang ya mabuk.” (W/Wahyu/3/11/2017)

Anak jalanan juga sering melakukan tindak pencurian pada tempat ramai seperti di Pasar Klewer sebelum kebakaran, seperti yang diungkapkan salah satu informan sebagai berikut:

“Sering, orang belanja kan gatau rubung-rubung dari belakang bawa silet. Sering, sering kejadian.”(W/Jumiati/1/11/2017)

(9)

menganggap anak jalanan menjual rasa belas kasih sebagai cara untuk mendapatkan uang dan juga tidak sedikit pula masyarakat yang memberikan uang karena rasa belas kasih.

Penanganan Anak Jalanan untuk Mewujudkan Surakarta sebagai Smart City

Smart City merupakan sebuah kota yang terdepan di dalam perekonomian, sumber daya manusia, pemerintahan, mobilitas, lingkungan, dan kehidupan masyarakat, yang mana keseluruhan dibangun secara cerdas, independen dan memiliki kesadaran dari masyarakatnya (Giffinger, 2007).

Dalam mewujudkan smart city dibutuhkan peran aktif baik dari masyarakat dan pemerintah. Membangun smart city berarti membuat kota terasa nyaman untuk ditinggali oleh masyarakat dan mampu untuk menghadapi masalah-masalah perkotaan dengan efektif dan efisien.

Kota Surakarta saat ini masih dihadapkan persoalan anak jalanan, walaupun pada tahun 2017 mendapatkan predikat utama sebagai Kota Layak Anak (KLA), keberadaan anak jalanan masih bisa dijumpai di sudut-sudut kota. Masalah anak jalanan merupakan masalah kesejahteraan yang serius di perkotaan. Anak yang seharusnya menempuh pendidikan formal memilih untuk bekerja di jalanan sebagai pengamen, pengemis dsb. Mereka hadir karena ketidakmampuan dalam menghadapi tantangan kehidupan di perkotaan.

Penanganan anak jalanan membutuhan peran dari berbagai elemen baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Di Kota Surakarta terdapat Dinas Sosial, Satpol PP, LSM Seroja, LSK Bina Bakat dan juga masyarakat yang saling berkaitan dalam penanganan anak jalanan. Dinas Sosial hadir sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam menangani masalah sosial termasuk anak jalanan di Kota Surakarta. Dalam praktiknya Dinas Sosial bekerjasama dengan Satpol PP selaku penegak Perda sekaligus penjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Selain itu LSM PPAP Seroja dan LSK Bina Bakat juga hadir sebagai bagian dari masyarakat yang membantu mengatasi masalah anak jalanan di Kota Surakarta.

(10)

Teori ini menitik beratkan pada tindakan yang memiliki makna subyektif terhadap orang lain berdasarkan pertimbangan yang rasional atau logis.

Dalam hal ini rasionalitas elemen masyarakat Kota Surakarta dalam menangani anak jalanan diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 1

Rasionalitas Elemen Masyarakat Kota Surakarta dalam Menangani Anak Jalanan

(11)

cara kekeluarga an.

Afektif (tindakan yang dikuasai perasaan)

- - - - Masyarakat

memberikan uang pada anak jalanan karena rasa iba

Konsepsi dan Strategi Pemerintah dalam menangani Anak Jalanan Dinas Sosial

Kebijakan atau program pemerintah kota Surakarta dalam mengatasi anak jalanan sebagai berikut ini :

1. Pelatihan Keterampilan Anak Jalanan

Dalam mengatasi anak jalanan di Surakarta, Dinas Sosial memiliki program pemberdayaan anak jalanan dalam bentuk pelatihan keterampilan. Program tersebut dianggarkan dari Pemerintah Kota. Seperti yang dikatakan oleh pihak Dinas Sosial pada saat wawancara sebagai berikut :

“ …. program punya anggaran untuk melatih anak jalanan.” (W/Dinsos/01/11/2017). 2. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Selain pemberdayaan anak jalanan dalam bentuk pelatihan keterampilan anak jalanan, Dinas Sosial Surakarta melakukan rehabilitasi anak jalanan yang tidak mempunyai rumah ke panti sosial maupun lembaga-lembaga lainnya. Seperti yang diungkapkan pihak Dinas Sosial sebagai berikut:

“ Didata, koe cah ngendi? Cah nggawok dimulehke, terus umpamanya dia dikatakan “Koe cah ngendi? Saya gak punya tempat” lah itu baru kita serahkan ke panti yoga dan lembaga-lembaga yang ada.” (W/Dinsos/01/11/2017).

3. Kerjasama dengan LSM

(12)

“Lembaga itu pendanaannya dari pemerintah kota dan pembinaannya dari kelembagaan sosial jadi sampai perpanjangan izin, operasional mereka disini nah salah satu mengenai pendanaan dari kementrian sosial, provinsi yang direkomendasikan bahwa memang lembaga yang aksi atau kegiatan anak terlantar tapi bukan anak jalanan ya. ”(W/Dinsos/01/11/2017).

4. Kerja Sama dengan Satpol PP dalam Operasi Anak Jalanan

Selain bekerjasama dengan lembaga- lembaga sosial, dalam mengatasi masalah anak jalanan Dinas Sosial juga bekerjasama dengan Satpol PP untuk mengoperasi dalam bentuk razia anak- anak jalanan di Kota Solo, seperti yang dikatakan oleh informan sebagai berikut :

“ Kan itu gini, anak itu dilihat apakah masih usia sekolah kalo iya sekolahnya juga dipanggil kan efek jeranya disitu nah yang manggil bukan dinas tapi satpolpp karna disana ada PPMS nya. ” (W/Dinsos/01/11/2017).

“Seperti tadi malam operasi ada orang terlantar ada orang tua ada anak-anak.” (W/Dinsos/01/11/2017).

5. Program bebas PPGOT

Adanya larangan pengemis, pengamen, orang gila dan orang terlantar. Seperti yang dikatakan oleh informan sebagai berikut :

“Tapi larangan untuk mengemis kan ada, perdanya juga udah ada.” (W/Dinsos/01/11/2017).

Untuk wilayah sasarannya pelarangan PPGOT adalah kota Solo sendiri seperti yang dikatakan oleh informan sebagai berikut :

“ Daerah kota kan sasarannya dikelilingi. ” (W/Dinsos/01/11/2017).

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

(13)

Dengan begitu Satpol PP berperan dalam menertibkan anak jalanan yang menjadi masalah perkotaan khususnya di Surakarta.

Dalam rangka untuk menertibkan anak jalanan di Surakarta Satpol PP memiliki program khusus untuk mengatasi anak jalanan yang termasuk dalam PPGOT (Pengemis, Pengamen, Gila, Orang Terlantar), Satpol PP memfokuskan pada penertiban PPGOT disurakarta dengan target zero PPGOT yang artinya Surakarta sudah bersih dari PPGOT. Program tersebut bersinambungan dengan program Solo kota layak anak yang dimana tidak ada lagi anak jalanan yang mengemis, mengamen, dan terlantar di Surakarta.

“Anak jalanan adalah anak-anak yang berkeliaran seperti anak punk, orang gila, pengemis nah sekarang itu solo sudah zero PPGOT jadi artinya bebas tidak ada lagi…”(W/SatpolPP/3/11/17).

“Kota layak anak ini buktinya ini ya tidak ada lagi anak-anak yang berkeliaran dijalan…”(W/SatpolPP/3/11/17).

Dalam proses program mentertibkan PPGOT ini Satpol PP menggerakan para petugas untuk turun ke jalan untuk melakukan operasi razia dan patroli monitoring yang bekerjasama dengan linmas dan pihak kepolisian untuk mengamankan pada saat operasi. Adapun tahapan prosses program berlangsung adalah :

1. Operasi razia turun ke lapangan, menertibkan masyarakat yang melanggar perda termasuk anak jalanan

2. Membawa masyarakat yang telah ditertibkan ke kantor Satpol PP 3. Mendata masyarakat yang telah ditertibkan

4. Menepatkan masyarakat yang tidak memiliki data yang jelas pada tempat-tempat yang telah disediakan Dinas Sosial untuk di tamping dan dibina.

(14)

“Jadi anak-anak jalanan itu sudah tidak ada kalo masih ada lapor ke kita nanti kita bina nanti kita tanyain KTPnya mana identitasnya mana kenapa dia begitu nanti kita tempatkan di tempatnya masing-masing…” (W/SatpolPP/3/11/17).

“Ditabulasi ditanyakan datanya kenapa dia kesini, kenapa dia gabisa pulang, kenapa terlantar, setelah itu kita kembalikan sesuai tempatnya.” (W/SatpolPP/3/11/17). Dan untuk kedepannya pemerintah tengah merencanakan adanya aplikasi online untuk menerima laporan dari masyarakat apabila ada kejadian-kejadian yang menggangu ketertiban umum yaitu dinamakan langgangsuka (Layanan gangguan Surakarta) yang direncanakan untuk tahun 2018, dengan tujuan untuk mempermudah Satpol PP dalam menegakan aturan dan menertibkan masyarakat.

Dalam pemaparan tabel di atas, semua program-program dalam penanganan anak jalanan baik dari Dinas Sosial maupun Satpol PP termasuk dalam rasionalitas instrumental. Program-program tersebut mementingkan tujuan agar masalah anak jalanan dapat teratasi. Adanya program tersebut merupakan langkah-langkah pemerintah dalam mewujudkan Surakarta sebagai Smart City.

Rasionalitas Masyarakat dalam Menangani Anak Jalanan

Dari segi Lembaga Swadaya Masyarakat, rasionalitas yang diberikan lebih banyak bersifat pada rasionalitas instrumental yang diwujudkan melalui program-program binaan seperti penjangkauan anak jalanan dengan tujuan agar anak mau dibina dan dikembangkan potensi nya agar tidak lagi turun ke jalan, mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai untuk anak-anak jalanan baik dari segi akademik, kreatifitas ataupun dari segi moral, meskipun lebih banyak menonjolkan rasionalitas instrumentalnya lembaga swadaya yang berfokus pada anak jalanan juga tidak menutup kemungkinan untuk adanya tindakan rasional lain seperti rasional nilai misalnya, dimana pembina menjadi penjembatan atau mediator bagi anak jalanan yang memiliki masalah dengan anak jalanan lainnya.

“Pernah ada, ini saya ngurusi anak jalanan yang berantem sesame temennya pake senjata tapi difersi gak pake hukum jadi didampingkan.”

(W/BINABAKAT/1/11/17).

(15)

obyek dalam pembangunan kota. Berkaitan dengan hal itu peran masyarakat dalam penanganan anak jalanan tersebut merupakan perwujudan dari rasionalitas masyarakat kota. Tindakan rasionalitas yang diberikan masyarakat dalam penangannya terhadap anak jalanan sangatlah beragam, tindakan rasionalitas instrumental yang diberikan masyarakat pada anak jalanan diantaranya:

1. Memberikan uang pada anak jalanan dengan tujuan agar menghindari resiko yang muncul ketika tidak memberikan uang pada anak jalanan, seperti kasus penggoresan mobil, pencurian, dan tindakan kriminal lainnya.

“Oh iya dlu kalo ga dikasih kadang mbaretke mobil” ”(W/Jumiati/1/11/2017) “Ya itu kalau orang gak ngasih, motornya digarit” (W/Samidi/1/11/2017) 2. Memberikan uang pada anak jalanan dengan tujuan agar tidak merasa risih akan

keeradaan anak jalanan.

“Kalau waktunya makan mereka kan ngamen. Yang makan risih kalau gak kasih juga gimana.” (W/Suwarno/31/10/2017)

Sedangkan tindakan masyarakat berdasarkan rasionalitas nilai dimana manfaat dari tindakan tersebut yang lebih diharapkan daripada tujuan atas tindakan tersebut:

1. Masyarakat yang menegur anak jalanan

“…kalau saya sih kalau ada orang yang minta anak kecil itu saya tanya dulu. "Kok kamu enggak sekolah…." (W/FITRI/31/10/17).

2. Masyarakat memberi sedekah pada hari Jumat

“Iya kan kalo dalam Islam bersedekah yang paling baik di hari Jumat nahhh.” (W/WAHYU/3/11/17).

Terdapat pula rasionalitas dari masyarakat yang dilakukan atas dasar perasaan yang timbul pada saat bertemu anak jalanan, seperti perasaan iba atau kasihan

“Kasian kalo saya, walaupun saya orang gak punya kalo liat anak-anak dijalanan apa gitu kalo saya beda, walaupun seribu dua ribu saya kasih beneran saya kasian.” (W/SAR/25/10/17).

(16)

Dari penjabaran tersebut masyarakat dalam menangani anak jalanan banyak yang menggunakan rasionalitas instrumental terutama pada program-program LSM. Pada masyarakat biasa rasionalitas instrumental terjadi karena anggapan keberadaan anak jalanan yang menggangu sehingga uang berfungsi sebagai alat untuk menghalau keberadaan anak jalanan. Selain itu dalam masyarakat terdapat penggunaan rasionalitas nilai dan afektif dalam proses penanganan anak jalanan.

Kesimpulan

Keefektifan dalam penanganan anak jalanan merupakan salah salah satu indikator kesiapan Surakarta sebagai Smart City. Dari segi masyarakat, ke efektifan tersebut bisa dilihat dari program-program LSM dalam menangani anak jalanan sebagai suatu tindakan yang berdasarkan rasionalitas instrumental, sedangkan dari masyarakat biasa dalam rasionalitas instrumentalnya menggunakan uang sebagai alat untuk menghindari anak jalanan. Pemberian uang pada anak jalanan bukan merupakan solusi terbaik untuk memecahkan masalah anak jalanan. Selain itu juga masyarakat masih menggunakan rasionalitas nilai dan afektif untuk menangani masalah tersebut

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Dwi. 2005. Pengembangan Model Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgal di Jawa Timur.

Departemen Sosial RI. 2005. Bimbingan Sosial Bagi Penyandang Cacat Dalam Panti. Jakarta.

Fedri Apri Nugroho. 2014. Realitas Anak Jalanan Di Kota Layak Anak Tahun 2014 ( Studi Kasus Anak Jalanan di Kota Surakarta). Universitas Sebelas Maret.

Kalida.2003. Harga Diri Anak Jalanan. Diperoleh dari

http://daudgonzales.wordpr ess.com/2009.05/23/harga_diri_an ak_jalanan.Diakses pada 3 November 2017.

Giffinger, R., Fertner, C., Kramar, H., Kalasek, R., Pichler-Milanovi , N., & Meijers, E. (2007). Smart Cities: Ranking of European Medium-Sized Cities. Vienna, Austria: Centre of Regional Science (SRF), Vienna University of Technology. Diperoleh dari http://www.smartcities .eu/download/smart_cities_final_report.pdf. Diakses pada 25 November 2017

Johson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosial Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka. Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana.

Setiawan, H.H. 2007. Anak Jalanan di Kampung Miskin Perkotaan ( Studi Kasus Penanganan Anak Jalanan di Pedongkelan Jakarta Timur) (versi elektronik). Jurnal

Informasi, 12 (3), 32-40 Diperoleh dari

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/123073240_2086-3004.pdf diakses pada 2 November 2017.

Wirawan I.B. 2013.Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup.

Berita:

Mensos: Jumlah Anak Terlantar di Indonesia Mencapai 4,1 Juta. 2015.

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

2 Gusti Ayu Putu Suarni, Lulup Endah Trupalupi1 , Iyus Akhmad Haris2, Universitas Analisis Faktor yang Mempengar uhi Keputusan Nasabah dalam Pengambilan Kredit pada

Daerah perbatasan merupakan pintu gerbang yang mudah dipengaruhi baik secara internal maupun ekternal.oleh karena itu, secara geopolitik daerah/wilayah perbatasan merupakan wilayah

Standar Jati Diri berisi tentang pernyataan kualitatif dan/ atau kuantitatif yang dapat diukur pencapaian atau pemenuhannya oleh seluruh pelaksana penjaminan mutu di

pelaksanaan inseminasi buatan dan kemudahan untuk mendapatkan makanan ternak, ini semua merupakan wujud untuk meningkatkan perkembangan usaha perter- nakan sapi

usna@mang-jkt.sch.id dani_180208@yahoo.com tya.bontot4@gmail.com janah29@yahoo.com alvierahmawati@yahoo.co.id nda_lyly@yahoo.co.id nurulainy@yahoo.com

Purnami Widyaningsih, Respatiwulan, Sri Kuntari, Nughthoh Arfawi Kurdhi, Putranto Hadi Utomo, dan Bowo Winarno Tim Teknis.. Hamdani Citra Pradana, Ibnu Paxibrata, Ahmad Dimyathi,

 Peserta didik dapat mengerjakan soal-soal pada ulangan harian dengan baik berkaitan dengan materi mengenai bentuk aljabar, memodelkan pernyataan menjadi bentuk aljabar,

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pendekatan cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan keterampilan membuat Bantal Karakter pada anak