commit to user
i
PENGARUH STRUKTUR DEWAN TERHADAP VOLUNTARY
DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
YOHANA WISNU WARDANI
F0308092
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENGARUH STRUKTUR DEWAN TERHADAP VOLUNTARY
DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian adalah persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris. Variabel dependen adalah voluntary disclosure yang menggunakan item pengungkapan penelitian Akhtaruddin et al (2009) serta ditambah dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative).
Teknik pengambilan sampel mengunakan metode purposive sampling
dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada tahun 2009-2010 dan diperoleh sampel 120 perusahaan. Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, autokorelasi,
multikolinearitas dan heteroskedastisitas sebagai syarat uji regresi
berganda.pengujian dilakukan dengan bantuan software komputer untuk statistik SPSS versi 16.0
Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Sedangkan ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure.
commit to user
iii
THE IMPACT OF BOARD STRUCTURE ON VOLUNTARY DISCLOSURE IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN
INDONESIA STOCK EXCHANGE
YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092
ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence related to the influence of board structure on voluntary disclosure in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study are percentage of independent board, percentage of independent commissioners in the audit committee, size of board directors, and the existence committees supporting of board commissioners. Dependent variabel is voluntary disclosure that measured by voluntary disclosure indeks according to disclosure items from Akhtaruddin et al (2009) and GRI index (Global Reporting Initiative).
Sampling techniqueis taken by purposive sampling method with a sample of manufacturing companies listed in Indonesia stock exchanges in 2009-2010 and obtained samples of 120 companies. Tests conducted with the test data consisting of the classical assumptions of normality, autocorrelation, multicollinearity and heteroscedasticity as a condition of multiple linier regression. Multiple linier regression conducted with help of computer software SPSS version 16.0 for statistical.
The results of multiple linier regression shows the percentage of independent board, the percentage of the audit committee of independent commissioners has no effect on voluntary disclosure. While the size of the board of directors and the existence committees supporting of board commissioners has a positive influence voluntary disclosure.
commit to user
commit to user
v
commit to user
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karya kecil ini untuk:
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
untukku
Ibu dan Bapak yang aku cintai,
Adik-adikku tersayang,
Teman dan sahabat yang tidak bisa disebutkan
satu per satu.
commit to user
vii
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ro’du:11).
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya
kamu berada dalam penglihatan Kami.”
(QS. Ath-Thuur: 48)
“Jangan meminta kepada Alloh agar Dia meringankan bebanmu, tetapi mintalah
kepada-Nya agar menguatkan punggungmu.”
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya, serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Dewan
Terhadap Voluntary Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memenuhi syarat-syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah yang penulis terima.
2. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, dukungan serta
doanya yang luar biasa.
3. Adik-adikku tersayang, terima kasih atas segala kasih sayang dan cinta yang
kalian berikan.
4. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
commit to user
ix
5. Bapak Drs. Santosa Tri Hananto, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
6. Ibu Dra. Evi Gantyowati, M.Si., Ak. selaku pembimbing skripsi, yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi.
7. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta karyawan FE UNS, terima kasih penulis
ucapkan atas semua ilmu yang telah diberikan.
8. Anikha Yulianti Sutarmo, Diesta Arum Pramesti, Hervina Putri Indriana,
Winda Tri Herwanti, Lina Ramadhani dan Kunti Kathina Agung sahabat yang
selalu ada dalam suka dan duka membantuku.
9. Ira, Maryama, Rosania, sahabat yang selalu memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis.
10. Teman senasib selama penyusunan skripsi, Ayu Nur Fitria, terima kasih telah
banyak membantu dan selalu sabar.
11. Teman-teman akuntansi A yang menyenangkan dan selalu kompak, semoga
kita semua bisa menjadi orang yang sukses.
12. Teman-teman Akuntansi angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
13. Gea, Hani, Dika, Ruben, Rudi, Rais, Salma, Nesya teman lama yang selalu
bersamaku memberikan dukungan, semoga kita menjadi orang yang sukses.
14. Teman-teman Badan Koordinasi Kesenian Tradisional Universitas Sebelas
Maret (BKKT UNS) yang selalu memberikan keceriaan dan senyuman.
Kebersamaan dan pengalaman berharga dengan kalian tidak akan pernah
commit to user
x
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan sebagai masukan yang berharga. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, 21 Februari 2011
Penulis
commit to user
xii
2. Corporate Governance...
a. Dewan Komisaris Independen...
b. Komite Audit...
c. Dewan Direksi...
d. Komite Penunjang Dewan Komisaris...
3. Ukuran Perusahaan...
4. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)...
B. Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis...
C. Kerangka Pemikiran...
A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...
B. Data dan Metode Pengumpulan Data...
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...
D. Teknik Analisis Data... 31
32
32
34
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
commit to user
xiii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL
Tabel 4.1.Kriteria Pengambilan Sampel ... 41
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen ... 42
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 45
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 45
Tabel 4.5 Hasil Durbin Watson ... 46
Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas...47
Tabel 4.7 Hasil Koefisien Determinasi ... 48
Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi F ... 49
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Sampel Perusahaan
Lampiran II Data Variabel Penelitian
Lampiran III Item-item Voluntary Disclosure
commit to user
PENGARUH STRUKTUR DEWAN TERHADAP VOLUNTARY
DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian adalah persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris. Variabel dependen adalah voluntary disclosure yang menggunakan item pengungkapan penelitian Akhtaruddin et al (2009) serta ditambah dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative).
Teknik pengambilan sampel mengunakan metode purposive sampling
dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada tahun 2009-2010 dan diperoleh sampel 120 perusahaan. Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, autokorelasi,
multikolinearitas dan heteroskedastisitas sebagai syarat uji regresi
berganda.pengujian dilakukan dengan bantuan software komputer untuk statistik SPSS versi 16.0
Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Sedangkan ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure.
commit to user
THE IMPACT OF BOARD STRUCTURE ON VOLUNTARY DISCLOSURE IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN
INDONESIA STOCK EXCHANGE
YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092
ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence related to the influence of board structure on voluntary disclosure in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study are percentage of independent board, percentage of independent commissioners in the audit committee, size of board directors, and the existence committees supporting of board commissioners. Dependent variabel is voluntary disclosure that measured by voluntary disclosure indeks according to disclosure items from Akhtaruddin et al (2009) and GRI index (Global Reporting Initiative).
Sampling techniqueis taken by purposive sampling method with a sample of manufacturing companies listed in Indonesia stock exchanges in 2009-2010 and obtained samples of 120 companies. Tests conducted with the test data consisting of the classical assumptions of normality, autocorrelation, multicollinearity and heteroscedasticity as a condition of multiple linier regression. Multiple linier regression conducted with help of computer software SPSS version 16.0 for statistical.
The results of multiple linier regression shows the percentage of independent board, the percentage of the audit committee of independent commissioners has no effect on voluntary disclosure. While the size of the board of directors and the existence committees supporting of board commissioners has a positive influence voluntary disclosure.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengungkapan merupakan informasi yang dibuat oleh pihak internal
perusahaan yang akan digunakan atau direspon oleh pihak-pihak eksternal.
Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan sangat berhubungan dengan
transparansi atas setiap informasi yang dimiliki. Menurut Chariri dan Ghozali
(2003), pengungkapan terdiri atas pengungkapan wajib atau mandatory dan
pengungkapan sukarela atau voluntary. Pengungkapan Wajib (mandatory
disclosure) merupakan pengungkapan tentang informasi yang diharuskan
oleh peraturan yang telah ditetapkan oleh badan otoriter. Pengungkapan
Sukarela (voluntary disclosure) merupakan informasi yang tidak diwajibkan
oleh suatu peraturan yang berlaku, tetapi diungkapkan oleh entitas karena
dianggap relevan dengan kebutuhan pemakai.
Pengungkapan membantu investor dekat dengan keadaan perusahaan
karena itu mengurangi kesenjangan antara manajemen dan investor
(Akhtaruddin et al, 2009). Boesso (2003) juga menjelaskan bahwa
pengungkapan merupakan informasi yang digunakan untuk memperbaiki
hubungan dengan pelanggan, pemasok, karyawan maupun pihak lain yang
diberikan oleh suatu entitas.
Menurut Keasey (2005), corporate governance adalah sebuah
struktur, proses, budaya dan sistem yang digunakan untuk menciptakan
commit to user
merupakan konsep yang digunakan untuk peningkatan kinerja perusahaan
yang dilaksanakan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan
menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder yang berdasarkan
kerangka peraturan (Nasution dan Setiawan, 2007). Corporate governance
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi
ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor.
Corporate governance melibatkan seperangkat hubungan antara manajemen
perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Konsep corporate governance dilatarbelakangi masalah pemisahan
antara kepemilikan dengan pengelolaan di dalam perusahaan, yang
selanjutnya dimodelkan dengan agency theory. Pemisahan antara kepemilikan
dan pengendalian perusahaan merupakan upaya yang penting dalam
mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik dalam mekanisme good
corporate governance. Namun, dengan adanya pemisahan tersebut akan
menimbulkan suatu masalah agensi, yaitu terjadinya konflik kepentingan
antara pemilik dan manajer (agen). Agen juga akan memiliki lebih banyak
informasi dibanding prinsipal sehingga dapat menimbulkan asimetri
informasi. Konflik dapat diminimumkan melalui mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait, tetapi
dengan adanya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya
yang disebut agency cost. Principal dapat menggunakan insentif yang
berbeda untuk mengawasi agen mereka yang kemungkinan termasuk kontrak
berbasis kinerja, rencana pembagian saham bonus, perjanjian hutang, komite
commit to user
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan
menyebabkan munculnya agency cost yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk kepentingan struktural, akademisi, dan pelaksanaan kontrak (baik
formal maupun non formal), ditambah residual loss. Konflik kepentingan
yang menyebabkan munculnya agency cost dapat dikurangi melalui sebuah
mekanisme corporate governance. Bagi perusahaan yang memiliki good
corporate governance akan cenderung memberikan pengungkapan sukarela
yang lebih luas karena perusahaan melakukan transparasi informasi sehingga
mengurangi asimetri informasi.
Jensen and Meckling (1976) memperlihatkan bahwa pengungkapan
yang lebih besar dapat mengurangi ketidakpastian pada investor dan
mengurangi cost of capital perusahaan. Akhtaruddin et al (2009) juga
menyatakan bahwa pengungkapan membantu investor lebih mengetahui
keadaan perusahaan sehingga mengurangi gap antara manajemen dan
investor.
Penelitian Barako (2007), meneliti faktor-faktor yang menentukan
voluntary disclosure pada perusahaan go public di Kenya. Hasil
penelitiannya, atribut-atribut corporate governance seperti struktur
kepemilikan dan karakteristik perusahaan mempengaruhi pengungkapan
sukarela. Pada penelitian Akhtaruddin et al (2009) meneliti pengaruh
corporate governance terhadap voluntary disclosure pada perusahaan go
public di Malaysia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel jumlah
commit to user
family control, dan persentase komite audit terhadap jumlah dewan
berhubungan positif dengan tingkat pengungkapan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Akhataruddin et al
(2009) dengan perbedaan pada variabel penelitian yang digunakan. Penelitian
Akhtaruddin et al (2009) menggunakan variabel jumlah direksi, proporsi
dewan komisaris independen, outside share ownership, family control, dan
persentase komite audit terhadap jumlah dewan. Namun, dalam penelitian ini
tidak menggunakan variable family control, pemegang saham asing, dan
persentase komite audit terhadap jumlah dewan, tetapi diganti dengan
keberadaan komite penunjang dewan komisaris serta persentase dewan
komisaris independen dalam komite audit. Komite penunjang dewan
komisaris digunakan dalam penelitian Kanagaretnam et al (2007) yang
menguji apakah good corporate governance menurunkan asimetri informasi
di sekitar pengumuman laba. Dalam penelitiannya diketahui bahwa good
corporate governance menurunkan asimetri informasi di sekitar pengumuman
laba.
Variabel persentase dewan komisaris independen juga digunakan
dalam penelitian Khodadadi et al (2010) yang menunjukkan bahwa persentase
dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap luas voluntary
disclosure, namun hasil penelitian Cheng dan Courtenay (2006) menunjukkan
persentase dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap
voluntary disclosure. Persentase dewan komisaris independen dalam komite
audit juga digunakan oleh Nasir dan Abdulah (2004) dalam penelitiannya
commit to user
komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Barako (2007) dan Rouf (2011) menunjukkan
bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure.
Sementara itu, variabel ukuran direksi digunakan oleh Akhtaruddin et al
(2009) menunjukkan terdapat pengaruh positif ukuran direksi terhadap
voluntary disclosure. Namun, hasil penelitian penelitian Gantyowati dan
Nurlinda (2011) menunjukkan bahwa ukuran direksi tidak berpengaruh
terhadap penurunan asimetri informasi. Gantyowati dan Nurlinda (2011) juga
melakukan penelitian dengan variabel komite penunjang dewan komisaris
yang digunakan oleh Kanagaretnam et al (2007). Dalam penelitian keduanya
menunjukkan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap penuruan asimetri informasi. Asimetri informasi dapat dikurangi
dengan peningkatan pengungkapan sukarela.
Variabel voluntary disclosure menggunakan item pengungkapan yang
digunakan Akhtaruddin et al (2009) dalam penelitiannya serta ditambah
dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative). Semua item
pengungkapan tersebut selanjutnya disesuaikan dengan PSAK per 31 Juli
2009 dan Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No :
KEP-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi
Emiten atau Perusahaan Publik.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan 2010.
Pertimbangan peneliti untuk memilih perusahaan manufaktur karena
commit to user
investor dan stakeholders lainnya karena menurut Surat Edaran Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02/PM/2002 perusahaan memiliki
berbagai macam risiko yang melekat.
Atas uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah : “Pengaruh
Corporate governance Terhadap Vountary Disclosure Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji
dalam penelitian ini antara lain:
1. Apakah terdapat pengaruh persentase dewan komisaris independen
terhadap voluntary disclosure?
2. Apakah terdapat pengaruh persentase komisaris independen dalam komite
audit terhadap voluntary disclosure?
3. Apakah terdapat pengaruh ukuran dewan direksi terhadap voluntary
disclosure?
4. Apakah terdapat pengaruh keberadaan komite penunjang dewan komisaris
terhadap voluntary disclosure?
5. Apakah terdapat pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate
governance yang direpresentasikan dengan persentase dewan komisaris
commit to user
dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris terhadap
voluntary disclosure.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:
1. Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapakan memberikan manfaat dan masukan kepada
perusahaan agar meningkatkan pengungkapan sukarela yang penting
bagi pihak eksternal.
2. Bagi investor
Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor dalam menentukan
keputusan investasi dengan memilih perusahaan yang memiliki good
corporate governance.
3. Bagi akademisi
Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian tentang
voluntary disclosure.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam 5 bab, yaitu :
BAB I: PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang penelitian ini serta perumusan masalah
penelitian yang penyusunannya disesuaikan dengan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
commit to user
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori serta penelitian terdahulu berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Selain itu, bab ini juga dijelaskan susunan pemikiran yang
melandasi timbulnya hipotesis penelitian. Pada bagian ini, diuraikan
mengenai hubungan antara variabel independen dan dependen yang
digunakan dalam penelitian.
BAB III: METODE PENELITIAN
Terdiri dari variabel penelitian dan definisi operasional penelitian,
penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta
metode analisis yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan
pembahasan hasil output SPSS.
BAB V: PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan penelitian serta implikasi keterbatasan
penelitian.Untuk mengatasi keterbasan penelitian tersebut, disertakan pula
commit to user
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik
temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent).
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent) dengan
pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab agent
maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Agen dituntut untuk bertindak sesuai dengan keinginan pemilik,
untuk mencegah masalah keagenan dimana timbul konflik karena
agen akan cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi maka akan
timbul biaya keagenan (monitoring, bonding, dan residual loss) (Jensen
dan Meckling, 1976).
Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan
keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan
pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan perkerjaan. Teori
keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama adalah
masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau
tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu
commit to user
tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Kedua adalah masalah
pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap
yang berbeda terhadap risiko.
Teori agensi juga menyatakan bahwa konflik kepentingan antara
agen dan prinsipal dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang
dapat menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan.
Namun, dengan adanya mekanisme pengawasan tersebut akan
menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Konflik kepentingan yang
menyebabkan munculnya agency cost dapat dikurangi melalui sebuah
mekanisme corporate governance. Melalui good corporate governance
diharapkan dapat memberikan kepercayaan terhadap manajemen dalam
mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), sehingga dapat
meminimalkan konflik kepentingan dan mengurangi agency cost.
Selain itu teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri
informasi. Agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information)
dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asymmetry
information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat
memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan
kepentingannya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor,
akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh
manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Asimetri informasi terjadi karena manajer dari suatu perusahaan
memiliki lebih banyak informasi tentang operasi perusahaan dan prospek
commit to user
Barlian, 2003). Teori signaling muncul karena adanya asimetri inforrmasi
ini. Asimetri informasi antara manajer dan investor potensial akan
membuat investor melakukan evaluasi bijaksana terhadap saham
perusahaan (Matoussi dan Chakroun, 2008). Voluntary disclosure
bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pemegang saham.
Manajer memiliki motivasi untuk mengungkapkan private information
secara sukarela karena mereka berharap informasi tersebut dapat
diinterpretasikan sebagai sinyal positif mengenai kinerja perusahaan
dan mampu mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al, 2008).
2. Corporate governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau sering kali dikenal
dengan istilah masalah keagenan. Sifat masalah keagenan secara langsung
berhubungan dengan struktur kepemilikan. Strukur kepemilikan yang
tersebar tidak akan memberikan insentif kepada pemilik untuk memonitor
pengelolaan manajemen. Hal ini disebabkan para pemilik akan
menanggung sendiri biaya pengawasan (monitoring cost), sehingga semua
pemilik akan menikmati manfaat.
Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada dasarnya
menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya
kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap
jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan ”siapa” adalah para
pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan
commit to user
terhadap perusahaan. Corporate governance merupakan suatu bentuk
kontrol terhadap masalah agen dan memastikan bahwa manajemen
bertindak sesuai dengan harapan pemegang saham.
Forum for Corporate governance in Indonesia atau FCGI (2002)
menggunakan definisi Cadbury Committee untuk mendefinisikan
corporate governance sebagai
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.
Pengertian lain corporate governance menurut Surat Keputusan
Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN
No. 23/MPM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik Corporate
Governance dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO) menyatakan
bahwa:
“Corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan efek yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur orgnisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif, dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya”.
Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat
(FCGI, 2002), yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
commit to user
lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada
akhirnya akan meningkatkan corporate value, (3) mengembalikan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4)
pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.
Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (2006), good corporate
governance berasakan lima hal, yaitu:
1. Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan untuk menjaga obyektivitas. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
commit to user
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Di dalam penelitian Kanagaretnam et al (2007), mekanisme corporate
governance dijelaskan dengan jumlah direksi dan keberadaan komite penunjang
dewan komisaris. Sedangkan berdasarkan penelitian Akhtaruddin et al (2009)
menggunakan jumlah direksi, proporsi dewan komisaris independen, outside
share ownership, family control, dan persentase komite audit terhadap jumlah
dewan sebagai faktor corporate governance.
a. Dewan Komisaris Independen
Komite Nasional Corporrate Governance mengartikan dewan
komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
commit to user
serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Namun, dewan
komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris
utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan
komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik
termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan
fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good governance. Dewan
komisaris menggambarkan puncak dari sistem pengendalian pada perusahaan
besar, yang memiliki peran ganda yaitu peran untuk memonitor dan
pengesahan (ratification). Fama dan Jensen, (1983) menyatakan bahwa
pengendalian keputusan yang efektif merupakan fungsi positif dari rasio
dewan komisaris eksternal dengan total keanggotaan dewan komisaris.
Terdapat dua sistem manajemen yang berbeda berasal dari dua sistem
hukum yang berbeda (FCGI, 2002) yang membedakan mekanisme
commit to user
1. Sistem satu Tingkat (One Tier System)
Dalam sistem ini perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang
pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior
(direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan paruh
waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menggunakan one tier
system adalah Amerika Serikat dan Inggris.
2. Sistem Dua Tingkat (Two Tiers System)
Dalam sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan
pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).
Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah
pengarahan dan pengawasan dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang
diajukan dewan komisaris. Sehingga dewan komisaris terutama
bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Menurut
Tjager et al (2003) dan Syakhroza (2005) dalam Arifin (2005), Indonesia
menganut two tiers system yang berarti komposisi pengurus perseroan
terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan
yaitu dewan komisaris.
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007
pasal 97, dijelaskan bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan
direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada
direksi. Selanjutnya pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa komisaris wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan perseroan. Komisaris independen merupakan pihak independen
commit to user
perusahaan dan bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi
keputusan mereka. Terdapat beberapa kritera mengenai komisaris independen
menurut FCGI (2002) antara lain:
1. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.
2. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas
atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara
langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari
perusahaan.
3. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak
dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau
perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula
dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi
menempati posisi itu.
4. Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional
perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan
perusahaan tersebut.
5. Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau
pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau
perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau
pelanggan tersebut.
b. Komite Audit
Menurut Abeysekera (2006), komite audit merupakan mekanisme
commit to user
stakeholder. Komite audit menurut KNKG (2006) memiliki tugas membantu
dewan komisaris dalam memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur
pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan
audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit
yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh
manajemen.
Dalam FCGI dinyatakan bahwa komite audit memiliki tugas terpisah
dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya
dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, komite
audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan
penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung
jawabnya. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada
tiga bidang, yaitu:
a. Laporan Keuangan (Financal Reporting)
Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen
jangka panjang.
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan
telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan
etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan
commit to user
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Tanggung jawab komite audit dalam pengawasan perusahaan termasuk di
dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi
mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor
proses pengawasan yang dilakukan auditor internal. Ruang lingkup audit
internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan
efektivitas sistem pengawasan intern.
Menurut KNKG (2006) jumlah anggota komite audit harus
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan
efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya
tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan
yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk
atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, komite audit
diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari
komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan, salah seorang anggota
memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi dan atau keuangan.
Kepercayaan atas independensi sikap komite audit sangat penting sehingga
untuk diakui sebagai pihak independen, anggota komite audit harus bebas dari
setiap kewajiban kepada perusahaan dan tidak memiliki suatu kepentingan
tertentu terhadap perusahaan atau direksi atau komisaris perusahaan dan
bebas dari keadaan yang menyebabkan pihak lain meragukan sikap
commit to user
c. Dewan Direksi
Menurut Komite Nasional Corporate Governance (KNKG),
dewan direksi merupakan organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan.
Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil
keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,
pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap merupakan
tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota direksi
termasuk direktur utama adalah setara. Tugas direktur utama sebagai
primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan direksi. Agar
pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi
prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak independen.
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki
pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan
tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar
dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan
kesinambungan usaha perusahaan.
4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS
commit to user
d. Komite Penunjang Dewan Komisaris
Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri maupun
dengan mendelegasikan kewenangannya pada komite yang bertanggung
jawab pada dewan komisaris. Dalam Pedoman Umum Corporate
Governance Indonesia terdapat dijelaskan mengenai komite penunjang
dewan komisaris yang dapat membantu melaksanakan tugas-tugas dari
dewan komisaris, komite-komite tersebut antara lain:
1) Komite Nominasi dan Remunerasi
Komite nominasi dan remunerasi bertugas membantu dewan
komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan
komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya. Komite ini juga
bertugas membantu dewan komisaris mempersiapkan calon anggota
dewan komisaris dan direksi dan mengusulkan besaran
remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut
dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara
sesuai ketentuan Anggaran Dasar. Komite nominasi dan remunerasi
diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari
komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.
2) Komite Kebijakan Risiko
Komite kebijakan risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam
mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta
menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan. Anggota
commit to user
bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar
perusahaan.
3) Komite Kebijakan Corporate Governance
Komite kebijakan corporate governance bertugas membantu dewan
komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang
disusun oleh direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk
yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility). Anggota komite
kebijakan corporate governance terdiri dari anggota dewan komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar
perusahaan. Bila dipandang perlu, komite kebijakan corporate
governance dapat digabung dengan komite nominasi dan remunerasi.
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (firm size) merupakan nilai yang menunjukkan
besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya
digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total
aset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar aset maka
semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka
semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka
semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat (Sudarmadji dan Sularto,
2007). Menurut Veronica dan Siddharta (2005), semakin besar ukuran
perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan
keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut
commit to user
4. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)
Melalui voluntary disclosure, perusahaan dapat meningkatkan
kredibilitas dari sebuah pelaporan. Voluntary disclosure sebuah organisasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) aturan-aturan informal
yang diadopsi oleh organisasi; (2) norma-norma akuntansi dan (3) peraturan
pasar. Aturan-aturan informal sering diproduksi oleh budaya dan kebiasaan
perusahaan (Gibbins et al, 1992 dalam Maingot dan Zeghal, 2008). Terdapat
tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu: adequate
disclosure (pengungkapan cukup), fair disclosure (pengungkapan wajar) dan
full disclosure (pengungkapan penuh). Dari ketiga konsep tersebut yang
paling umum digunakan adalah pengungkapan yang cukup yaitu
pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.
Konsep fair disclosure mengandung sasaran etis dengan menyediakan
informasi yang layak terhadap investor potensial, sedangkan full disclosure
merupakan pengungkapan atas semua informasi yang relevan.
Pengungkapan informasi harus bersifat cukup, wajar dan lengkap agar
sesuai dengan keperluan dari pihak-pihak yang membutuhkan informasi
tersebut. Jika terlalu banyak informasi yang disajikan dapat membahayakan
karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mengaburkan
informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan sulit dipahami.
Latridis (2008), Mcknight dan Tomkins, (1999), Skinner (1994),
Trueman (1986) dalam Hossain dan Hamami (2009) menyatakan motivasi
commit to user
1. Pengungkapan dibutuhkan karena manajer bertanggung jawab dan harus
memenuhi kebutuhan bisnis tertentu dan target keuangan.
2. Manajer cenderung untuk mengungkapkan informasi tentang kinerja
mereka dalam rangka untuk mendapatkan timbal manfaat di pasar saham.
3. Pengungkapan yang tidak memadai dapat memotivasi para manajer untuk
memberikan pengungkapan sukarela untuk mengurangi biaya litigasi.
4. Manajer dapat memberikan pengungkapan sukarela dan perkiraan untuk
menunjukkan kepada investor yang sadar terhadap lingkungan ekonomi
perusahaan dan dapat dengan cepat merespon perubahan
Pengungkapan sukarela diukur dengan jumlah dan detail informasi
tidak wajib (non mandatory) yang terdiri dari informasi diskusi dan analisis
pihak manajemen (Eng dan Mak, 2003). Pada umumnya penelitian-penelitian
untuk mengetahui kualitas suatu pengungkapan menggunakan indeks
pengungkapan (disclosure index) yang menunjukkan rasio antara jumlah butir
infomasi yang mungkin tersedia dalam suatu laporan tahunan. Semakin tinggi
angka indeks pengungkapan, semakin tinggi pula kualitas pengungkapan.
Namun dalam melakukan pengungkapan sukarela, perusahaan akan selalu
mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. Menurut Suripto (1999), terdapat
dua biaya pengungkapan yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1. Biaya langsung meliputi biaya pengumpulan data, biaya pemrosesan
inforasi, biaya pengauditan, dan biaya penyebaran informasi.
2. Biaya tidak langsung meliputi biaya litigasi atau biaya hukum, biaya
kerugian persaingan, dan biaya politik. Biaya litigasi timbul akibat
commit to user
menyesatkan. Biaya kerugian persaingan terjadi apabila informasi yang
diungkapkan melemahkan daya saing perusahaan karena informasi
tersebut digunakan oleh pesaing untuk memperkuat daya saing mereka.
Biaya politik terjadi ketika praktik pengungkapan perusahaan memicu
regulasi pemerintah.
B. Review Penelitian Dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Persentase Dewan Komisaris Independen Terhadap
Voluntary Disclosure
Komisaris independen merupakan bagian dari dewan komisaris
yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. KNKG (2006) menjelaskan
bahwa, yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali,
anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri. Temuan Chen Jaggi (2000) dalam Wijaya (2009) membuktikan
keterlibatan dewan komisaris independen pada dewan komisaris dapat
memperbaiki kepatuhan terhadap prasyarat pengungkapan, yang dapat
menghasilkan pengungkapan keuangan yang lebih komprehensif.
Penelitian mengenai disclosure menyatakan terdapat hubungan positif
antara voluntary disclosure dengan jumlah dewan komisaris independen
yaitu Barako (2007) serta Eng dan Mak (2003). Cheng dan Courtenay
(2006) juga meneliti hubungan antara independensi dewan komisaris dan
luas pengungkapan sukarela menemukan bahwa perusahaan dengan
commit to user
pengungkapan sukarela yang lebih tinggi pula. Namun, dalam penelitian
Khodadadi et al (2010) menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis berikut ini:
= Persentase dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap
voluntary disclosure
2. Pengaruh Persentase Dewan Komisris Independen Dalam Komite
Audit Terhadap Voluntary Disclosure
Nasution dan Setiawan (2007) mengungkapkan bahwa komite
audit adalah komite yang dibentuk dewan komisaris untuk melakukan
tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan salah
satu mekanisme kontrol atas organ perusahaan yang sangat penting dalam
meningkatkan transparansi perusahaan dan mendorong manajemen agar
mengungkapkan lebih banyak informasi. Komite audit memastikan bahwa
manajemen menginformasikan keputusan perusahaan mengenai kebijakan
akuntansi, praktik, dan pengungkapan (Yuen et al, 2009). Barako (2007)
juga mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa komite audit dapat
menjadi mekanisme monitoring yang meningkatkan kualitas arus
informasi antara pemilik perusahaan (shareholders dan potential
shareholders) dan manajer. Adanya sejumlah komisaris independen dalam
komite audit diharapkan dapat meningkatkan transparansi serta
pengungkapan perusahaan. Hasil penelitian Barako (2007) menunjukkan
perusahaan yang memiliki komite audit melakukan pengungkapan yang
commit to user
menyatakan terdapat pengaruh positif keberadaan komite audit terhadap
praktik pengungkapan perusahaan (Rosario dan Flora, 2005; Ho and
Wong, 2001; McMullen, 1996). Dari uraian diatas, maka dapat
dikembangkan hipotesis:
= Persentase dewan komisaris independen dalam komite audit
berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure
3. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Voluntary Disclosure
Hasil penelitian Rouf (2011) menyatakan struktur kepemimpinan
ganda (posisi dewan direksi harus dilaksanakan oleh orang yang berbeda)
berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hal ini menunjukkan bahwa
ukuran dewan direksi yang tinggi akan berpengaruh pada pengungkapan
yang tinggi pula. Sementara dalam penelitian Gantyowati dan Nurlinda
(2011) menunjukkan bahwa jumlah direksi tidak berpengaruh terhadap
penurunan asimetri informasi, dimana asimetri informasi tersebut dapat
dikurangi melalui pengungkapan informasi yang dilakukan perusahaan.
Matoussi (2008) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran
direksi yang besar akan mengalami kesulitan dalam koordinasi, sementara
perusahaan dengan ukuran direksi yang kecil akan diuntungkan dalam
koordinasi, tetapi akan mengalami kekurangan dalam kompetensi dan
pengalaman anggotanya. Sementara Klein (2002) dalam Gantyowati dan
Nurlinda (2011) mengindikasikan bahwa ukuran dewan direksi yang besar
akan memiliki pengendalian manajemen yang lebih efektif sesuai dengan
kemampuan mereka dalam melaksanakan beberapa tugas dibandingkan
commit to user
dilakukan Akhtarudin et al (2009) menunjukkan bahwa ukuran dewan
direksi memiliki pengaruh positif terhadap luas pengungkapan sukarela.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
= Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap voluntary
disclosure
4. Pengaruh Keberadaan Komite Penunjang Dewan Komisaris
Terhadap Voluntary Disclosure
Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, komite penunjang dewan komisaris dibentuk untuk membantu
dewan komisaris dalam menyelesaikan tugas-tugasnys. Komite penunjang
dewan komisaris yang terdiri dari komite nominasi dan remunerasi, komite
kebijakan risiko, dan komite kebijakan corporate governance tersebut
masing-masing bertanggungg jawab kepada dewan komisaris.
Huang, Lobo dan Zhou (2005) dalam penelitian Kanagaretnam
(2007) menyatakan bahwa perusahaan dengan jumlah komite yang lebih
banyak memiliki pengendalian manajemen yang lebih efektif dan tingkat
asimetri informasi yang kecil. Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
= Keberadaan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap voluntary disclosure.
5. Pengaruh Struktur Dewan Terhadap Voluntary Disclosure
Dari empat hipotesis yang dipaparkan di atas dapat diambil
commit to user
secara bersama-sama terhadap voluntary disclosure sehingga dapat
diperoleh hipotesis sebagai berikut:
= Struktur dewan berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang telah
diuraikan, kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada gambar
berikut:
Variabel Independen
Variabel Kontrol
Gambar 2.1
Corporate governance melibatkan satu set hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan stakeholders lainnya. Persentase Dewan
Komisaris Independen
Persentase Dewan Komisaris Independen dalam Komite Audit
Ukuran Direksi
Keberadaan Komite Penunjang Dewan Komisaris
Voluntary disclosure
commit to user
Khomsiyah (2003) menyatakan bahwa corporate governance merupakan
suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk
kepentingan stakeholder. Melalui mekanisme good corporate governance
maka dapat meningkatkan kepercayaan investor selaku pemilik modal
terhadap perusahaan.
Price Waterhouse Coopers (1999) dalam Khomsiyah (2003)
menjelaskan terdapat indikasi tidak langsung hubungan antara corporate
governance dengan pengungkapan informasi. Dari hasil penelitiannya
diantara negara-negara Asia dan Australia, Indonesia berada pada urutan yang
sangat rendah dalam persepsian standar akuntanbilitas, proses penentuan
dewan, auditing dan ketaatannya, pengungkapan dan transparansi. Hal
tersebut dapat menunjukkan bahwa terdapat asimetri informasi antara
perusahaan dengan investor karena tidak adanya informasi yang memadai
yang diungkapkan oleh perusahaan akibat penerapan corporate governance
yang tidak baik.
Jensen and Meckling (1976) memperlihatkan bahwa pengungkapan
yang lebih besar dapat mengurangi ketidakpastian pada investor dan
mengurangi cost of capital perusahaan. Akhtaruddin et al (2009) juga
menyatakan bahwa pengungkapan membantu investor lebih mengetahui
keadaan perusahaan sehingga mengurangi gap antara manajemen dan
investor. Informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan
keuangan dapat memberikan manfaat optimal bagi pemakai laporan keuangan
dalam pengambilan keputusan jika informasi tersebut berkualitas dan
commit to user
Khomsiyah (2003) menyatakan bahwa semakin baik implementasi
corporate governance, maka semakin banyak pula informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan. Pengungkapan merupakan cara yang penting
bagi perusahaan untuk menciptakan kepercayaan kepada investor saat ini
maupun investor potensial (Akhtarudin et al, 2009). Pengungkapan sukarela
yang luas juga merupakan cara bagi manajer untuk meningkatkan kredibilitas
perusahaan. Kebutuhan investor dapat dipenuhi perusahaan melalui
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Sekaran (2006), populasi mengacu pada keseluruhan
kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2009-2010. Pertimbangan peneliti
untuk memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur
dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari investor dan stakeholders
lainnya karena menurut Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal Nomor
SE-02/PM/2002 perusahaan memiliki berbagai macam risiko yang melekat.
Dari populasi tersebut akan dipilih sampel untuk penelitian. Sampel
adalah bagian populasi yang akan dipelajari secara detail (Sekaran, 2006).
Penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampling dalam pengambilan
sampel karena diharapkan kriteria sampel yang diperoleh benar-benar sesuai
dengan penelitian yang dilakukan. Tekhnik purposive sampling adalah
pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel berdasar
kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Kelebihan metode purposive
sampling adalah murah, mudah, dan relatif cepat dalam pelaksanaannya.
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI sejak tahun 2009 atau
commit to user
2. Perusahaan manufaktur yang telah melaporkan laporan tahunan pada
periode tahun 2009-2010.
3. Pada laporan tahunan perusahaan memberikan data yang dibutuhkan
dalam penelitian.
B. Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2009-2010. Data sekunder yang dikumpulkan
diperoleh dari www.idx.co.id dan website masing-masing perusahaan.
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Variable Independen
Variable independen direpresentasikan dengan persentase dewan
komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite
audit, ukuran dewan direksi, dan keberadaan komite penunjang dewan
komisaris
a. Persentase Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisasris
yang berasal dari pihak luar atau independen. Variabel ini diukur
commit to user
b. Persentase Dewan Komisaris Independen dalam Komite Audit
Persentase dewan komisaris independen dalam komite audit diukur
dengan rumus:
c. Ukuran Dewan Direksi
Ukuran dewan direksi adalah jumlah dari dewan direksi yang ada
dalam perusahaan.
d. Keberadaan Komite Penunjang Dewan Komisaris
Keberadaan komite penunjang dewan komisaris diukur menggunakan
variabel dummy dengan memberikan skor 1 jika terdapat komite
penunjang dan skor 0 bila tidak terdapat komite penunjang
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah voluntary disclosure.
Variabel pengungkapan sukarela diproksikan dengan item-item
pengungkapan yang sesuai dengan penelitian Akhatrudin et al (2009) dan
ditambah dengan item-item Global Reporting Initiative (GRI). Semua item
pengungkapan tersebut selanjutnya disesuaikan dengan PSAK per 31 Juli
2009 dan Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No :
KEP-134/BL/2006 sehingga total item pengungkapan menjadi 93 item.
Jumlah item pengungkapan dihitung dengan memberikan skor 1 jika
terdapat pengungkapan dan skor 0 jika tidak ada. Dari total skor akan dibagi
commit to user
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang
ditentukan dengan nilai logaritma atas total aset perusahaan. Ukuran
perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol karena perusahaan yang besar
mempunyai sumber daya yang lebih besar mempunyai banyak stakeholder
sehingga perusahaan akan lebih banyak melakukan pengungkapan untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari berbagai macam pemangku kepentingan.
Penggunaan logaritma untuk total aset bertujuan untuk menghindari jumlah
angka variabel yang secara ekstrem karena total aset menggunakan nilai
rupiah secara penuh.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik uji
deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
bantuan program SPSS release 16.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri atas penghitungan mean, median, standar
deviasi, maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali,
2006).
2. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari goodness of fit. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur
commit to user
Perhitungan statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya
berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut
tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana Ho
diterima (Ghozali, 2006). Persamaan regresi berganda untuk pengujian
hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + e X4 + f X5+ ε
Keterangan:
Y = Skor item voluntary disclosure
X1 = Persentase dewan komisaris independen
X2 = Persentase dewan komisaris independen dalam komite audit
X3 = Ukuran dewan direksi
X4 = Keberadaan komite penunjang dewan komisaris
X5 = Log aktiva
a = Konstanta
b, c, d, e,f = Koefisien regresi
ε = Error
a. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada dasarnya mengukur seberapa jauh
variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Untuk
jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan, yaitu adjusted R (Ghozali,
2006). Besarnya koefisien determinasi adalah 0 (nol) sampai dengan 1
(satu). Semakin mendekati nol, semakin kecil pula pengaruh semua
commit to user
koefisien determinasi mendekati satu, maka semakin besar pengaruh
semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen.
b. Nilai F
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Melalui nilai F
dapat diketahui apakah persentase dewan komisaris independen,
persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran dewan
direksi, dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris berperan
secara simultan terhadap voluntary disclosure.
c. Nilai t
Uji statistik t dilakukan untuk menguji apakah variabel independen
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Nilai t
digunakan untuk menguji koefisiensi regresi secara parsial dari variabel
independenyya. Dalam penelitian ini nilai t menggunakan tingkat
signifikansi 5%. Adapun pengujian hipotesisnya adalah :
jika p value < 0,05 maka H alternatif diterima.
Jika p value > 0,05 maka H alternatif ditolak.
Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda maka dilakukan uji
asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa data
penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran regresinya efisien (Gujarati,