• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemberian kredit sudah dilakukan sejak dulu kala, dimana perkembangan

lembaga keuangan dimulai sejak kira-kira 2000 SM di Babylonia, yaitu berupa

lembaga keuangan semacam bank. Lembaga semacam bank ini meminjamkan

emas dan perak dengan tingkat bunga 20 % (dua puluh persen) setiap bulan,

lembaga tersebut di kenal dengan sebutan Temples of Babylon. Di negara

Babylonia dalam abad ke-9 sebelum masehi telah dipraktekkan instrumen kredit

dalam bentuk “janji” membayar atau “perintah” membayar uang logam emas

dan perak.1

Pada zaman Yunani dan Romawi kuno, praktek pemberian kredit sudah

lazim dilakukan. Dalam buku berbahasa Sansekerta lama dari pembentukan

undang-undang yang bernama Manu, penuh dengan peraturan berkenaan dengan

kredit. Misalnya dalam Sansekerta menyebutkan berkenaan dengan prosedur

yudisial untuk memeriksa instrumen kredit, berkenaan dengan tingkat suku bunga,

dan bahkan juga diatur mengenai perpanjangan dari suatu commercial paper.

Dalam sekitar 500 SM, bermunculanlah bankir-bankir profesional di Yunani

menurut ukuran zaman itu, dan disana terdapat bank yang disebut dengan Greek

Temple. Greek Temples ini mempunyai kegiatan di bidang simpan pinjam dengan

1.

(2)

para nasabahnya adalah masyarakat. Pada zaman Romawi kegiatan perbankan

sudah lebih luas yakni berupa simpanan uang dalam deposito pemberian kredit.2

Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena

pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga,

provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena

itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari

perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit,

analisis pemberian kredit, sampai kepada ke pengadilan atas kredit macet.

pemberian kredit meruapakan fungsi strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini

pula yang sering kali menjadi penyebab bangkrutnya sebuah bank.

Asas yang berlaku dalam pemberian kredit adalah siapa yang berutang

maka dialah yang wajib membayarnya. Orang yang berutang pada umumnya

karena ada sesuatu kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sehingga harus mencari

dana untuk menutupi dengan cara meminjam. 3

Nasabah yang datang ke bank untuk dapat memperoleh kredit tertentu

bank tidak dapat langsung memberikan kredit yang dikehendakinya begitu saja.

Sebuah kredit mengandung risiko sehingga bank sebelum memutuskan

memberikan kredit perlu informasi mengenai data-data calon penerima kredit.

Data-data tersebut penting bagi bank untuk menilai keadaan dan kemampuan

2.

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modren, (Bandung : Citra Aditya Bakti , 1999), hal. 16-17.

3.

(3)

nasabah sehingga menumbuhkan kepercayaan bagi bank dalam memberikan

kreditnya.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Revisi UU No.14 Tahun 1992)

mendefinisikan kredit adalah :

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persembahkan dengan itu, berdasarkan persetujuan minjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga atau bagi hasil yang telah ditetapkan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak yaitu pemberian kredit (kreditur) dan penerima (debitur) aktivis ini mengandung tingkat risiko tertentu, maka dibutuhkan suatu pengelolaan untuk meminimalisir risiko ini.

Untuk mengurangi resiko atau kerugian terhadap pemberian kredit, Bank

harus melakukan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Untuk memperoleh

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur, maka sebelum memberikan

kredit perlu informasi mengenai data-data calon penerima kredit.

Dengan adanya data-data penunjang, bank dapat menilai kemampuan

nasabah dalam mengelola usahanya. Bank juga dapat menilai kemampuan

nasabah terhadap kredit yang dimohonkan, apakah nantinya dapat mengelola

kredit dan dapat mengembalikan tepat pada waktunya atau tidak. Di sini peranan

bank dalam bidang perkreditan, bukan semata-mata memberikan kredit dengan

pertimbangan ada jaminannya yang cukup, tetapi bank juga membina usaha

nasabah agar kelancaran usaha nasabah dapat membuat pengembalian kredit bank

(4)

Dalam prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila

bank telah memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut

didasarkan atas hasil analisis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan

kemampuan serta kesanggupan untuk membayar utangnya pada bank. Itikad baik

nasabah akan diperoleh bank dari data-data yang disampaikan oleh nasabah dalam

permohonan kredit.

Untuk memperoleh keyakinan maka bank sebelum memberi keputusan

tentang pemberian kredit, dilakukan penilaian terhadap watak, kemampuan,

modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Dalam dunia perbankan kelima factor

yang dinilai tersebut dikenal dengan sebuah the five of credit analysis atau prinsip

5 C‟s (Character, Capacity, Capital, Collaterall, dan Condition of economic).

Prinsip tersebut sudah diatur dan bank selalu mempraktikannya sejalan dengan

prosedur pemberian kredit.4

Dengan melakukan penilaian seluruh unsur maka bank akan menilai ada

atau tidaknya itikad baik nasabah dan kemampuan serta kesanggupannya untuk

mengembalikan uang pada bank.

Salah satu unsur penting dalam pemberian kredit adalah jaminan

(collateral). Isltilah jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau

cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya

kepada debitur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai

4.

(5)

ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atas utang yang diterima debiturnya

terhadap krediturnya.5

Dalam membicarakan sistem pemberian kredit berkaitan dengan apa yang

disebut dengan Batas Maksimum Pemberian Krdit (BMPK). Pengaturan BMPK

dilakukan karena dalam hubungannya dengan prinsip kehati-hatian bank dalam

melayani kepentingan masyarakat.

Ketentuan BMPK ditunjukan kepada para peminjam dari kelompok yang

sama dengan bank pemberi kredit. Hal ini dilatarbelakangi adanya kelompok atau

grup perusahaan yang salah satu usahanya bergerak di bidang perbankan. Dalam

sebuah kelompok perusahaan masing-masing perusahaan menjadi nasabah pada

perusahaan yang usahanya perbankan. Selain itu bank juga menghadapi orang

dalam bank seperti pemilik, pengurus, pengawas, atau pegawai juga menjadi

nasabahnya.

Tujuan BMPK dimaksudkan untuk mengatur penyaluran fasilitas kredit

agar dana bank yang diperoleh dari simpanan masyarakat tidak dinikmati oleh

sekelompok debitur tertentu. Hal ini berarti termasuk mengatur penyebaran risiko

kemacetan kredit demi keamanan dan kesehatan bank itu sendiri. Kalau tidak

dibatasi, maka bank bersangkutan akan banyak memberikan kredit dengan

mengutamakan para nasabah dari kelompoknya. Begitu terjadinya kemacetan

kredit nasabah yang bersangkutan akan sulit memenuhi kewajiban

mengembalikan utangnya karena masih satu grup perusahaan. Suatu risiko yang

5.

(6)

yang besar dalam menggunakan modal dari dana yang berasal dari masyarakat.

Sedangkan di lain pihak, bank tersebut harus memenuhi kewajibannya kepada

nasabah-nasabah lainnya.

Timbulnya kelebihan pemberian kredit dikarenakan penurunan Modal Bank

serta penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambil alihan usaha, perubahan

struktur kepemilikan, dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan

perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam dan perubahan ketentuan.

Bahwa untuk merespons kondisi melambatnya petumbuhan

perekonomian, diperlukan kebijakan yang bersifat countercyclical dan bersifat

sementara untuk mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dan

pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Diperlukan kebijakan untuk mendukung program pemerintah dalam rangka

meningkatkan kesejateraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak

kepada usaha mikro,kecil dan menengah.6

Dalam upaya meningkatkan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan

menengah serta melindungi kepentingan masyarakat, Bank wajib memelihara

kesehatan dan kelangsungan usahanya dengan memperhatikan prinsip

kehati-hatian dalam penyediaan dana. Penerapan prinsip kehati-kehati-hatian dalam penyediaan

dana perlu dilakukan, antara lain dengan penyebaran portofolio penyediaan dana

yang diberikan agar risiko penyediaan dana tersebut tidak terpusat pada peminjam

atau kelompok tertentu.

6.

(7)

Sehubung dengan beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan

pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas

Jasa Keuangan, diperlukan pengaturan kembali mengenai batas maksimum

pemberian kredit Bank.

Agar tidak terjadinya kelebihan pemberian kredit, BMPK telah diatur di

dalam buku saku Otoritas Jasa Keuangan edisi ke 2 tentang berapa besarnya

maksimum pemberian kredit yang wajib dipatuhi oleh bank sebagai berikut : 7

a. Untuk pihak yang tidak terkait dengan bank : penyediaan dana kepada satu

peminjam yang bukan merupakan pihak terkait ditetapkan paling tinggi 20

% dari modal bank, sedangkan untuk satu kelompok peminjam yang

bukan pihak terkait titepkan paling tinggi 25 % dari modal bank.

b. Untuk pihak yang terkait dengan bank : seluruh fortofolio Penyediaan

Dana kepada pihak terkait dengan bank ditetapkan paling tinggi 10 % dari

modal bank.

c. Penyediaan Dana oleh bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK

apabila disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (i) penurunan modal

bank; (ii) perubahan nilai tukar; (iii) perubahan nilai wajar; (iv)

penggabungan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan atau perubahan

struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan

atau kelompok peminjam; dan (v) perubahan ketentuan.

d. Terhadap pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit dan

pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit bank diwajibkan

7.

(8)

menyampaikan action plan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan dikenakan

sanksi penilaian tingkat kesehatan bank.

Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK merupakan tindak pidana di

bidang perbankan yaitu kejahatan yang menyangkut ketidaktaatan bank terhadap

peraturan perbankan. Pejabat bank yang melanggar BMPK sebagaimana

ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Perbankan dipandang tidak melakukan

langkah-langkah agar bank tetap mematuhi peraturan perundang-undangan di

bidang perbankan. Selain dapat dikenakan pidana, bank juga dapat dijatuhi sanksi

administrasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.8

B. perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa

pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang akan

dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pemberian kredit oleh Bank Umum sesuai peraturan per

Undang-Undangan bidang perbankan ?

2. Bagaimana kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam kegiatan Perbankan

di Indonesia ?

3. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari kelebihan pemberian

kredit terhadap bank umum ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 11/POJK.03/2015 ?

8

(9)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Penulisan ini bertujuan :

a. mengetahui pemberian kredit oleh Bank Umum sesuai ketentuan per

Undang-Undangan bidang perbankan

b. mengetahui Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam kegiatan Perbankan

di Indonesia

c. mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari kelebihan pemberian

kredit terhadap bank umum ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 11/POJK.03/2015

2. Manfaat Penulisan :

a. Manfaat Teoritis

Hasil skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya terhadap

pengetahuan tentang Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh

Bank Umum Ditinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

11/POJK.03/2015.

b. Manfaat secara praktis

Manfaat secara praktis diharapkan memberikan pengetahuan mengenai,

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum Ditinjau

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015.

1. Penjabaran Pengaturan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum

(10)

2. Penjabaran Kedudukan Otoritas jasa Keuangan dalam Kegiatan

Perbankan di indonesia .

3. Penjabaran akibat hukum terhadap kelebihan pemberian kredit

terhadap bank umum ditinjau dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 11/POJK.03/2015.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan

skripsi berjudul “Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh

Bank Umum Di Tinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

11/POJK.03/2015,” maka terlebih dahulu dilakukan penelusuran terhadap

berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas HukumUniversitas Sumatera

Utara.

Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara/Pusat Dokumentasi dan informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara melalui surat tertanggal 13 Maret 2017 yang menyatakan bahwa

“tidak ada judul yang sama” dan tidak ada terlihat adanya keterkaitan.

Selain hal tersebut di atas, juga dilakukan penelusuran berbagai judul karya

ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum

ada yang mengangkat topic tersebut. Permasalah yang dibahas dalam skripsi ini

adalah murni hasil pemikiran sendiri yang didasarkan pada pengertian-pengertian,

teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak

ataupun media elektronik. Oleh karena itu skripsi ini adalah karya asli dan dapat

(11)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Bank

Dalam undang-undang lama maupun undang-undang baru pengertian bank

pada pokoknya sama, hanya bedanya dalam Undang-Undang Perbankan 1992

menghilangkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan dan diganti dengan

badan usaha.

Adapun pengertian bank dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang

Perbankan 1992 selengkapnya sebagai berikut:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha, dimaksudkan agar lembaga perbankan lebih profesional dalam mengelola usaha perputaran uang dari dan ke masyarakat.

Dari pengertian tersebut usaha bank lebih terarah tidak semata-mata

memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang-undang

menghendaki agar taraf hidup rakyat banyak ditingkatkan. Hal ini merupakan

tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara untuk mencapai

masyarakat adil dan makmur. 9

Dalam pengaturan perbankan memiliki beberapa asas, fungsi, dan tujuan

dalam perbankan sebagai berikut:10

Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat di ketahui dari

ketentuan Pasal 2 undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

9.

Gatot Supramono, Perbankan dan masalah kredit, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 1-2.

10.

(12)

mengemukakan bahwa, “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah menganut Demokrasi

Ekonomi dengan dasar kekeluargaan (Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945),

dengan demikian kemakmuran tidak hanya untuk individu atau kelompok

melainkan untuk semua orang. Demokrasi Ekonomi yang ditegaskan dalam Pasal

33 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen) tersebut

dilaksanakan dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pembangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem

ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

disusun untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi yang harus menjadikan dasar

pelaksanaan pembangunan yang memiliki cirri sebagai berikut :11

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan.

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok

kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

11.

(13)

d. Sumber kekayaan dan keuangan negara dipergunakan dengan

permufakatan lembaga perwakilan rakyat dan pengawasan terhadap

kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat pula.

e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar

daerah dalam satu kesatuan perekonomian nasional dengan

mendayagunakan potensi dan persen serta daerah secara optimal dalam

rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

f. Warganegara memiliki kebebasan dan memiliki pekerjaan yang

dikehendaki dan mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan.

g. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatanya tidak boleh bertentangan

dengan kepentingan masyarakat.

h. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warganegara; dikembangkan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

i. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kehati-hatian

sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di

atas tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan

orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan

dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya

masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh

kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan

(14)

perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad

baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang

atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat

suatu banki tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.

Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan pasal 3

Undang-undang Perbankan yang menyatakan bahwa,”Fungsi utama Perbankan Indonesia

adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Dari ketentuan ini

tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan

dana ( surflus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan

dana (lacks of funds).

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak

semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang

non ekonomis seperti masalah stabilitas nasional yang mencakup antara lain

stabilitas politis dan stabilitas sosial. Tujuan perbankan diatur dalam ketentuan

pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi, “ Perbankan Indonesia

bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

Dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1967, jenis bank dapat

dibedakan dari segi fungsi dan segi pemiliknya. Dari segi fungsinya ada empat

jenis bank yaitu:12Bank sentral, Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank

12.

(15)

Pembangunan. Sedangkan dilihat dari segi pemiliknya terdapat 3 jenis bank, yaitu

Bank Milik Negara, Bank Koperasi, dan bank swasta

Namun dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

tampakanya pengaturan jenis bank hanya dilihat dari segi fungsinya saja. Hal

mana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), yang terdiri dari :

a. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran (pasal 1 butir 2)

b. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan hanya

dalam bentuk deposita berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu (Pasal 1 butir 3).

2. Pengertian Kredit

Kredit berasal dari kata credere atau creditum. Credere dari bahasa Yunani

yang berarti kepercayaan, sementara creditum berasal dari bahasa latin yang

berarti kepercayaan atau kebendaan. Arti kata tersebut memiliki implikasi bahwa

setiap kegiatan perkreditan harus dilandasi kepercayaan. Dapat dikatakan dalam

hubungan ini bahwa kreditor (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam

hubungan perkreditan dengan debitor (nasabah atau penerima kredit) mempunyai

kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah

disetujui bersama, dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.13

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Revisi UU No. 7 Tahun 1992)

Definisi kredit adalah:

13.

(16)

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersembahkan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga atau bagi hasil yang telah ditetapkan.

Penyediaan uang atau tagihan adalah uang yang di sediakan oleh pihak bank

dalam pemberian kredit. dimana dalam pemberian kredit bank sebagai pihak

kreditur memberikan uang kepada pihak debitur dengan adanya jaminan. Dan

pihak kreditur dapat menagih kembali uang tersebut apabila terjadi kredit macet.

Persetujuan pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang

satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan

ini akan mengembalikan sejum lah yang sama dari macam dan keadaan yang

sama pula. Diatur dala Pasal 1754 KUH Perdata.

Dalam obyeknya utama dari persetujuan pinjam-meminjam adalah barang

yang dapat habis dalam pemakaian ataupun barang yang dapat diganti dengan

keadaan dan jenis yang sama maupun berupa uang.

Barang – barang yang dipinjamkan, haruslah dalam jumlah tertentu. Dalam

hal peminjaman uang, maka hutang yang terjadi karena peminjaman hanyalah

(17)

Berkewajiban melunasi hutang adalah pihak yang terkait dalam suatu

perjanjian hutang piutang wajib untuk memenuhi klausul-klausul yang telah

disepakati dalam perjanjian. Ketentuan pasal 1338 dan pasal 1339 KUH Perdata.15

Pasal 1338

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik

kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang telah ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan

dengan itikad baik.

Pasal 1339

Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang tegas ditentukan didalamnya,

melainkan juga segala sesuatu yang memuat sifatnya persetujuan dituntut

berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang.

Waktu tertentu adalah waktu yang diberikan oleh bank dalam pemberian

kredit dengan waktu terbatas, macam-macam waktu dalam kredit yaitu kredit

jangka pendek, kredit jangka menengah, kredit jangka panjang diatur pada Pasal 1

huruf d Undang-Undang Perbankan 1967.

Kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka waktu paling lama satu

tahun. Dalam kredit ini juga termasuk untuk bidang tanaman yang berjangka

waktu dari satu tahun.

15.

(18)

Kredit jangka menengah adalah kredit yang diberikan bank untuk jangka

waktu antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kecuali kredit dipergunakan

untuk tanaman musiman tersebut.

Kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu

melebihi kredit jangka menengah, yaitu lebih dari tiga tahun.

Jumlah bunga adalah bunga merupakan batas jasa yang diberikan oleh pihak

bank (konvensional) untuk nasabah yang memiliki simpanan dan yang harus

dibayarkan nasabah kepada bank jika nasabah memilki pinjaman kepada bank.

Dalam konvensional istilah bunga yang digunakan dalam jasa keuangan ada

banyak, diantaranya yaitu:

1. Bunga flat, bunga jenis ini sistem pembayaran uang pokok dan bunga kredit

besarnya akan sama setiap bulannya. Nilai bunga akan tetap sama setiap

bulannya karena sistem ini menghitung dari awal.

2. Bunga efektif, dimana besar bunga dihitung berdasarkan nilai pokok yang

belum dibayar dan dilakukan di setiap akhir periode angsuran. Nilai bunga

yang dibayar akan semakin mengecil sehingga angsuran perbulan juga akan

semakin menurun dari waktu ke waktu.

3. Bunga anuitas, pada bunga ini porsi atau komposisi bunga dan pokok akan

berubah setiap periodenya, akan tetapi besar angsuran tetap sama setiap

periodenya. Dimana, untuk perhitungannya porsi bunga awal akan sangat

besar sedangkan pokok kecil kecil, dan di akhir pembayaran bunga yang

(19)

4. Sistem ini besar bunga tergantung atau mengikuti suku bunga pasar.

Dimana, jika suku bunganya naik maka besar bunga akan naik pula, dan jika

suku bunga pasar turun maka besar bunga juga akan turun.

Bagi hasil berdasarkan syariah adalah pembagian laba, Pembagian hasil

usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib). Bagi hasil

juga merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik

investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah.

Beberapa skema dari bagi hasil, diantaranya adalah :

1. Profit sharing, dimana sistem ini dilakukan dengan membagikan

keuntungan yang di dapat dari suatu usaha. Keuntungan yang didapt

berasal dari selisih antara pendapatan dari usaha yang telah dikurangi

dengan biayai lainnya, biasa dibilang laba bersih.

2. Gross profit sharing, sistem ini dilakukan dengan membagikan

keuntungan uang dapat di laba kotor (pendapatan usaha yang dikurangi

biaya produksi).

3. Revenue sharing, sistem ini menggunakan pendapatn usaha saja yang

dijadikan dasar perhitungan pembagian.16

Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak yaitu pemberi

kredit (kreditur) dan penerima (debitur) aktivitas ini mengandung tingkat risiko

tertentu, maka dibutuhkan suatu pengelolaan untuk meminimalisir risiko ini.

16.

(20)

Jenis-jenis Kredit

Pada prinsipnya, kredit itu Cuma satu macam saja, yaitu uang bank yang

dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu tertentu di

masa mendatang, disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga, tetapi

berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang

mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam,

yaitu berdasarkan: sifat penggunaan, keperluan, jangka waktu, cara pemakaian

dan jaminan atas kredit-kredit yang diberikan bank.

Menurut Kamsir secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai

segi antara lain :

1) Dilihat dari segi kegunaan :

a. Kredit investasi

b. Kredit modal kerja

2) Dilihat dari segi tujuan kredit

a. Kredit produktif

b. Kredit konsumptif

c. Kredit perdagangan

3) Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit jangka pendek

b. Kredit jangka menengah

c. Kredit jangka panjang

4) Dilihat dari segi jaminan

(21)

b. Kredit tanpa jaminan

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem

pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan

pengawasan dilaksanakan oleh kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan

Pengawasan Pasar Modal dan Lemabaga Keuangan.17 Otoritas Jasa Keuangan

memiliki arti yang sangat penting tidak hanya bagi masyarakat umum dan

pemerintahan saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha. Bagi masyarakat tertentunya

dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan perlindungan dan rasa

aman atas investasi atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa

keuangan. Bagi pemerintah adalah akan memberikan keuntungan rasa aman bagi

masyarakatnya dan perolehan pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau

17.

(22)

penyediaan barang dan jasa yang berkualitas baik. Sedangkan bagi bank dunia

usaha, dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan maka pengelolaan semakin baik

dan perusahaan yang dijalankannya makin sehat dan lancar yang pada akhirnya

akan memperoleh keuntungan yang berlipat.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari

campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang

pengaturan, pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang ini. 18

Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan

terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2 lembaga,

yaitu :

a. Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia

seperti Bank Sentral fungsi dan tugas diatur dalam Undang-undang

No. 3 Tahun 2004, Bank Umum yang kegiatan utamanya menerima

simpanan dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyrakat

yang membutuhkan dana bank umum yang menjadi 2 yaitu bank

konvensional dan bank syariah, Bank Perkreditan Rakyat merupakan

salah satu jenis bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. semua aktivitas

perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia.

b. Lembaga keuangan bukan bank seperti pasar modal, perasuransian,

dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan

18.

(23)

lainnya kegiatannya diawasi oleh Kementrian Keuangan,Bank

Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Namun sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non bank seperti

pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiyaan, dan

lembaga jasa keuangan lainnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Satu tahun kemudian dengan keluarnya Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 maka seluruh pengawasan yang berhubungan

dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank maupun jasa bukan

bank dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. Mengenai tujuan Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan selengkapnya ketentuan Pasal 4

berbunyi sebagai berikut :

a. Terselenggaranya kegiatan sektor jasa keuangan secara teratur, adil,

transparan, dan akuntabel;

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil; dan

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasannya

terhadap :

(24)

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara melakukan analisis.19

“selain itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

yang relevan, untuk kemudian mengupayakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalah yang timbul dalam gejala yang bersangkutan”.20 Untuk

melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode yang digunakan antara lain.

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu sebuah penelitian yang

dilakukan bersumberkan dari peraturan perundang-undangan, teori

hukum, dan pendapat para sarjana hukum yang berkaitan dengan

skripsi.21 Penilaian hukum normatif ini disebut juga sebagai penelitian

perpustakaan atau studi dokumen sebab penelitian ini lebih banyak

dilakukan terhadap data-data yang bersifat sekunder yang ada di

perpustakan, seperti buku.

19.

Soerjono soekanto, pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2007), hal. 3.

20.

Ibid.,

21.

(25)

Penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari data-data lain yang

diolah selain dari sumber buku, seperti makalah dan berbagai tulisan di

internet yang berkaitan dengan akibat hukum terhadap kelebihan

pemberian kredit oleh bank umum di tinjau dari peraturan otoritas jasa

keuangan nomor 11/POJK.03/2015. penelitian perpustakaan demikian

dapat dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian

lapangang).22 selanjutnya, dalam pendekatan yang digunakan adalah

metode pendekatan perundang-undang, yaitu penelitian terhadap

produk-produk hukum.

2. Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,sekunder, dan tersier.

a. Bahwa hukum primer adalah bahan hukum yang otoritas nya adala

peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini bahan

hukum primer nya adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas jasa Keuangan, POJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang

Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian

Nasional Bagi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No.

11/25/PBI/2009 tentang peraturan Perubahan atas Peraturan Bank

Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi

Bank, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

22.

(26)

b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel-artikel, tulisan

ilmiah, hasil penelitian ilmiah, yang terkait dengan judul skripsi yang

berkaitan dengan materi penelitian.

c. Bahan hukum tersier merupakan petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, bahan hukum tersier

dapat beberapa kamus hukum, jurnal kimia, ensklopedia, majalah, surat

kabar yang relevan dan dapat digunakan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu

dengan mencari data dengan cara membaca, menelaah, mengklarifikasi,

mengidentifikasi, dan melakukan pemaham terhadap bahan-bahan hukum.23

Hasil dari kajian tersebut kemudian diringkas secara sistematis sebagai inti

sari hasil pengkajian studi dokumen.24 Tujuan dari teknik dokumentasi adalah

untuk mencari konsep, teori-teori, pendapat-pendapat, atau

penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahn penelitian. 25

4. Analisi data

Analisis data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode

kualitatif. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mengolah dan menganalisis

data serta mendeskripsikannya dengan kata-kata sehingga diperoleh bahasa

atau paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti serta

dapat ditarik suatu kesimpulan.

23.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum sebagai Bahan Ajaran l, (Medan : Fakultas Hukum USU, 2009).

24.

Ibid.

25.

(27)

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan

yang dapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.26

Adapun tujuan analisis data kualitatif adalah mencari makna

dibalik data yang melalui pengakuan subyek pelakunya.27 Peneliti dihadapkan

kepada berbagai objek penelitian yang semuannya menghasilkan data yang

membutuhkan analisis. Data yang didapatkan dari obyek penelitian memiliki

kaitan yang masih belum jelas. Oleh karenanya, analisis diperlukan untuk

mengungkap kaitan tersebut secara jelas sehingga menjadi pemahaman umum.

Meskipun analisis kualitatif ini tidak menggunakan teori secara

pasti sebagaimana kuantitatif, akan tetapi keabsahan dan kevalidan temuannya

juga diakui sejauh peneliti masih menggunakan kaidah-kaidah penelitian.

Menurut Patton dalam Kristi Poerwandari, yang harus selalu diingat penelitian

adalah bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan

melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya sejujur dan selengkap

mungkin.28

26.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 248.

27.

H. Moh. Kasiram, Metode Penelitian Kualitatif-Kualitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 355.

28.

Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Perilaku Manusia,

(28)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara sistematis, agar mudah untuk

dimengerti, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari

bab ke bab yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, adapun

sistematika penulisan ini dibuat sebagai berikut :

BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang,

perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan, yang berkaitan

dengan Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum

Ditinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015.

BAB II merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Pemberian

Kredit, Unsur-Unsur Pemberian Kredit, Sistem Pemberian Kredit, Perjanjian

Pemberian Kredit, Risiko Pemberian Kredit.

BAB III merupakan bab yang membahas tentang latar belakang

pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, fungsi , tujuan dan wewenang Otoritas Jasa

Keuangan dalam pengawasan Perbankan di Indonesia, hubungan kelembagaan

Otoritas Jasa Keuangan.

BAB IV merupakan pembahasan yang membahas tentang kehati-hatian

bagi bank umum berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan

No.11/POJK.03/2015, batas-batas maksimal pemberian kredit, akibat hukum

terhadap kelebihan kredit ditinjau dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

(29)

BAB V Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab

ini berisikan kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.

Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan

upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan

permasalah dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

Referensi

Dokumen terkait

Keragaman dari aspek kelompok pangan dan juga komoditas di dalam kelompok tersebut disesuaikan dengan konsep pola pangan harapan (PPH) dan potensi sumberdaya lokal,

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan keterampilan mengajar guru dalam menerapkan pendekatan RME berbantuan alat peraga manipulatif, (2) menjelaskan aktivitas siswa

sumber sampah untuk wilayah Kabupaten Madiun diperkirakan tidak akan berubah terutama dalam. waktu dekat, karena pola hidup masyarakat dalam mengurangi penggunaan barang

Laporan skripsi dengan judul “ Sistem Informasi Geografis Industri dan Perdagangan Meubel Kabupaten Jepara dengan Metode Cluster Fuzzy ” yang dapat dimanfaatkan

Pengujian alat pengukur arah angin dilakukan untuk mengetahui apakah alat pengukur arah angin yang dibuat dapat mengukur hingga 3600 dalam satu putarannya

Dari hasil penelitian pengaruh antara Motivasi Kewirausahaan terhadap Produktivitas lebih kecil dari koefisien antara Karakteristik Wirausahawan terhadap

Refleksi, berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus 1, diperoleh nilai rata-rata sebesar 51.15 dan variansi sebesar 364.86. sebagaimana kondisi awal ada peningkatan

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab