• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Mengenai Jual Beli Alat-Alat Kimia Pada Pabrik Kelapa Sawit (Studi Pada CV. Madani Sejahtera) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Mengenai Jual Beli Alat-Alat Kimia Pada Pabrik Kelapa Sawit (Studi Pada CV. Madani Sejahtera) Chapter III V"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

A. Pengertian Jual Beli

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 – Pasal 1540 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Ketentuan tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup untuk mengatur segala bentuk atau jenis perjanjian jual beli yang ada dalam masyarakat. Akan tetapi cukup untuk mengatur dasar-dasar perjanjian jual beli.

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur tentang perjanjian jual beli sebagai berikut :

“Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esensial dan aksidentalia dari perjanjian tersebut.

(2)

jual beli yang ada dalam perundang-undangan (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) atau biasa disebut unsur naturalia.

Perjanjian jual beli diletakkan pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena ada juga perjanjian jual beli yang termasuk perjanjian formal, yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta autentik, yakni jual beli barang tidak bergerak.

Barang yang menjadi obejk perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentutkan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum misalnya jual beli mengenai panen yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu.

Kesepakatan dalam perjanjian jual beli yang pada umumnya melahirkan perjanjian jual beli tersebut, juga dikecualikan apabila barang yang diperjualbelikan adalah barang yang biasanya dicoba dahulu pada saat pembelian, karena apabila yang menjadi objek perjanjian jual beli tersebut adalah barang yang harus dicoba dahulu untuk mengetahui apakah barang tersebut baik atau sesuai keinginan pembeli, perjanjian tersebut selalu dianggap dibuat dengan syarat tangguh, artinya perjanjian tersebut hanya mengikat apabila barang yang menjadi objek perjanjian adalah baik (setelah dicoba).56

B. Tujuan Jual Beli

Jual beli bersifat konsensuil artinya dalam peristiwa jual beli ini ada telah lahir dan mengikat para pihak. Yaitu penjual dan pembeli segera setelah

56

(3)

meraka mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang diperjualbelikan dan harga yang harus dibayarkan. Dengan kesepakatan tersebut, pembeli berkewajiban untuk membayar harga pembelian dan penjual terikat untuk menyerahkan kebendaan yang dijual tersebut. Dalam hubugannya dengan penyerahan hak milik ini maka perlu diperhatikan ketentuan Pasal 584 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

“Hak milik atas suatu benda tidak dapat diperoleh dengan cara lain

melainkan dengan cara pemilikan, karena perlekatan; karena daluarsa; karena pewarisan, naik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat. Dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan ole seorang yang berhak berbuat

bebas terhadap kebendaan itu.”

Tujuan dari diadakannya suatu proses jual beli adalah untuk mengalihkan hak milik atas kebendaan yang dijual. Dari ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut secara mutlak cara untuk memperoleh hak milik tersebut adalah dengan kelima cara segaimana yang telah disebutkan di atas. Ketentuan dari Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut yang menyatakan bahwa hak milik atas kebendaan tersebut dapat diperoleh dengan penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata. Untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Ketentuan itu mensyaratkan bahwa untuk memperoleh hak milik berdasarkan penyerahan, harus memenuhi 2 syarat : Adanya peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik dan dilakukan penyerahan.57

57

(4)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dengan tegas memberikan pengertian dari peristiwa perdata hakikat penyerahan kebendaan, secara sederhana bahwa apa yang termasuk dalam perjanjian yang dibuat oleh dua pihak dengan tujuan menyerahkan hak milik atas kebendaan tertentu. Dalam konteks ini maka tujuan dari penyerahan ini dapat kita lihat dalam : 1. Jual Beli, yang diatur dalam Bab V Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata;

2. Tukar Menukar, yang diatur dalam Bab VI Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

3. Hibah, diatur dakam Bab X Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Menurut pasal 1686 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan :

“Hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam penghibahan,

sekalipun penghibahan itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah pada penerima hibah selainnya dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut

pasal 612, pasal 613, dan pasal 616 dan selanjutnya”.

C. Kewajiban Penjual

Bagi pihak penjual ada kewajiban yang harus dipenuhi meliputi penyerahan barang yang dijadikan objek jual beli dan menjamin cacat tersembunyi atas barang yang dijualnya, serta menjamin aman hukum bagi pembeli dari gangguan pihak lain.

1. Melaksanakan Penyerahan

(5)

pewarisan, dan daluarsa. Untuk jual beli, kepemilikan atas benda yang dijadikan objek jual beli itu, bagi pembeli adalah bila penjual telah melakukan penyerahan benda tersebut kepada pembeli. Kewajiban tersebut secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :

“Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengaitkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan...”

Bagaimana penyerahan itu harus dilakukan oleh penjual ditentunkan oleh jenis barang itu sendiri, apa yang harus diserahkan karena tiap – tiap barang memiliki aturan penyerahan sendiri-sendiri. a. Penyerahan barang bergerak

Penyerahan dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 612 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali tak bertubuh,

dilakukuan dengan penyerahan nyata, akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam nama kebendaan itu berada.”

Ada kalanya penyerahan itu tidak diperlukan bila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.

b. Penyerahan barang tetap

(6)

“Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak

dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620”

Sejak berakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tanggal 24 September 1960, penyerahan dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta (PPAT) setempat, kepemilikannya terjadi saat penandatanganan akta PPAT tersebut.

c. Penyerahan barang tak bertubuh

Dilakukan dengan perbuatan yang disebut cessie, hal ini diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak

bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta autentik atau di bawah tangan. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akabitanya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat

disertai dengan endosemen”.58

Selain itu, dalam cara penyerahan perlu diingatkan bahwa mengenai penyerahan atau levering dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut sistem causal, yaitu suatu sistem yang menggantungkan sahnya levering pada dua syarata berikut :

58

(7)

a. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan;

b. Penyerahan tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas (beschikiking bevoged) terhadap barang diserahkan itu.

Apabila titel (jual beli, tukar menukar, dan hibah) tidak sah, batal, atau dibatalkan oleh hakim (karena adanya paksaan, khilaf, dan penipuan), maka penyerahan menjadi batal juga, begitu juga apabila orang yang memindahkan tidak berkapasitas untuk itu (tidak berhak) maka penyerahannya juga batal.

Khusus untuk syarat yang kedua, sahnya levering harus dilkukan oleh orang yang berhak dan ada pengecualiannya, yaitu diatur dalam Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa mengenai barang bergerak, siapa saja yang menguasainya dianggap sebagai pemilik (bezit geldt als volkomen titel).

Menurut Paul Scholten, ketentuan Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut hanya berlaku untuk “transaksi perdagangan” dan pihak yang menerima barang itu harus “beritikad

baik”. Artinya ia sama sekali tidak mengetahui yang dihadapi itu adalah

orang yang bukan pemilik.59

2. Menjamin Aman Hukum

Kewajiban ini timbul sebagai konsekuensi jaminan penjual kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah betul-betul miliknya sendiri, bebas dari beban atau tuntutan dari pihak lain. Misalnya, pembeli digugat oleh pihak ketiga, yang menurut keterangannya barang itu

59

(8)

miliknya sendiri. Dalam hukum acara perdata, pembeli dapat minta kepada hakim, agar penjual diikutsertakan dalam gugatan itu, Pihak ketiga yang ikut serta dalam acara yang sedang berlangsung di pengadilan dinamakan voeging.

Mengingat hukum jual beli ini bersifat pelengkap, sebagaimana telah disinggungkan di muka dari pihak penjual (jika pembeli sepakat), dapat meminimalisasi bahkan menghapuskan tanggung jawab aman hukumnya kepada pembeli (Pasal 1493 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Akan tetapi dalam batasan yang diatur dalam :

a. Pasal 1494 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata : meskipun bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan olehnya, segala perjanjian yang bertentangan dengan ini batal.

b. Pasal 1495 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : si penjual dalam hal adanya janji yang sama, jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan barang yang dijual kepada orang lain, diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila si pembeli pada waktu pembelian dilakukan, mengetahui tentang adanya penghukuman untuk menyerahkan barang yang dibelinya atau jika ia telah membeli barangnya dengan pernytaan akan memikul sendiri untung ruginya.60

60

(9)

Apapun alasannya, bila terjadi penghukuman untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya itu kepada orang lain, maka si pembeli berhak menuntut kembali dari penjual :

a. Pengembalian uang harga pembelian;

b. Pengembalian hasil-hasil, jika diwajiban ia menyerahkan hasil-hasil itu kepada pemilik sejati yag melakukan penuntutan penyerahan; c. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan gugatan si pembeli

untuk ditanggung, begitu pula biaya yang telah dikeluarkan oleh penggugat asal;

d. Penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahan sekedar itu telah dibayar oleh pembeli.

Apabil pada waktu dijatuhkan hukuman untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain, lalu barang itu merosot harganya, si penjual tetap diwajibkan mengembalikan uang harga seutuhnya. Sebaliknya bila harganya bertambah, meskipun tanpa perbuatan si pembeli, si penjual diwajibkan membayar kepada pembeli kelebihan harga pembelian itu.61

3. Menanggung Cacat Tersembunyi

Si penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi (verbogen gebrekan) atas barang yang dijualnya, yang berakibat barang itu tidak

dapat dipakai atau tidak maksimal pemakaiannya. Seandainya si pembeli mengetahui adanya cacat itu, maka ia tidak akan membeli barang itu kecuali dengan harga yang kurang.

61

(10)

Kalau cacat itu kelihatan atau tidak tersembunyi, penjual tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, dan dalam hal itu pembeli dianggap menerimanya adanya cacat itu. Dalam hal penjual menanggung cacat tersembunyi, ia tidak harus mengetahui hal itu. Kecuali jika ia telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak menanggung suatu apapun.

Bila penjual mengetahui barang tersebut mengandung cacat, maka selain mengembalikan harga pembelian, juga diwajibkan mengganti segala kerugian. Dalam hal itu sudah barang tentu pengetahuan penjual yang demikian itu harus dibuktikan.62

D. Kewajiban Pembeli

Kewajiban si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian (Pasal 1513 Kitab Undang –Undang Hukum Perdata). Yang dimaksud dengan “harga”, tentulah berupa sejumlah uang. Jika tidak demikian, misalnya berupa barang juga maka perjanjiannya bukan jual beli, melainkan tukar menukar. Begitu juga bila harga dalam bentuk jasa maka perjanjian bernama perjanjian kerja.

Dalam perjanjian jual beli, di satu pihak ada barang, di pihak lain ada uang. Tentang macam-macam uang, tidak terbatas pada uang rupiah saja, bisa juga mata uang asing, walaupun jual beli itu dilakukan di Indonesia.

Selain itu, “harga” harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, tetapi bisa

juga diserahkan kepada pihak ketig. Dalam hal pihak ketiga tidak mampu menentukan harga itu maka tidaklah terjadi pembelian. Perjanjian yang harganya ditetapkan oleh pihak ketiga, pada hakikatnya merupakan perjanjian

62

(11)

dengan syarat tangguh karena perjanjian baru akan terjadi kalau harga itu sudah ditetapkan oleh orang ketiga itu.

Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang itu (tempat dan waktu), si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu di mana penyerahan itu harus dilakukan (Pasal 1514 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Jika si pembeli tidak membayar pembelian, si penjual dapat menuntut pembatalan pembelian, menurut ketentutan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Meskipun demikian, dalam hal penjualan barang-barang dagangan dan barang perabot rumah, pembatalan pembelian untuk keperluan si penjual akan terjadi demi hukum dan tanpa peringatan setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual.63

E. Hak Penjual dan Pembeli

Dalam Pasal 1517 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan :

“Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat

menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan

1267”.

Sebagaimana suatu hal yang esensi dalam jual beli maka sejalan dengan hak penjual untuk tidak menyerahkan kebendaan sebelum dibayar, maka kepada pembeli juga selayaknya diberikan hak bahwa dia diwajibkan untuk membayar jika ia tidak dapat memiliki dan menguasai serta memanfaatkan

63

(12)

dan menikmati kebendaan yang dibeli tersebut secara aman dan tenteram, kecuali jika hal terebut telah dilepaskan olehnya.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1516 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :

“Jika pembeli, dalam penguasaannya, diganggu oleh suatu tuntutan

hukum yang berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan hukum untuk meminta kembali barangnya, atau jika pembeli mempunyai suatu alasan untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian, hingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli diwajibkan membayar biarpun

dengan segala gangguan”.64

Pada Pasal 1491 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lebih ditegaskan dan menyatakan :

“Penanggugan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli adalah

untuk menjamin dua hal, yaitu : Pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; Kedua, terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan

alasan untuk pembatalan pembeliannya”.

F. Ketentuan Khusus Mengenai Jual Beli

1. Hak Membeli Kembali

Hak untuk membeli kembali merupakan suatu hak yang diberikan oleh undang-undang berdasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh para

64

(13)

pihak. Dalam Pasal 1519 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan bahwa :

“kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual

diterbitkan atas suatu janji, dimana penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang dijual dengan mengembalikan harga asal dengan disertai penggantian sebagaimana yang diatur dalam Pasal

1532”.

Disebutkan pula penjual yang menggunakan janji membeli kembali tida saja diwajibkan mengganti semua biaya menurut hukum, yang telah dikeluarkan untuk penyelenggaraan pembeliannya serta penyerahannya, begitu pula biaya – biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan biaya yang dijual bertambah harganya, yaitu sejumlah tambahan ini.65

65

(14)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI

ALAT-ALAT KIMIA PADA PABRIK KELAPA SAWIT

(STUDI PADA CV MADANI SEJAHTERA)

A. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Alat-Alat Kimia Pada

Pabrik Kelapa Sawit Oleh CV Madani Sejahtera

Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melakukan apa yang telah diperjanjikan atau apa yang telah menjadi kewajiban masing – masing pihak dalam perjanjian tersebut. Kewajiban dalam memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang diesbut sebagai prestasi, sedangkan apabila salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya, itulah disebut dengan wanprestasi seperti yang dibahas di bab sebelumnya.

1. Prestasi

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian. Prestasi pokok tersebut dapat berwujud :

a. Benda;

b. Tenaga atau keahlian; c. Tidak berbuat sesuatu.

Pada prestasi berupa benda harus diserahkan kepada pihak lainnya. Penyerahn tersebut dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatan saja, sedangkan prestasi yang berupa tenaga atau keahlian

harus dilakukan oleh pihak yang “menjual” tenaga atau keahliannya.

(15)

benda tersebut belum diserahkan, pihak yang berkewajiban menyerahkan benda tersebut berkewajiban merawat benda tersebut sebagaimana dia

merawat barangnya sendiri atau sering diistilahkan dengan “sebagai

bapak rumah yang baik”. Sebagai konsekuensi dari kewajiban tersebut

adalah apabila ia melalaikannya, ia dapat dituntut ganti rugi apalagi apabila ia lalai menyerahkannya.66

Dalam perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 pelaksanaan perjanjian yang berupa presatasi dibahas dalam beberapa pasal. Dan benda yang merupakan prestasi pokok ialah Item Equipment Laboratory Palm Oil Mill dan prestasi yang dibahas antara lain :

Pada Pasal 1 mengenai Hak dan Kewajiban Para Pihak

Pihak Pertama

1. Pihak Pertama setuju membeli, kemudian menerima 107 (Seratus Tujuh) Item Equipment Laboratory Palm Oil Mill tersebut dari pihak kedua.

2. Pihak Pertama akan menerima peralatan Laboratorium dari Pihak Kedua setelah peralatan diterima dengan baik dan cukup di lokasi proyek pembanngunan Pabrik Kelapa Sawit PT. Saraswanti Sawit Makmur di desa Kerang Dayo, Kec. Batu Engau, Kab. Paser. Kaltim.

66

(16)

Pihak Kedua

1. Pihak kedua bersedia menjual Peralatan Laboratorium Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) Di lokasi pabrik Pihak Pertama Project PT. Saraswanti Sawit Makmur, dengan harga Franco

Gudang PMKS. PT. Saraswanti Sawit Makmur – Kaltim. 2. Pihak Kedua akan menyerahkan peralatan Laboratorium

kepada Pihak Pertama setelah kedua belah pihak menanda tangani kesepakatan yang telah dibuat.

Pada Pasal 3 mengenai Waktu Penyerahan Barang

1. Pihak kedua harus menyerahkan barang tersebut pada Pasal 1 (satu) dalam perjanjian ini paling lambat pada 1 bulan setelah Down Payment (DP) diterima.

2. Keterlambatan penyerahan barang oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama dikenakan denda sebesar 0,1 % dari harga barang perhari, keterlambatan dengan maksimum denda sebesar 5 % dari total harga barang.

Pada Pasal 4 mengenai Ketentuan Pembayaran

Pembayaran dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebagai berikut :

1. Pembayaran Tahap Awal Berupa Uang Muka.

(17)

menandatangani kontrak dan di Transfer ke rekening CV. MADANI SEJAHTERA, dengan No. A/C

111.01.04.0000750 pada Bank Sumut – Cabang SUKARAMAI MEDAN, atau A/n Zulfikar T Harahap No. A/C 106-0098090718 pada Bank Mandiri LETDA SUDJONO MEDAN. 2. Pembayaran Tahap Akhir

Sebesar 80% dari total harga kontrak yaitu Rp. 210.000.000,- (Dua Ratus Sepuluh Juta Rupiah), dilakukan setelah peralatan diterima dengan baik dan cukup sesuai jumla item yang disepakati dan dibayar selambat-lambatnya 2 (Dua) Minggu dengan melengkapi dokumen Administrasi.

3. Keterlambatan pembayaran sesuai sistem pembayaran Item 1 dan 2 dikenakan denda sebesar 0,1% perhari dari total nilai yang belum dibayar.67

Dari tiga pasal di atas yang terdapat pada surat perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 kita dapat melihat prestasi apa saja yang mesti dipenuhi oleh para pihak dalam perjanjian dimana Pihak Pertama memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran untuk barang yang telah dibelinya yang berupa Peralatan Laboratorium Pabrik Minyak Kelapa Sawit. Dimana pihak pertama melakukan prestasinya dalam dua tahap yakni pertama tahap awal yang berupa uang muka sebesar 20% lalu tahap akhir pembayaran yang sebesar 80% dari jumlah yang delah

67

(18)

disepakati kedua belah pihak. Dan prestasi yang harus dipenuhi Pihak Kedua yaitu bahwa pihak Kedua akan menyerahkan Peralatan Laboratorium Pabrik Minyak Kelapa Sawit kepada Pihak Pertama setelah perjanjian tersebut ditandatangani, serta Pihak Kedua harus menyerahkan barang tersebut paling lama setelah DP sebesar 20% telah dibayarkan oleh Pihak Pertama.

2. Wanprestasi

Seperti yang sudah dibahas pada Bab sebelumnya yaitu pada Bab III yang membahas mengenai wanprstasi yang berisi Pengertian Wanprestasi, Bentuk Wanprestasi, Akibat Wanprestasi, serta Sanksi

Bagi Yang Melakukan Wanprestasi. Pada wawancara dengan Bapak Zulfikar Taufik Harahap dijelaskan beliau apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak maka akan dikenakan denda yang mana dalam perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 ini pada Pasal 3 dan Pasal 4 dijelaskan apabila terjadi keterlambatan pengiriman Peralatan Laboratorium Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang dilakukan Pihak Kedua maka akan dikenakan denda sebesar 0,1 % dari harga barang perhari, keterlambatan dengan maksimum denda sebesar 5 % dari total harga barang. Untuk keterlambatan waktu pembayaran yang dilakukan Pihak Pertama dikenakan denda sebesar 0,1% perhari dari total nilai yang belum dibayar.68 Dilihat dari peraturan tersebut bahwa Pihak

68

(19)

Kedua memiliki batasan denda maksimu sebesar 5% dari total harga barang sedangkan untuk Pihak Pertama tidak terdapat batasan dendanya.

3. Pembelaan Pihak yang Dituduh Wanprestasi

Pihak yang dituduh melakukan wanprestasi dapat melakukan tangkisan-tangkisan dan juga sanggahan untuk membebaskan diri dari akbiat buruk dari wanprestasi tersebut.

Tangnkisan atau pembelaan tersebut antara lain dapat berupa :

a. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena keadaan memaksa (overmacht);

b. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (exceptio non adimpleti contractus);

c. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melakukan haknya atas pemenuhan prestasi.69

Pada perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 dimungkinkan untuk melakukan pembelaan apabila terjadi wanprestasi yang terdapat pada Pasal 6 mengenai Ketentuan Lain-Lain yang berisi :

1. Force Majeure.

2. Dalam hal terjadi sesuatu yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya perjanjian karena peristiwa-peristiwa di luar

69

(20)

perkiraan dan kemampuan para Pihak termasuk dan tidak terbatas terhadap hal-hal seperti kebakaran, bencana alam, perang, gawat darurat maka pihak yang terkena peristiwa tersebut dapat menunda pelaksanaan kewajiban dengan persetujuan tertulis kepada pihak lainnya.

3. Pihak yang terkena Force Majeure tersebut akan memberitahukan secara tertulis sesegera mungkin kepada Pihak Pertama dan akan tetap berusaha sebaik-baiknya melaksanakan kewajibannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.70

B. Risiko-Risiko Dalam Perjanjian Jual Beli Alat-Alat Kimia Pada Pabrik

Kelapa Sawit Oleh CV Madani Sejahtera

Risiko ialah tanggung jawab untuk memikul kerusakan dan kerugian yang diakibatkan suatu kejadian yang bukan merupakan kesalahan salah satu pihak. Dan apabila selama barang belum diserahkan (tanpa membedakan jenis barangnya), risikonya masih merupakan beban atau dipikul oleh penjual yang masih sebagai pemilik sah, sampai barang tersebut secara sah diserahkan kepada pembeli, yang berarti kepemilikannya pun telah beralih atau pindah ke pembeli (transfer of ownership). Dengan diserahkannya barang tersebut oleh penjual kepada pembeli, barulah risiko atas barang berpindah atau beralih dari penjual kepada pembeli.

70

(21)

Dalam Wawancara penelitian dengan Bapak Zulfikar Taufik Harahap71 diketahui adanya risiko-risiko dalam melakukan perjanjian tersebut yaitu apabila terjadi keterlambatan pembayaran transaksi, keterlambatan pengiriman barang dan juga apabila barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan pesanan dalam perjanjian. Dalam hal ini apabila terjadi keterlambatan pengiriman barang dan keterlambatan pembayaran transaksi hal tersebut sudah diatur pada perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 Pasal 3 dan juga Pasal 4. Untuk barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan pesanan yang diperjanjikan juga telah diatur pada perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 Pasal 5 mengenai Garansi yang berisi “Pihak Kedua akan memberikan garansi kepada Pihak Pertama selama 12 (Dua Belas) bulan untuk unit-unit peralatan laboratorium tersebut.”.72

C. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli

Alat-Alat Kimia Pada Pabrik Kelapa Sawit Oleh CV Madani Sejahtera

Dalam membuat suatu perjanjian selalu terdapat risiko-risiko yang tidak pernah diinginkan oleh para pihak untuk terjadi tetapi kadangkala hal tersebut dapat terjadi baik itu terjadi karena kehendak salah satu pihak ataupun itu terjadi di luar kekuasaan para pihak yang membuat dan melakukan perjanjian. Dalam hal terjadi kejadian yang tidak diinginkan oleh para pihak terjadi sudah dijelaskan sebelumnya mengenai penanganan apabila telah terjadi force

71

Wawancara dengan Bapak Zulfikar Taufik Harahap, Direktur Utama CV. Madanni Sejahtera, tanggal 16 Januari 2017, di Kantor CV Madani Sejahtera.

72

(22)

majeure/overmacht. Tetapi apa bila terjadi wanprestasi yang dilakukan

karena kesengajaan ataupun kelalaian para pihak maka tentu harus diambil langkah-langkah tegas dan konkret untuk menyelesaikannya. Juga sudah dijelaskan sebelumnya bagaimana apabila terjadi kelalaian oleh masing-masing pihak maka akan dikenakan denda sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat dalam tiap pasal perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12. Tetapi apabila perselisihan ataupun sengketa tetap berlanjut maka di dalam surat perjanjian yang dilakukan antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur No. 235/MDN/XI/MS-CV/12 telah tertera mengenai pilihan-pilihan hukum apa saja yang bisa diambil oleh para pihak yang merasa dirugikan. Hal ini tertera pada Pasal 7 mengenai Penyelesaian Sengketa yang berisi :

1. Apabila terjadi perselisihan akibat dari perjanjian jual beli ini, maka Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dengan musyawarah.

2. Apabila dengan musyawarah tidak dapat dicapai kata sepakat, maka kedua belah pihak akan melanjutkan penyelesaian perselisihan tersebut melalui Pihak Ketiga (Arbitrase).

3. Apabila melalui Pihak Ketiga (Arbitrase) tidak ditemukan penyelesaian juga, maka kedua belah pihak telah semufakat memilih kediaman hukum di kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta.73

73

(23)
(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perjanjian yang dibuat antara CV Madani Sejahtera dengan

PT Saraswanti Sawit Makmur dapat dilaksanakan apabila kedua belah pihak telah sepakat dengan isi yang tertera dalam perjanjian dan menandatangani surat perjanjian tersebut. Proses pelaksanaan perjanjian dimulai setelah Pihak Pertama mengirimkan biaya uang muka kepada Pihak Kedua. Kemudian Pihak Kedua diwajibkan untuk sesegera mungkin mengirimkan Peralatan Laboratorium Minyak Kelapa Sawit kepada Pihak Pertama sesuai dengan alamat tujuan yang tertera di dalam surat perjanjian, selambat-lambatnya Tiga Puluh Hari setalah uang muka diterima oleh Pihak Kedua. Kemudian Pihak Pertama memiliki kewajiban untuk menyelesaikan sisa pembayaran kepada Pihak Kedua dilengkapi dengan dokumen administrasinya, pembayaran tahap akhir ini dilakukan selambat-lambatnya Dua Minggu setelah barang diterima dengan baik dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan. Apabila terjadi keterlambatan baik dalam hal pembayaran maupun pengiriman barang maka pihak yang melakukan wanprestasi akan dikenakan denda sesuai yang telah tertera di dalam surat perjanjian terkecuali terjadi force majeure.

(25)

Makmur ini. Pada perjanjian ini memliki risiko yang antara lain adalah apabilah Pihak Pertama melakukan keterlambatan pembayaran dan apabila Pihak Kedua melakukan keterlambatan pengiriman barang dan juga apabila barang yang dikirimkan Pihak Kedua tidak sesuai dengan barang yang telah diperjanjikan dan disepakati. Untuk masalah keterlambatan pembayaran dan juga keterlambatan pengiriman barang sudah ditentukan denda masing-masing di dalam surat perjanjian atas kelalaian pihak yang melakukan kesalahan, dan untuk hal barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan yang telah disepakati di dalam perjanjian maka Pihak Kedua memberikan garansi kepada Pihak Pertama selama Dua Belas Bulan untuk masing-masing Item dan juga garansi selama Satu Bulan untuk garansi pemasangan apabila terjadi kesalahan pemasangan alat pada masing-masing Item.

(26)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang tertera di atas, kiranya dapat disampaikan beberapa saran dalam penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Dalam membuat suatu perjanjian hendaknya pihak yang terlibat dalam membuat suatu perjanjian tidaklah hanya salah satu pihak saja walaupun pihak yang lainnya diberikan kesempatan untuk mealakukan negosiasi tetapi alangkah lebih baik para pihak yang akan membuat perjanjian dapat duduk bersama dan memikirkan apa saja klausula-klausula yang terbaik untuk kedua belah pihak yang melakukannya yang kemudian dapat mereka tuangkan ke dalam perjanjiannya karena yang dapat kita lihat dalam perjanjian jual beli Peralatan Laboratorium Minyak Kelapa Sawit antara CV. Madani Sejahtera dengan PT. Saraswanti Sawit Makmur hanya Pihak Pertama Sajalah yakni PT. Saraswanti Sawit Makmur yang membuat perjanjiannya walaupun CV. Madani Sejahtera tetap melakukan negosiasi. 2. Alangkah lebih baiknya apabila membuat suatu perjanjian yang tertulis

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kemampuan siswa mentransformasi cerita pendek ke dalam film berorientasi pendidikan karakter siswa pada kelas eksperimen, diperoleh koefisien korelasi

Buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi RSCM Untuk Perekam Medis Unit Manajemen Sistem Informasi ©2016. 30

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1 Pelaksanaan Bimbingan belajar dilakukan setelah menghadapi UTS, pelaksnaanya di lakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah

[r]

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.. Universitas

kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Jasa per- tukangan banyak ditawarkan oleh masyarakat pendatang yang bermukim di Samarinda Ilir. Semua produk unggulan tersebut

Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan kata-kata yang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 11 petugas di CSSD dapat disimpulkan bahwa petugas CSSD yang telah melakukan cuci tangan sesuai standar 6 langkah POS