• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum Dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat Dalam Sarana Pengangkutan (Studi Kasus Putusan Nomor 2378 Pid.B 2011 PN.Mdn)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor ekonomi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan

suatu negara, selain hukum dan politik. Besarnya pembangunan ekonomi menjadi

salah satu indikator majunya suatu bangsa. Untuk itu, pembangunan ekonomi

menjadi salah satu bagian utama dari pembangunan nasional secara keseluruhan.

Pembangunan ekonomi dilakukan dengan tujuan sebagaimana tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sebagai berikut :

…untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsan dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….

Aktifitas perdagangan adalah salah satu bentuk kegiatan kegiatan

ekonomi. Perdagangan dilakukan untuk meningkatkan perekonomian suatu

wilayah, juga untuk memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri dengan mengadakan

aktifitas jual beli hasil-hasil produksi. Namun, kegiatan perdagangan tidaklah

sesederhana sekedar menjual barang untuk meningkatkan perekonomian dan

(2)

ini, aktifitas perdagangan lebih rumit dan kompleks dengan banyak hal yang

mempengaruhinya.

Kegiatan perdagangan ada banyak hal yang perlu diperhatikan serta

diadakan peraturan terhadapnya. Adapun beberapa hal yang penting dalam

perdagangan misalnya mutu barang, pengendalian terhadap peredaran

barang-barang yang dapat membahayakan masyarakat, menjaga agar kegiatan jual beli

barang tetap stabil untuk menjaga agar kondisi pasar di suatu wilayah tetap stabil

dan masih banyak lagi. Dalam era globalisasi khususnya globalisasi perdagangan,

kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar internasional

sehingga harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan aturan perdagangan yang

berlaku secara internasional. Oleh karena itu, regulasi nasional juga tentu saja

harus menyesuaikan diri terhadap aturan internasional. Juga era modernisasi yang

harus diikuti dengan berkembangnya teknologi dalam aktivitas perdagangan.

Segala hal yang menghambat dan mengganggu aktifitas perdagangan,

menghambat pertumbuhan ekonomi, maupun merugikan keuangan negara perlu

diatasi.

Mengakomodir dan menjaga kegiatan perdagangan agar tetap berjalan baik

dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka dibentuklah berbagai perturan

perudang-undangan di bidang ekonomi. Salah satu peraturan perundang-undangan

di bidang ekonomi yang mengatur soal aktifitas perdagangan adalah

Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang

(3)

sejumlah perbuatan yang merupakan bentuk kejahatan di bidang kepabeanan

sebagai tindak pidana kepabeanan.

Salah satu bentuk tindak pidana kepabeanan yang memiliki dampak yang

sangat luas adalah tidak tercantumnya barang-barang niaga dalam manifest barang

impor atau yang sering disebut penyelundupan. Dalam bidang ekonomi,

penyelundupan di bidang impor membawa dampak negatif bagi industri dalam

negeri. Dampak lain penyelundupan adalah masuknya barang-barang berbahaya

ke Indonesia secara ilegal, seperti narkotika, senjata api, bahan berbahaya yang

bisa mencemarkan maupun merusak lingkungan, bahan peledak, produk-produk

yang membahayakan kesehatan, dan lain-lain.

Penyelundupan pada dasarnya merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor, dimana pelaku melakukan atau mencoba melakukan pengeluaran/pemasukan barang dari atau ke dalam wilayah kepabeanan Indonesia tanpa mengindahkan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Adanya pengaruh perkembangan lingkungan strategis maupun pengaruh aspek motivasi pelaku, aspek kebijakan dan aspek penegakan hukum, telah mempengaruhi peningkatan penyelundupan yang terjadi, baik penyelundupan impor maupun penyelundupan ekspor.

Meningkatkan kasus penyelundupan khususnya penyelundupan impor telah menimbulkan berbagai dampak, terutama menurunnya kemampuan daya saing produksi dalam negeri di pasaran yang akhirnya akan berpengaruh pula terhadap perbaikan perekonomian nasional.

Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, maka perlu dilakukan penanganan masalah penyelundupan ini baik dari segi preventif, represif dan penegakan hukum dalam peningkatkan penggunaan produksi dalam negeri.

(4)

hukum, oleh karena masalah ini menjadi salah satu sasaran pokok dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum dan beberapa instansi terkait yang memiliki kewenangan dan pengawasan atas pelaksanaan impor dan ekspor barang.

Tindak pidana penyelundupan sangat merugikan dan mengganggu keseimbangan kehidupan bangsa Indonesia. Kerugian negara akibat penyelundupan mencapai triliunan rupiah. Modus yang dilakukan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan berbagai fasilitas kemudahan ekspor-impor yang diberikan Bea dan Cukai.1

Penyelundupan terjadi di Indonesia termasuk penyelundupan pakaian bekas. Penyelundupan pakaian bekas (ballpressed) ada yang terjadi dalam frekuensi tinggai sehingga hampir setiap saat dapat dibaca dan didengar dari media masa yaitu tentang penyelundupan pakaian bekas. Maraknya penyelundupan pakaian bekas (ballpressed) di Indonesia karena terpuruknya perekonomian Indonesia. Perekonomian yang terpuruk sungguh menyulitkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga rakyat demi memenuhi kebutuhan ekonomi urusan sandang pun jadi nomor dua. Dari segi ekonomi pakaian bekas yang dikirim dari negara luar tersebut lebih murah harganya. Masuknya pakaian bekas impor illegal ke pasar domestik selama ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah bertekad

Adanya penyelundupan-penyelundupan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur ekspor impor yang berlaku. Hal ini sudah jelas sangat merugikan bangsa Indonesia jika dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaian karena bea-bea tersebut kelak akan dipergunakan sebagai dana pembangunan bangsa, yang salah satunya bersumber dari pajak.

1

(5)

untuk memberantas praktek impor pakaian bekas illegal tersebut sampai tuntas.2

Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengatur bahwa Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai adalah melakukan pengawasan atas lalu lintas barang

yang masuk atau keluar daerah pabean. Namun mengingat letak geografis

Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan

negara tetangga, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pengangkutan

barang tertentu. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis

sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Menurut

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang dimaksud

Pemerintah mulai mengambil tindakan tegas terhadap pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia secara illegal dengan menyita dan memusnahkan barang tersebut dengan cara dibakar. Penyitaan produk pakaian bekas impor dilakukan aparat berwenang karena kegiatan impor produk pakaian bekas sampai kini masih tetap dilarang pemerintah. Bahkan ketentuan larangan impor pakaian bekas sudah sejak 18 Januari 1982 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan dan Koperasi karena impor pakaian bekas merupakan kegiatan yang illegal.

2

“Publikasi/Majalah Indag” melalui

(6)

dengan kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan

atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar di daerah pabean serta pemungutan

bea masuk dan bea keluar. Pasal 3 menyebutkan barang yang di impor harus

dalam keadaan baru. Akan tetapi meskipun adanya peraturan-peraturan tersebut

masih dapat masuknya pakaian bekas tesebut ke Indonesia.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibahas skripsi dengan judul:

“Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak Tercantum

dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat dalam Sarana Pengangkutan (Studi

Kasus Putusan Nomor 2378/Pid.B/2011/PN.Mdn)”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan tentang barang-barang impor yang tidak terdaftar

dalam barang niaga ?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab tidak tercantumnya

barang-barang niaga dalam manifest barang-barang impor ?

3. Bagaimana kebijakan hukum pidana mengenai barang-barang impor dalam

barang niaga ?

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang barang-barang impor yang tidak

terdaftar dalam barang niaga.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tidak tercantumnya barang-barang

(7)

3. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana mengenai barang-barang impor

dalam barang niaga.

E. Manfaat Penulisan

A. Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk

pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoritis yang ingin

mengetahui dan memperdalam tentang masalah mengangkut barang impor

yang tidak tercantum dalam daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana

pengangkutan.

2. Secara Praktis :

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya

memberikan informasi ilmiah mengenai kejahatan mengangkut barang

impor yang tidak tercantum dalam daftar barang niaga yang dimuat dalam

sarana pengangkutan.

b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum

dalam menyelesaikan masalah mengangkut barang impor yang tidak

tercantum dalam daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana

pengangkutan.

F. Keaslian Penulisan.

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Analisis Yuridis Terhadap Mengangkut Barang Impor yang Tidak

Tercantum dalam Daftar Barang Niaga yang Dimuat dalam Sarana Pengangkutan

(8)

oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi

ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain.

Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara

ilmiah. Apabila ternyata yang sama, maka penulis akan bertanggungjawab

sepenuhnya.

G. Tinjauan Kepustakaan.

1. Pengertian Tindak Pidana

Seperti diketahui bahwa istilah het strafbare feit telah diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia yang artinya antara lain sebagai berikut :

a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum.

b. Peristiwa pidana

c. Perbuatan pidana

d. Tindak pidana.3

Tentang apa yang diartikan dengan strafbaar feit (tindak pidana) para

sarjana memberikan pengertian yang berbeda-beda.

Menurut M Hamdan merumuskan strafbaar feit adalah

Suatu handeling (tindakan atau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig)

dilakukan dengan kesalahan schuld oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur yaitu :

a. Unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan. b. Unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggung

jawab.4

3

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Pemidanaan dan Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.26

4

(9)

Moeljatno menyebutkan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh

aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang

melanggar larangan tersebut. Selanjutnya Mulyatno menyebutkan bahwa menurut

wujudnya atau sifatnya, perbuatan pidana ini adalah

perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat dalam arti bertentangan

dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat

yang dianggap baik dan adil.5

a. Harus ada suatu perbuatan manusia R. Tresna menyebutkan bahwa :

Peristiwa pidana adalah suatu perbuatan rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Ia juga menyatakan bahwa supaya suatu perbuatan dapat disebut peristiwa pidana, perbuatan itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan umum

c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu orangnya harus dapat dipertanggung jawabkan.

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam Undang-Undang.6

R. Soesilo menyebutkan bahwa :

Tindak pidana adalah sesuatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang-Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman. Dalam hal ini tindak pidana itu juga terdiri dari dua unsur yaitu :

a. Unsur yang bersifat objektif yang meliputi :

1) Perbuatan manusia yaitu perbuatan yang positif atau suatu perbuatan yang negatif yang menyebabkan pidana.

2) Akibat perbuatan manusia yaitu akibat yang terdiri atas merusakkan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum yang menurut norma hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.

5

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.54

6

(10)

3) Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.

4) Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipidanakan perbuatan itu melawan hukum, jika bertentangan dengan undang-undang.

b. Unsur yang bersifat subjektif yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku itu sendiri yaitu kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana, artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggung jawabkan kepada pelanggar.7

Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut :

a. Melawan hukum

b. Merugikan masyarakat

c. Dilarang oleh aturan pidana

d. Pelakunya diancam dengan hukuman pidana.8

Perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah dilarang oleh aturan

pidana dan pelakunya diancam dengan pidana, sedangkan melawan hukum dan

merugikan masyarakat menunjukkan sifat perbuatan tersebut. Suatu perbuatan

yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu hal itu

merupakan suatu tindak pidana sebelum dipastikan adanya larangan atau aturan

pidananya (Pasal 1 KUH.Pidana) yang diancamkan terhadap pelakunya.

Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan yang merugikan masyarakat banyak

sekali, tetapi baru masuk dalam lapangan hukum pidana apabila telah ada

larangan oleh peraturan pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman.

Sesuatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau tidak, haruslah dilihat

pada ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku (hukum pidana positif). Di

dalam KUH.Pidana yang berlaku sekarang ini, tindak pidana ini dibagi menjadi

dua kelompok yaitu kejahatan yang diatur dalam Buku Kedua dan pelanggaran

7

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 2008, hlm.26

8

(11)

yang diatur dalam Buku Ketiga. Apa kriteria yang dipergunakan untuk

mengelompokkan dari dua bentuk tindak pidana ini, KUH.Pidana sendiri tidak

ada memberikan penjelasan sehingga orang beranggapan bahwa kejahatan

tersebut adalah perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang berat, dan

pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang ringan. Hal ini

juga didasari bahwa pada kejahatan umumnya sanksi pidana yang diancamkan

adalah lebih berat daripada ancaman pidana yang ada pada pelanggaran.

Ilmu Hukum Pidana mengengal beberapa jenis tindak pidana, diantaranya

adalah :

a. Tindak pidana formil.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Jadi tindak pidana tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum atau dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan (pidana). Misalnya Pasal 362 KUH.Pidana perbuatan yang dilarang tersebut adalah mengambil milik orang lain. b. Tindak pidana materil.

Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang dilarang (dalam suatu Undang-Undang). Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang (dari suatu perbuatan) itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUH.Pidana, akibat yang dilarang tersebut adalah hilangnya nyawa orang lain. c. Tindak pidana comisionis

Tindak pidana comisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

d. Tindak pidana omisionis.

Tindak pidana omisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Misalnya Pasal 522 KUH.Pidana, tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan.

e. Dolus dan culpa

Dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan culpa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan.

(12)

Dalam hal ini tindak pidana yang dilakukan itu baru dapat dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Jadi jika tidak ada pengaduan, maka tindak pidana tersebut tidak akan dituntut. Misalnya Pasal 284 KUH.Pidana, tindak pidana perzinahan, dengan demikian delik aduan ini dapat diketahui langsung dari bunyi rumusan pasal.9

a. Perbuatan yang dilarang

Menurut Sudarto, bahwa secara dogmatis masalah pokok yang

berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal yaitu :

b. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu

c. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar larangan itu.10

Mengenai kata perbuatan yang dilarang, dalam hukum pidana mempunyai

banyak istilah yang berasal dari bahasa Belanda (Het Strafbare feit) yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia antara lain :

a. Perbuatan yang dilarang hukum b. Perbuatan yang dapat dihukum c. Perbuatan pidana

d. Peristiwa pidana e. Tindak pidana.

f. Delik (berasal dari bahasa Latin delictum).11

Tentang orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (tindak pidana)

yaitu setiap pelaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara pidana atas

perbuatannya yang dilarang dalam suatu Undang-Undang. Pertanggung jawaban

pidana adalah diteruskannya celaan yang secara objektif ada pada tindak pidana

berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat

yang memenuhi syarat dalam Undang-Undang (pidana) untuk dapat dikenai

pidana karena perbuatannya. Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku

9

R.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHLM.Pidana Indonesia, Eresco,Bandung, 2002, hlm.106

10

Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 2003, hlm.62

11

(13)

yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar

undang-undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun hukuman

tambahan.

2. Gambaran Umum Tentang Kepabeanan a. Pengertian Kepabeanan

Menurut Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan bahwa,

kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu

lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk

dan bea keluar.

Kepabeanan memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai sumber pendapatan

negara, fasilitas perdagangan, dan perlindungan masyarakat. Ketiga fungsi

kepabeanan tersebut akan dijelaksan sebagai berikut :12

1) Fungsi Sebagai Sumber Pendapatan Negara

Kepabeanan berfungsi sebagai sumber pendapatan negara dengan memungut

bea masuk terhadap barang yang diimpor. Hal ini yang membedakan fungsi

pabean di negara maju dan negara berkembang. Di negara berkembang fungsi

sumber pendapatan negara ini masih sangat dominan, sedangkan di negara

maju fungsi fasilitas perdagangan lebih dominan. Namun seiring semakin

majunya aktivitas perdagangan internasional dengan adanya free trade, di

mana tarif-tarif dalam ekspor impor dianggap sebagai hal yang merintangi

perdagangan internasional berusaha dihilangkan, maka fungsi utama

12

Basuki Suryanto, “Fungsi Kepabeanan”, Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai, 2008.

(14)

kepabeanan sebagai sumber pendapatan negara di negara berkembang,

terutama negara-negara berkembang yang aktif mengikuti

perjanjian-perjanjian free trade, mulai bergeser ke fungsi fasilitas perdagangan sebagai

fungsi paling utama kepabeanan

2) Fungsi Sebagai Fasilitas Perdagangan

Fungsi sebagai fasiltas perdagangan merupakan fungsi yang sangat

tampak pada kepabeanan yang mengatur terkait ekspor dan impor. Lebih

jelasnya fungsi sebagai fasilitas perdagangan dapat dilihat dari bagian

“menimbang” UU Kepabeanan poin c sebagai berikut :

.... untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian

nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, untuk mendukung

kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu

lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia ....

Fungsi sebagai fasilitas perdagangan juga dapat dilihat dari Penjelasan

Atas Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan bagian

Umum poin nomor 5 sebagai berikut :

Selain daripada itu, untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang,

orang, dan dokumen agar semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula

antara lain:

a) Pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;

b) Penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan antar komputer);

c) Pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;

(15)

yang terutang (self assessment), dengan tetap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang palsu, dan senjata api.

3) Fungsi perlindungan.

a) Fungsi perlindungan dengan penarikan bea masuk dan bea keluar

Fungsi perlindungan dilakukan dengan penarikan bea masuk dan bea

keluar. Dalam hal ini, penarikan bea masuk dan bea keluar dimaksudkan

untuk, sebagai berikut :

(1) Melindungi kepentingan nasional dengan pengenaan bea keluar,

sebagaimana diatur dalam Pasal 2A UU Kepabeanan sebagai berikut :

(a) Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar.

(b) Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk :

- Menjamin terpenuhinya kebetuhan dalam negeri; - Melindungi kelestarian sumber daya alam;

- Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau - Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu dalam negeri.

(2) Melindungi industri dalam negeri dengan pengenaan bea masuk berupa

bea masuk antidumping, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea

masuk pembalasan, sebagaimana tertuang dalam pasal 18

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Pasal 23A dan

23C UU Kepabeanan

b) Fungsi Perlindungan Melalui Pembatasan dan Larangan Ekspor Impor,

Pengagguhan Impor atau Ekspor Barang Hasil Pelanggaran Intelektual,

dan Penindakan Atas Barang yang Terkait dengan Terorisme dan/atau

(16)

Pembatasan dan larangan ekspor dan impor merupakan bentuk

perlindungan terhadap masyarakatyang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan

(2) UU Kepabeanan menyatakan sebagai berikut :

(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

Peraturan menteri yang dimaksud pada ketentuan tersebut di atas

adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 224/PMK.

04/2015 tentang Pengawasan Terhadap Impor dan Ekspor Barang

Larangan dan/atau Pembatasan (Permenkeu tentang Pengawasan Barang

Lartas).

b. Barang Niaga

Menurut Pasal 1 angka 19 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan disebutkan bahwa barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh

instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah

pabean diawasi.

Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan disebutkan :

(17)

(2) Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam daerah pabean.

c. Dasar-Dasar Hukum Pengangkutan

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan

pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu

dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang

angkutan.13

Pengertian lain dari pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan

atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat,

angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.14

Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai

benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk

mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.15

Perjanjian pengangkutan adalah kesepakatan antara pengguna jasa dengan

pengangkutan, dimana kedua belah pihak masing-masing berhak dan mempunyai

kewajiban. Soegijatna Tjakranegara berpendapat pengangkutan merupakan bagian

hubungan hukum lalu lintas (communication atau verker)dan angkutan juga

13

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum

Pengangkutan. Djambatan. Jakarta, 2001. hlm. 60.

14

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 4.

15

(18)

termasuk bidang pelayanan jasa ekonomis sesuai dengan sifat usaha

memindahkan barang dari tempat asal ke tempat lain.16

Pengangkutan sebagai proses (process), yaitu serangkaian perbuatan mulai

dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian di bawa menuju ke tempat yang

telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat

tujuan.17

16Ibid 17

Soegijatno Tjakranegara. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 3.

Pengangkutan merupakan suatu proses kegiatan yaitu memuat barang

kedalam angkutan serta membawanya tempat tujuan dengan selamat.

Pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana suatu pihak menyanggupi

untukmembawa orang atau barang dari satu tempat ketempat yang lain sedangkan

pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menyadari peran perusahaan

pengangkutan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa angkutan

untuk keperluan umum.

Pemberian jasa angkutan seperti halnya perjanjian-perjanjian yang lain

siapa saja diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal

mengenai pemngangkutan mempunyai tanggung jawab besar terhadap segala

sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya yaitu menyelenggarakan

pengangkutan. Subjek-subjek dalam hukum pengangkutan yaitu siapa saja yang

mendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.

Pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu Pihak-pihak pengangkut (Pihak-pihak yang menyanggupi

untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat) dan

(19)

Perjanjian pengangkutan merupakan suatu peristiwa yang telah

mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut

telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pengangkutan,

sedangkan seseorang yang lain telah berjanji pula untuk melaksanakan sesuatu

hal berupa pemberian imbalan atau upah.18

H. Metode Penelitian

Karena perjanjian itu antara dua

pihak, maka perjanjian tersebut disebut perjanjian timbal balik yang karenanya

menimbukan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

Perjanjian pengangkutan ini sering terjadi dalam kehidupan manusia, di

samping perjanjian-perjanjian lainnya. Karena sesuai dengan fungsinya

pengangkutan itu yakni untuk memindahkan barang-barang atau orang dari

suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud untuk menaikkan daya guna

dan nilai barang itu. Bila daya guna dan nilai barang tidak naik, maka angkutan

itu tidak perlu diadakan.

1. Sifat Penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengarah kepada penelitian

yuridis normatif yaitu penelitian yang bertitik tolak dari pemasalahan dengan

melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, kemudian menghubungkannya

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan dari penelitian

deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok,

menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari

suatu hubunganteknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha

18Ibid

(20)

menggambarkan secara lengkap19

2. Sumber Data

yaitu tentang mengangkut barang impor yang

tidak tercantum dalam daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana

pengangkutan.

Sumber data dalam penelitian ini adalari data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di

Pengadilan Negeri Medan. Data sekunder diperoleh melalui:

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dalam penelitian

ini dipergunakan yaitu Kitab Undang Hukum Pidana dan

Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa buku bacaan yang relevan dengan

penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia dan

Kamus Hukum.

3. Alat Pengumpul Data

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif yang

memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data utama

ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan penelitian..

4. Analisis Hasil

Data yang terkumpul tersebut akan dianalisa dengan seksama dengan

menggunakan analisis kualitatif atau dijabarkan dengan kalimat. Analisis

19

(21)

kualitatif adalah analisa yang didasarkan pada paradigma hubungan dinamis

antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau

modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang

dikumpulkan.

I. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian

Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan

BAB II : Pengaturan Tentang Barang-Barang Impor Yang Tidak Terdaftar

Dalam Barang Niagameliputi : Perkembangan Pengaturan Barang-Barang Impor

yang Tidak Terdaftar dalam Barang Niaga Pengaturan Hukum Tentang

Kepabeanan Menurut Undang-Undang yang Berlaku Di Indonesia, Sanksi Pidana

Terhadap Pelanggaran Kepabeanan, Mekanisme Pengangkutan Barang.

BAB III Faktor-Faktor Penyebab Tidak Tercantumnya Barang-Barang

Niaga Dalam Manifest Barang Impormeliputi : Faktor Internal dan Faktor

Eksternal.

BAB IV Kebijakan Hukum Pidana Mengenai Barang-Barang Impor

Dalam Barang Niaga meliputi : Kebijakan Penal atau Penal Policy dan Kebijakan

Non Penal atau Non Penal Policy.

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat – Obatan 39 Tabel 3.7 Informasi Jenis Obat yang Paling Ingin Diketahui Oleh Responden 40 Tabel 3.8 Cara Responden

Menimbang, bahwa dengan adanya Memori Banding dari Kuasa Hukum Pembanding/Tergugat maka Penggugat/Terbanding mengajukan Kontra Memori Banding dengan tanggapan yaitu Bahwa

Pemberian Teks ( Lettering) ... Pencetakan dan Penjilidan .... BAB IV ANALISIS KARYA ... Konsep Berkarya Novel Grafis Waktu... Mengembangkan Ide ... Judul Novel Grafis Waktu

Cara kerja sistem ini adalah: (1) Perguruan Tinggi melakukan pengisian Data Digital (2) BAN PT sebagai lembaga yang memiliki wewenang dalam melakukan akreditasi

Analisi Statistik Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sistem Semi Intensif.

Jadi bisa disimpulkan penelitian etnografi adalah penelitian kualitatif yang meneliti kehidupan suatu kelompok/masyarakat secara ilmiah yang bertujuan untuk mempelajari,

sebagai tes hasil belajar di uji cobakan kepada kelas tingkat di atasnya.. yang terdiri dari 10 siswa kelas IX SMPN 3 Kedungwaru. b) Uji Reabilitas. Uji reliabilitas digunakan untuk

Masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : (i) Bagaimana jalur angkutan dan jumlah persediaan yang diangkut antar Divre yang ada saat ini dan berapa