BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya, pekerjaan di desa masih banyak tergantung kepada alam.
Disamping itu, pekerjaannya juga tidak banyak bervariasi. Dapat dikatakan sebagian
besar penduduknya mempunyai pekerjaan dibidang pertanian. Masyarakat desa
bekerja ditempat terbuka dan terik matahari, serta pekerjaannya sangat banyak
dipengaruhi oleh alam. Dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini, selain jumlah
penduduk yang besar dipedesaan atau lingkungan pertanian, juga tercipta suatu
kondisi dimana masyarakat desa terpaksa menjadi petani, karena rendahnya tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki. Karena dalam bidang pertanian,
umunya petani di Indonesia dan mungkin di negara-negara berkembang lainnya
menjadi petani kebanyakan secara otodidak dan merupakan juga warisan dari orang
tua mereka (Doni,2012).
Pertanian adalah salah satu sektor pembangunan, salah satu mata pencaharian
yang ternyata masih ditekuni oleh mayoritas penduduk di Indonesia yang mendiami
daerah pedesaan. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bekerja
di sektor pertanian. Sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 46,26 persen
pada tahun 2003. Mayoritas keluarga petani di Indonesia adalah keluarga petani
yang memiliki tanah kurang dari 0,5 hektar. Oleh karena itu, puluhan juta rakyat
masih hidup di bawah garis kemiskinan dan sebagian dari mereka menganggur dan
tidak memiliki pendapatan. Jumlah penduduk Indonesia yang menganggur adalah 11
juta orang (BPS,2005). Sementara itu, mayoritas penduduk yang tidak mempunyai
Kini, rasio lahan pertanian terhadap jumlah penduduk hanya sebesar 0,1. Itu
artinya, setiap orang Indonesia rata-rata hanya menguasai lahan pertanian seluas 0,1
hektar. Tidak heran bila kemudian jumlah petani, yakni petani yang menguasai lahan
pertanian kurang dari 0,5 hektar di negeri ini semakin banyak. Pada tahun 2009
misalnya, sekitar 65 persen rumah tangga usaha tani padi mengusahakan sawah
dengan luas kurang dari 0,5 hektar.
Sementara itu untuk tahun 2013 Sumatera Utara dari luas 647.223 ha lahan
pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sebagian besar lahan, yaitu sekitar
429.751 ha (66,4%) diarahkan untuk komoditas tanaman semusim. Sisanya seluas
2.141.972 ha (21,9%) untuk komoditas tanaman tahunan, dan 75.500 ha (11,7%)
diarahkan untuk padi sawah (http://ketersediaan lahan untuk pengembangan
pertanian Indonesia-litbang pertanian,htm).
Hasil Sensus Tahun 2013 menunjukkan bahwa usaha pertanian di Provinsi
Sumatera Utara didominasi oleh rumah tangga. Jumlah rumah tangga usaha
pertanian di Sumatera Utara tahun 2013 tercatat sebanyak 1.327.759 rumah tangga,
menurun sebesar 11.01 persen dari tahun 2003 yang tercatat sebanyak 1.492.104
rumah tangga (BPS SUMUT).
Sementara sensus pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten
Samosir adalah sebanyak 23.860 usaha, terdiri dari usaha pertanian yang dikelola
oleh rumah tangga sebanyak 23.853 rumah tangga dan 7 usaha pertanian yang
dikelola oleh selain rumah tangga (non rumah tangga). Berdasarkan penyebarannya
menurut Kecamatan , usaha pertanian yang dikelola oleh rumah tangga di Kabupaten
Samosir tersebut, terdapat di Kecamatan Pangururan sebanyak 4.511 rumah tangga,
Simanindo sebanyak 3.754 rumah tangga, Palipi sebanyak 3.364 rumah tangga,
tangga, Sianjur mula-mula sebanyak2.172 rumah tangga, Ronggur Nihuta sebanyak
1.943 rumah tangga, Harian sebanyak 1.728 rumah tangga,dan Sitio-tio sebanyak
1.647 rumah tangga.Sedangkan usaha pertanian yang dikelola oleh selain rumah
tangga (non rumah tangga) terdapat di Kecamatan Ronggur Nihuta sebanyak 5
usaha, Pangururan sebanyak 1 usaha dan Harian sebanyak 1 usaha.
Berdasarkan angka diatas, jumlah rumah tangga usaha pertanian di
Kabupaten Samosir mengalami kenaikan sebanyak 688 rumah tangga, yaitu dari
23.165 rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 23.853 rumah rumah tangga pada
tahun 2013, atau mengalami peningkatan sebesar 2,97 persen.Menurut data
Kecamatan , jumlah rumah tangga usaha pertanian yang mengalami kenaikan adalah
di Kecamatan Pangururan, Harian, Ronggur nihuta, Sianjur mula-mula, dan Palipi,
sedangkan yang mengalami penurunan adalah Kecamatan Nainggolan, Onan runggu,
Sitio-tio, dan Simanindo (BPS Kabupaten Samosir/st1217.pdf).
Berikut adalah hasil penelitian terdahulu sebagai rujukan yang penulis
gunakan:
Nama Peneliti : Anwar Chiari
Judul Penelitian : Strategi Bertahan Hidup Petani Saat Musim Kemarau
(studi pada Petani Sayur Desa Tulungrejo, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu)
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk strategi
bertahan hidup petani dalam menambah pemasukan
keuangan guna memenuhi kebutuhan hidup mereka saat
musim kemarau adalah: strategi penghematan, strategi
wirausaha dan jasa, strategi berhutang, dan strategi
Desa Hutatinggi adalah salah satu desa yang ada di Kabupaten Samosir
Kecamatan Pangururan dengan Luas wilayah Desa Hutatinggi adalah sekitar 7.5 Km2
atau 750 Ha dimana 60% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, dan 40%
daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk persawahan irigasi, persawahan
tadah hujan dan areal perkebunan rakyat. 95% atau sekitar 796 jiwa mata
pencaharian penduduk Desa Hutatinggi adalah bertani. Namun pertanian yang
dikembangkan selama ini masih pertanian tradisional seperti padi, kopi, ubi kayu,
dan lain-lain. Selain bertani beberapa penduduk juga aktif berdagang sebagai usaha
sampingan, serta ada segelintir yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu
hanya 13 jiwa. Sehingga kehidupan ekonomi masyarakat Hutatinggi sesungguhnya
masih jauh dari sejahtera. Pertanian merupakan sektor ekonomi utama yang
menopang kehidupan hampir seluruh masyarakat Desa Hutatinggi kecuali beberapa
beberapa orang yang berprofesi sebagai PNS guru di Sekolah Dasar yang ada di
Hutatinggi.
Pertanian yang digeluti hampir seluruhnya masih bersifat tradisional,
sehingga masih banyak terdapat lahan tidur di desa ini, persoalan utama tanah-tanah
yang tidak diusahai ini adalah keterbatasan teknologi dan pemilikan lahan belum
jelas, karena sebagian besar dimiliki bersama satu rumpun keluarga atau bahkan satu
keturunan, yang kerap menimbulkan persoalan untuk dikelola membuat masyarakat
sulit untuk mengelola lahan pertanian mereka.
Pertanian di Desa Hutatinggi secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni
pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Pertanian lahan basah adalah
pertanian yang dikembangkan pada dataran rendah yang mempunyai ketinggian
ukuran 300 meter di atas permukaan laut yang disekitarnya terdapat banyak air dari
adalah tanaman padi, namun tetap tadah hujan. Sedangkan pertanian lahan kering
adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air
secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu
hujan. Lahan ini mempunyai kondisi agro-ekosistem yang beragam, pada umumnya
berlerang dan dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi)
terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan konversi tanah.
Pertanian lahan kering adalah pertanian yang mengandalkan musim hujan
karena hanya air hujan sebagai pasokan kebutuhan air bagi tanaman. Pada umumnya
lahan kering berada pada ketinggian 500-1500 meter di atas permukaan laut. Contoh
tanaman yang dibudidayakan dilahan kering adalah palawija, buah-buahan dan
sayur-sayuran. Pada musim hujan petani tidak khawatir akan kekurangan air untuk
mengairi persawahan mereka karena sawah yang diusahai masyarakat di Desa
Hutatinggi ini adalah sawah tadah hujan (sabah langit) dalam bahasa Batak Toba.
Pertanian lahan basah yang mampu memproduksi padi dengan kualitas dan
produktifitas yang baik (Silva,2014:12).
Persoalan umum yang dihadapi akhir-akhir ini adalah kecenderungan
ketergantungan pupuk kimia yang semakin besar, namun persoalan yang paling
utama saat ini adalah seringnya gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh
musim kemarau yang berkepanjangan. Seiring dengan itu kekhawatiran petani
lainnya adalah masalah hama yang sering kali menganggu dan bisa mengakibatkan
kematian pada tanaman yang mereka tanam terutama pada tanaman padi. Hal
tersebut tentu berdampak pada kegagalan panen disebabkan oleh tanaman yang
mereka tanam mati diakibatkan oleh hama yang menyerang.
Berbeda pada saat musim kemarau, aspek penting yang perlu petani
pada saat musim kemarau air menjadi sulit dan tentu kurang untuk mengaliri
persawahan petani.Perubahan iklim ini akan mempengaruhi hasil panen yang
kemungkinan besar berkurang disebabkan oleh semakin keringnya lahan akibat
musim kemarau yang panjang. Pada skala yang ekstrem, berkurangnya hasil panen
dapat mengancam ketahanan pangan. Hal ini dapat berujung pada kegagalan panen
berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan menjadi sangat tidak
pasti .
Hasil wawancara pra penelitian yang diperoleh antara lain, dimana petani
yang ada di Desa Hutatinggi ini lebih dominan menanam tanaman padi. Sama
seperti daerah lain di Indonesia, Desa Hutatinggi tentu mengalami musim kemarau.
Musim kemarau sering kali menjadi masalah besar terutama bagi para petani. Tidak
sedikit petani yang mengalami kerugian akibat lahan persawahan yang kering
sehingga mereka tidak dapat mengolah lahan persawahan mereka. Khusus untuk
tanaman kopi, walaupun mengalami musim kemarau hasil yang diperoleh masih bisa
diharapkan mereka meski tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan.
Petani di Desa Hutatinggi memilih untuk tidak melakukan aktifitas pertanian
mereka saat musim kemarau. Biasanya musim kemarau terjadi pada bulan
Juni-September. Karena petani di desa ini hanya bisa mendapatkan air saat musim hujan
yang turun membasahi sawah mereka. Maka dari itu petani membutuhkan strategi
untuk tetap dapat bertahan hidup. Karena selain kebutuhan sehari-hari ada satu
kebutuhan yang paling utama bagi masyarakat di desa ini yaitu kebutuhan untuk
sekolah anak-anaknya. Prinsip bagi mereka adalah anak nya bisa sekolah sampai
perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Tidak masalah bagi mereka hidup
Nilai-nilai tertentu yang dimiliki oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam
berbagai kebutuhan hidup. Biasanya nilai-nilai tersebut pertama sekali akan di
peroleh melalui keluarga dan akan berkembang lagi. Nilai ini juga bisa menjadi
faktor pendorong bagi setiap keluarga untuk memperoleh anak yang tentunya sesuai
dengan konsep budayanya sendiri. Misalnya pada masyarakat Batak Toba biasanya
nilai anak itu tinggi, sehingga mereka cenderung untuk memiliki anak dalam jumlah
besar.
Prinsip mereka adalah banyak anak banyak rezeki atau dikenal dengan
(Anakkon ki do hamoraon di au). Kenyataan ini biasanya dilandasi oleh adanya
nilai-nilai yang akan diperoleh dari setiap anak, baik itu pada masa awal lahir hingga masa
selanjutnya sehingga mereka cenderung untuk memandang anak sebagai sumber
rezeki.Untuk mereka yang menganut sistem patrilineal seperti Suku Batak Toba,
adanya anak laki-laki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan meneruskan garis
keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak
laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan, dan keluarga itu dianggap akan
punah. Anak merupakan pewaris harta pusaka oleh karena itu mereka harus
disekolahkan setinggi mungkin untuk meningkatkan status
sosial(Sihaloho,2011:14,18-19).
Satu hal lagi yang penting bagi mereka yaitu tetap bisa mengikuti pesta adat
dalam masyarakat Batak Toba yang membutuhkan uang. Karena masyarakat toba
adalah masyarakat yang sangat menghormati norma-norma adat yang diwariskan
nenek moyangnya kepada mereka baik upacara perkawinan maupun kematian.
Kesetiaan terhadap praktek adat tersebut mereka buktikan dengan pembagian energi
yang besar terhadap praktek pesta adat pada masyarakat Batak Toba. Dalam hal ini,
dalam norma-norma, aturan-aturan yang diwariskan nenek moyang kepada generasi
berikutnya (Simanungkalit,2013:2).
Maka dari itu, dalam penelitian ini fokus pada Strategi Bertahan Hidup Petani
di Desa Hutatinggi saat musim kemarau. Dimana aspek yang diperhatikan oleh
peneliti tidak hanya seputar strategi yang dilakukan oleh perseorangan individu
secara mandiri, namun juga aspek sosial tentang bagaimana petani membangun
relasi sosial baik kepada orang yang mereka kenal maupun pada jaringan dan
lembaga sosial.
Sebagaimana yang dijelaskan diatas, karena kondisi kehidupan masyarakat
petani di Desa Hutatinggi yang bergantung pada alam menyebabkan petani sering
kali mengalami gagal panen yang berdampak pada sebagian besar dari mereka yang
hidup dibawah garis kemiskinan.
Kemiskinan membuat petani tidak bisa memenuhi semua kebutuhan
keluarganya. Keluarga petani harus menerapkan strategi-strategi bertahan hidup
untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga, sehingga mereka mampu menjalankan
aktivitasnya sebagai petani dan berusaha sekeras mungkin agar dapat menyekolahkan
anak-anaknya. Dengan pekerjaan mereka sebagai seorang petani yang bekerja
mengolah lahan pertanian yang sempit.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Petani pada Musim
Kemarau di Desa Hutatinggi Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka
Bertahan Hidup Masyarakat Petani pada Musim Kemarau di Desa Hutatinggi
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Petani pada Musim Kemarau di Desa
Hutatinggi Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai berikut ini:
1. Bagi pemerintah Daerah hasil penelitian ini menjadi masukan guna untuk
lebih memperhatikan hasil petani yang menyusahkan pertanian di lahan yang
kurang subur dan kurangnya sumber air dan sering kali gagal panen ketika
musim kemarau untuk selanjutnya diharapakan solusi-solusi terbaik buat
usaha petani.
2. Bagi peneliti, untuk memperoleh pengetahuan dan memperdalam pemahaman
dibidang penelitian sosial khususnya tentang strategi bertahan hidup petani.
Penelitian ini juga sabagai sarana peneliti untuk menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh selama dibangku kuliah dalam kehidupan di lapangan.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu sumber acuan
penelitian selanjutnya khususnya penelitian tentang strategi bertahan hidup
1.5 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dibuat untuk menghindari ruang lingkup masalah yang
diteliti terlalu luas. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya akan meneliti strategi bertahan hidup yang dilakukan
petani pada musim kemarau dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
2. Subjek penelitian adalah petani di Desa hutatinggi Kecamatan Pangururan
1.6Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini,
maka diperlukan sistematika penulisan yang meliputi:
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian , pembatasan masalah, serta sistematika
penulisan.
BAB II :TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, bagan alur pikir, dan defenisi
konsep.
BAB III :METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian , lokasi penelitian, informan
penelitian, teknikpengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek
penelitian.
BAB V :ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI :PENUTUP