• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengelolaan Sampah di Kawasan Perkotaan Lahomi Kabupaten Nias Barat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengelolaan Sampah di Kawasan Perkotaan Lahomi Kabupaten Nias Barat Chapter III V"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah administratif ibukota Kabupaten Nias Barat yaitu wilayah perkotaan Lahomi. Lokasi penelitian yaitu di Desa Onolimbu yang merupakan ibukota dari Kabupaten Nias Barat. Ruang lingkup lokasi penelitian yaitu rumah tangga dan non rumah tangga. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2016.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian deskripsi merupakan jenis penelitian yang berdasarkan tujuannya adalah menggambarkan (to description) atau menerangkan kondisi berbagai peristiwa, menyusun teori untuk menjelaskan hubungan antar peristiwa hingga memiliki seperangkat klasifikasi kemudian mengukur besarnya distribusi sifat - sifat diantara anggota kelompok yang selanjutnya akan dikaitkan dengan kaidah hukum yang relevan (Silalahi, 2012).

(2)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006).

Pada penelitian ini, populasi yang akan diteliti adalah kepala keluarga/ rumah tangga yang terdapat di Desa Onolimbu. Populasi terdiri dari rumah tangga dengan pendapatan tinggi, pendapatan menengah, dan pendapatan rendah. Selanjutnya sampel dipilih secara purposive sampling pada setiap rumah tangga menurut tingkat pendapatannya.

1. Sampel Sampah Rumah Tangga

Lokasi penelitian adalah Desa Onolimbu dengan populasi 1.670 jiwa pada tahun 2014. Berdasarkan pada klasifikasi SNI 19-3964-1994 tidak termasuk dalam klasifikasi kota sedang/kecil karena jumlah penduduknya dibawah 3.000 jiwa. Oleh karena itu untuk menghindari ketidakterwakilan populasi, maka peneliti mengambil jumlah sampel 20 rumah tangga (K) secara purposive.

Tabel 3.1. Jumlah Contoh Jiwa dan Kepala Keluarga (KK)

No.

Klasifikasi

Kota Jumlah Penduduk

(jiwa) Sumber : SNI 19-3964-1994

(3)

Tabel 3.2. Jumlah Sampel Sampah Rumah Tangga

No. Perumahan/

Tingkat Pendapatan Pendapatan Persentase

Jumlah Sampel

1 Proporsi jumlah KK rumah

permanen/pendapatan tinggi (S1) > Rp. 4.000.000 25 % 5 2 Proporsi jumlah KK rumah semi

permanen/pendapatan sedang (S2)

Rp. 1.000.000 -

Rp. 4.000.000 40 % 8 3 Proporsi jumlah KK rumah non

permanen/pendapatan rendah (S3) < Rp. 1.000.000 35 % 7

100% 20

Sumber : Olah data, 2016

2. Sampel sampah non perumahan/non rumah tangga :

Sumber sampel sampah perumahan/non rumah tangga diperoleh dari 3 sampel toko, 3 sampel kantor, 3 sampel sekolah, 1 sampel pasar, 1 sampel rumah makan, 1 sampel hotel. Sehingga jumlah sampel sampah non perumahan/non rumah tangga yaitu 12 sampel.

3. Kuisioner

Untuk menentukan jumlah responden pengisian kuesioner ditentukan dengan menggunakan Rumus Slovin (Sevilla, 1993), yaitu:

n = N

1+Ne2 (3) n = Jumlah sampel (responden) yang diperlukan

N = Jumlah populasi = 1.670 jiwa e = Sample error = 10 %

Berdasarkan persaman (3) diatas dilakukan perhitungan sehingga diperoleh jumlah responden

n = N

1 + Ne2

n = 97 responden

(4)

4. Wawancara

Metode pengambilan sampel untuk responden wawancara dilakukan secara purposive yaitu kepada orang-orang yang dianggap memahami lingkungan hidup

dan pengelolan sampah pada instansi terkait. Responden yang telah ditetapkan yaitu berasal dari instansi :

a. Bappeda Kabupaten Nias Barat.

b. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Nias Barat. c. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Barat. d. Pemerintahan desa.

3.4. Peralatan dan Bahan

Penelitian menggunakan peralatan antara lain kamera digital, alat tulis, perangkat komputer dan printer untuk pengolahan data, serta alam perekam suara untuk wawancara. Sedangkan peralatan untuk pengukuran timbulan sampah antara lain plastik ukuran 40 liter dan timbangan.

3.5. Sumber Data

(5)

Data primer penelitian diperoleh dari kuesioner dan wawancara baik dari pemerintahan maupun dari masyarakat. Observasi lapangan terhadap pengukuran volume timbulan sampah juga merupakan data primer yang mendukung dalam analisis data perumusan kebijakan pengelolaan sampah. Data - data sekunder yang diperlukan diperoleh dari publikasi pemerintah dan publikasi statistik dan hasil survei maupun penelitian terdahulu.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan secara :

1. Studi kepustakaan terhadap data hasil publikasi pemerintah, publikasi statistik, hasil survei maupun penelitian terdahulu baik, dan jurnal ilmiah yang mendukung pengelolaan sampah.

2. Metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dan informasi secara lisan melalui percakapan yang berlangsung secara sistematis dan terorganisasi. Metode wawancara tak terstruktur dilakukan untuk isu pendahuluan yang selanjutnya dapat memformulasikan satu ide yang baik untuk variabel yang memerlukan penyelidikan yang mendalam (in depth investigation) sehingga diperoleh masalah utama penelitian secara rinci dan

(6)

3. Kuesioner merupakan satu set tulisan tentang pertanyaan yang diformulasikan supaya responden mencatat jawabannya, biasanya secara terbuka alternatif jawaban ditentukan. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan indikator - indikator dari konsep yang telah ditetapkan (Silalahi, 2012). Materi kuesioner adalah berkaitan dengan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah.

4. Observasi dilakukan langsung di lokasi penelitian dengan tujuan mengamati secara faktual fenomena pengelolaan sampah. Informasi yang diperoleh berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dimulai dari tempat dihasilkan hingga tempat pembuangan serta ketersediaan sarana/prasarana kebersihan. 5. Pengukuran jumlah timbulan sampah dilakukan dengan tujuan mengetahui

jumlah sampah menurut besarannya dan karakteristiknya. Pengukuran timbulan sampah perkotaan dilakukan pada sumber sampah yaitu rumah tangga dan non rumah tangga. Timbulan sampah pada rumah tangga diukur dari 20 sampel rumah tangga. Pengukuran timbulan sampah dari non rumah tangga yang dari pasar, rumah makan, hotel, toko, sekolah, dan kantor.

(7)

Tabel 3.3. Jenis dan Sumber Data Primer

No Data Primer Teknik

Pengumpulan Data

Sumber Data

1. Timbulan sampah Pengukuran berat sampah menurut komposisinya yang mudah membusuk (garbage) dan tidak membusuk (rubbish)

Rumah tangga dan non rumah tangga

2. Sarana dan prasarana kebersihan

Observasi Rumah tangga dan non rumah tangga

3. Kondisi pengelolaan sampah

Wawancara dan kuesioner

Pemerintah daerah dan masyarakat

4. Perilaku masyarakat Wawancara dan Kuesioner

Masyarakat 5. Penganggaran dana untuk

lingkungan hidup dan persampahan.

Wawancara Pemerintah daerah

Tabel 3.4. Jenis dan Sumber Data Sekunder

No Data Sekunder Teknik

Pengumpulan Data

Sumber Data

1. Peta administrasi wilayah Studi kepustakaan Bappeda Kab. Nias Barat 2. Jurnal ilmiah dan laporan

studi

Studi kepustakaan Perpustakaan USU 3. Data kependudukan Studi kepustakaan Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kab. Nias Barat

4. RTRW Kab. Nias Barat, dan RDTR Ibukota Kab. Nias Barat

Studi kepustakaan Bappeda Kab. Nias Barat

5. Kajian perencanaan lingkungan dan pengelolaan sampah

Studi kepustakaan Bappeda Kab. Nias Barat

6. Pedoman pengelolaan sampah perkotaan

Studi kepustakaan Kementerian Pekerjaan Umum

7. Regulasi terkait lingkungan hidup dan pengelolaan sampah.

Studi kepustakaan Bappeda Kab. Nias Barat, Kementerian Pekerjaan Umum

3.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengikuti tahapan penelitian yaitu :

3.7.1. Perhitungan Timbulan Sampah

(8)

1. Membagikan kantong plastik sesuai menurut komposisinya yaitu sampah yang mudah membusuk (garbage) dan yang tidak membusuk (rubbish). Sampah yang mudah membusuk (garbage) yaitu sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah sedangkan sampah yang tidak membusuk (rubbish) yaitu kertas, karton, kain, logam, kaleng, dan kaca.

2. Menimbang berat sampah yang terkumpul dan mencatat beratnya. 3. Menghitung rata - rata timbulan sampah setiap keluarga per hari.

Perhitungan berat timbulan sampah pada non rumah tangga pada dasarnya sama dengan perhitungan timbulan sampah pada rumah tangga yaitu :

1. Membagikan kantong plastik sesuai menurut komposisinya yaitu sampah yang mudah membusuk (garbage) dan yang tidak membusuk (rubbish). Sampah yang mudah membusuk (garbage) yaitu sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah sedangkan sampah yang tidak membusuk (rubbish) yaitu kertas, karton, kain, logam, kaleng, dan kaca. Sampel sampah diambil di pasar, rumah makan, hotel, toko, sekolah, dan kantor.

2. Menimbang berat sampah yang terkumpul dan mencatat beratnya.

3. Menghitung rata - rata timbulan sampah dari setiap sumber sampah per hari. 4. Menghitung total timbulan sampah yang dihasilkan dari non rumah tangga. 5. Menghitung timbulan sampah non rumah tangga per jumlah penduduk.

(9)

3.7.2. Pengkategorian Variabel

Pengkategorian variabel menggunakan skala Guttman. Teknik pengskalaan Guttman digunakan jika ingin mendapatkan jawaban yang tegas yang selanjutnya akan disusun dalam nilai atau kategori respons dikotomis, yaitu ya dan tidak atau setuju dan tidak setuju (Silalahi, 2012).

Perilaku dan pengetahuan dibedakan atas baik dan buruk. Responden akan menjawab setiap opsi jawaban yaitu Ya atau Tidak. Setiap opsi jawaban kuisioner yang dianggap sebagai perilaku dan pengetahuan yang baik dikategorikan Ya dan diberi skor 1, sehingga jika responden menjawab Ya maka akan diberi skor 1 dan setiap jawaban Tidak diberi skor 0. Jawaban kuisioner yang dianggap sebagai perilaku dan pengetahuan yang buruk dikategorikan Tidak dan diberi skor 1, sehingga jika responden menjawab Ya diberi skor 0 dan setiap jawaban Tidak akan diberi skor 1.

3.7.3. Variabel Penelitian

(10)

konsekuen. Variabel intervening merupakan variabel yang secara teoritis mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dan dependen, namun tidak terukur. Sedangkan variabel kontingensi adalah variabel yang menentukan kuat dan lemahnya hubungan antara variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2006).

Pengolahan data secara statistik dilakukan terhadap data hasil kuisioner yaitu dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara demografi terhadap perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Variabel yang digunakan untuk mengetahui hubungan demografi terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah :

1. Demografi sebagai variabel independen (X), yang terdiri dari variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan, umur, dan jenis kelamin.

2. Perilaku masyarakat sebagai variabel dependen (Y), yang terdiri dari variabel perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Hipotesis penelitian untuk mengetahui hubungan demografi terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah :

a. Variabel pendidikan terhadap perilaku masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara pendidikan terhadap perilaku.

H1 : Terdapat hubungan antara pendidikan terhadap perilaku.

b. Variabel pendidikan terhadap pengetahuan masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara pendidikan terhadap pengetahuan.

H1 : Terdapat hubungan antara pendidikan terhadap pengetahuan.

c. Variabel pekerjaan terhadap perilaku masyarakat.

(11)

H1 : Terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap perilaku.

d. Variabel pekerjaan terhadap pengetahuan masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara pekerjaan terhadap pengetahuan.

H1 : Terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap pengetahuan.

e. Variabel pendapatan terhadap perilaku masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara pendapatan terhadap perilaku.

H1 : Terdapat hubungan antara pendapatan terhadap perilaku.

f. Variabel pendapatan terhadap pengetahuan masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara pendapatan terhadap pengetahuan.

H1 : Terdapat hubungan antara pendapatan terhadap pengetahuan.

g. Variabel umur terhadap perilaku masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara umur terhadap perilaku.

H1 : Terdapat hubungan antara umur terhadap perilaku.

h. Variabel umur terhadap pengetahuan masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara umur terhadap pengetahuan.

H1 : Terdapat hubungan antara umur terhadap pengetahuan.

i. Variabel jenis kelamin terhadap perilaku masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap perilaku.

H1 : Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap perilaku.

j. Variabel jenis kelamin terhadap pengetahuan masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap pengetahuan.

H1 : Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap pengetahuan.

(12)

kemudian ditafsirkan sebagai posisi responden dalam skala Guttman. Hasil ukur berupa total skor agar dapat diinterpretasi dan mempunyai makna, maka perlu dilakukan pengkategorian skor untuk keperluan analisis deskriptif dan memudahkan untuk menginterpretasikan. Dalam penelitian ini pengkategorian menggunakan nilai median dari instrumen (teoritis), yang mana batasan skor (cut of point) variabel perilaku dan pengetahuan adalah nilai median dari skala

Guttman tersebut. Adapun rincian dari hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.5. berikut :

Tabel 3.5. Pengkategorian Variabel

Variabel Kategori Batasan Total

Skor

Perilaku Baik ≥ 11

Buruk < 11

Pengetahuan Baik ≥ 4

Buruk < 4 Sumber : Oleh data, 2016

3.7.4. Analisis Data Statistik

Siegel (1992) menyatakan bahwa jika variabel - variabel yang digunakan pada penelitian merupakan data nominal atau kategori maka analisis data nya menggunakan metode statstik Chi Square (χ2). untuk menetapkan signifikansi perbedaan-perbedaan antara dua kelompok independen. Metode Chi Square (χ2) sering dikenal sebagai pengujian independensi (pengujian asosiasi dari dua peubah kategori) dimana pengukuran yang dituntut adalah minimal skala nominal.

Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Tidak ada hubungan antara variabel bebas Xi dengan variabel respon Y.

H1 : Ada hubungan antara variabel bebas Xi dengan variabel respon Y

(13)

�2 = ∑ ∑ �oij−eij� 2

eij

k j=1 r

i=1 (4)

oij = banyaknya frekuensi observasi pada baris ke - i pada kolom ke - j

eij = frekuensi harapan pada baris ke - i pada kolom ke - j

eij = nixnj

n (5)

ni = total frekuensi pada baris ke - i, i = 1, 2, ..., r

r = banyaknya baris (banyaknya kategori pada peubah 1) nj = total marjinal pada baris ke - j, j = 1, 2, ..., k

k = banyaknya kolom (banyaknya kategori pada peubah 2) n = total keseluruhan observasi

Statistik uji berdistribusi Chi Square (χ2) dengan derajat bebas = (r-1)(k-1) dimana r = banyak baris dan k = banyak kolom dalam tabel kontingensi. H0 dapat

(14)

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Kabupaten Nias Barat merupakan daerah otonom baru yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Nias Barat adalah salah satu daerah Kepulauan Nias yang secara geografis terletak pada 0012-0032’

Lintang Utara dan 970-980 Bujur Timur dengan luas wilayah yaitu 544,09 km2. Secara administratif Kabupaten Nias Barat terdiri dari 8 kecamatan dan 105 desa dengan ibukota terletak di Kecamatan Lahomi. Kabupaten Nias Barat terdapat 11 pulau kecil yang terdiri dari 5 pulau yang didiami dan 6 pulau tanpa penghuni.

Secara umum kondisi topografis Kabupaten Nias Barat adalah berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan dengan ketinggian dari permukaan air laut bervariasi antara 0-800 m. Terdapat juga dataran rendah sampai tanah bergelombang sampai berbukit-bukit 35 % dan dari berbukit-bukit sampai pegunungan 16 % dari keseluruhan luas daratan. Kondisi topografi yang demikian menyebabkan konstruksi jalan yang berbelok-belok dan kota-kota utama terletak pada daerah perbukitan. Peta Kabupaten Nias Barat terdapat pada Gambar 4.1.

(15)

pada proses nya dalam tahap konsultasi publik untuk kemudian dapat ditetapkan menjadi peraturan daerah. Desa Onolimbu dimana Ibukota Kabupaten Nias Barat berada merupakan pusat pemerintahan. Kantor instansi pemerintahan seperti Kantor Bupati dan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terletak pada suatu kawasan terpadu. Wilayah administratif Kabupaten Nias Barat dan lokasi penelitian lebih jelasnya pada Gambr. 4.1 dan Gambar 4.2.

4.2. Demografis

Wilayah administratif Kecamatan Lahomi terbagi 11 desa yang mempunyai luas sekitar 88,39 km2. Lokasi penelitian berada pada wilayah administratif Kecamatan Lahomi yaitu di Desa Onolimbu. Luas wilayah Desa Onolimbu yaitu 9,33 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 1.670 jiwa berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Barat.

Jumlah penduduk Kabupaten Nias Barat pada tahun 2014 adalah 90.459 jiwa dimana 10,50 % nya adalah penduduk Kecamatan Lahomi (9.500 jiwa). Sedangkan Desa Onolimbu sebagai lokasi penelitian merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 17,58 % (1.670 jiwa), terdiri dari 771 jiwa laki-laki dan 899 jiwa perempuan.

(16)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Onolimbu Tahun 2014

No. Tingkat

Pendidikan

Jumlah Penduduk (orang)

1. Tidak/Belum Sekolah 405

2. Belum Tamat SD/Sederajat 327

3. Tamat SD/Sederajat 247

4. SLTP/Sederajat 185

5. SLTA/Sederajat 282

6. Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 63

7. Diploma I/II 35

8. Diploma IV/Strata I 126

Jumlah 1.670

Sumber : Disdukcapil, 2015

Tingkat pendapatan penduduk didominasi oleh yang pendapatan dibawah Rp. 500.000 yaitu 395 orang dan yang pendapatan diatas Rp. 4.000.000 lebih sedikit yaitu 76 orang. Pendapatan masyarakat di Desa Onolimbu diuraikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Pendapatan di Desa Onolimbu Tahun 2014

No Tingkat

Pendapatan

Jumlah Penduduk (orang)

1. Dibawah Rp. 500.000 395

2. Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 243 3. Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 334 4. Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 319 5. Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 304

6. Diatas Rp. 4.000.000 76

Jumlah 1.670

Sumber : Disdukcapil, 2015

(17)

Onolimbu sebagai ibukota Kabupaten Nias Barat merupakan pusat pemerintahan sehingga banyak pegawai yang datang dari luar Kabupaten Nias Barat. Jumlah penduduk Desa Onolimbu menurut pekerjaan diuraikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa Onolimbu Tahun 2014

No. Jenis

Pekerjaan

Jumlah Penduduk (orang)

1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 60

2 Petani/pekebun 500

3 Pelajar/mahasiswa 455

4 Belum/tidak Bekerja 459

5 Wiraswasta 151

6 Karyawan 20

7 Pensiunan 5

8 Pendeta 6

10 Tukang kayu 2

11 Buruh tani/perkebunan 2

12 Tukang jahit 2

13 Biarawan/biarawati 2

14 Perdagangan 4

15 Bidan 2

17 Jumlah 1670

(18)
(19)

Gambar 4.2. Peta Wilayah Penelitian (Bappeda Nias Barat, 2016)

4.3. Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah

(20)

dibuang pada tempat yang sama yaitu pada tempat-tempat yang belum termanfaatkan yang selanjutnya akan dibakar. Pada beberapa tempat tertentu, sampah-sampah organik maupun non organik dibiarkan dan tidak dibakar sehingga tumpukan sampah mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Sampah-sampah non organik yang berasal dari rumah tangga biasanya dikumpulkan pada suatu tempat dibelakang rumah, sedangkan sampah organik yang berasal dari sisa makanan dan sayuran digunakan kembali sebagai makanan ternak. Demikian juga halnya sampah yang berasal dari toko-toko maupun kantor pemerintahan lebih didominasi jenis non organik sehingga penanganannya langsung dibakar.

Gambar 4.3. Timbulan Sampah pada Kantor Pemerintahan (2016)

(21)

Kabupaten Nias Barat masih belum mempunyai sistem pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Sarana dan prasarana pendukung pengelolaan sampah tidak tersedia seperti truk pengangkut sampah bahkan tempat penampungan sampah sementara hingga tempat pembuangan akhir sampah tidak tersedia. Pemerintah Kabupaten Nias Barat melalui Kantor Lingkungan Hidup telah melaksanakan program pemberian tong sampah yang ditujukan untuk kantor-kantor pemerintahan dan beberapa rumah tangga. Program tersebut merupakan langkah positif bagi pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang bersih. Pada pelaksanaannya tidak efektif karena secara tidak langsung menumpuk sampah pada tong sampah tersebut karena tidak adanya lokasi tempat pembuangan sampah sementara dan petugas yang akan mengangkatnya sehingga sampah menumpuk pada tong sampah tersebut.

Gambar 4.4. Penggunaan Tong Sampah (2016)

(22)

Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah untuk merumuskan peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Sekretaris Bappeda Kabupaten Nias Barat bahwa pedoman tentang arahan pelaksanaan pengelolaan sampah di daerah secara umum telah dirumuskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Barat yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Barat Tahun 2014 - 2034. Selanjutnya, penerapan pengelolaan sampah terkendala oleh anggaran yang terbatas serta kurangnya sumber daya manusia. Usulan anggaran pengadaan tong sampah maupun angkutan sampah untuk tahun berikutnya terkendala pada tidak tersedianya tempat penampungan sampah sementara dan tempat pembuangan akhir sampah. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu melakukan kajian terlebih dahulu untuk kelayakan lokasi pembangunan TPS/TPA.

4.4. Timbulan Sampah Kawasan Perkotaan

Pengukuran berat sampah dilakukan pada rumah tangga/perumahan dan non rumah tangga/non perumahaan. Pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengumpulan dan pemilahan jenis sampah organik dan non organik yang selanjutnya akan ditimbang beratnya sehingga diperoleh berat rata - rata timbulan sampah.

1. Timbulan Sampah Rumah Tangga

(23)

semi permanen dengan pendapatan sedang yaitu Rp. 1.000.000 - Rp. 4.000.000, sedangkan rumah non permanen dengan pendapatan rendah yaitu kurang dari Rp. 1.000.000. Perhitungan timbulan sampah rumah tangga selengkapnya pada Tabel 4.4 dan Lampiran 3.

Tabel 4.4. Timbulan Sampah Rumah Tangga Perkapita

No Sumber 1. Rumah tangga pendapatan tinggi

(> Rp. 4.000.000) 0,34 0,21 61 % 39 %

2. Rumah tangga pendapatan sedang

(Rp. 1.000.000 - Rp. 4.000.000) 0,24 0,17 58% 42 %

3. Rumah tangga pendapatan rendah

(< Rp. 1.000.000) 0,20 0,15 57 % 43 %

Rata-rata timbulan sampah rumah

tangga 0,25 0,18 59 % 41 %

Jumlah timbulan sampah rumah

tangga 0,42

Sumber : Olah data, 2016

(24)

Jumlah timbulan sampah perkapita yang bersumber dari rumah tangga merupakan jumlah dari timbulan sampah yang mudah membusuk (garbage) dan sampah yang tidak membusuk (rubbish) yaitu 0, 42 kg/orang/hari.

2. Timbulan Sampah Non Rumah Tangga

Sumber sampah non rumah tangga diperoleh dari pasar, rumah makan, hotel, toko, sekolah, dan kantor. Pengukuran sampah menurut komposisi organik dan non organik dilakukan 2 kali sehingga diperoleh rata - rata timbulan sampah yang dihasilkan. Hasil pengukuran timbulan sampah organik dan non organik seperti pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Timbulan Sampah Non Rumah Tangga Perkapita

No Sumber

Jumlah rata-rata timbulan sampah non

rumah tangga (kg/hari) 160,60 91,50 64 % 36 %

Jumlah timbulan sampah non rumah tangga

(kg/hari) 252,10

Jumlah timbulan sampah non rumah

tangga perkapita (kg/orang/hari) 0,15 Sumber : Olah data, 2016

(25)

Pengukuran berat sampah yang berasal dari rumah makan dilakukan pada 1 unit rumah makan. Sampah yang berasal dari rumah makan lebih banyak merupakan sampah yang mudah membusuk (garbage) yaitu 14,6 kg/hari dan sampah yang tidak membusuk (rubbish) yaitu 5,6 kg/hari. Wilayah perkotaan Lahomi terdapat 9 unit rumah makan, sehingga total sampah yang mudah membusuk (garbage) yang dihasilkan dari rumah makan adalah 131,4 kg/hari (72 %) dan total sampah yang tidak membusuk (rubbish) adalah 49,95 kg/hari (28 %). Timbulan sampah yang berasal dari hotel bergantung pada intensitas orang yang menginap. Hotel yang terdapat di wilayah perkotaan Lahomi berjumlah 1 unit yang terletak di Desa Onolimbu. Hotel akan ramai dikunjungi jika ada tamu yang berkunjung dan menginap di hotel tersebut. Rata - rata sampah yang mudah membusuk adalah 3 kg/hari (43 %) dan sampah yang tidak membusuk yaitu 4 kg/hari (57 %). Perlakuan pengelola hotel terhadap sampah yang mudah membusuk dan tidak membusuk adalah langsung membuangnya ke jurang.

Timbulan sampah yang berasal dari toko diukur dari 3 unit toko. Sampah yang lebih banyak adalah sampah yang tidak membusuk (rubbish) yaitu 6,60 kg/hari yaitu jenis kertas dan plastik kemasan pembungkus. Timbulan sampah dari kantor juga merupakan sampah yang tidak membusuk sebanyak 13,55 kg/hari yang lebih banyak adalah jenis sampah kertas.

(26)

kardus, bahan plastik dan kain. Jika jumlah penduduk adalah 1.670 orang, maka timbulan sampah yang berasal dari non rumah tangga adalah sebanyak 0,15 kg/orang/hari. Rincian berat sampah yang berasal dari non rumah tangga selengkapnya pada Lampiran 4.

Jumlah timbulan sampah hasil penelitian yang berasal dari rumah tangga adalah 0,42 kg/orang/hari dan timbulan sampah yang berasal dari non rumah tangga adalah 0,15 kg/orang/hari, maka timbulan sampah wilayah perkotaan Lahomi di Desa Onolimbu adalah 0,58 kg/orang/hari. Secara keseluruhan komposisi sampah perkotaan Lahomi terdiri dari 64 % sampah yang mudah membusuk (garbage) dan 36 % sampah yang tidak membusuk (rubbish).

Wilayah perkotaan Lahomi terdiri dari 3 Desa yaitu Desa Onolimbu yang merupakan lokasi penelitian dengan jumlah penduduk 1.670 orang, Desa Sisobambowo yang jumlah penduduk nya 283 orang, dan Desa Simaeasi 1.617 orang, sehingga total jumlah penduduk wilayah perkotaan Lahomi adalah 3.570 jiwa. Jika penduduk Kota Lahomi adalah 3.570 jiwa maka timbulan sampah di wilayah perkotaan Lahomi adalah 3.570 jiwa x 0,58 kg/orang/hari sehingga timbulan sampah perkapita adalah 2.056,06 kg/hari atau 2,1 ton/hari.

4.5. Hubungan Demografi dan Perilaku Masyarakat

(27)

1. Pendidikan dan Perilaku Masyarakat

Responden yang dengan latar pendidikan dibagi atas perguruan tinggi, SMA, SMP, SD, dan yang belum bersekolah. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa responden yang berpendidikan perguruan tinggi lebih berperilaku baik dalam membuang sampah, demikian juga yang berpendidikan SMA. Sedangkan yang berpendidikan SMP, SD, dan yang belum bersekolah adalah yang berperilaku buruk. Jumlah perilaku responden menurut pendidikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pendidikan

No. Pendidikan

Buruk Baik Buruk Baik

1 Perguruan Tinggi 12 33 27 % 73 %

Sumber : Olah data, 2016

Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0. Pembuktian hipotesis menggunakan metode statistik Chi Square (χ 2) untuk menetapkan signifikansi perbedaan-perbedaan antara dua kelompok independen dengan nilai α = 0,1. Pada perhitungan diperoleh nilai signifikasi p = 0,000 dan lebih kecil dari nilai α . Berdasarkan p - value < α maka Ho ditolak dan H1diterima, bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku

(28)

Tabel 4.7. Hasil Uji Chi Square Variabel Pendidikan Terhadap Perilaku

Chi-Square Tests Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 25.965a 4 .000

Likelihood Ratio 29.628 4 .000

Linear-by-Linear Association 23.571 1 .000

N of Valid Cases 110

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .45. Sumber : Olah data, 2016

2. Pekerjaan dan Perilaku Masyarakat

Responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta memiliki perilaku yang baik dalam pengelolaan sampah yaitu 71 %, demikian juga dengan responden yang bekerja sebagai pegawai (70 %) dan PNS (68 %). Sedangkan yang bekerja sebagai petani berperilaku buruk (91 %), sebagai pedagang (60 %) dan yang belum bekerja atau masih SMA dan SMP (58 %) juga berperilaku buruk dalam pengelolaan sampah. Jumlah responden yang berperilaku menurut pekerjaannya seperti pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pekerjaan

No. Pekerjaan

Jumlah Responden Berperilaku

Persentase Jumlah Responden

Buruk Baik Buruk Baik

1 PNS 9 19 32 % 68 %

Sumber : Olah data, 2016

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan metode Chi Square diperoleh bahwa p = 0,004 dan lebih kecil dari α = 0,1. Oleh karena itu H0 ditolak dan H1

(29)

tingkat pekerjaan maka akan berperilaku baik dalam pengelolaan sampah. Hasil tabulasi perhitungan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Hasil Uji Chi Square Variabel Pekerjaan Terhadap Perilaku

Chi-Square Tests Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 17.325a 5 .004

Likelihood Ratio 18.629 5 .002

Linear-by-Linear Association 2.182 1 .140

N of Valid Cases 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00. Sumber : Olah data, 2016

3. Pendapatan dan Perilaku Masyarakat

Responden yang pendapatannya diatas Rp. 4.000.000 berperilaku baik dalam pengelolaan sampah yaitu sebanyak 80 %, demikian juga yang berpendapatan Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 yaitu 75 %, dan yang pendapatan Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 yaitu 71 %. Sedangkan yang pendapatannya Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 (75 %) berperilaku buruk. Tabel perilaku masyarakat menurut tingkat pendapatan terdapat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pendapatan

No. Pendapatan

Buruk Baik Buruk Baik

1 < Rp. 500.000 18 8 69% 31%

Sumber : Olah data, 2016

Pengujian hipotesis menggunakan metode Chi Square dengan α = 0,1

(30)

dan perilaku masyarakat membuang sampah. Berarti bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. Masyarakat yang mempunyai penghasilan tinggi akan berperilaku baik terhadap pengelolaan sampah. Hasil pengolahan data statistik pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Hasil Uji Chi Square Variabel Pendapatan Terhadap Perilaku

Chi-Square Tests Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 19.391a 5 .002

Likelihood Ratio 20.025 5 .001

Linear-by-Linear Association 16.039 1 .000

N of Valid Cases 110

a. 2 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.27. Sumber : Olah data, 2016

4. Umur dan Perilaku Masyarakat

Responden yang berperilaku baik adalah yang berumur 15 - 30 tahun yaitu 62 %, berumur 30 - 45 tahun yaitu 52 %. Selanjutnya, responden yang berumur dibawah 15 tahun adalah berperilaku buruk. Sedangkan responden yang berumur diatas 45 tahun ada yang berperilaku baik dan juga berperilaku buruk yaitu 50 %. Masyarakat yang berumur dibawah 15 tahun berperilaku buruk, responden rata-rata merupakan yang berpendidikan SMP. Selengkapnya pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Umur

No. Umur

Jumlah Responden Perilaku

Persentase Jumlah Responden

Buruk Baik Buruk Baik

1 < 15 thn 3 1 75 % 25 %

2 15-30 thn 16 26 38 % 62 %

3 30-45 thn 22 24 48 % 52 %

4 > 45 thn 9 9 50 % 50 %

Jumlah 50 60

Sumber : Olah data, 2016

(31)

ditolak. Hipotesis H0 yaitu bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dan

perilaku masyarakat mengelola sampah, yang berarti bahwa peningkatan umur tidak akan menambah jumlah yang berperilaku baik. Hasil perhitungan Chi Square terdapat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Hasil Uji Chi Square Variabel Umur Terhadap Perilaku

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 2.580a 3 .461

Likelihood Ratio 2.627 3 .453

Linear-by-Linear Association .143 1 .705

N of Valid Cases 110

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.82. Sumber : Olah data, 2016

5. Jenis Kelamin dan Perilaku Masyarakat

Responden laki-laki yang berperilaku baik sebanyak 58 % dibandingkan perempuan 51 %. Selengkapnya terdapat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis

Buruk Baik Buruk Baik

1 Laki-laki 25 34 42% 58%

2 Perempuan 25 26 49% 51%

Jumlah 50 60

Sumber : Olah data, 2016

Pembuktian hipotesis dengan metode Chi Square diperoleh bahwa nilai signifikasi p = 0,485. Nilai tersebut adalah lebih besar dari nilai α = 0,1. Oleh

karena itu hipotesis H0 diterima dan H1ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat

(32)

Tabel 4.15. Hasil Uji Chi Square Variabel Jenis Kelamin Terhadap Perilaku

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .487a 1 .485 Continuity Correctionb .256 1 .613

Likelihood Ratio .488 1 .485

Fisher's Exact Test .566 .306

Linear-by-Linear Association .483 1 .487 N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.18. b. Computed only for a 2x2 table

Sumber : Olah data, 2016

4.6. Hubungan Demografi dan Pengetahuan Masyarakat

1. Pendidikan dan Pengetahuan Masyarakat

Responden dengan latar belakang perguruan tinggi mempunyai pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu 82 %. Responden dengan latar belakang pendidikan SD dan yang belum bersekolah memiliki pengetahuan yang buruk tentang pengelolaan sampah yaitu 100 % Jumlah responden yang memiliki pengetahuan yang baik menurut latar belakang pendidikan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pendidikan

No. Pendidikan

Buruk Baik Buruk Baik

1 Perguruan Tinggi 8 37 18 % 82 %

Sum ber : Olah data, 2016

(33)

independen dengan nilai α = 0,1. Pada perhitungan diperoleh nilai signifikasi p = 0,000 dan lebih kecil dari nilai α . Berdasarkan p - value < α maka Ho ditolak dan H1 diterima, bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terhadap

pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Hubungan tersebut berarti bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan menambah wawasan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik. Hasil data statistik pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. Hasil Uji Chi Square Variabel Pendidikan Terhadap Pengetahuan

Chi-Square Tests Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 30.935a 4 .000

Likelihood Ratio 34.753 4 .000

Linear-by-Linear Association 29.803 1 .000

N of Valid Cases 110

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .41. Sumber : Olah data, 2016

2. Pekerjaan dan Pengetahuan Masyarakat

Responden dengan latar belakang pegawai memiliki pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu 80 %, demikian juga dengan yang bekerja sebagai wiraswasta yaitu 76 % dan sebagai PNS yaitu 75 %. Sedangkan yang bekerja sebagai petani, tidak memiliki pengetahuan yang baik. Responden yang berperilaku baik menurut pekerjaan seperti pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18. Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pekerjaan

No. Pekerjaan

Buruk Baik Buruk Baik

1 PNS 7 21 25 % 75 %

2 Pegawai 4 16 20 % 80 %

3 Petani 11 0 100 % 0 %

4 Pedagang 9 6 60 % 40 %

(34)

No. Pekerjaan

Buruk Baik Buruk Baik

6 Lainnya 10 9 53 % 47 %

Jumlah 45 65

Sumber : Olah data, 2016

Pengujian hipotesis dengan metodeChi Square diketahui bahwap = 0,000 dan

α = 0,1. Dengan demikian p - value < α sehingga hipotesis H0 ditolak dan H1

diterima. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Jenis pekerjaan yang semakin baik akan memberikan pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah. Tabulasi perhitungan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19. Hasil Uji Chi Square Variabel Pekerjaan Terhadap Pengetahuan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 27.903a 5 .000

Likelihood Ratio 32.301 5 .000

Linear-by-Linear Association 3.036 1 .081

N of Valid Cases 110

a. 1 cells (8.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.50. Sumber : Olah data, 2016

3. Pendapatan dan Pengetahuan Masyarakat

(35)

Tabel 4.20. Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Pendapatan

Buruk Baik Buruk Baik

1 < Rp. 500.000 18 8 69 % 31 %

Sumber : Olah data, 2016

Pengujian hipotesis menggunakan metode Chi Square dengan α = 0,1

diperoleh nilai p = 0.000. Dengan demikian bahwa nilai p - value < α sehingga

hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan

dan pengetahuan masyarakat membuang sampah. Tingkat pendapatan mempengaruhi pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Hasil pengolahan data metode Chi Square seperti pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21. Hasil Uji Chi Square Variabel Pendapatan Terhadap Pengetahuan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 24.117a 5 .000

Likelihood Ratio 25.155 5 .000

Linear-by-Linear Association 14.154 1 .000

N of Valid Cases 110

a. 2 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.05. Sumber : Olah data, 2016

4. Umur dan Pengetahuan Masyarakat

(36)

berumur dibawah 15 tahun sama sekali tidak ada yang berbuat baik. Seperti pada Tabel 4.22.

Tabel 4.22. Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Umur

No. Umur

Buruk Baik Buruk Baik

1 < 15 thn 3 1 75 % 25 %

2 15-30 thn 14 28 33 % 67 %

3 30-45 thn 16 30 35 % 65 %

4 > 45 thn 12 6 67 % 33 %

Jumlah 45 65 41 % 59 %

Sumber : Olah data, 2016

Perhitungan metode Chi Square dengan α = 0,1 diperoleh bahwa nilai p = 0,036. Dengan demikian nilai p lebih kecil dari nilai α = 0,1. Sehingga dapat

diketahui bahwa terdapat hubungan antara variabel demografi umur terhadap pengetahuan. Hipotesis H0 yang menyatakan ada hubungan antara umur dan

pengetahuan diterima dan menolak hipotesis H1. Hubungan tersebut berarti bahwa

faktor umur mempengaruhi wawasan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hasil pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS dapat dilihat pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23. Hasil Uji Chi Square Variabel Umur Terhadap Pengetahuan

Chi-Square Tests Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 8.575a 3 .036

Likelihood Ratio 8.515 3 .036

Linear-by-Linear Association 1.593 1 .207

N of Valid Cases 110

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.23. Sumber : Olah data, 2016

5. Jenis Kelamin dan Pengetahuan Masyarakat

(37)

Tabel 4.24. Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Buruk Baik Buruk Baik

1 Laki-laki 21 38 36% 64%

2 Perempuan 24 27 47% 53%

Jumlah 45 65

Sumber : Olah data, 2016

Hasil pembuktian hipotesis diperoleh nilai p = 0,223 dan lebih besar dari

nilai α = 0,1. Dengan demikian hipotesis H1 ditolak dan H0 diterima, yang berarti

bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan pengetahuan pengelolaan sampah. Hubungan tersebut berarti bahwa laki - laki dan perempuan memiliki pengetahuan yang baik dan buruk dalam pengelolaan sampah, sehingga jenis kelamin tidak menentukan apakah seseorang itu berperilaku baik untuk membuang sampah. Hasil perhitungan metode Chi Square pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25. Hasil Uji Chi Square Variabel Jenis Kelamin Terhadap Pengetahuan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.488a 1 .223 Continuity Correctionb 1.051 1 .305

Likelihood Ratio 1.488 1 .222

Fisher's Exact Test .248 .153

Linear-by-Linear Association 1.474 1 .225 N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.86. b. Computed only for a 2x2 table

Sumber : Olah data, 2016

4.7. Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah

(38)

membusuk, perilaku masyarakat untuk memilah sampah sampah yang mudah busuk dan yang tidak membusuk.

Perilaku dan pengetahuan masyarakat diperoleh berdasarkan jawaban responden pada data kuisioner. Perilaku dan pengetahuan masyarakat adalah responden yang menjawab Ya dan yang lebih dominan dilakukan. Perilaku dan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah diuraikan sebagai berikut. 1. Perilaku masyarakat untuk memilah sampah

Hasil penelitian di Desa Onolimbu menjawab 51 responden (46 %) melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang ke tempat sampah. Sedangkan yang terbanyak adalah 59 responden (54 %) tidak memilah sampah. Hasil nya dapat dilihat pada Gambar 4.5.

51 Responden Memilah Sampah , 46%

59 Responden Tidak Memilah Sampah,

54%

Gambar 4.5. Jumlah Responden yang berperilaku Memilah Sampah (olah data, 2016)

(39)

responden. Jumlah responden yang memilah sampah menurut demografi terdapat

Gambar 4.6. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Memilah Sampah (olah data, 2016) 2. Alasan masyarakat untuk tidak memilah sampah

Berbagai alasan masyarakat yang tidak melakukan pemilahan sampah yang mudah membusuk dan yang tidak membusuk. Sebanyak 51 responden (85 %) menjawab karena tidak tersedianya fasilitas pemilahan sampah, 21 responden (19,1 %) mengatakan disebabkan faktor malas, dan 20 responden (18,2 %) mengatakan karena tidak tersedianya peraturan. Selain itu juga, 12 responden (10,9 %) mengatakan bahwa perilaku tidak memilah sampah bukan sesuatu yang penting dan 6 responden (5,5 %) mengatakan tidak menguntungkan. Jumlah responden yang memberikan alasan karena tidak memilah sampah terdapat pada Tabel 4.26.

Tabel 4.26. Alasan Responden Atas Perilaku Tidak Memilah Sampah

No. Alasan Atas Perilaku Tidak Melakukan Pemilahan Sampah

2 Tidak menguntungkan 6 5,5 %

3 Tidak ada fasilitas 51 46,4 %

4 Tidak ada peraturan 20 18,2 %

5 Tidak penting 12 10,9 %

(40)

a. Malas

Responden yang berperilaku tidak memilah sampah beralasan bahwa malas yaitu 21 responden. Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi dan SMA yaitu 7 responden, bekerja sebagai PNS dan pegawai yaitu 5 responden. Penghasilannya yaitu dibawah Rp. 500.000, Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, dan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 5 responden. Responden tersebut berumur 15 - 30 dan umur 30 - 45 tahun yaitu 7 responden serta lebih banyak dilakukan oleh perempuan yaitu 13 responden. Jumlah responden yang berperilaku malas memilah sampah menurut demografi terdapat pada Gambar 4.7.

7 7

Gambar 4.7. Jumlah Responden Menurut Demografi yang berperilaku Tidak Memilah Sampah Karena Malas (olah data, 2016) b. Tidak menguntungkan

(41)

1

Gambar 4.8. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Tidak Memilah Sampah Karena Tidak Menguntungkan (olah data, 2016) c. Tidak ada fasilitas

Sebanyak 51 responden (46,4 %) beralasan bahwa tidak memilah sampah karena tidak adanya fasilitas. Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu 23 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 12 responden, tingkat pendapatannya Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 13 responden, berumur 30 - 45 tahun yaitu 22 responden, dan lebih banyak adalah laki - laki yaitu 30 responden. Jumlah responden menurut demografi yang beralasan tidak ada fasilitas dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(42)

23

Gambar 4.9. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Tidak Memilah Sampah Karena Tidak Ada Fasilitas (olah data, 2016)

d. Tidak ada peraturan

Responden yang berperilaku tidak memilah sampah karena tidak ada peraturan sebanyak 20 responden. Responden tersebut berpendidikan perguruan tinggi yaitu 11 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 8 responden, tingkat pendapatannya Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 yaitu 6 responden, berumur 15–30 tahun dan berumur 30 - 45 tahun yaitu 9 responden, dan lebih banyak dilakukan responden perempuan yaitu 12 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku tidak memilah sampah karena tidak ada peraturan dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Tidak Memilah Sampah Karena Tidak Ada Peraturan (olah data, 2016)

(43)

Disamping itu juga perilaku masyarakat seperti ini semakin didukung dengan tidak tersedianya fasilitas dan peraturan di daerah.

e. Tidak penting

Masih terdapat 12 responden (10,9 %) yang tidak memilah sampah karena tidak penting. Responden yang berperilaku demikian adalah yang berpendidikan SMP yaitu 6 responden, bekerja sebagai petani yaitu 4 responden dan pedagang yaitu 3 responden, berpenghasilan dibawah Rp. 500.000 yaitu 5 responden, berumur 30 - 45 tahun yaitu 6 responden, serta lebih banyak adalah laki - laki yaitu 10 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku tidak memilah sampah karena tidak penting dapat dilihat pada Gambar 4.11. Tabulasi perilaku pemilahan sampah menurut demografi terdapat pada Lampiran 10.

3

Gambar 4.11. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Tidak Memilah Sampah Karena Tidak Penting (olah data, 2016)

3. Perilaku masyarakat terhadap sampah yang mudah busuk (garbage)

(44)

Tabel 4.27.Perilaku Responden Terhadap Sampah yang Mudah Busuk (Garbage)

1 Dibuat kompos/pupuk 14 12,7 %

2 Diangkut petugas ke TPS/TPA 2 1,8 %

3 Ditimbun/dikubur 8 7,3 %

4 Dibakar 11 10,0 %

5 Dibuang ke laut/sungai 5 4,5 %

6 Dibuang ke parit 0 0 %

7 Dibuang sembarangan 27 24,5 %

8 Dijadikan makanan ternak 43 39,1 %

Jumlah Responden 110 100 %

Sumber : Olah data, 2016

Dibuat

Gambar 4.12. Perilaku Masyarakat Terhadap Sampah yang Mudah Busuk (olah data, 2016)

(45)

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah yang mudah membusuk menurut demografi diuraikan sebagai berikut :

a. Dibuat kompos/pupuk

Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa responden yang berperilaku membuat kompos/pupuk dari sampah yang mudah membusuk adalah 14 responden. Perilaku membuat kompos/pupuk lebih banyak dilakukan oleh responden yang berlatar pendidikan SMA (8 responden), dan masih berstatus sebagai pelajar SMA/SMP (6 responden), tingkat pendapatannya dibawah Rp. 500.000 (6 responden), berumur 15 - 30 tahun, dan lebih banyak dilakukan oleh responden perempuan (8 responden). Secara umum di Kabupaten Nias Barat masih belum menerapkan pembuatan kompos/pupuk. Teknologi untuk pembuatan nya masih belum tersedia sehingga masih bersifat tradisional dan masih dalam lingkup keluarga. Jumlah responden menurut demografi yang membuat kompos/pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.13.

3

Gambar 4.13. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Membuat Kompos/Pupuk dari Sampah yang Mudah Busuk (olah data, 2016) b. Diangkut petugas ke TPS/TPA

(46)

dan SMA yaitu 1 responden, bekerja sebagai pegawai dan wiraswasta yaitu 1 responden, tingkat pendapatannya Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 2 responden, berumur 15 - 30 tahun yaitu 2 responden, dan dilakukan oleh responden perempuan dan laki–laki yaitu 1 responden.

Di Kabupaten Nias Barat belum tersedia tempat penampungan sampah sementara maupun tempat pembuangan akhir sampah, sehingga petugas pengangkut sampah juga tidak tersedia. Oleh karena itu sebagian besar berbuat untuk tidak diangkut sampah organik oleh petugas ke TPS/TPA. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku diangkut petugas ke TPS/TPA dapat dilihat pada Gambar 4.14.

1 1

Gambar 4.14. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Sampah yang Mudah Busuk Diangkut Petugas ke TPS/TPA (olah data, 2016) c. Ditimbun/dikubur

(47)

3

Gambar 4.15. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Menimbun Sampah yang Mudah Busuk (olah data, 2016) d. Dibakar

Sebanyak 11 responden yang membakar sampah organik yang mudah membusuk. Perilakau tersebut lebih banyak dilakukan oleh responden yang latar belakang pendidikannya perguruan tinggi yaitu 6 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 5 responden, tingkat pendapatannya Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 yaitu 4 responden, berumur 15 30 tahun yaitu 6 responden, dan berjenis kelamin laki -laki yaitu 7 responden. Masyarakat yang membakar sampah organik biasanya bersamaan dengan sampah non organik tanpa dipilah terlebih dahulu. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku membakar sampah yang mudah membusuk dapat dilihat pada Gambar 4.16.

6

(48)

e. Dibuang ke laut/sungai

Terdapat 5 respondenyang berperilaku membuang sampah organik ke laut/sungai. Responden tersebut berpendidikan SMA yaitu 4 responden, bekerja sebagai pegawai sebanyak 3 responden, dengan pendapatan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 sebanyak 3 responden, berumur 15 - 30 tahun sebanyak 3 responden dan lebih banyak dilakukan perempuan (3 responden). Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku membuang sampah mudah membusuk di laut/sungai dapat dilihat pada Gambar 4.17.

1

Gambar 4.17. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Membuang Sampah yang Mudah Busuk ke Laut/Sungai (olah data, 2016) f. Dibuang ke parit

Berdasarkan hasil kuisioner tidak terdapat responden yang berperilaku membuang sampah organik yang mudah busuk ke parit.

g. Dibuang sembarangan

(49)

-45 tahun lebih banyak membuang sampah organik sembarangan yaitu 16 responden, dan lebih banyak dilakukan laki-laki yaitu 16 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku membuang sampah mudah membusuk secara sembarangan dapat dilihat pada Gambar 4.18.

7

Gambar 4.18. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Membuang Sembarangan Sampah yang Mudah Busuk (olah data, 2016)

h. Dijadikan makanan ternak

(50)

24

Gambar 4.19. Jumlah Responden Menurut Demografi Berperilaku Menjadikan Sampah yang Mudah Busuk Sebagai Makanan Ternak (olah data, 2016)

4. Perilaku masyarakat terhadap sampah yang tidak membusuk (rubbish) Perilaku masyarakat untuk membuang sampah non organik dibagi atas beberapa perilaku yaitu didaur ulang, diangkut petugas ke TPS/TPA, dijual ke pengumpul barang bekas, ditimbun/dikubur, dibakar, dibuang ke laut/sungai, dibuang ke parit, dibuang sembarangan. Berdasarkan pada hasil kuisioner bahwa perilaku masyarakat tentang pengelolaan sampah yang paling dominan dilakukan adalah dibakar dan dibuang sembarangan.

(51)

Tabel 4.28. Perilaku Responden Membuang Sampah yang Tidak Membusuk (Rubbish)

No. Perilaku Responden Jawaban

Responden (Ya)

Persentase Jawaban Responden

1 Didaur ulang 7 6.4%

2 Diangkut petugas ke TPS/TPA 3 2.7%

3 Dijual ke pengumpul barang bekas 5 4.5%

4 Ditimbun/dikubur 17 15.5%

5 Dibakar 47 42.7%

6 Dibuang ke laut/sungai 6 5.5%

7 Dibuang ke parit 2 1.8%

8 Dibuang sembarangan 23 20.9%

Jumlah Responden 110 6.4%

Sumber : Olah data, 2016

Didaur ulang

Gambar 4.20. Persentase Perilaku Masyarakat Terhadap Sampah yang Tidak Membusuk (olah data, 2016)

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah organik menurut demografi diuraikan sebagai berikut :

a. Didaur ulang

(52)

berumur 15 – 30 tahun yaitu 2 responden. Responden laki – laki lebih banyak melakukan daur ulang sampah. Secara umum di Kabupaten Nias Barat masih belum menerapkan proses daur ulang terhadap sampah non organik. Teknologi untuk pembuatan nya masih belum tersedia sehingga masih bersifat tradisional dan masih dalam lingkup keluarga. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.21.

1

Gambar 4.21. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Mendaurulang Sampah yang Tidak Membusuk (olah data, 2016)

b. Diangkut petugas ke TPS/TPA

Terdapat 3 responden (2,7 %) yang berperilaku untuk tidak diangkut petugas ke TPS/TPA. Responden tersebut berpendidikan SMA yaitu 2 responden, bekerja sebagai PNS, pegawai, dan berstatus SMA yaitu 1 responden. Selanjutnya tingkat pendapatannya dibawah Rp. 500.000, pendapatan Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000, dan pendapatan Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 yaitu 1 responden. Responden yang menyatakan untuk diaingkut petugas ke TPS/TPA berumur 15 –

30 tahun yaitu 2 responden dan lebih banyak laki–laki yaitu 2 responden.

(53)

pengangkut sampah juga tidak tersedia. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.22.

1

Gambar 4.22. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Sampah yang Tidak Membusuk Diangkut Petugas ke TPS/TPA (olah data, 2016)

c. Dijual ke pengumpul barang bekas

Terdapat 5 responden (4,5 %) yang menjual sampah yang tidak membusuk ke pengumpul barang bekas. Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu 3 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 2 responden. Responden tersebut berpendapatan Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 dan berpendapatan Rp.3.000.000 –Rp. 4.000.000 yaitu 2 responden. Perilaku tersebut dilakukan responden yang berumur 15 – 30 tahun yaitu 4 responden dan berjenis kelamin laki–laki yaitu 3 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.23.

(54)

sampah yang tidak membusuk. Sampah– sampah tersebut akan dikumpulkan dan ada juga yang langsung dibuang dan dibakar.

3

Gambar 4.23. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Menjual Sampah yang Tidak Membusuk ke Pengumpul

Barang Bekas (olah data, 2016) d. Ditimbun/dikubur

Sebanyak 17 responden (15,5 %) yang menimbun/mengubur sampah yang tidak membusuk. Responden yang berperilaku tersebut berpendidikan SMA yaitu 9 responden dan perguruan tinggi yaitu 8 responden, bekerja sebagai PNS dan wiraswasta yaitu 5 responden dan sebagai pegawai yaitu 4 responden. Perilaku tersebut dilakukan responden yang pendapatannya Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 dan yang pendapatannya Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 yaitu 4 responden, berumur 15 – 30 tahun yaitu 11 responden, dan lebih banyak dilakukan oleh kelamin laki-laki yaitu 10 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.24.

(55)

8 9

Gambar 4.24. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Menimbun/Mengubur Sampah yang Tidak Membusuk (olah data, 2016)

e. Dibakar

Perilaku masyarakat yang sering dilakukan terhadap sampah yang mudah membusuk adalah dengan cara dibakar yaitu 47 responden (42,7 %). Responden tersebut berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi yaitu 28 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 17 responden, berpenghasilan Rp. 3.000.000 – Rp. 4.000.000 yaitu 14 responden, berumur 30 – 45 tahun yaitu 26 responden, dan lebih banyak dilakukan laki–laki yaitu 25 responden.

Masyarakat di Kabupaten Nias Barat lebih menyukai untuk membakar sampah non organik walaupun tanpa disadari bahwa perilaku tersebut menyebabkan gangguan kesehatan. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.25.

28

(56)

f. Dibuang ke laut/sungai

Responden yang berperilaku membuang sampah yang tidak membusuk ke laut/sungai yaitu 6 responden (5,5 %). Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi dan SMA yaitu 2 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 2 responden, dengan pendapatan dibawah Rp. 500.000 sebanyak yaitu 2 responden, berumur 15 - 30 tahun dan 30 - 45 tahun yaitu 2 responden, serta dilakukan laki - laki dan perempuan (2 responden). Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.26. Masyarakat di kawasan perkotaan Lahomi masih terdapat yang membuang sampah ke laut/sungai, disebabkan karena sungai terletak dekat dengan rumah penduduk.

Gambar 4.26. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Membuang Sampah yang Tidak Membusuk ke Laut/Sungai (olah data, 2016)

g. Dibuang ke parit

(57)

banyak dilakukan oleh perempuan yaitu 2 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.27.

1 1

Gambar 4.27. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Membuang Sampah yang Tidak Membusuk ke Parit (olah data, 2016)

h. Dibuang sembarangan

Sebanyak 23 responden yang membuang sembarangan sampah yang mudah membusuk. Responden tersebut adalah yang pendidikan SMP yaitu 10 responden, bekerja sebagai petani yaitu 8 responden, pendapatannya dibawah Rp. 500.000 yaitu 10 responden, berumur 30 - 45 tahun yaitu 11 responden dan dilakukan perempuan yaitu 12 responden. Jumlah responden menurut demografi yang berperilaku mendaur ulang sampah dilihat pada Gambar 4.28. Tabulasi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah menurut demografi terdapat pada Lampiran 9.

(58)

1

Gambar 4.28. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Berperilaku Membuang Sembarangan Sampah yang Tidak Membusuk (olah data, 2016)

4.8. Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah

Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah sangat mendukung keberhasilan kebijakan pengelolaan sampah. Perilaku masyarakat untuk memelihara lingkungan yang bersih harus didukung dengan pengetahuan yang benar tentang pengelolaan sampah. Masyarakat seharusnya mengetahui dampak positif pengelolaan sampah untuk ekonomi maupun kesehatan. Pada penelitian ini, beberapa indikator pengetahuan masyarakat yaitu berupa pertanyaan sederhana yang mendasar untuk penerapan kebijakan pengelolaan sampah. Indikator pengetahuan tersebut yaitu :

1. Pemanfaatan sampah organik sebagai kompos.

(59)

adalah laki - laki yaitu 51 responden. Pengetahuan masyarakat menurut demografi tentang kompos diuraikan pada pada Gambar 4.29 dan Gambar 4.30.

YA

Gambar 4.29. Jumlah Responden yang Mengetahui Pemanfaatan Sampah Membusuk Sebagai Kompos/Pupuk (olah data, 2016)

43

Gambar 4.30. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Mengetahui Pemanfaatan Sampah Membusuk

Sebagai Kompos/Pupuk (olah data, 2016) 2. Pengetahuan tentang pengertian reduce, reuse, dan recycle.

(60)

Tabel 4.29. Jumlah Responden yang Mengetahui Pengelolaan Sampah 3R

No. Pengetahuan Jumlah

Responden Persentase

1 Mengurangi sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif yang boros

menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah (reduce) ?

28 25 %

2 Menggunakan sampah yang bisa digunakan kembali untuk mengurangi jumlah sampah (reuse)

35 32 %

3 Mendaur ulang sampah menjadi bahan lain

yang lebih bermanfaat (recycle) 47 43 %

Jumlah 110 100 %

Sumber : Olah data, 2016 a. Reduce

(61)

8

Gambar 4.31. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Mengetahui Pengelolaan Sampah Secara Reduce(olah data, 2016)

b. Reuse

(62)

16

Gambar 4.32. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Mengetahui Pengelolaan Sampah Secara Reuse (olah data, 2016)

c. Recycle

Responden lebih banyak mengetahui pengelolaan sampah secara daur ulang yaitu 47 responden (43 %). Responden yang memiliki pengetahuan tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu 21 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 11 responden, berpenghasilan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 11 responden dan yang berpenghasilan Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 yaitu 10 responden, berumur 30 - 45 tahun yaitu 19 responden, dan lebih banyak adalah laki - laki yaitu 26 responden. Jumlah responden menurut demografi yang mengetahui tentang recycle terdapat pada Gambar 4.33.

21

Gambar 4.33. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Mengetahui Pengelolaan Sampah Secara Recycle (olah data, 2016)

(63)

bekas. Kegiatan recycle dilakukan terutama pada tempat usaha yang menghasilkan banyak barang bekas seperti kardus, besi, kaleng, seng, botol, maupun kemasan botol minuman plastik. Pengetahuan tentang reuse dan recycle juga merupakan sudah menjadi pengetahuan dasar untuk mengelolaa sampah yang lebih bermanfaat secara ekonomis. Jumlah responden menurut demografi yang mengetahui tentang reduce, reuse dan recycle terdapat pada Lampiran 11.

3. Perlunya pembangunan tempat pembuangan akhir sampah.

Berdasarkan hasil kuisioner, 94 responden (85 %) masyarakat menganjurkan tersedianya tempat pembuangan akhir sampah. Responden tersebut berpendidikan perguruan tinggi yaitu 43 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 26 responden. Menurut tingkat pendapatan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 20 responden, yang pendapatannya Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 yaitu 21 responden, yang pendapatan Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 yaitu 20 responden, menjawab diperlukannya pembangunan tempat pembuangan akhir sampah. Menurut umur dan jenis kelamin yaitu lebih banyak yang berumur 30 - 45 tahun yaitu 44 responden dan berjenis kelamin laki - laki yaitu 53 responden. Jumlah responden yang mengetahui bahwa diperlukan tempat pembuangan akhir sampah terdapat pada Gambar 4.34 dan Gambar 4.35.

(64)

tong sampah sama saja dengan tempat pembuangan sampah di belakang rumah penduduk. Masyarakat maupun kantor yang merasa terganggu dengan tumpukan sampah akan membakarnya sehingga tong sampah dapat digunakan kembali.

94 responden

Gambar 4.34. Jumlah Responden yang Mengetahui Perlunya TPA (olah data, 2016)

43

Gambar 4.35. Jumlah Responden Menurut Demografi yang Mengetahui Perlunya TPA (olah data, 2016)

4. Peran pemerintah dalam pengelolaan sampah.

(65)

Masyarakat menganggap bahwa pemerintah daerah belum melaksanakan pengelolaan kebersihan secara maksimal. Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa program pemerintah seperti penyuluhan, sosialisasi tentang dan pengelolaan sampah belum dilakukan. Pembagian tong sampah melalui Kantor Lingkungan Hidup tidak secara merata kepada masyarakat, melainkan pengadaaan terbatas pada kantor pemerintahan dan beberapa aparatur desa. Jumlah responden yang mengetahui peran pemerintah dalam pengelolaan sampah terdapat pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37.

21 responden

Gambar 4.36. Jumlah Responden yang Mengetahui Peran Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sampah (olah data, 2016)

11

Gambar 4.37. Jumlah Responden Menurut Demografi yang

Mengetahui Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah (olah data, 2016) 5. Program pemerintah daerah tentang pengelolaan sampah

(66)

(44 %) dan sosialisasi yaitu 62 responden (56 %). Jumlah responden yang mengetahui program pemerintah dalam pengelolaan sampah terdapat pada Tabel 4.30.

Tabel. 4.30. Jumlah Responden yang Mengetahui Program Pengelolaan Sampah yang Telah Dilakukan Pemerintah Daerah

No Jawaban

1. Sosialisasi 48 44 %

2. Pembagian tong sampah 62 56 %

Jumlah 110 100 %

Sumber : Olah data, 2016 a. Sosialisasi

Sebanyak 48 responden mengetahui bahwa pemerintah daerah telah melakukan penyuluhan untuk pengelolaan sampah. Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu 18 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 10 responden, berpenghasilan dibawah Rp. 500.000 yaitu 17 responden, berumur 15 - 30 tahun sebanyak 18 responden dan berumur 30 – 45 tahun yaitu 16 responden, serta 25 responden perempuan dan 23 responden laki–laki. Jumlah responden menurut yang mengetahui program sosialisasi pengelolaan sampah terdapat pada Gambar 4.38.

18

(67)

b. Pembagian tong sampah

Sebanyak 62 responden (56 %) mengetahui bahwa pemerintah daerah telah menyediakan sarana penanganan sampah berupa tong sampah. Responden tersebut adalah yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu 27 responden, bekerja sebagai PNS yaitu 18 responden. Responden dengan tingkat pendapatan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 yaitu 17 responden dan yang pendapatannya Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 yaitu 14 responden. Responden tersebut berumur berumur 30 - 45 tahun yaitu 29 responden serta sebagian besar merupakan laki –

laki yaitu 36 responden. Jumlah responden menurut demografi yang mengetahui program pemerintah daerah berupa penyediaan tong sampah terdapat pada Gambar 4.39 dan selengkapnya pada Lampiran 12.

Menurut keterangan Kepala Seksi Analisis Dampak Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Nias Barat, bahwa pemerintah daerah telah melaksanakan pembagian tong sampah. Sasaran pembagian tong sampah masih terbatas kepada kantor pemerintahan yang dilaksanakan pada tahun 2014. Setelah itu tidak ada lagi program pemerintah terkait pengelolaan sampah terutama pengadaan sarana dan prasarana persampahan.

27

(68)

4.9. Rekomendasi Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah pada dasarnya merupakan tindakan yang secara terpadu yang bertujuan untuk memberikan manfaat baik secara ekonomi, sehat dan aman bagi masyarakat serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan sampah agar mempunyai nilai untuk dapat diolah menjadi lebih bermanfaat adalah melakukan pengurangan sampah, penanganan sampah, pemanfaatan sampah, dan peningkatan kapasitas.

1. Pengurangan sampah

Kebijakan pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah yaitu :

a. Pembatasan timbulan sampah yang dimulai pada proses produksi yaitu mengembangkan kemasan atau menggunakan produk yang dapat didaur ulang dan terurai di alam. Disamping itu juga masyarakat harus dapat mengurangi penggunaan kantong plastik.

b. Penerapan program 3R (reduce, reuse, dan recycle) dapat diterapkan untuk membatasi bahkan mengurangi banyaknya timbulan sampah. Reduce dapat dilakukan dengan cara mengubah pola hidup konsumtif yang boros menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah, mengurangi penggunaan plastik, dan menggunakan produk yang diisi ulang. Reuse merupakan penggunaan kembali suatu produk yang telah menjadi

sampah tanpa harus melalui pengolahan menjadi bahan yang bermanfaat Reuse dapat dilakukan dengan cara menggunakan wadah/kantong yang dapat

Gambar

Gambar 4.1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Nias Barat (Bappeda Nias Barat, 2016)
Gambar 4.2. Peta Wilayah Penelitian (Bappeda Nias Barat, 2016)
Gambar 4.4. Penggunaan Tong Sampah (2016)
Tabel 4.5. Timbulan Sampah Non Rumah Tangga Perkapita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Tingkat Upah dengan Produktivitas Tenaga Kerja Pada Perusahaan Kecap Sumber Rasa di Desa Temukus Tahun 2014 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas tenaga kerja

UPAYA MENGEMBANGKAN NILAI KERJASAMA DAN KELINCAHAN MELALUI PEMBELAJARAN PERMAINAN TRADISIONAL GALAHASIN. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. © Detta Melsya Ratni Sari 2016

Apakah terdapat pengaruh emotional exhaustion dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kudus2.

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir beserta laporannya

teknik seperti shot peening atau surface rolling. Dengan proses shot peening, lapisan permukaan bahan akan mengalami deformasi plastis sampai kedalaman tertentu

b) Desain kontrol optimal PSS dan FACTS menggunakan Craziness Particle Swarm Optimization (CRPSO) pada sistem interkoneksi Jawa-Bali 500 kV [8], didapatkan hasil penalaan