• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Kreditur Yang Memberikan Pinjaman Kredit Tanpa Agunan (Studi Bank BNI Cabang Balige) Chaptr III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Kreditur Yang Memberikan Pinjaman Kredit Tanpa Agunan (Studi Bank BNI Cabang Balige) Chaptr III V"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGATURAN PINJAMAN TANPA AGUNAN DI INDONESIA

A. Pengertian Agunan

Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa untuk memperoleh keyakinan dalam pemberian kredit, bank selaku kreditur harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Sehingga dapat dilihat bahwa agunan adalah merupakan salah satu faktor penting yang dipertimbangkan pihak perbankan dalam memberikan fasilitas kredit. `

Perihal agunan, pada dasarnya pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun di dalam praktek perbankan istilah tersebut dibedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan diartikan sebagai barang/benda yang berharga atau memiliki nilai ekonomis, yang dijadikan jaminan tambahan dari utang nasabah debitur.

(2)

material, surat berharga, garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.” Pasal 3 SK tersebut, menyebutkan pula bahwa agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, dan barang lain, surat berharga atau garansi resiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan.

Menurut Try Widiyono, ”Agunan adalah benda bergerak dan tidak bergerak yang diserahkan debitur kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan.”27

Menurut Prof. Tan Kamello, jaminan kredit dalam arti luas bukan saja persoalan agunan yang diberikan nasabah debitur tetapi juga meliputi faktor-faktor lain seperti bonafiditas dan prospek usaha. Jaminan kredit dalam arti sempit hanya ditujukan kepada benda agunan yang diberikan nasabah debitur yang lazim disebut dengan jaminan tambahan berupa harta benda.28

Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa agunan adalah berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak serta faktor-faktor lain seperti, bonafiditas dan prospek usaha yang dapat membentuk keyakinan dari pihak bank (kreditur) dalam memberikan suatu kredit kepada nasabah debitur.

Agunan adalah merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian kredit, dimana agunan yang diserahkan kepada bank dapat meningkatkan tingkat kepercayaan kreditur kepada nasabah debitur. Mengenai fungsi dari agunan itu

(3)

sendiri dalam praktek sehari-hari bahwa agunan memiliki fungsi yang sama dengan fungsi jaminan, sehingga dapat dilihat bahwa fungsi/ kegunaan agunan kredit adalah sebagai berikut:

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji , yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil; 3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya

mengenai pembayaran kembali dengan syarat-syarat yang disetujui agar debitur dan/ atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. 29

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapatlah diketahui bahwa fungsi dari agunan kredit adalah sebagai sarana pengamanan pelunasan kredit apabila dikemudian hari debitur melakukan tindakan yang melanggar janji/ cidera janji atau wanprestasi.

(4)

sedangkan untuk agunan perorangan (hak-hak penanggungan) dibagi menjadi

personal guarantee dan corporate guarantee.30

Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1998 menyatakan bahwa : ”... Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, maka agunan dapat hanya berupa barang, proyek, hak tagih yang dibiayai dari kredit kredit yang bersangkutan. Tanah yang pemiliknya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan...”

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1998 tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua jenis agunan, yaitu :

1. Agunan Pokok

Merupakan barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang yang dibeli dengan kredit yang dijaminkan, proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan maupun tagihan-tagihan nasabah debitur.

2. Agunan Tambahan

Merupakan barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambahakan sebagai agunan.

(5)

B. Kredit Tanpa Agunan

Apabila dilihat secara etimologis, kata kredit berasal dari bahasa romawi/latin yaitu ”credere” yang artinya kepercayaaan. Sehingga berdasarkan

hal tersebut dapat disebutkan bahwa kredit adalah sebuah kepercayaan, dimana pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan dari pihak bank selaku kreditur, bahwa pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali dengan aman dan menguntungkan, serta fasilitas kredit yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan rencana sebagaimana diatur dalam dokumen perkreditan yang telah disepakati oleh pemohon kredit (debitur) dengan pihak perbankan (kreditur).

Secara umum di dalam prakteknya bahwa kredit adalah identik dengan adanya jaminan atau agunan. Dimana dalam pemberian kredit pihak kreditur sering meminta barang/ harta si debitur sebagai jaminan atau agunan untuk pelunasan utang debitur apabila si debitur tidak melakukan pelunasan/ pembayaran atas utang-utangnya. Namun pada saat sekarang ini bank memberikan peluang kepada nasabah debitur yang ingin memperoleh fasilitas kredit tanpa disertai dengan adanya agunan/ suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut, dengan fasilitas ini akan sangat meringankan dalam melakukan pinjaman, kredit ini disebut dengan nama Kredit Tanpa Agunan.

(6)

pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain bahwa kemampuan melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan pengganti jaminan.31

Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau

negative pladge atau clean basic dipahami sebagai makna kata apa adanya hal

tersebut dapat menyesatkan calon kreditur, karena secara arti kata, makna kata tersebut tidak selaras dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 8 dan Penjelasannya. Dalam ketentuan tersebut, antara lain diatur bahwa dalam pemberian kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka tidak mungkin dalam pemberian kredit tidak didukung oleh adanya agunan yang memadai karena tidak mungkin timbul keyakinan untuk memberikan fasilitas kredit jika debitur tidak mempunyai agunan yang memadai, oleh karena itu pengertian pemberian Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau negative pladge atau clean basic harus

dilihat dari sudut pandang yang lain, seperti dalam hukum perdata.32

Dilihat dari hukum perdata, pengertian agunan kredit antara lain diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Sehingga dengan demikian Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah tidak hanya

      

(7)

menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitur demi hukum menjadi agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya kepada kreditur yang megutanginya (berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang), tetapi juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan yang timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang.

Harta benda yang diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan harta benda yang menjadi tanggungan kredit yang bersifat konkruen dimana pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan (Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Menurut pendapat Safir Senduk, tujuan penggunaan Kredit Tanpa Agunan ini bermacam-macam, dapat dibagi menjadi beberapa bentuk pinjaman yaitu: 1. Kredit usaha

Adalah kredit yang digunakan untuk membiayai perputaran usaha atau bisnis sehingga menghasilkan sesuatu yang produktif, seperti usaha perdagangan, usaha industri rumah tangga, usaha jasa konsultasi, dan lainlain.

2. Kredit konsumsi

(8)

tidak mampu membayar pinjamnnya akan lebih besar sehingga pada umumnya suku bunga yang dibebankan kepada nasabah untuk kredit konsumsi akan lebih besar ketimbang bunga kredit untuk tujuan usaha.

3. Kredit serba guna

Adalah kredit yang bisa digunakan untuk tujuan apa saja, bisa untuk konsumsi maupun untuk usaha.33

C. Jenis-jenis Perjanjian Kredit Dalam Praktis Bank BNI

Saat ini bank BNI telah semakin berkembang dan mempunyai berbagai produk perbankan, dan tentunya beberapa produk kredit yang dapat diterima oleh masyarakat, yaitu:

1. BNI Griya

Adalah fasilitas kredit untuk pembelian rumah tinggal, apartemen, rumah

susun, ruko/ rukan, rumah peristirahatan (villa), dan pembelian kavling/tanah

matang di real estate yang konstruksinya dibiayai oleh BNI.

2. BNI Griya Multiguna

Yaitu fasilitas kredit yang diberikan kepada masyarakat dengan menjaminkan rumah tinggalnya kepada pihak bank untuk mendapatkan suntikan dana baik untuk merenovasi atau semacamnya.

3. BNI Fleksi

Yaitu fasilitas kredit yang diberikan kepada karyawan yang sistem pembayaran gajinya dibayar melalui Bank BNI. saat ini sistem seperti ini populer disebut Kredit Tanpa Agunan sampai maksimal 100 juta rupiah.       

(9)

4. BNI Oto

Adalah fasilitas kredit yang disediakan oleh bank BNI untuk pembelian kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4 dengan jaminan berupa kendaraan bermotor yang dibiayai tersebut.

5. BNI Cerdas

Produk layanan ini memberikan kemudahan memperoleh kredit tanpa agunan untuk biaya pendidikan pre-school hingga pasca sarjana pada lembaga pendidikan di dalam negeri yang terakreditasi (diakui) pada Departemen Pendidikan Nasional dan telah berdiri (beroperasi) minimal 3 tahun.

6. BNI Instant

Suatu bentuk produk layanan kredit yang memberikan dana segar bebas pakai tanpa adanya pencairan deposito, produk ini diberikan kepada orang-orang yang memiliki deposito, tabungan, dan giro dari BNI.

7. BNI Wirausaha

Adalah sebuah produk kredit yang mendukung usaha kecil lewat pemberian kredit usaha produktif kepada perorangan maupun badan hukum, yang meliputi seluruh sektor ekonomi yang layak dibiayai.

8. BNI Kartu Tunai

(10)

D. Kriteria Penilaian Kredit

Dalam setiap transaksi pemberian kredit, ditinjau dari sisi hukum selalu melahirkan suatu perikatan, yang terdiri dari pemberi kredit (kreditur) di satu pihak dan penerima kredit (debitur) di pihak lain.

Dalam setiap pemberian kredit, selalu harus melalui pertimbangan dan penilaian yang teliti dan cermat sebagai salah satu upaya memperkecil resiko pemberian kedit. Demikian pula pemanfaatan kredit oleh debitur haruslah maksimal sesuai dengan tujuannya, sehingga pengembalian kredit oleh debitur itu tidak memberatkan debiturnya. Oleh karena itulah diperlukan adanya analisa dan prosedur pemberian kredit yang tepat dan berdaya guna.

Prinsip-prinsip pemberian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan “Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib memiliki keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dalam memberikan kredit bank harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah

untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.

Dalam pemberian kredit kepada debitur, terdapat berbagai macam metode analisa mengenai kelayakan pemberian kredit. Pada umumnya analisa kredit yang dipergunakan adalah "formulasi 4P, formulasi 5C dan formulasi 3R".34

      

(11)

Adapun yang dimaksud dengan Formula 4P ialah:35 1. Personality

Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, dan lain- lain.

2. Purpose

Bank harus mencari data mengenai tujuan pemohon untuk mendapatkan kredit atau apakah penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan.

3. Prospect

Bank dalam hal ini harus meneliti secara cermat mengenai usaha apa yang akan ditekuni oleh pemohon kredit. Misalnya apakah usaha si pemohon kredit ke depannya memiliki prospek yang bagus yang mana berpengaruh di bidang ekonomi maupun sosial masyarakat di kemudian hari.

4. Payment

Dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas kemampuan dari pemohon untuk melunasi kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

Mengenai formula 5C dapat diartikan sebagai berikut:36 1. Character (watak kepribadian)

(12)

dapat diartikan sebagai kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit. Calon debitur harus memiliki watak atau karakter yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan kegiatan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha- usaha yang sejenis.

2. Capital (modal)

Bank terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, tetapi lebih difokuskan kepada cara pendistribusian modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

3. Collateral (jaminan/agunan)

Merupakan jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya debitur di kemudian hari dalam hal terjadinya kredit macet. Jaminan ini diharapakan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

4. Capacity (kemampuan)

Yang dimaksudkan dengan capacity adalah kemampuan calon debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan

(13)

sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan serta menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dilakukan dengan berbagai pendekatan misalnya pendekatan materiil dengan melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon debitur, kemampuan, dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

5. Condition of Economy (kondisi ekonomi)

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan formula 3R ialah: 1. Returns/Returning (hasil yang dicapai)

Returns adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai calon debitur setelah

memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjamannya dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur bersangkutan maka kredit diberikan dan begitu pula sebaliknya.

(14)

Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu

pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi usahanya tetap berjalan. 3. Risk Bearing Ability

Risk bearing ability adalah memperhitungkan besarnya kemampuan calon

debitur untuk menghadapi risiko, apakah risikonya besar atau kecil. Kemampuan debitur menghadapi risiko ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika

risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan dan

sebaliknya.

Disamping formulasi 4P, formulasi 5C dan formulasi 3R yang digunakan sebagai pedoman dalam penilaian terhadap debitur, dalam proses pemberian kredit bank berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu:38

1. Prinsip kepercayaan

Pemberian kredit selalu didasarkan dengan rasa kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukkannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Prinsip kehati-hatian (prudential principle)

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menjalankan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk penerapan

      

(15)

secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

Dengan memperhatikan dasar-dasar pemberian kredit yang telah diuraikan, diharapkan analisis kredit yang dilakukan oleh bank dalam pemberian kredit dapat mengurangi resiko kredit.

E. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Macet

Salah satu tindakan penyelamatan kredit dilakukan dengan merestrukturisasi kredit debitur dengan harapan debitur akan dapat kembali lancar memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Penyelamatan kredit dapat dilakukan antara lain dengan melakukan upaya restructuring, rescheduling ataupun reconditioning

(16)

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya

menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik yang meliputi perubahan besarnya atau tidaknya angsuran. Secara khusus rescheduling bertujuan untuk :

a) Debitur dapat menyusun dana langsung “cash flow” secara lebih pasti.

b) Memastikan pembayaran yang lebih tepat.

c) Memungkinkan debitur untuk mengatur pembayaran kepada pihak lain selain bank.

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh

syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang idak menyangkut perubahan maksimun saldo kredit. Upaya penyelamatan kredit secara

reconditioning bertujuan untuk:

a) Menyempurnakan legal documentation.

b) Menyesuaikan kemampuan membayar debitur dengan kondisi yang terjangkau oleh debitur (angsuran pokok, denda, bunga, penalti dan biaya-biaya lainnya).

c) Memperkuat posisi bank.

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang

menyangkut:

a) Penambahan dana bank

(17)

c) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

Secara khusus restructuring bertujuan untuk:

a) Memberikan kesempatan kepada debitur untuk berusaha kembali melalui penambahan dana oleh bank, jika permasalahan yang dihadapi oleh debitur adalah berkaitan dengan masalah kesulitan dana.

b) Memperbaiki kollekbilitas pinjaman debitur melalui tunggakan bunga, denda, pinalti ataupun biaya-biaya lainnya.

c) Memperkecil tindakan penyelamatan atas kredit dengan kollebilitas pinjaman kurang lancar, diragukan dan macet. Seluruhnya harus atas persetujuan komite kredit/ sub komite kredit penanangan kredit bermasalah sesuai batas wewenang masing-masing.

Tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan Bank dalam kegiatan usaha perkreditan sebagai upaya agar debitur dapat memenuhi kewajibannya, dilakukan antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Perpanjangan jangka waktu kredit.

2. Perubahan jadwal pembayaran/ angsuran (termasuk perubahan jumlah angsuran baik atas pokok, bunga, denda atau biaya-biaya lain, perubahan

grace periode).

3. Pengurangan tunggakan pokok kredit . 4. Penurunan suku bunga kredit

(18)

7. Pengambil-alihan asset debitur sesuai ketentuan yang berlaku.

8. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur.

Perpanjangan jangka waktu kredit dan perubahan jadwal pembayaran/ angsuran dikenal dengan istilah Rescheduling. Tindakan hukum dalam rangka

realisasi rescheduling dilakukan dengan pembuatan addendum terhadap akta

perjanjian kredit dan atau akta pengakuan hutang. Pelaksanaan pengurangan tunggakan pokok kredit dapat dilakukan dengan cara antara lain:

a. Bank meminta kepada debitur atau dalam hal debiturnya perseroan agar debitur atau pemegang saham perseroan melakukan penyetoran fresh fund

sebagai tambahan modal perusahaan debitur maupun atas sebagian atau seluruh

fresh fund tersebut dapat digunakan untuk membayar tunggakan pokok kredit.

b. Perubahan tunggakan pokok kredit (baik perubahan sebagian atau seluruhnya) menjadi pokok kredit yang tidak menunggak dengan mengundurkan jangka waktu pembayaran, sehingga atas kredit yang semula menunggak selanjutnya menjadi tidak menunggak.

Penurunan suku bunga kredit atau perubahan suku bunga kredit atau perubahan syarat-syarat kredit lainnya (seperti provisi, commitment fee, perubahan

agunan, perubahan Covenant) baik disertai rescheduling atau tidak dapat

dikelompokkan dalam pengertian reconditioning, dalam hal yang demikian

tindakan hukum yang dapat dilakukan atas dokumen kredit yang telah ada adalah pembuatan addendum terhadap akta perjanjian kredit dan atau akta pengakuan

(19)

Dalam praktek yang termasuk dalam kategori reconditioning adalah

penggantian debitur atau penggantian kreditur. Hal-hal ataupun tindakan hukum yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan reconditioning karena penggantian

kreditur antara lain:

a. Pembuatan akta novasi terhadap akta perjanjian kredit atau akta pengakuan hutang dibuat dalam bentuk akta perjanjian kredit atau akta pengakuan hutang baru. Novasi karena perubahan debitur disebut novasi subyektif pasif dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mencantumkan klausula yang menyatakan secara tegas pemberlakuan jaminan yang digunakan untuk menjamin kredit kepada debitur lama tetap dipertahankan untuk menjamin kredit debitur baru yang mengambil-alih, kecuali terhadap sebagian jaminan yang dilepas dan atau diganti.

2. Mencantumkam secara rinci syarat-syarat, type dan struktur kredit pada akta

novasi ini, seperti mencantumkan yang demikian pada akta perjanjian kredit pada saat pemberian kredit baru.

b. Melakukan Review serta analisis hukum seperti pada waktu pemberian kredit

baru kepada debitur.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal terjadi reconditioning karena

penggantian kreditur antara lain:

(20)

1. Membuat akta novasi subyektif aktif dengan mencantumkan klausula yang menyatakan secara tegas pemberlakuan jaminan yang digunakan untuk menjamin kredit debitur lama tetap dipertahankan untuk menjamin kredit debitur baru yang telah diambil-alih (memenuhi ketentuan pasal 1421 KUH Perdata).

2. Mencantumkam secara rinci syarat-syarat, type dan struktur kredit pada akta

novasi ini, seperti mencantumkam yang demikian pada akta perjanjian kredit pada saat pemberian kredit baru.

Jika terjadi penggantian jaminan secara kaseluruhan lazimnya tidak dibuat novasi subyektif aktif tapi dibuatkan akta perjanjian kredit baru dan atau akta pengakuan hutang baru, selanjutnya dalam akta-akta tersebut ditegaskan bahwa realisasi dana kredit digunakan untuk membayar hutang debitur kepada kreditur lama.

Pengurangan tunggakan bunga dikelompokkan sebagai upaya

restrukturisasi dalam bentuk atau pola reconditioning yang antara lain dengan:

a. Syarat batal yakni setelah diberikan pengurangan tunggakan bunga ternyata debitur tidak beritikad baik untuk memperbaiki kualitas kreditnya, maka tunggakan bunga menjadi kembali pada keadaan semula.

b. Pola pemberian pengurangan tunggakan bunga dapat ditempuh dengan cara pembebasan tunggakan bunga yang akan dikurangkan dengan pembuatan surat pembebasan bunga dengan syarat batal melalui pembuatan offering letter

(21)

ketentuan suku bunga selama jangka waktu tertentu sesuai perhitungan pengurangan yang akan dilakukan.

c. Mengenai alternatif yang akan dipilih lazimnya didasarkan pada kewenangan yang dimiliki pejabat kredit yang bersangkutan.

Penambahan fasilitas kredit (termasuk perubahan fasilitas kredit) baik disertai rescheduling ataupun reconditioning maupun tidak termasuk dalam

kelompok upaya penyelamatan kredit dengan pola restrukturing. Tindakan hukum

yang harus dilakukan jika diputuskan untuk adanya penambahan/ perubahan fasilitas kredit adalah dengan membuat addendum akta perjanjian kredit.

Penambahan fasilitas kredit tidak dibenarkan jika digunakan untuk melunasi pokok atau mengkonversi bungan menjadi pokok (plafondering).

Pengambil-alihan asset debitur sesuai ketentuan yang berlaku merupakan

sebagian dari pola restrukturisasi kredit, yang secara yuridis dapat diikuti dengan

pembuatan addendum akta perjanjian kredit dan atau akta pengakuan hutang

dalam bentuk akta perubahan jaminan.

Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur hanya dapat dilakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Kurang Lancar, Diragukan, Macet dengan ketentuan:

a. Penyertaan tersebut harus ditarik kembali jika telah melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun atau perusahaan tempat penyertaan tersebut telah memperoleh laba kumulatif artinya laba setelah diperhitungkan dengan kerugian

(22)

c. Harus dihapus-bukukan “write off” jika melebihi 5 (lima) tahun tidak dapat

dikembalikan.

Tindakan hukum yang harus dilakukan adalah dengan pembuatan akta novasi obyektif, dikatakan demikian karena ternjadinya perubahan obyek dari uang piutang menjadi penyertaan modal sementara. Bank yang semula menjadi kreditur selanjutnya menjadi pemegang saham perusahaan debitur.

Upaya awal yang ditempuh bank pada saat dilakukannya upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit debitur yang bermasalah adalah dengan terlebih dahulu melakukan negosiasi, bank berharap dengan negoisasi para debitur tersebut akan secara transparan atau terbuka menceritakan kondisi rill usaha ataupun perusahaannya baik atas manajemen maupun kondisi financialnya yang menyebabkan debitur mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjamannya kepada bank. Bank dalam kondisi yang demikian dengan ditunjang profesionalisme yang memadai dalam hal ini baik oleh Account Officer (AO)

(23)

menghasilkan nett cash flow dengan prospek usaha yang baik. Secara garis besar

pada setiap kredit bermasalah ada tiga hal pokok yang harus selalu diperhatikan sebelum upaya penyelamatan kredit dilaksanakan yang dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah the three C’s of problem loan yang terdiri atas; Character,

Capacity dan Condition.39

Bank sebelum me-restructure kredit debitur harus melakukan pemeriksaan

dan analisis yang intensif dan integral menyeluruh atas segala aspek yang melekat pada debitur. Sesuai Surat Keputusan Direksi BI No.31/150/Kep/DIR tanggal 12 Nopember 1998 dan SE BDI No.SE:DIR-RMC-010 tanggal 1 Mei 1998 sebelum melakukan restrukturisasi kredit, bank harus/ wajib melakukan analisis dengan melakukan review terhadap aspek hukum debitur/ pemberi jaminan, agunan kredit

dan pengikatannya, serta proyek/usaha yang dibiayai dengan kredit yang akan direstrukturisasi secara menyeluruh seperti halnya me-review aspek hukum calon

(24)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KREDITUR YANG MEMBERIKAN PINJAMAN KREDIT TANPA AGUNAN

A. Sebab-sebab Terjadinya Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan dalam bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. Pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Kredit Tanpa Agunan dikenal dengan nama BNI Fleksi.

BNI Fleksi adalah merupakan fasilitas Kredit Tanpa Agunan yang diberikan kepada pegawai/pensiunan pemegang rekening Taplus yang mempunyai penghasilan tetap (regular income), dengan maksimum kredit disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan gaji atau penghasilan masing-masing calon debitur, namun disini ada dipersyaratkan jaminan yang berupa :

a. Surat Kuasa dari debitur kepada Bendaharawan untuk memotong gaji/hak pegawai/pensiunan yang bersangkutan dan menyetorkan rekening Taplus debitur, dan

b. Surat Pernyataan Kesediaan Bendaharawan untuk memotong gaji/hak pegawai/pensiunan yang bersangkutan, dan

c. Asli SK pengangkatan terakhir, atau asli Kartu Taspen, atau ijasah terakhir, atau lainnya.

(25)

1. Pegawai Aktif, terdiri dari :

a. Pegawai Negeri termasuk Pegawai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) b. Pegawai BUMN/BUMD

c. Pegawai Perusahaan Multinasional (PMN)/ Perusahaan Penanaman Moda Asing (PMA) berbadan hukum Indonesia

d. Pegawai Perusahaan Swasta Dalam Negeri. 2. Anggota TNI/POLRI

3. Pensiunan

a. Pensiunan PNS/ BHMN/ BUMN/ BUMD b. Purnawirawan TNI/POLRI

Setelah menentukan sasaran/ siapa saja yang patut diberikan BNI Fleksi dan juga telah menentukan jumlah maksimum kredit yang dapat diberikan, maka hal yang selanjutnya adalah mengenai pola pemberiannya, dimana pola pemberian BNI Fleksi dapat dilakukan dengan pola sebagai berikut :

a. Pola non kerjasama atau perorangan/ individu, yaitu pemberian BNI Fleksi kepada individu pemohon secara langsung dan diproses dengan sistem skoring. b. Pola kerjasama, yaitu pemberian BNI Fleksi melalui kerjasama dengan instansi/

perusahaan maupun Koperasi Karyawan sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemberian BNI Fleksi dengan pola kerjasama dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pola Kerjasama Standar, adalah :

(26)

b) Analisa kredit secara individu pemohon

c) Proses kredit dilakukan oleh Sentra Kredit Konsumen (SKK)/ Cabang STA

2. Pola Kejasama Non Standar, adalah :

a) Sistem pengajuan permohonan kredit dilakukan secara kolektif (dikordinir oleh instansi atau perusahaan).

b) Analisa kredit berupa analisa atas pemberian plafond kepada instansi atau perusahaan/koperasi karyawan.

c) Proses kredit dilakukan oleh Divisi KSN.

d) Bentuk pola Kerjasama Non Standar berupa kerjasama pemberian plafond kepada Instansi atau Perusahaan tempat pemohon bekerja atau Koperasi Karyawan.

Untuk menjadi Debitur Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi), calon nasabah debitur wajib mengajukan permohonan kredit secara tertulis dan dilengkapi dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk antara lain40 :

a. Usia pemohon :

1. Pegawai aktif minimal 21 tahun dan pada usia 55 tahun fasilitas BNI Fleksi harus sudah lunas.

2. Anggota TNI/POLRI minimal 21 tahun dan pada usia 55 tahun fasilitas BNI Fleksi harus sudah lunas.

      

4 Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara

(27)

3. Pensiunan/Purnawirawan TNI/POLRI, maksimal pada usia 65 tahun fasilitas BNI Fleksi harus sudah lunas.

Untuk pegawai aktif yang mempunyai usia pensiun tertentu dibuktikan dengan adanya surat keterangan/ surat keputusan dari instansi/ perusahaan yang berwenang, maka jangka waktu BNI Fleksi dapat disesuaikan dengan masa pensiunnya dan maksimal 65 tahun harus sudah lunas serta tetap memperhatikan batas maksimum jangka waktu kredit.

b. Penghasilan bersih

Mempunyai penghasilan bersih (regular income) dan mampu mengangsur dengan ketentuan besarnya penghasilan sebagai berikut :

1. Pola individu

a. Wilayah Jabodetabek minimal Rp. 1.500.000.- b. Luar wilayah Jabodetabek minimal Rp. 1.250.000.- 2. Pola kerjasama Rp. 1.000.000.-

c. Masa kerja : 1. Pegawai aktif

a. PNS (termasuk pegawai BHMN) atau BUMN/BUMD sejak diangkat sebagai pegawai.

(28)

dibuktikan dengan surat keterangan pernah bekerja pada instansi/ perusahaan dimaksud.

2. Anggota TNI/POLRI minimal 2 (dua) tahun sebagai anggota.

d. Sudah menjadi pemegang rekening tabungan pada BNI dan atau pada bank lain minimal 3 bulan dengan saldo rata-rata per bulan selama 3 bulan terakhir minimal Rp. 500.000.-

e. Memenuhi persyaratan administrasi lainnya, sebagai berikut : Persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh pegawai aktif :

1. Mengajukan permohonan dengan mengisi formulir aplikasi permohonan kredit konsumen serta wawancara langsung dengan yang menangani kredit. 2. Surat Nikah (apabila telah menikah)

3. Menyerahkan pas foto terbaru ukuran 4x6 (1 lembar) pemohon & suami/ istri.

4. Menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku dari pemohon & suami/ istri.

5. Menyerahkan fotocopy Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku.

6. Menyerahkan slip gaji asli terakhir pemohon dan/atau surat keterangan asli penghasilan lainnya yang sah.

7. Menyerahkan asli Surat Keterangan masa kerja dari atasan/ unit yang berwenang.

(29)

9. Surat Kuasa dari pemohon kepada bendaharawan untuk memotong/ menyalurkan gaji.

10. Surat Pernyataan Bendaharawan bersedia memotong gaji pemohon ke rekening Taplus BNI.

11. Khusus Pegawai BNI, surat rekomendasi/ pernyataan dari Pemimpin Unit. 12. Menyerahkan fotocopy rekening koran/ tabungan 3 bulan terakhir.

Setelah calon nasabah debitur mengajukan permohonan kredit secara tertulis dan telah memenuhi persyaratan-persyaratan seperti diuraikan sebelumnya, maka Unit Proses Kredit akan melakukan proses analisa kredit.

Langkah-langkah proses analisa kredit antara lain sebagai berikut : a. Pengumpulan data

Pengumpulan data-data/dokumen-dokumen persyaratan kredit dari calon nasabah debitur untuk keperluan proses analisa kredit.

b. Pre-screening

Suatu tindakan atau proses evaluasi awal sebelum proses analisa lebih lanjut dilakukan.

c. Verifikasi data

(30)

Selain itu juga dengan melakukan On the Spot Checking (OTS) yaitu kunjungan langsung ke tempat usaha/domisili calon nasabah debitur, hal ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran data dengan melihat secara fisik tempat usaha/domisili dan agunan, serta menggali aktifitas usaha debitur. Selain itu juga metode yang juga dilakukan dalam verifikasi data adalah dengan menggunakan Bank Checking yaitu tahap yang digunakan untuk mengamati tentang riyawat atau catatan dari calon nasabah debitur dalam hal apakah calon nasabah debitur memiliki kredit pada bank-bank lain, bagaimana status kreditnya apakah kredit tersebut bermasalah atau tidak. Hal ini dapat diketahui melalui sistem informasi debitur individual kepada Bank Indonesia atau sering disebut dengan BI Checking.41

d. Analisa data

Tahap untuk menganalisa lebih lanjut data-data/dokumen-dokumen yang telah diperoleh/dikumpulkan sebelumnya.

e. Penetapan struktur fasilitas

Langkah akhir dalam analisa kredit konsumen maupun analisa proses kerjasama yang merupakan kesimpulan dari hasil analisa yang akan

diusulkan kepada pejabat yang berwenang untuk mendapat keputusan.42

Menurut Johannes Ibrahim, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur bank, sehingga berpengaruh terhadap kredit yang diberikan, yaitu:

      

4 Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara

Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016. 

(31)

a. Analisis kredit yang kurang memuaskan tentang kemampuan manajemen debitur.

b. Analisis laporan keuangan yang tidak memadai. c. Persyaratan yang tidak baik dalam pemberian kredit.

d. Peninjauan dan pemeriksaan yang kurang baik atas kredit yang tanggung-tanggung.

e. Terlalu menekan pada laba dan perkembangan bank. Kebijaksanaan kredit yang terlalu longgar pada teman pribadi atau teman direktur dan pejabat eksekutif.43

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dilihat bahwa kriteria penilaian kreditur dalam pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk didasarkan pada prinsip kehati-hatian (antara lain dengan melakukan analisa sebelum kredit diputus dan memonitor kredit) dan dilakukan dengan seleksi yang ketat dengan menerapkan prinsip 5C. Kriteria penilaian dengan Prinsip 5C tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Watak (Character), yaitu tentang kepribadian dari calon debitur seperti sifat

(32)

antara lain, mewawancari calon nasabah debitur, dan juga dengan meneliti tentang bagaimana pekerjaan atau usaha dari calon nasabah debitur ke tempat kerjanya, dan menanyai bagaimana karakter calon nasabah debitur dalam kesehariannya kepada tetangga ataupun kepada kepala desa setempat.

2. Kemampuan (Capacity), yaitu penilaian atas kemampuan/kapasitas dari calon

nasabah debitur yang dapat diketahui dari kecakapan/ keahlian yang dimilik dari calon nasabah debitur dalam melakukan pekerjaanya atau mengelola usahanya. Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan

dalam membayar, dimana debitur yang baik akan selalu memikirkan mengenai pembayaran kembali hutang-hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Dalam hal yang demikian juga diterapkan Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dimana pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) dibatasi hanya untuk pegawai/ pensiunan pemegang rekening Taplus yang mempunyai penghasilan tetap (regular income).

3. Modal (Capital), yaitu modal atau kondisi kekayaan yang dimiliki oleh calon

nasabah debitur. Sehingga dapat diketahui apa yang akan dijadikan modal calon nasabah debitur dalam melakukan pekerjaan atau usahanya ataupun yang digunakan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga dari kondisi ini dapat dinilai apakah layak calon nasabah debitur diberi kredit/pinjaman, dan berapa besar jumlah kredit/pinjaman yang layak untuk diberikan.

4. Agunan (Collateral), dimana tidak ada benda berharga/ barang yang memiliki

(33)

pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang dijadikan agunan hanya berupa agunan immaterial saja yaitu sebagai berikut : Asli SK pengangkatan terakhir, atau asli Kartu Taspen, atau ijasah terakhir, atau lainnya.

5. Kondisi (Condition), dimana pihak kreditur menilai mengenai bagaimana

kondisi ekonomi, sosial, politik, budaya, peraturan perundang-undangan yang ada dan sebagainya yang dapat mempengaruhi pekerjaan atau usaha yang dimiliki oleh si debitur. Dengan kata lain perlu mempertimbangkan antara faktor kondisi ekonomi pada kurun waktu pemberian kredit. Sebagai contoh disaat terjadinya krisis moneter, maka akan sangat beresiko apabila kreditur dalam kondisi yang demikian memberikan kredit/pinjaman kepada debitur.44

(34)

bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.45

Menurut Veitzhal Rivai dan Andria Permata Veitzhal, ada beberapa pengertian tentang kredit bermasalah, antara lain:

1. Kredit yang didalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank;

2. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

3. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokok-pokoknya dan/atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan;

4. Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank;

5. Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai dengan perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

6. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga,

(35)

pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan; kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet, serta golongan lancar yang berpotensi meningkat.46

Salah satu fungsi terpenting dari bank adalah fungsi kontrol, dimana bank mengontrol agar kredit yang diberikan dipegunakan sesuai dengan peruntukannya. Untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah maka perlu diterapkan prinsip kehati-hatian oleh bank sehingga perlu diperhatikan kolektifitasnya yang dimuat dalam berbagai peraturan, yaitu :

a. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR, yang kemudian diganti dengan SK Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR;

b. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif;

c. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif;

d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI/2002 tentang Perubahan SK Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998;

(36)

kolektibilitas kredit, yaitu: Lancar, Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Berdasarkan peraturan perbankan tersebut, ukuran yang digunakan untuk membedakan masing-masing kriteria tersebut adalah Prospek Usaha, Kondisi Keuangan, dan Kemampuan Membayar.47

Berdasarkan ketentuan diatas, maka menurut Hermansyah jenis kredit berdasarkan kolektifitasnya, terbagi atas:

1. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria : a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga cepat, b. Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai 2. Kredit dalam perhatian khusus, apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau

b. Kadang-kadang terdapat cerukan; atau c. Mutasi rekening relatif rendah; atau

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kredit Kurang Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau

b. Sering terjadi cerukan; atau

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

      

(37)

d. Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Kredit yang Diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau

b. Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau

d. Terjadi kapitalisasi bunga; atau

e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5. Kredit Macet, apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.48

(38)

menjadi faktor kesengajaan dari nasabah debitur yaitu nasabah debitur melakukan pindah payroll (pindah rekening tabungan untuk pembayaran utang). Sedangkan yang menjadi penyebab kredit macet karena ketidaksengajaan dari nasabah debitur yaitu karena berhenti dari pekerjaannya, dan karena dipecat dari pekerjaannya/di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).49

Data-data mengenai kondisi kredit bank-bank tersebut selama kurun waktu tahun 2014 sampai dengan Juni 2016 dapat dilihat sebagai berikut:

Perbandingan Jumlah Kredit yang Disalurkan Pada PT. Bank BNI Cabang Balige Tahun 2014 - 201650

Tahun Jumlah Kredit Total Kredit

Tanpa Agunan Dengan Agunan

2014 1,423 45,831 47,254

2015 10,771 45,450 56,221

2016 13,553 45,181 58,734

Status Kredit

Pada PT. Bank BNI Cabang Balige Tahun 2014 - 201651

Tahun Lancar Dalam

Perhatian Kurang Lancar Diragukan Macet

2014 95,85% 2,76% 0% 4,24% 1,37%

2015 92,65% 6,03% 0,21% 0,002% 1,09%

2016 89,78% 6,20% 0% 3,01% 1,01%

Rekapitulasi Piutang Bermasalah Pada PT. Bank BNI Balige Tahun 2014 - 201652

Tahun Kredit Bermasalah Total

Tanpa Agunan Dengan Agunan

2014 0,95% 7,14% 8,37%

2015 11,60% 0,16% 11,76%

2016 0% 0,52% 0,52%

      

49 Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.

50 Data PT. Bank Negara Indonesia Tbk Kantor Cabang Balige yang diolah. 51Ibid.

(39)

B. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Berbicara tentang perlindungan hukum di dalam pemberian kredit, maka tidak akan terlepas dari perjanjian pemberian kredit yang telah disetujui oleh para pihak. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (atau disebut juga Asas Pacta Sunt Servanda), selain itu dalam perjanjian kredit yang telah disepakati tersebut juga terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sehingga para pihak yang telah mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut dapat mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.53

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa di dalam perjanjian kredit terdapat prestasi dari masing-masing pihak, dimana prestasi itu menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sehingga apabila salah satu pihak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati, maka dapat dikatakan bahwa salah satu pihak telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji.

(40)

1. Wanprestasi Pembayaran (Payment Default)

Dalam hal ini debitur dianggap melakukan wanprestasi apabila dia gagal melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo, atau tidak membayar biaya-biaya lainnya yang merupakan kewajibannya menurut perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang terkait. 2. Wanprestasi yang berhubungan dengan Representasi

Dalam suatu perjanjian kredit, biasanya terdapat bagian yang disebut Representasi atau Waransi, yang berisikan jaminan dari debitur akan kebenaran atau keabsahan tehadap tindakan-tindakan perusahaan maupun terhadap dokumen-dokumen yang ada. Apabila ada di antara hal tesebut yang kemudian ternyata tidak benar, maka debitur dianggap melakukan wanprestasi, yakni wanprestasi yang berhubungan dengan Representasi.

3. Wanprestasi yang berhubungan dengan Hal-hal yang dilarang (Covenant

Default)

Wanprestasi seperti ini dimaksudkan jika debitur melanggar salah satu hal yang biasanya diperinci dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh debitur (Negative Covenant). Yaitu Covenant yang berisikan larangan melakukan

merger, akuisisi, konsolidasi dan penjualan asset, larangan mengambil kredit yang lain, larangan membagi dividen, larangan melakukan perubahan-perubahan yang bersifat Corporate Change, larangan melakukan

transaksi-transaksi kecuali transaksi-transaksi sehari-hari yang normal (Arm’s Length

(41)

4. Wanprestasi atas kewajiban lain-lainnya

Dalam bagian ini biasanya ditegaskan bahwa kelalaian debitur terhadap pasal-pasal lain dalam perjanjian kredit tersebut selain pasal-pasal-pasal-pasal larangan-larangan bagi debitur, atau pasal tentang representasi dan waransi, juga dianggap terjadinya wanprestasi. Biasanya wanprestasi tersebut akan efektif setelah lewat jangka waktu tertentu (misalnya 14 hari) setelah ditegur oleh kreditur, tetapi debitur tidak berhasil memperbaiki kesalahannya.

5. Wanprestasi karena Perizinan

Ini adalah wanprestasi dari debitur yang timbul karena adanya izin-izin, persetujuan, pengesahan atau kuasa yang kemudian dibatalkan oleh yang berwenang dan/atau yang oleh debitur tidak berhasil diperolehnya dari yang berwenang, padahal oleh perjanjian kredit disyaratkan.

6. Wanprestasi Silang (Cross Default)

(42)

7. Wanprerstasi karena ada perubahan mendasar (Adverse Change Default)

Juga dianggap debitur dalam keadaan wanprestasi jika menurut pertimbangan kreditur telah terjadi perubahan yang mendasar yang akan berpengaruh terhadap kesanggupan debitur untuk membayar hutangnya. Perubahan tersebut tetapi tidak terbatas pada pergolakan politik, sosial atau ekonomi, atau perubahan bisnis debitur seperti penyitaan, pembebasan asset-asset debitur oleh pemerintah, atau pemberhentian manajemennya.

8. Wanprestasi karena kasus hukum (Judgement Default)

Apabila terdapat kasus pengadilan (perdata atau pidana) terhadap perseroan, pengurus/komisaris, ataupun terhadap para pemegang sahamnya, menurut pertimbangan kredit dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pembayaran hutang debitur ataupun terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya sehari-hari.

9. Wanprestasi karena Pailit (Bankrupty Default)

Debitur juga dianggap dalam keadaan wanprestasi jika dia (pribadi atau badan hukum) dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang atau dilikuidasi 10. Wanprestasi karena kelalaian perjanjian lain

(43)

11. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian

Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ditentukan kapan suatu prestasi kredit dari salah satu pihak atau kedua belah pihak telah selesai dilakukan. Misalnya jika diambil kredit untuk membangun proyek, maka sampai dengan tanggal tertentu proyek tersebut belum juga jadi, debitur yang bersangkutan dianggap dalam keadaan wanprestasi.54

Kredit bermasalah (non performing loan) merupakan resiko yang

terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Resiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah (non performing loan) di perbankan itu dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi. Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat

(44)

pokok kredit (haircut) sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Bank Indonesia

Nomor 7/2/PBI/2005 agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.55

Dalam pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi), apabila permohonan kredit debitur telah memperoleh persetujuan dari C&R Loan Center PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, maka kredit baru dapat dicairkan apabila calon nasabah debitur memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Pemohon menyerahkan dokumen asli jaminan dan dokumen administrasi berupa :

a) Asli Kartu Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) b) Asli Ijazah terakhir

c) Pemohon dan pasangan menandatangani ulang aplikasi kredit

d) Menandatangani Surat Pernyataan bahwa pemohon tidak berkeberatan apabila bank menghubungi pemohon atau atasan pemohon apabila pemohon wanprestasi terhadap perjanjian kredit yang telah didudukkan e) Menyerahkan surat pernyataan diatas materai untuk tidak memindahkan

rekening afiliasi gaji ke bank lain atau mengambil secara tunai dan memberi kuasa kepada BNI untuk melakukan pendebetan/memotong gaji melalui bendaharawan jika terjadi tunggakan

f) Surat Kuasa pemblokiran rekening afiliasi sebesar saldo minimal afiliasi ditambah 1 kali angsuran (pokok+bunga) samapai dengan kredit dinyatakan lunas oleh BNI

(45)

g) Membawa asli KTP (pemohon dan suami/istri), Kartu Keluarga, Akte Perkawinan, buku tabungan, dan NPWP dan materai 10 lembar

2. Perjanjian Kredit telah ditandatangani oleh pemohon dan pasangan pemohon. 3. Pemohon telah ditutup Asuransi Jiwa pada perusahaan asuransi yang ditunjuk

BNI.

4. Pemohon telah membuka rekening Taplus dengan minimal saldo blokir sampai dengan pinjaman lunas sebesar 1 (satu) kali angsuran.

Dari ketentuan di atas dapat dilihat bahwa apabila nasabah debitur melakukan kelalaian, tidak mampu, dan tidak mau mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu yang sudah ditentukan, maka Bank Negara Indonesia telah memperoleh perlindungan hukum melalui dokumen-dokumen serta akta-akta sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam persyaratan pencairan BNI Fleksi. Akta-akta dalam perjanjian kredit BNI Fleksi ini dibuat untuk mempermudah kreditur untuk menyelesaiakan masalah apabila kredit yang diberikan tersebut bermasalah atau bila nasabah debitur melakukan wanprestasi.

(46)

saksi-saksi) untuk membuktikan bahwa akta tersebut benar-benar ditandatangani oleh pihak yang membantah.

Selain perlindungan hukum seperti yang dibahas sebelumnya, apabila nasabah debitur melakukan wanprestasi dalam hal tidak melakukan pembayaran hutangnya sehingga mengakibatkan terjadinya kredit macet, maka kreditur dapat melakukan langkah penyelesaian kredit melalui gugatan ke Pengadilan Negeri.56

Hal ini karena secara umum bank telah diberikan perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang tercantum di dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dimana dalam Pasal 1131 ditetapkan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sedangkan pada Pasal 1132 menetapkan kebendaan tersebut (yang terdapat pada pasal 1131) menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, dimana pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila ada diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

      

56 Hasil wawancara dengan Merry Elisabeth Hutajulu, Pimpinan Bank Negara Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.

(47)

C. Penyelesaian Sengketa Atas Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Disadari bahwa setiap bank pasti mengalami adanya kredit bermasalah, menjadi hal yang aneh apabila suatu bank tidak mengalami adanya kredit bermasalah. Membicarakan kredit bermasalah, sesungguhnya merupakan pembicaran tentang resiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit, dengan demikian sebuah bank tidak mungkin terhindar dari kredit bermasalah.

Maka pihak bank hanya dapay memperkecil resiko kerugian apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Hal tersebut dilakukan bank dengan cara memperketat penilaian terhadap calon debitur, membatasijumlah pinjaman yang diberikan sesuai dengan jumlah pendapatan yang diterima debitur perbulannya dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban debitur yang lain, serta melakukan penagihan secara rutin.

Pembayaran angsuran BNI Fleksi ini dilakukan dengan cara pemotongan atau auto-debit pada rekening debitur sesuai dengan jumlah angsuran debitur yang

bersangkutan pada setiap bulannya. Apabila jumlah saldo pada rekening debitur yang bersangkutan tidak mencukupi maka debitur dinyatakan telat membayar atau menunggak.

(48)

kredit bermasalah harus dilakukan penagihan secara intensif kepada debitur agara memenuhi segala kewajibannya.

Secara umum untuk menyelesaikan kredit bermasalah dapat ditempuh dua cara atau strategi, yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah peminjam sebagai debitur, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit melalui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui badan peradilan, dan melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa.57

Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui

rescheduling, reconditioning, dan, restructuring adalah :

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu upaya hukum untuk melakukan

perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace

(49)

period), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan

kredit.

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu melakukan perubahan atas sebagian

atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, dan/atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity

perusahaan.

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu upaya berupa melakukan perubahan

syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan/atau reconditioning.58

Pada dasarnya dalam hal terjadinya kredit bermasalah, pihak bank selalu berusaha untuk mencari jalan keluar yang lebih praktis, efektif dan efisien agar dapat menghemat biaya dan waktu.

(50)

benda debitur baik bergerak maupun tidak bergerak baik benda yang sudah ada maupun yang akan datang menjadi jaminan bagi seluruh perutangan si debitur. Bank dapat melakukan penilaian terhadap nilai ekonomi seluruh harta maupun barang-barang berharga milik debitur yang wanprestasi sebagai pelunasan dari sisa prestasinya yang belum terpenuhi.

Penyelesaian kredit macet melalui gugatan ke Pengadilan Negeri dianggap tidak efektif dan efisien, karena memerlukan biaya yang cukup besar padahal jumlah kredit debitur tidak begitu besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengajukan gugatan, dan juga proses penyelesaian kredit melalui persidangan memerlukan waktu yang relatif lama.59

      

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dari permasalahan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut :

1. Penyebab kredit macet dalam perjanjian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) adalah karena faktor kesengajaan nasabah debitur dan karena faktor ketidaksengajaan nasabah debitur. Faktor kesengajaan dari nasabah debitur yaitu nasabah debitur melakukan pindah payroll (pindah rekening tabungan untuk membayar utang). Sedangkan yang menjadi penyebab kredit macet karena faktor ketidaksengajaan dari nasabah debitur yaitu karena debitur berhenti dari pekerjaannya, dan karena debitur dipecat dari pekerjaannya/di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

(52)

kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila ada diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Sehingga melalui perlindungan yang bersifat umum ini kreditur dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri kepada nasabah debitur.

3. Penyelesaian sengketa atas kredit macet dalam perjanjian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penyelesaian kredit macet melalui gugatan ke Pengadilan Negeri dianggap tidak efektif dan efisien, karena memerlukan biaya yang cukup besar padahal jumlah kredit debitur tidak begitu besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengajukan gugatan, dan juga proses penyelesaian kredit melalui persidangan memerlukan waktu yang relatif lama.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pembahasan dan kesimpulan diatas adalah :

(53)

kredit/piutang yang dimilikinya. Sehingga apabila debitur disiplin melakukan pembayaran/pelunasan kredit dan jujur dalam pengembalian kredit yang diterimanya maka suatu ketika apabila debitur membutuhkan pinjaman/kredit lagi dari bank, maka bank (kreditur) akan mempertimbangkan memberi fasilitas kredit kepada debitur karena si debitur tadi dinilai memiliki karakter yang disiplin, baik dan jujur.

2. Diharapkan agar perlindungan hukum terhadap kreditur tidak hanya perlindungan secara umum seperti yang terdapat pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena perlindungan ini dianggap tidak efektif dan efisien sehingga pemerintah dan pihak yang terkait (lembaga legislatif) perlu membuat suatu aturan hukum lain yang lebih efektif dan efisien.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif pendekatan deskriptif melalui wawancara mendalam terhadap 7 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas

laporan ini membentuk tabel fakta Wjadkul dan tanpa tabel dimensi yang terdapat pada Gambar 3 dan dengan Data Warehouse maka laporan ini akan dihasilkan dengan

Latihan senam aerobik intensitas se- dang dengan frekuensi tiga kali seminggu secara nyata dapat menurunkan lipatan lemak paha dan untuk frekuensi latihan senam aerobik dua kali

These two algorithms use unrealistic assumptions about distribution of sensor nodes and density: nodes must be uniformly randomly distributed and average degree is 100

sistem tumpang sari tanaman cabai dengan tomat dan penggunaan mulsa plastik hitam keperak-perakan berpengaruh baik dalam menekan populasi vektor virus, insiden

1 Approval of the Company’s Annual Report and validation of the Company’s Consolidated Financial Statements, approval the Board of Commissioners’ Supervisory Actions Report and

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi tentang pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kualitas air sungai Babarsari Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten