BAB 2
TINJAUAN TEORI 2.1 Nifas atau Puerperium
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Prawiharjo, 2009).Meskipun puerperium secara
harafiah didefinisikan sebagai periode sejak mulai persalinan, selama dan segera
sesudah melahirkan, hal tersebut kemudian ditambah dengan minggu-minggu
berikutnya dimana alat reproduksi pulih kembali seperti keadaan tidak hamil.Pola
perawatan lanjutan yang sampai sekarang dilaksanakan oleh sebagian besar pakar
obstetrik, menyebabkan 6 minggu pertama setelah melahirkan, biasanya dianggap
sebagai puerperium.Pada periode tersebut, alat reproduksi secara anatomik pulih
kembali seperti keadaan waktu tidak hamil, dan termasuk pula perubahan struktur
permanen dalam serviks, vagina, dan perineum yang trejadi sebagai akibat
persalinan dan kelahiran. Selain itu, 6 minggu setelah melahirkan, atau tidak lama
setelah itu, pada sebagian besar ibu yang tidak menyusukan anaknya akan terjadi
lagi “kerjasama hipofise-ovarium” (“pituitary-ovarian synchrony”), yang
memungkinkan terjadinya ovulasi (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
2.1.1 Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi fundus
uteri berada kurang lebih di pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau
sedikit lebih tinggi.Korpus uteri pada waktu itu terutama terdiri dari miometrium
posterior saling menepel dengan ketebalan 4-5 cm. uterus pada masa nifas tampak
lebih pucat dibandingkan pada masa hamil berwarna ungu kemerahan.dua hari
kemudian, besar uterus kurang lebih masih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak
dapat lagi diraba diatas simfisis. Berikut tabel perubahan uterus setelah
melahirkan (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
Involusi TFU Berat
1 minggu Pertengahan antara pusat
Tabel 2.1 perubahan uterus setelah melahirkan
Menurut Kenneth (2009) dalam Ikhtiarinawati dan Dwi (2013), proses
penurunan TFU dikatakan cepat jika pada hari pertama nifas TFU >1 jari
dibawah pusat dan pada hari ke-3 berada >3 jari dibawah pusat. Dikatakan
normal jika pada hari pertama TFU 1 jari dibawah pusat, dan pada hari ke-3
TFU 3 jari dibawah pusat.Tapi dikatakan lambat jika pada hari ke-1 TFU
berada <1 jari dibawah pusat, dan pada hari ke-3 TFU setinggi <3 jari dibawah
pusat.
penting, dokter harus terus diinformasikan jika ditemukan perlambatan yang
jelas, khususnya jika hal itu disertai penurunan lokea atau retensi bekuan
darah.Pengukuran tinggi uterus sebaiknya dilakukan setelah kandung kemih
dikosongkan, karena kandung kemih yang penuh meningkatkan ketinggian
uterus (Reeder & Martin, 1997).
Hal ini adalah indikasi-indikasi menunjukkan involusi tidak
berlangsung dengan baik, seperti ukuran uterus tidak mengecil secara
progresif, kontraksi uterus tetap lemah (lunak), nyeri atau ketidaknyamanan
pelvis menetap, perdarahan berat yang menetap (Reeder & Martin, 1997).
Pada involusi plasenta, permulaan nifas bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.Luka bekas
implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya
dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan
luka.Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar
pada dasar luka (Padila, 2014).
Lokea adalah cairan secret yang keluar pada postpartum.Ia
mengandung darah dari lokasi plasenta, partikel desidua nekrotik, dan mukus.
Lokea normalnya memiliki bau seperti daging mirip cairan menstruasi.Ia
dikenali dengan warna, jumlah, durasi, berperan dalam penyembuhan di lokasi
plasenta. Kuantitas lokea berkurang secara drastis dan menjadi sedang dan
kemudian berkurang. Lokea terberat selama satu hingga dua jam pertama
paska persalinan. Awalnya, lokea adalah berwarna merah cerah, umumnya
darah kecil. Cairan vagina pucat dan menjadi merah muda hingga kecoklatan
setelah 3 hari, dinamakan lokea serosa.Lokea serosa tidak mengandung
bekuan darah. Dalam 10 hari postpartum, discharge vagina menjadi kuning
hingga keputihan, dinamakan lokea alba. Lokea alba dapat berlangsung,
rata-rata, 3 minggu postpartum (Burroughs & Leifer, 2001). Kuantitas lokea
bervariasi pada individu, namun umumnya lebih besar pada multipara. Seperti
yang diperkirakan bahwa ketika ibu bangun dari tempat tidur untuk pertama
kali dapat ditemukan peningkatan yang jelas dalam jumlah discharge (Reeder
& Martin, 1997).Bau lochea normal adalah seperti bau darah menstruasi
(amis) dan jumlah lochea normal 240 - 270 cc. hal penting yang perlu diingat
bahwa semua daerah yang keluar pervaginam tidak selalu merupakan lochea.
Hal lain yang merupakan sumber pendarahan pervaginam setelah melahirkan
adalah adanya laserasi serviks atau adanya robekan pada vagina (Bobak,
2005).
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir
berangsur-angsurmengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang
menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor.Untuk
memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan
(Padila, 2014).
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada
menyebabkan pelepasan plasenta.Selain itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan
kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah
perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi
menstimulasi ekskresi oxytoxin dimana keadaan ini membantu kelanjutan
involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah plasenta lahir, sirkulasi HCG,
estrogen, progesterone dan hormone laktogen plasenta menurun cepat,
keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas (Padila, 2014).
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi dan
glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang
produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar
prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 postpartum dan penurunan ini
mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada
ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesterone dalam
kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi
(Padila, 2014).
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu
ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan yang terbaik dan
bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yang baru saja melahirkan
bayinya. Pada hari ke-3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri.
Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau aerola mammae dipijat,
air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang
dikonsumsi ibu (Padila, 2014).
2.1.2 Kebutuhan Dasar Ibu Selama Masa Nifas 2.1.2.1 Nutrisidan Cairan
Sesaat setelah melahirkan, setelah beberapa jam tanpa makanan dan
cairan, ibu akan menunjukkan hasrat untuk makan. Kecuali ia telah mendapat
anestesi umum atau sedang mual. Biasanya tidak ada kontraindikasi untuk
memberikan asupan.Ibu pada umumnya menikmati diet normal (Reeder &
Martin, 1997).Masalah diet pada masa nifas perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu
dan sangat memengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu,
bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan
(Saleha, 2009).
Dua faktor yang di pikiran ketika mempertimbangkan diet ibu adalah
menyediakan nutrisi umum bagi ibu dan menyediakan cukup untuk menyuplai
kalori tambahan dan nutrisi yang dibutuhkan selama laktasi. Jika kebutuhan
nutrisi ini disediakan, penyembuhan ibu akan lebih cepat, kekuatannya akan
pulih lebih cepat, dan kualitas serta kuantitas ASI akan lebih baik. Ibu juga
akan lebih resisten terhadap infeksi (Reeder & Martin, 1997).
2.1.2.2 Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini memiliki nilai pendukung kesehatan bagi ibu yang baru
melahirkan.Dengan peningkatan latihan, sikulasi distimulasi sehingga
pencernaan meningkat, oleh sebab itu menurunkan komplikasi kandung kemih
untuk kateterisasi.Distensi abdomen dan konstipasi semakin jarang muncul
(Reeder & Martin, 1997).
Jika ibu yang telah dianestesi yang terhantar sampai pada duramater,
ibu harus berada dalam posisi terlentang selama delapan jam pertama. Banyak
dokter merasa bahwa mempertahankan posisi ibu datar di tempat tidur selama
jam tersebut membantu mencegah timbulnya nyeri kepala postspinal, karena
nyeri kepala ini disebabkan dan dipicu ketika posisi kepala ditinggikan. Nyeri
kepala postspinal diduga disebabkan kebocoran cairan spinal melalui lubang
tusukan di duramater dan akibat penurunan volume dan tekanan cairan
serebrospinal.Untuk itu, mempertahankan posisi pasien terlentang setelah
lubang tusukan ditutup dan menyuplai ibu untuk memakai cairan (untuk
mempercepat pergantian cairan) dapat membantu mengatasi kondisi ini.
Mayoritas ibu-ibu sehat didorong untuk bangkit dari tempat tidur dalam empat
hingga delapan jam (Reeder & Martin, 1997).
Saat pertama ibu bangkit dari tempat tidur, dia akan merasa pusing
sebentar sebelum benar-benar bangkit. Kemudian biasanya dia dapat berjalan
beberapa langkah dari tempat tidur dan duduk di tempat duduk untuk
sesaat.Setelah berhasil melakukannya, ibu dapat meningkatkan aktivitas secara
bertahap. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan seseorang untuk
membantunya bangkit dari tempat tidur dan menemaninya ketika ia hendak ke
kamar mandi. Perawat hendaknya tetap berada di samping ibu ketika berada di
kesakitan. Penting sekali bagi perawat untuk menjelaskan tujuan ambulasi dini
pada ibu dan menolong mereka untuk belajar bagaimana mendapatkan
kombinasi yang efektif dari duduk, berjalan dan berbaring di tempat tidur
(Reeder & Martin, 1997).
2.1.3 Sectio Caeserea
Sectio caesarea, atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui
irisan pada dinding perut (laparotomy) dan dinding uterus (histerectomi). Defenisi
ini tidak termasuk melahirkan janin melalui rongga perut (Pritchard, MacDonald
& Gant, 1991).
2.1.3.1 Indikasi
Indikasi-indikasi sectio caesarea secara rinci terdapat di dalam bagian
dimana dibicarakan komplikasi-komplikasi pada ibu atau janin yang
memerlukan tindakan seksio sesarea. Secara umum, sectio caesarea
dilaksanakan dalam keadaan dimana penundaan kelahiran akan memperburuk
keadaan janin, ibu atau keduanya, sedangkan kelahiran pervaginam tidak
mungkin dilakukan dengan aman (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
2.1.3.2 Perawatan Post Sectio Caesarea
Perawatan ibu sectio dalam pemberian obat yaitu pemberian
Analgesia. Untuk wanita dengan ukuran sedang, diberikan meperidine 75 mg
intramuskular tiap 3 jam apabila diperlukan untuk mengatasi rasa nyeri, atau
dengan mor[hine 10 mg. Jika ibu kurus cukup meperidine 50 mg atau jika
paling sedikit 4 jam yang meliputi tekanan darah, nadi, produksi urine, jumlah
perdarahan dan keadaan fundus uteri. Setiap kelainan harus dilaporkan.Setelah
itu, untuk 24 jam pertama, pemerikaan tersebut dilakukan tiap 4 jam termasuk
pula suhu badan (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
Jika terdapat kekurangan cairan ekstraseluler (diuretika, pantang
garam, muntah, panas tinggi, partus lama tanpa pemberian cairan yang
adekuat), pada puerperium ditandai dengan ekskresi cairan, yang tertimbun
dan menjadi berlebihan selama kehamilan, sejak terjadinya kelahiran.Selain
itu, pada seksio sesarea tidak terjadi penimbunan cairan dalam dinding atau
lumen usus, kecuali jika dilakukan pemasangan kasa abdomen untuk
menyingkirkan usus dari lapangan operasi atau terjadi peritonitis. Karena itu,
pada wanita yang mengalami sectio caesarea jarang sekali terbentuk
kompartemen cairan. Sebaliknya, wanita tersebut secara normal memulai
operasi dengan trimester tiga yang didapat selama kehamilan, yaitu edema
kehamilan fisiologis yang kemudian dimobilisasi dan diekskresi setelah
kelahiran.Karena itu, cairan intravena yang diperlukan untuk penggantian
cairan ekstraseluler selama dan setelah operasi tidak banyak. Umumnya, 3
lcairan termasuk larutan Ringer Laktat, cukup adekuat selama operasi dan 24
jam pertama setelah operasi. Tetapi jika urine dibawah 30 ml perjam,
penderita harus segera dievaluasi ulang.Penyebab oliguria dapat meliputi
mulai dari perdarahan yang tidak terduga sampai efek antidiuretik pemberian
oksitosin.Jika tidak terdapat manipulasi intraabdominal yang berlebihan atau
operasi.Bila belum, maka cairan intravena harus dilanjutkan.Pada hari kedua
setelah operasi, sebagian besar wanita telah dapat menerima diet biasa
(Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
Perawatan kandung kemih dan usus. Kateter pada umumnya dapat
dilepas 12 jam setelah operasi. Kemampuan mengosongkan kandung kemih
harus dipantau seperti pada kelahiran pervaginam sebelum terjadi distensi
yang berlebihan.Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama
setelah operasi, mulai terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari
ketiga.Rasa mulas akibat gas usus karena aktifitas usus yang tidak
terkoordinasi dapat mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi.
Pada umumnya, pemberian suppositoria per rektal akan diikuti degan defekasi,
bila belum berhasil dilakukan dengan pemberian enema (Pritchard,
MacDonald & Gant, 1991).
Pada sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah operasi, ibu nifas
harus turun sebentar dari tempat tidur dengan dibantu, paling sedikit dua
kali.Mobilisasi dapat diatur sedemikian rupa sehingga analgesia yang baru
diberikan dapat mengurangi rasa sakit. Pada hari kedua setelah operasi, ibu
nifas dapat berjalan kekamar mandi dengan bantuan. Dengan mobilsasi dini,
thrombosis vena dan emboli paru jarang terjadi.Pada perawatan luka, harus
diperiksa setiap hari.Biasanya, jahitan kulit (atau klips kulit) dilepas pada hari
keempat setelah operasi.Pada hari ketiga, penderita dapat mandi tanpa
2.1.4 Fisiologi Penyembuhan luka
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat luka mengenai
fisiologi penyembuhan luka adalah setiap terdapat kejadian luka, baik luka
yang tidak disengaja (misalnya luka kecelakaan lalu lintas atau luka tergores)
maupun luka yang dibuat (misalnya luka episiotomy atau luka opersai caesar)
tentu semuanya mengharapkan terjadinya kesembuhan luka.Penyembuhan
luka merupakan suatu fenomena yang menakjubkan.Dalam hal ini, intervensi
perawat dapat membantu proses penyembuhan luka dengan berusaha keras
untuk merawat dan melindung proses biologis yang terjadi pada tingkat
seluler.Proses-proses tersebut dipengaruhi oleh peristiwa fisiologis dan
psikologis.Oleh karena itu dalam merawat luka, yang perlu dikaji bukan hanya
pengkajian pada lukanya saja, tetapi juga pengkajian pada manusia
seutuhnya.Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat kompleks.
Oleh karena itu, penting bagi praktisi pemerhati perawatan luka untuk
memiliki pengetahuan/pemahaman tentang proses fisiologis penyembuhan
luka, dengan beberapa alasan seperti mengetahui/memahami fisiologi kulit
bisa membantu memahami proses penyembuhan luka,mengetahui/memahami
fisiologi penyembuhan luka, memungkinkan praktisi dapat mengenali kondisi
luka yang abnormal, mengetahui/memahami kebutuhan proses penyembuhan
luka tentang sejauh apa nutrisi yang tepat untuk diberikan pada pasien
(Maryunani, 2014).
Lama penyembuhan luka berdasarkan fase penyembuhan luka adalah
(berlangsung 3-24 hari), fase maturasi dimulai padaminggu ke-3 setelah
perlukaan dan memerlukan waktu lebih dari 1 tahun (Perry & Potter, 2006).
Selama Bedah Caesar, dokter akan membuat dua sayatan. Sayatan
dapat vertikal keduanya, horisontal dua-duanya atau satu vertikal dan satu
horisontal. Sayatan di perut dan rahim akan dijahit dengan benang yang dapat
diserap tubuh. Jika mendapatkan bius spinal atau epidural, ada resiko nyeri
kepala spinalis yang sangat kecil.Rasa nyeri di sayatan membuat pasien sangat
terganggu pada awalnya. Tetapi akan menghilang perlahan dengan bantuan
obat pereda nyeri. Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan
adanya rangsangan. Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri, diantaranya luka setelah dilakukannya
sectio caesarea. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi maupun emosional (Alimul Hidayat,
2006).Sectio cesarea dapat berpengaruh kepada ibu baik secara fisik maupun
secara psikologis. Pada psikologis, akan berkaitan dengan pemahaman nyeri
selama hamil dan melahirkan. Stres pada situasi ini menstimulasi sistem saraf
simpatis untuk melepaskan neurotransmiter hormonal noradrenalin dan
adrenalin.Nyeri dan kecemasan bekerja secara sinergis dan silindris yang
saling memperburuk (Mary Billington, 2009). Pada fisik akan dilakukan
pembedahan yang menimbulkan adanya trauma pada jaringan. Nyeri pasca
bedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan akan
2.1.4.1 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Beberapa faktor umum penyembuhan luka adalah gaya hidup dan
mobilisasi.Nutrisi adalah aspek yang paling penting dalam pencegahan dan
pengobatan pada luka.Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian
nutrisi pada tubuh.Pasien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak,
vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe dan Zn.Pasien dengan status nutrisi
kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan.Asupan nutrisi yang mempengaruhi penyembuhan lukaUntuk
penyembuhan luka yang optimal diperlukan asupan protein, vitamin A dan C,
tembaga, zinkum, dan zat besi yang adekuat, yang dikelompokkan sebagai
berikut, Protein: terjadi peningkatan kebutuhan protein saat terjadinya
luka,Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan untuk proses inflamasi, imun
dan perkembangan jaringan granulasi. Protein yang utama disintesis selama
fase penyembuhan luka adalah kolagen.Kekuatan kolagen menentukan
kekuatan kulit luka seusai sembuh.Protein mensuplai asam amino yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi, tubuh harus mempunyai
suplai protein sebanyak 100 gram per hari agar dapat menetralisir
penyembuhan luka dengan baik.Kekurangan protein dapat mempengaruhi
penyembuhan luka, kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan
menunda penyembuhan luka pasca bedah. Kadar serum albumin rendah akan
menurunkan difusi oksigen dan membatasi kemampuan neutrofik untuk
membunuh bakteri. Dalam kaitan ini, oksigen rendah pada tingkat kapiler
Faktor lainnya adalah vitamin. Vitamin A diperlukan untuk sintesis
epitelisasi, vitamin C diperlukan untuk sintesis kolagen dan integrase kapiler,
vitamin-vitamin lainnya yang berperan adalah vitamin B dan K. Vitamin B:
vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolic termasuk
penyembuhan luka.Vitamin K: vitamin K juga berperan dalam penyembuhan
luka. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah
residu protein berupa asam glutamate (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat
(gla).Gla disebut juga gla-protein.Gla protein dapat mengikat ion kalsium,
yang mana kinerja ini merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan
darah.Ion kalsium berguna untuk mengaktifkan faktor
pembekuan.Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan tidak
aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan
pada luka (operasi) (Maryunani, 2014).
Mineral juga merupakan salah satu faktor dalam penyembuhan
luka.Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi
dan seng yang diuraikan sebagai berikut.Zinkum/Zinc/Seng/Zn: seng juga
berperan dalam penyembuhan luka, dimana zinkum diperlukan untuk sintesis
epitelisasi, sintesis kolagen dan intgrasi kapiler.Zat Besi/Fe: zat besi
diperlukan untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh, juga diperlukan
untuk pembentukan kolagen yang efektif. Defisiensi zat besi dapat
melambatkan kecepatan epitelisasi dan menurunkan kekuatan luka dan
kolagen.Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga
Mobilisasi sangat penting dilakukan oleh ibu nifas post sectio.Tujuan
mobilisasi dini post Sectio Caesaria, yaitu membantu proses penyembuhan
ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas
luka sayatan setelah operasi Sectio Caesaria, mengurangi resiko terjadinya
konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot -
otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah,
pernafasan, peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Faktor-faktor
yang mempengaruhi mobilisasi, menurut Potter dan Perry (2006), ada 3 faktor
yang mempengaruhi mobilisasi antara lain,Faktor Fisiologis: frekuensi
penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status
kardiopulmonar, status musculoskeletal, pada tidur, nyeri, frekuensi aktivitas
dan kelainan hasil laboratorium.Faktor Emosional:faktor emosional yang
mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati (mood), depresi, cemas,
motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri. Faktor Perkembangan:
faktor perkembangan yang mempengaruhi mobilisasi adalah usia, jenis
kelamin, kehamilan, perubahan massa otot karena perubahan perkembangan,
perubahan sistem skeletal.Rentang gerak dalam mobilisasiterdapat tiga
rentang gerak yaitu,rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.Rentang gerak
aktif,hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya saat berbaring dan
memperkuat otot – otot dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan
(Carpenito, 2000).
Menurut Kasdu (2003), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap.
Tahap-tahap mobilisasi dini pada post Sectio Caesaria yaitu, tahap 1: setelah
operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca Sectio Caesaria harus tirah baring dulu.
Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat
tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Tahap 2:
setelah 6-10 jam, ibu diharuskan dapat miring kiri dan kanan mencegah
trombosis dan trombo emboli. Makan dan minum dibantu, mengangkat
tangan, mengangkat kaki, menekuk lutut, dan menggeser badan. Tahap 3:
setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk. Dapat
mengangkat tangan setinggi mungkin, balik kekiri dan kekanan tanpa bantuan,
latihan pernafasan serta makan dan minum tanpa dibantu. Tahap 4: setelah ibu
dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan. Dapat berjalan kekamar mandi,
melakukan aktivitas ringan, dan kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikator pemulihan post sectio caesaria dengan mobilisasi. Pada hari
ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke rumah
apabila tidak terjadi komplikasi.Perkembangan kesembuhan ibu Pasca Sectio
Caesaria dapat dilihat dari hari kehari.Hari kedua setelah operasi ibu berusaha
buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya di kamar
mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya ibu baru
sembelit. Pada hari keempat lokia pada ibu pasca sectio caesarea normalnya 2
kali ganti doek/ hari, perubahan ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi
yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan ukuran yang normal.
Pada hari kelima fundus uteri berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari
ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2003).
Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi seperti, peningkatan suhu
tubuh, Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah
tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari gejala
infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. Perdarahan yang abnormal,dengan
mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka
resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi
membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.Involusi uterus yang
tidak baik, tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat
pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya
kontraksi uterus (Fauzi, 2007).
2.2 Kebiasaan Melakukan Pantangan 2.2.1 Kebiasaan
Istilah habituasi atau kebiasaan sering digunakan di kalangan
masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang sering dilakukan oleh
seseorang. Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan atau perilaku
berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan
adalah segala tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).Kebiasaan secara umumnya dapat
mempengaruhi perilaku seseorang di dalam kegiatannya sehari-hari. Apabila
kita menelusuri tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kebiasaan/habituasi, kita dapati ada berbagai pendapat di kalangan masyarakat
termasuk pendapat dari kalangan ahli, guru, maupun dari tokoh agama
mengatakan bahwa kebiasaan seseorang itu dapat dipengaruhi melalui
beberapa faktor seperti faktor lingkungan, keluarga, rekan-rekan seusia,
kebutuhan dan sebagainya (Norazlan, 2011).
Masyarakat juga sering membagikan kebiasaan kepada dua jenis
kebiasaan berdasarkan akibat yang dapat terjadi dari kebiasaan seseorang,
yaitu kebiasaan yang membawa kebaikan/manfaat dan kebiasaan yang dapat
merugikan seseorang.Antara contoh kebiasaan yang merugikan adalah seperti
kebiasaan merokok, kebiasaan meminum minuman keras, dan
kebiasaan-kebiasaan lain yang dilakukan secara sadar dan berulang yang dapat
mengancam kesehatan seseorang (Norazlan, 2011).
2.2.2 Pantangan Makanan
Pantang makan adalah anjuran yang tidak diperbolehkan dan biasanya
berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan
tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI. Ada
pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi
Menurut Baumali (2009), pantang atau tabu adalah suatu larangan
untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya
terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini
terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan superpower yang berbau mistik
yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan tersebut. Pada
kenyataannya hukuman ini tidak selalu terjadi.Pantangan merupakan sesuatu
yang diwariskan dari leluhur melalui orangtua, terus ke generasi-generasi di
bawahnya. Hal ini menyebabkan orang tidak tau lagi kapan suatu pantangan
atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Seringkali nilai sosial ini tidak
sesuai dengan nilai gizi makanan.
Pantangan makanan adalah bahan masakan dan makanan yang tidak
boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang
bersifat budaya.Adat menantang yang diajarkan secara turun temurun dan
cenderung ditaati walaupun individu yang ditaati tidak terlalu faham atau
yakin dari alasan melakukan pantang makanan, jenis pantangan (Jannah,
2013).
Pantangan makanan pada masa nifas dapat menurunkan asupan gizi
ibu yang akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu, pemulihan tenaga,
penyembuhan luka dan produksi ASI bagi bayi. Hal tersebut tidak sesuai
dengan anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat,
sayuran dan buahan yang mengandung vitamin dan mineral, protein hewani,
protein nabatiserta banyak minum setiap hari (Suprabowo, 2006).Berpantang
angka kesakitan ibu. Kecukupan zat gizi sangat bereperan dalam proses
penyembuhan luka. Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai
dasar untuk pembentukan fibroblast dan terjadinya kolagen, disamping
elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti
vitamin C yang bereperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka.
Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan system imunitas.Vitamin
A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur
aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat
gizi lain yang bereperan yaitu vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik
utama dan berperan dalam pemeliharaan membrane sel, menghambat
terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebihan. Untuk ibu
nifas yang berpantang makanan, kebutuhan nutrisi akan berkurang, ini akan
mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka, yaitu mengakibatkan luka
menjadi tidak sembuh dengan baik atau buruk. Sedangkan ibu nifas yang
nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti kebiasaan melakukan
berpantang makanan seperti yang telah dikatakan oleh orangtua, sehingga bisa
juga menyebabkan proses kesembuhan luka menjadi krang baik, artinya
sembuh sedang. Sedangkan ibu nifas dan nutrisinya sudah cukup maka proses
penyembuhan luka akan lebih cepat dan sembuh dengan baik konsumsi nutrisi
semakin baik penyembuhan luka karena makanan yang memenuhi syarat gizi
dapat mempercepat penyembuhan luka (Manuaba, 2008).
Menurut Ramona (2013) dalam Jannah (2013), kebiasaan pantang
supaya jahitan cepat sembuh.Pada ibu nifas, justru pemenuhan kebutuhan
protein semakin meningkat untuk membantu penyembuhan luka baik pada
dinding rahim maupun pada luka jalan lahir yang mengalami jahitan. Protein
ini dibutuhkan sebagai zat pembangun yang cukup, maka ibu nifas akan
mengalami keterlambatan penyembuhan bahkan berpotensi infeksi bila daya
tahan tubuh kurang akibat pantang makanan bergizi. Protein juga diperlukan
untuk pembentukan ASI. Ibu nifas sebaiknya mengkonsumsi minimal telur,
tahu, tempe, dan daging atau ikan bila ada. Kecuali bila ibu nifas alergi
dengan ikan laut tertentu atau alergi telur sejak sebelum hamil, maka sumber
protein yang menyebabkan alergi tersebut dihindari.Bila memang alergi jenis
protein tertentu misal ikan laut, ibu nifas boleh mencari ganti sumber protein
dari daging ternak dan unggas juga dari protein nabati seperti
kacang-kacangan.
Tidak boleh makan berkuah dan tidak boleh banyak minum air putih
takut luka lama kering.Tubuh ibu nifas membutuhkan banyak cairan terutama
mengganti cairan tubuh yang hilang baik saat mengalami perdarahan, keringat,
untuk pembentukan ASI. Bila cairan tubuh ibu nifas tidak tercukupi, maka
akan terjadi kekurangan cairan, mengalami panas dan produksi ASI sedikit.
Sebaiknya ibu nifas minum air putih yang cukup kurang lebih 8 gelas sehari
disertai dengan asupan susu maupun jus buah. Bila setiap selesai minum ibu
nifas akan sering buang air kecil justru lebih baik. Tidak perlu khawatir jahitan
pada daerah perineum (luka jahitan jalan lahir) akan basah dan tidak sembuh,
lalu dikeringkan setiap buang air kecil, maka jahitan akan segera pulih.
Perawatan luka pada jalan lahir berbeda dengan pada bagian tubuh yang lain
misalnya pada tangan. Luka dijalan lahir dijahit dengan benang khusus yang
cukup kuat dan bagian dalam luka (otot) benangnya akan menyatu dengan
tubuh sedangkan bagian luar (kulit) jahitan akan lepas sendiri lalu mengering.
Jangan makan buah-buahan selama menyusui karena bayi bisa diare.
Konsumsi buah sangat baik untuk menjaga kebugaran tubuh dan sama sekali
tidak berpengaruh buruk terhadap mutu ASI. Jangan kuatir mengkonsumsi
buah tidak menyebabkan diare pada bayi.Selain itu ibu nifas juga memerlukan
asupan makana berserat seperti buah dan sayur mayur untuk memperlancar
buang air besar. Pada ibu nifas kebutuhan serat sangat penting untuk
membantu proses pencernaan, kadar vitamin dan air dalam buah juga sangat
baik untuk menjaga kesehatan tubuh. Misalnya air jeruk, buah pisang dan
pepaya.Sebaiknya ibu nifas selalu menyertakan menu buah setiap makan agar
tidak mengalami sembelit.
Tidak boleh makan terlalu banyak supaya tetap langsing.Pada ibu
nifas, makanan bergizi dan porsi makan perlu ditingkatkan lebih baik dari
sebelum kehamilan. Sumber karbohidrat, lemak, vitamin dan protein sangat
dibutuhkan untuk proses pemulihan fisik ibu selama nifas dan melawan
infeksi. Selain itu, berguna untuk pembentukan ASI agar berlangsung lancar.
Langsing bukan diet ketat pascapersalinan, tetapi dengan melakukan senam
cara demikian, pembakaran lemak pada tubuh akan berlangsung lebih baik dan
ibu akan cepat ramping kembali seperti saat sebelum hamil.
2.2.3 Gangguan Mobilisasi
Menurut Potter dan Perry (2006), ada 2 hal yang menyebabkan
gangguan mobilisasi antara lain:
Tirah Baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi
untuk tetap berada ditempat tidur untuk tujuan terapeutik. Tirah Baring
mempunyai pengertian yang berbeda-beda diantara perawat, dokter, dan
tim kesehatan lainnya. Lamanya tirah baring tergantung penyakit dan status
kesehatan klien sebelumnya.Tujuan tirah baring adalah mengurangi
kebutuhan fisik dan kebutuhan oksigen untuk tumbuh, mengurangi nyeri,
mengembalikan kekuatan dan memberikan kesempatan kepada klien yang
lebih untuk istirahat tanpa gangguan.
Imobilisasi yang menjadi salah satu dalam gangguan
mobilisasi.Gangguan Mobilisasi fisik (Imobilisasi) adalah suatu keadaan
ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak
fisik.Perubahan dalam tingkat imobilisasi fisik dapat mengakibatkan
kontraksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak
fisik selama penggerakan alat bantu eksternal (misalnya gips atau traksi
rangka), pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko
terjadi gangguan.Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung
imobilisasi yang dialami. Imobilisasi juga berpengaruh terhadap fisiologis
(perubahan metabolik, sistem respiratori, kardiovaskuler, musculoskeletal,
sistem integumen, perubahan eliminasi urine dan psikososial) (Potter dan