• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Aek Sipitu Dai Pada Masyarakat Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Aek Sipitu Dai Pada Masyarakat Batak Toba"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku

yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

Sastra adalah pengucapan atau ekspresi jiwa yang paling individual oleh seorang pengarang serta tinggi dan mulia sifatnya. Fananie (2000:132) mengatakan sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Karya sastra

adalah bersifat khusus menggambarkan individu-individu tertentu dalam suatu daerah tertentu pula. Karya sastra bukan hanya mengungkapkan kenyataan saja

melainkan juga nilai yang lebih tinggi dan lebih agung dari sekedar kenyataan hidup. Karya sastra itu sendiri bukan hanya suatu tiruan hidup, tetapi merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan,

artinya sastra dapat digunakan sebagai tempat penuangan ekspresi jiwa. Selain itu sastra juga mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan oleh

pengarang mengenai kehidupan manusia. Berarti, sastra itu dapat menampilkan gambaran kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra adalah ungkapan pikiran dan perasaan seseorang pengarang dalam usahanya untuk menghayati

kejadian-kejadian yang ada disekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang tersebut

(2)

sastra bukanlah suatu uraian-uraian kosong atau khayalan yang sifatnya sekedar menghibur pembaca saja tetapi melalui karya sastra pembaca lebih arif dan

bijaksana dalam bertindak dan berpikir karena pada karya sastra selalu berisi masalah kehidupan manusia nyata. Jadi tidak salah dikatakan bahwa karya sastra adalah cermin kehidupan masyarakat. Sumardjo (1979:30) menyatakan "...sastra

adalah produk masyarakat yang mencerminkan masyarakatnya. Obsesi masyarakat adalah menjadi obsesi pengarang yang menjadi anggota masyarakat.

Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampainnya adalah dari mulut ke mulut yang berisi cerita-cerita terhadap sesama (Sastra Oral) yang merupakan warisan turun temurun

dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan misalnya : mitos, legenda, dongeng, dan lain-lain. Sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah

melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya satu dongeng yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya.

Sastra lisan juga merupakan dasar komunikasi antara pencipta dan peminat karya sastra tersebut. Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya

kekayaan sastra karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pembaca untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik selama berabad-abad. Sastra lisan merupakan dasar

komunikasi antara pencipta, masyarakat, dan peminat cerita, dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra akan lebih mudah untuk

(3)

Karya-karya sastra lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan yang berupa didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain, yang perlu diteliti

dan diangkat kepermukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain yang belum mengetahui menjadi tahu. Etnis Batak Toba adalah salah satu etnis yang sudah mempunyai kebudayaan dan

karya sendiri khususnya sastra lisan, Sebagai contoh sastra lisan Batak Toba ialah legenda. Legenda merupakan cerita yang mengisahkan terjadinya sesuatu yang

dapat dibuktikan kebenarannya dan masih bisa dilihat bukti peninggalannya. Dari kebenaran itu diyakini memiliki magis oleh masyarakat penganutnya. Nilai-nilai yang didapatkan dari sebuah legenda yang dilakukan oleh masyarakat dan diajarkan

secara turun-temurun. Misalnya cerita Aek Sipitu Dai yang mengisahkan tentang sumur yang memiliki tujuh pancuran yang memilki rasa yang berbeda dari setiap

pancuran. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat karya sastra tersebut berupa legenda atau cerita

rakyat.

Dengan melihat sedikit keterangan di atas, penulis mengangkat judul skripsi

“Analisis Sosiologi Sastra cerita Aek Sipitu Dai”

(4)

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari permasalahan, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan terperinci.

Masalah yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimana kedudukan cerita rakyat Aek Sipitu Dai dalam masyarakat Batak Toba.

2. Nilai- nilai sosiologi sastra apa saja yang terkandung dalam Cerita Rakyat Aek Sipitu Dai tersebut.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui mengetahui kedudukan cerita rakyat Aek Sipitu Dai dalam masyarakat Batak Toba.

2. Menganalisis nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita

rakyat Aek Sipitu Dai.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya terhadap penulis untuk dijadikan sebagai :

1. Untuk mendokumentasikan cerita rakyat tersebut agar terhindar dari kepunahan sehingga dapat diwariskan kepada generasi penerus.

2. Sebagai apresiasi Sastra Daerah khususnya apresiasi sastra Batak terhadap

prosa rakyat (legenda)

3. Menyukseskan program pelestarian sastra daerah sebagai bagian dari

(5)

4. Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.5Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu membuat anggapan dasar.

Menurut Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini

kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud

kebenaran di sini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu, penulis berasumsi bahwa cerita atau legenda Aek Sipitu Dai merupakan situs sejarah peradaban dan perkembangan suku Batak Toba yang harus perlu diketahui, bahwasanya di desa Si Anjur Mula-Mula tepatnya di Aek Sipitu Dai merupakan tempat bertemu dan berjodohnya anak-anak dari si Raja Batak. Bahkan sampai saat ini, masyarakat masih meyakini, air dengan 7 rasa tersebut mampu memberikan perubahan bagi siapapun yang percaya dengan kekuatannya.

1.6Kehidupan Sosial Masyarakat Batak Toba di Desa Aek Sipitu Dai 1.6.1 Letak Geografis dan Lokasi Penelitian

Kabupaten Samosir dengan ibukota Pangururan terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan luas kabupaten 2.069,05 Km2 yang terletak pada titik

koordinat 20 24’ –20 45’ LU- 980 21’ –990 05’ BT. Kabupaten Samosir terletak

ditengah-tengah danau Toba yang dikenal dengan Pulau Samosir dan terletak pada

(6)

Onanrunggu, Nainggolan, Palipi, Ronggurnihuta, Pangururan dan Simanindo. Lokasi penelitian penulis adalah di Kecamatan Sianjurmula-mula kabupaten

Samosir. Jarak kecamatan Sianjurmula-mula ke ibukota kabupaten adalah sekitar 19,5 km dengan luas wilayah kecamatan Sianjur Mula-mula sekitar 140,24 Km2 dan kecamatan Sianjur Mula-mula berada di antara 904 – 1.800 meter diatas

permukaan laut.

Kecamatan Sianjur Mula-mula terletak dengan batas wilayah :

Sebelah Utara : Kecamatan Silahi Sabungan Kabupaten Dairi Sebelah Selatan : Kecamatan Harian

Sebelah Barat : Kecamatan Harian dan Kabupaten Dairi

Sebelah Timur : Kecamatan Pangururan

Data tersebut bersumber dari informan camat Sianjur Mula-mula dan BPS

Tahun 2010 Kabupaten Samosir dan dikelola oleh peneliti.

(7)

1.6.2 Keadaan Penduduk

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di Kabupaten Samosir mayoritas

suku batak Toba, khususnya di desa Aek Sipitu Dai Kecamatan Sianjur Mula-mula ini. Dan sudah kita ketahui bersama bahwa dari sinilah awalnya Siraja Batak pertama ditanah Batak yang mempunyai keturunan yang sangat banyak. Dari

sinilah bermunculan raja-raja di tanah Batak pada zamannya, dan sampai sekarang masih diakui kesakralannya oleh masyarakat batak Toba. Desa Aek Sipitu Dai

adalah tanah ulayat marga Limbong dan Sagala, adapun marga- marga lain didaerah ini adalah pendatang dari daerah lain atau Hela (menantu) dari marga Limbong dan Sagala yang ada didaerah itu.

Mayoritas penduduk yang berada di desa tersebut bermata pencaharian bertani yaitu dengan menanam padi disawah. Produk pertanian unggulan didesa ini

adalah padi dan kopi. Masyarakat yang berada didaerah ini bisa mencukupi kebutuhannya hanya dengan bertani, bahkan sudah banyak yang berhasil dari daerah ini diperantauan.

1.6.3 Budaya Masyarakat

Penduduk Desa Aek Sipitu Dai mayoritas suku Batak Toba yang telah lama mendiami Pulau Samosir dan terkenal akan budaya Batak Toba. Masyarakat Desa Simanindo dapat dikatakan homogen karena berasal dari satu suku yaitu suku Batak

Toba yang mempunyai ciri khas pada budaya masyarakatnya.

Struktur masyarakat suku Batak Toba dikenal dengan Dalihan Na Tolu yang

(8)

menjalankan itu sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, hubungan kekerabatan yang dimilki masyarakat sangat erat dalam berbagai

kesatuan dan kegiatan organisasi, seperti pelaksanaan upacara adat masyarakat dari golongan Dalihan Na Tolu mengambil perannya masing-masing sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Aek Sipitu Dai masih memiliki adat istiadat yang sangat kuat.

Masyarakat Desa Aek Sipitu Dai secara khusus dalam kehidupan sehari-hari

memakai bahasa batak Toba karena bahasa batak Toba lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi sesama suku Batak Toba, senantiasa berlangsung dalam hidup sehari-hari, misalnya dalam

upacara adat, kebaktian gereja, rapat penatua adat. Dengan kata lain, bahasa daerah dipakai dalam membicarakan hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama,

dalam percakapan sehari-hari, termasuk dalam sastra lisan dan tulisan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian Hubungan Mekanisme Koping dengan Stres Kerja Perawat IGD dan ICU di RSUD Ulin Banjarmasin. Mekanisme Koping Perawat IGD

Timatex merupakan perusahaan yang pertama kali memproduksi tekstil dengan penggunaan bahan dari benang sintetis yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan termasuk dalam

Melalui proses pencacahan/pemotongan, dan untuk menghasilkan cacahan yang baik, untuk itu di rancang suatu pisau pencacah. Pisau yang di buat merupakan alat yang

[r]

Disini penulis akan menjelaskan perihal mengenai rancangan dari rangkaian penyandi hexadesimal yang ter diri dari komponen dasar antara lain seperti multiplakser, pencacah

Di dalam suatu Network ( jaringan ), protokol TCP / IP merupakan sebuah rantai penghubung antara satu komputer dengan komputer lain atau antara satu protokol dengan protokol yang

[r]

Rangkaian â Indikator Led Berjalan â ini merupakan sebuah rangkaian elektronika yang dapat menghasilkan keluaran ( output ) berupa tampilan tulisan. Dimana rangkaian ini