• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hipertensi Primer Pada Pasien Rawat Jalan Di Poli Dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hipertensi Primer Pada Pasien Rawat Jalan Di Poli Dalam Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan Hipertensi

Istilah hipertensi berasal dari bahasa Inggris “hypertension”. Kata “hypertension” Sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu “hyper” dan “tension”. “hyper” berarti super atau luar biasa dan “tension” berarti tegangan atau tekanan. Akhirnya hypertension menjadi istilah kedokteran yang cukup popular untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Selain itu, dalam bahasa Inggris digunakan juga istilah “high blood pressure” yang berarti tekanan darah tinggi (Erlangga, 2007).

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Dalimartha, dkk, 2008).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dimana tanpa ada gejala, dan terjadinya peningkatan darah didalam arteri yang dapat menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Mansjoer, 2000).

(2)

Hipertensi essensial didiagnosis jika semua penyebab hipertensi yang lain telah dapat disingkirkan (Blumenfeld dan Laragh, 2008).

Hipertensi primer atau hipertensi essensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Anggraini dkk, 2009). Pada beberapa pasien hipertensi primer terdapat kecenderungan herediter yang kuat (Guyton and Hall, 2008).

Perjalanan penyakit hipertensi primer sangat perlahan. Penderita hipertensi primer biasanya tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya non spesifik seperti sakit kepala.

Patogenesis terjadinya hipertensi primer sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel. Kemungkinan terdapat predisposisi genetik (Brown, 2007). Pada hipertensi primer yang baru mulai biasanya curah jantung normal atau sedikit meningkat dan resistensi perifer normal. Pada tahap lanjut hipertensi primer, curah jantung menurun dan resistensi perifer meningkat (Gray et al., 2002).

(3)

Hipertensi essensial cenderung terjadi pada kelompok keluarga dan muncul sebagai sekumpulan penyakit atau sindrom yang berbasis genetik dengan beberapa abnormalitas biokimia yang diturunkan. Fenotif yang dihasilkan dapat dimodulasi oleh berbagai macam faktor lingkungan yang kemudian memengaruhi derajat kenaikan tekanan darah dan waktu onset hipertensi (Oparil et al, 2003).

Peranan faktor genetik disini biasanya dijembatani suatu fenotip (intermediate phenotype) berupa sensitivitas terhadap garam (salt sensitivity). Dengan demikian individu yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi, asupan tinggi natrium akan menyebabkan retensi natrium dan air yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan darah (Melander et al, 2001; Oparil et al, 2003).

(4)

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis Joint National Committee (JNC) VII (2003), yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk umur ≥15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi (Kemenkes, 2013).

(5)

orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg, hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Sustrani, 2006).

Hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung ataupun stroke yang berakibat pada kelumpuhan, untuk itulah, pengawasan dan pengendalian hipertensi secara teratur merupakan tindakan efektif untuk mencegah penyakit jantung (Purwati,dkk, 2005).

2.2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer.

(6)

mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi (Mansjoer, 2000). Pada umumnya, penyakit hipertensi primer baru diketahui pada waktu memeriksakan kesehatan ke dokter (Bangun, 2002).

Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, caliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.

Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun. (Sharma, 2008)

2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal.

(7)

penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal (tekanan darah tinggi pembuluh darah ginjal), pengaruh hormon (aldosteron, estrogen) dan sindrom cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain (Mansjoer, 2000).

Sedangkan menurut Dalimartha, dkk (2008), timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan seseorang. Adapun penyakit yang memicu timbulnya hipertensi sekunder diantaranya penyakit-penyakit pada ginjal, pada kelenjar adrenal, kelenjar gondok, kelainan pembuluh darah, serta pada kehamilan (pre-eklamsia),dan pemakaian pil pencegah hamil.

2.3. Patofisiologi

Faktor risiko hipertensi esensial meliputi umur (lebih lanjut), jenis kelamin (pria), riwayat keluarga mengalami hipertensi, obesitas yang dikaitkan dengan peningkatan volume intravaskuler, aterosklerosis (penyempitan arteri-arteri) dapat membuat tekanan darah meningkat, merokok (nikotin dapat membuat pembuluh darah menyempit), kadar garam tinggi (natrium membuat retensi air yang dapat menyebabkan volume darah meningkat), konsumsi alkohol dapat meningkatkan plasma katekolamin dan stress emosi yang merangsang sistem saraf simpatis.

(8)

Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontriksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan vaskuler perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer, semakin sempit pembuluh darah semakin tinggi tahanan terhadap aliran darah semakin besar dilatasinya semakin kurang tahanan terhadap aliran darah, jadi semakin menyempit pembuluh darah semakin meningkat tekanan darah.

Dilatasi dan kontriksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin-Angiotensin, seperti efinefrin dan nonepinefrin akan dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan kontriksi pembuluh darah, meningkatnya curah jantung dan kekuatan kontriksi ventrikel. Sama halnya pada sistem renin-Angiotensin, yang apabila distimulasi yang menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah (Baradero, 2008).

(9)

membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (Brunner dan Suddarth, 2002).

2.4. Gejala Klinis Hipertensi

(10)

2.5. Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi

Penyakit hipertensi termasuk penyakit yang banyak diderita orang tanpa mereka sendiri mengetahuinya. Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan berbagai hal yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Untunglah dewasa ini berbagai akibat yang ditimbulkannya dapat dicegah dengan perawatan dini oleh para ahli dibidang kedokteran (Bangun, 2002).

Hipertensi dapat dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya sistole dan diastole. Nilai tekanan darah dapat bervariasi karena berbagai kondisi, termasuk waktu dalam sehari-hari. Oleh karena itu, evaluasi tekanan darah sebaiknya dilakukan dua kali dalam satu kali pemerikasaan (Dalimartha,dkk, 2008).

Menurut Dr. Marvin Moser dalam bukunya, Lower Your Blood Pressure and Live Longer, sebenarnya yang dinamakan tekanan darah normal atau tinggi, batasnya cukup luas. Karenanya masih banyak dokter yang tidak setuju dengan klasifikasi batas tekanan darah normal dan batas mulainya hipertensi.

2.5.1. Klasifikasi Menurut WHO

(11)

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO/ISH

NO KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)

1 Optimal <120 <80

2 Normal 130 <85

3 Normal Tinggi 130-139 85-89

4 Hipertensi derajat 1 (ringan) Subgrup : perbatasan

140-159 140-149

90-99 90-94 5 Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-179 100-109

6 Hipertensi derajat 3 (berat) ≥180 ≥110

7

Sumber: WHO-ISH Guidelines for the Managementof Hypertension J Hypertens 1999)

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (Isolated Sytolic Hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90 mmHg.

(12)

2.5.2. Stratifikasi Risiko Absolut Kardiovaskuler

Menurut Soesetyo dan Pramonohadi (2003), Penatalaksanaan Hipertensi tidak berdasarkan tingkat tekanan darah saja, tetapi juga tergantung adanya faktor risiko yang lain (dislipidemia, diabetes mellitus, dan lain-lain), penyakit yang menyertai (asma bronkhiale, penyakit ginjal dan lain-lain), komplikasi organ target (gagal jantung, stroke dan lain-lain) maupun situasi pribadi, medical dan social penderita.

Tabel 2.2 Stratifikasi Risiko Absolut Kardiovaskuler Faktor–faktor risiko

faktor risiko lain Risiko Rendah Risiko Rendah Risiko Tinggi 1-2 faktor- faktor

risiko Risiko Rendah Risiko Rendah

Risiko Sangat Tinggi 3 atau lebih faktor

risiko atau kerusakan organ target atau diabetes mellitus

Risiko Tinggi Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi Kondisi klinik yang

menyertai Risiko Sangat Tinggi Risiko Sangat Tinggi

Risiko Sangat Tinggi Sumber : WHO-ISH Guidelines for the Managementof Hypertension J Hypertens 1999)

Pada tabel diatas dapat dilihat stratifikasi risiko kardiovaskuler absolut untuk menentukan prognosis penderita dengan hipertensi.

1. Kelompok Risiko Rendah

(13)

Pada kelompok ini risiko kejadian kardiovaskuler mayor kurang dari 15%. Risiko lebih rendah lagi pada penderita dengan Hipertensi perbatasan (WHO-ISH, 1999). 2. Kelompok Risiko Sedang

Pada kelompok ini tingkat tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskuler bervariasi. Beberapa penderita mungkin tekanan darah rendah tetapi dengan faktor risiko multiple, sedangkan penderita lainnya mungkin tekanan darah lebih tinggi tetapi tidak ada atau sedikit faktor risiko. Pada kelompok ini risiko terjadinya kejadian kardiovaskuler mayor 10 tahun mendatang sebesar 15-20%. Risiko 15 % pada penderita derajat 1(hipertensi ringan) dan 1 faktor risiko. 3. Kelompok Risiko Tinggi

Pada kelompok ini termasuk derajat 1 atau 2 yang mempunyai 3 atau lebih faktor risiko, diabetes atau kerusakan organ target dan penderita dengan derajat 3 tanpa faktor risiko lain. Risiko terjadinya kejadian kardiovaskuler pada 10 tahun mendatang sebesar 20-30%.

4. Kelompok Risiko Sangat Tinggi

(14)

2.6. Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati, 2007).

(15)

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pada tahun 2009, penyakit Hipertensi merupakan 10 besar penyakit terbanyak yang di derita pasien, dari data dinas kesehatan Kota/Kabupaten dilaporkan bahwa keadaan morbiditas pasien rawat inap Rumah Sakit Pemerintah, Hipertensi berada diurutan ke lima sebagai penyakit terbanyak di derita pasien dan keadaan morbiditas pasien rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Hipertensi berada diurutan ke empat sebagai penyakit terbanyak di derita pasien di Provinsi Aceh (Dinkes Provinsi Aceh, 2009).

2.7. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Soesetyo dan Pramonohadi (2003), Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan melalui 2 metode yaitu:

1. Metode Secara Langsung

Pada pengukuran tekanan darah secara langsung berarti mengukur tekanan darah dengan cara memasukkan kanula atau jarum steril langsung kedalam arteri, kemudian dilihat perubahan tekanan pada manometer air raksa, namun pengukuran ini hanya untuk tujuan penelitian.

2. Metode Secara Tidak Langsung

(16)

menggunakan air raksa atau (Merkuri), (2) aneroid, dan (3) elektronik atau digital (semi-otomatik/otomatik).

Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip peggunaanya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya. Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa tetapi, akurasinya juga relatif rendah

Pada saat mengukur tekanan darah, ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan. b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan

sejajar dengan jantung (istirahat). c. Pakailah baju lengan pendek.

d. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat memengaruhi hasil pengukuran.

(17)

dilakukan pada posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit.

f. Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas yaitu lebar 12-13 cm serta panjang 35 cm. Manset harus melingkari paling sedikit 80% lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2/3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop. Sebaiknya disediakan barbagai ukuran manset untuk dewasa, anak-anak dan orang gemuk.

g. Diperiksa pada fosa kubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antar iga IV). h. Balon dipompa sampai ke atas tekanan diastolik kemudian tekanan darah

diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung. i. Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar suara korotkoff I sedangkan

tekanan diastolic pada saat terdengar suara korotkoff V menghilang, bila suara tetap terdengar, dipakai patokan korotkoff IV (Muffling Sound).

j. Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer

(18)

2.8. Pemeriksaan Penunjang Terhadap Hipertensi

Menurut Dalimartha,dkk (2008), tekanan darah seseorang tergantung dari beberapa faktor. Kondisinya dapat berubah–rubah setiap jam, bahkan seriap menit. Tekanan darah tinggi terjadi jika suatu tekanan yang berlebihan menekan dinding pembuluh arteri, terhadap seseorang yang dicurigai mengidap hipertensi, selain dari pengukuran tekanan darah juga perlu dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ECG. Jika diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan khusus, seperti USG, Echocardiography (USG jantung), CT-Scan.

2.8.1. Pemeriksaan Mata

Penderita hipertensi seringkali diperiksa bagian mata dengan alat oftalmoskop yang diteropong ke dalam retina. Gejala awal adanya penyakit tekanan darah tinggi yang sangat berat adalah kaburnya penglihatan. Ini berbeda dengan gangguan

penglihatan mendadak yang kadang–kadang terjadi akibat komplikasi hipertensiyang agak berat yaitu hambatan atu thrombosis arteri atau vena kecil yang memasok retina. 2.8.2. Tes Urine dan Darah

(19)

2.8.3. Elektrokardiografi dan Sinar-X

Rekaman sinyal listrik jantung atau disebut elektrokardiografi (EKG) dapat menunjukkan pengaruh tekanan darah tinggi terhadap ketebalan otot jantung. Tekanan yang tinggi menyebabkan penebalan otot jantung sebagai reaksi terhadap tugas memompa lebih berat. EKG dapat menunjukkan adanya penyempitan arteri koroner atau membuktikan bahwa ada serangan jantung sebelumnya. Jika terdapat gejala angina maka rekaman EKG sebaiknya dilakukan dengan menggunakan treadmill atau sepeda statis.

Informasi mengenai ukuran jantung juga dapat diperoleh dari pemeriksaan sinar-X dada yang umum di lakukan. Selain itu, ada baiknya dilakukan pengukuran kadar kolesterol darah karena kadar yang tinggi dapatmenunjukkan orang-orang yang berisiko tinggi terkena serangan jantung dan penyakit sirkulasi pada kaki.

2.9. Komplikasi Penyakit Hipertensi

(20)

1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung (Dalimartha, dkk, 2008).

2. Pembesaran dan Kegagalan Jantung

Apabila tekanan darah tinggi dibiarkan tanpa perawatan tepat, jantung harus memompa dengan sangat kuat untuk mendorong darah kedalam arteri, lama-kelamaan dinding otot jantung akan menjadi semakin tebal. Sebuah jantung yang membesar abnormal adalah jantung yang tidak sehat karena ia menjadi kaku dan irama denyutnya cenderung tidak teratur. Hal ini akan menjadikan pemompaan kurang efektif dan akhirnya akan menyebabkan kegagalan jantung (Soeharto, 2004).

(21)

3. Kerusakan Pembuluh Darah Otak

Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Menurut Purwati, dkk (2005), Ada 2 jenis kerusakan yang ditimbulkan yaitu:

a. Pecahnya pembuluh darah, tingginya tekanan darah mengakibatkan pergeseran dinding pembuluh darah. Akibat lebih lanjut, pembuluh darah pecah sehingga darah mengalir keluar dari pembuluh darah atau disebut juga dengan perdarahan otak atau stroke.

(22)

4. Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Purwati,dkk, 2005).

5. Kerusakan Pada Mata

Organ penglihatan pun dapat terkena komplikasi penyakit hipertensi. Keruasakan pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan (Wijayakusuma dan Setiawan, 2006).

2.10. Penyakit Penyerta

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang juga sering diikuti penyakit lain yang menyertai dan memperburuk kondisi organ penderita. Menurut Dalimartha,dkk (2008), Penyakit penyerta hipertensi antara lain:

1. Kencing Manis (Diabetes Mellitus)

(23)

2. Resistensi Insulin (R-I)

Resistensi Insulin adalah penyakit yang timbul karena sel tubuh tidak dapat memanfaatkan maksimal insulin yang tersedia dalam darah sehingga glukosa darah dapat seluruhnya masuk ke jaringan tubuh. Resistensi Insulin dapat menjadi penyebab timbulnya diabetes, gangguan kadar lemak darah taupin hipertensi yang pada akhirnya dapat merusak lapisan pembuluh darah dengan berbagai efek medisnya.

3. Hiperfungsi Kelenjar Tiroid (Hipertiroid)

Gangguan Hiperfungsi kelenjar tiroid merupakan penyakit endokrin yang meningkatkan metabolisme normal didalam tubuh dan menyebabkan naiknya tekanan darah.

4. Rematik

Jenis penyakit rematik sangat beragam bahkan mencapai 100 jenis, dari yang ringan sampai yang berat. Ada jenis yang merusak berbagai macam organ tubuh sehingga akibat yang ditimbulkannya akan semakin memperberat kondisi penderita hipertensi.

5. Gout/Asam Urat

(24)

Gout dapat merusak organ tubuh misalnya penurunan fungsi ginjal, memicu perlekatan thrombosis pada pembuluh darah dan mengendap pada klep jantung. 6. Kadar Lemak Darah Tinggi (Hiperlipidemia)

Hiperlipidemia menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, termasuk pembuluh darah jantung. Komplikasi hipertensi akan bertambah parah dengan tingginya kadar lemak.

2.11. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hipertensi Primer

Menurut Dalimartha,dkk (2008), Fakor risiko adalah faktor yang menyertai penderita hipertensi maka dapat menyebabkan orang tersebut akan menderita hipertensi yang lebih berat lagi, hampir 90% penderita hipertensi termasuk golongan hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi adalah hipertensi primer. Meskipun hipertensi golongan ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun para ahli membagi dua kelompok faktor risiko pemicu timbulnya hipertensi, yaitu: faktor-faktor risiko yang tidak dapat di kontrol dan faktor-faktor risiko yang dapat di kontrol.

2.11.1.Faktor-Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol

Beberapa faktor yang tidak dapat di kontrol antara lain sebagai berikut: 1. Faktor Keturunan atau Gen

(25)

menderita hipertensi primer daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.

Sekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tuanya maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozygot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. dugaan ini mendukung bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi (Dalimartha,dkk, 2008).

Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh penderita tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak (Beevers, 2002) dalam journal of pediatric, menyatakan bahwa 50% dari anak–anak yang menderita hipertensi primer adalah berasal dari keluarga yang menderita hipertensi primer (Mursito, 2005).

2. Riwayat Keluarga

(26)

hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat (Michelle, 2003).

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi (WHO, 2005). Menurut Sheps (2005), hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

3. Faktor Usia

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50-60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. (Oktora, 2005).

(27)

Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun, sedangkan pada wanita umumnya terjadi setelah usia 45 tahun (menopause) (Dalimartha, dkk, 2008), bagi mereka yang mengalami hipertensi, resiko stroke dan penyakit kardiovaskuler yang lain akan meningkat bila tidak ditangani secara benar (Soeharto, 2004).

(28)

4. Ras

Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih (Tambayong, 2000). 5. Jenis Kelamin (Gender)

Hipertensi primer lebih jarang ditemukan pada perempuan pra menopause dibanding pria karena pengaruh hormon. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause (Thomas, 2007).

Hipertensi lebih mudah menyerang kelompok pria daripada wanita. Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki banyak faktor pendukung terjadinya hipertensi, seperti stress, kelelahan dan makan tidak terkontrol. (Dalimartha,dkk, 2008). Namun pada usia pertengahan atau setelah masa menopause (sekitar 45 tahun) dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi (Anies, 2006).

(29)

perempuan. Risiko laki-laki untuk terkena penyakit tersebut melampaui risiko pada perempuan setelah usia remaja sampai usia sekitar 50 tahun. Pada rentang usia tersebut, laki-laki memiliki 2-3 kali lipat kemungkinan menderita penyakit diatas dibandingkan perempuan. Sekitar usia 50 tahun ke atas, perempuan dan laki- laki dapat dikatakan berisiko sama menurut A. Maximin dalam buku Heart Therapy (1997), hal ini disebabkan karena terjadi perubahan di dalam tubuh perempuan yang berkaitan dengan menopaus. Selama pre-menopouse, hormon estrogen melindungi perempuan dari penyakit tersebut. Estrogen dipercaya dapat mencegah terbentuknya plak dari arteri dengan menaikkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Setelah masa menopause lewat, tingkat kadar estrogen pada perempuan menurun. Oleh karena itu, perempuan setelah menopause memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan sebelum menopause (Soeharto, 2004).

(30)

2.11.2.Faktor-Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol

Beberapa faktor yang dapat dikontrol antara lain sebagai berikut: 1. Asupan Natrium/Garam

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang di makan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia dan karenanya hipertensi relatif jarang terjadi. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun terdapat sedikit bukti bahwa mereka mengkonsumsi garam lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002).

(31)

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Bowman,2007).

Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam (Sarwoyo dan Hendarwo, 2002).

Garam biasa adalah kombinasi dari dua unsur, yaitu natrium dan chlorida. Konsumsi garam per hari yang diperbolehkan adalah kurang dari 5 gram, kira– kira 1 sendok teh (Beevers, 2002) atau dengan kisaran 30-90 meq/hari atau 700-2100 mg garam/hari (Khomsan, 2004).

(32)

garamnya cukup tinggi, misalnya beberapa obat batuk cair yang menggunakan garam sebagai bahan dasarnya (Purwati,dkk, 2005).

Tabel 2.3 Kadar Natrium Dalam 100 Gram Bahan Makanan

No Bahan Makanan Na (mg)

Sumber : Purwati, 2005

(33)

kuat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak garam dapur dan air (Soeharto, 2004).

Gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari, prevalensi hipertensi persentasenya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gr perhari akan meningkatkan prevalensi menjadi 15-20% (Wiryowidagdo dan M. Sitanggang, 2002).

Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Alison, 1996).

2. Pola Makan

(34)

Makanan yang dikatagorikan junk food biasanya juga mengandung banyak sodium yaitu bagian dari garam yang banyak ditemukan pada makanan dan minuman kemasan, kolesterol, saturated fat yang bias merangsang hati memproduksi kolesterol. Bila dalam tubuh terdapat banyak zat ini akan menimbulkan banyak penyakit seperti darah tinggi, stroke, penyakit jantung, dan kanker (Wulansari, 2008).

Pola makan berlebihan sudah jelas merupakan hal yang sangat membahayakan tubuh karena dapat mengganggu proses metabolisme tubuh akibat kelebihan zat-zat seperti garam, gula, kolesterol, lemak dan kafein yang dapat mengakibatkan hipertensi (Anies, 2006).

Oleh karena itu, pembatasan konsumsi makanan yang dapat menimbulkan hipertensi sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada orang yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang yang menjelang usia lanjut. Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah gizi seimbang dimana mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang baik dari kuantitas dan kualitas yang terdiri dari (Kurniawan, 2002):

1. Sumber karbohidrat : biji-bijian.

2. Sumber protein hewani : ikan, unggas, daging putih, putih telur, susu rendah lemak.

(35)

Dalam mengatur menu makanan, dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan sebagai berikut (Kurniawan, 2002):

1. Makanan yang berkadar lemak tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa). 2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit, keripik,

makanan kering asin).

3. Makanan dan minuman kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, dan minuman kaleng.

4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan, abon, ikan asin,telur asin).

5. Susu full cream, mentega, margarine, keju, kuning telur, kulit ayam, daging sapi/kambing.

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, terasi, saus tomat, tauco, serta bumbu penyedap lainnya.

(36)

3. Aktifitas Fisik

Berdasarkan hasil berbagai penelitian epidemiologi terbukti bahwa ada keterkaitan antara gaya hidup kurang aktif dengan hipertensi. Oleh Karena itu, WHO, ACSM, The National Heart Foundation Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sangat menganjurkan untuk meningkatkan aktifitas fisik sebagai intervensi pertama dalam upaya pencegahan dan pengobatan hipertensi (Dalimartha,dkk, 2008). Peningkatan aktifitas fisik dapat berupa olahraga secara teratur. Orang yang kurang aktif melakukan olah raga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan, dan kegemukan dapat menaikkan tekanan darah (Purwati,dkk, 2005), selain dapat menurunkan berat badan, olah raga yang teratur terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko terhadap stroke, serangan jantung, penyakit pembuluh darah lainnya juga dapat menghilangkan rasa stress, dan stress merupakan faktor penunjang terjadinya hipertensi (Dalimartha,dkk, 2008).

(37)

Terjadinya peningkatan tekanan darah cenderung berbeda, tergantung dari jenis latihan yang dilakukan. Pada olah raga yang dinamik seperti berlari atau bersepeda, output jantung meningkat untuk mempertahankan pasokan darah dan oksigen ke dalam otot yang sedang bekerja. Semakin besar output jantung, semakin tinggi pula tekanan sistoliknya (tekanan saat kontraksi otot jantung). Peningkatan tekanan sistolik ini cendrung lebih besar dari pada peningkatan tekanan diastolik (tekanan diantara denyut jantung).

Pada latihan yang berat dan mendadak, terjadi peningkatan tekanan darah yang besar. Namun, latihan lari yang stabil pada orang yang bugar hanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sedang. Setelah latihan, tekanan darah menurun di bawah tingkat semula dan dapat bertahan sampai satu jam atau lebih. Memang terdapat bukti yang menunjukkan bahwa latihan secara teratur dapat menyebabkan tekanan darah yang cukup berarti. Mungkin lebih baik bagi penderita penyakit hipertensi tanpa komplikasi untuk latihan dinamik secara teratur, misalnya lari atau bersepeda (Bangun, 2002).

Studi menunjukkan olahraga aerobic, seperti jogging, jalan kaki dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan (Muchid, 2006).

(38)

bugar memiliki risiko terkena hipertensi 20-50% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang aktif. Jika tekanan darah kita tinggi, aktivitas fisik yang teratur dapat mengurangi tekanan darah. Meskipun demikian, sebaiknya dihindari olahraga yang kompetitif. (Bangun,2002).

ACSM pada tahun 2004 menyatakan hubungan antara olahraga dengan hipertensi, antara lain sebgai berikut :

a. Individu yang kurang aktif mempunyai risiko mederita hipertensi 30-50 lebih besar dari pada individu yang aktif bergerak

b. Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai 22 jam setelah berolah raga

c. Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurunkan tekanan darah 7,4/5,8 mmHg tanpa obat hipertensi

d. Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun diastolik, mengurangi risiko terhadap stroke sampai 14-17% dan risiko terhadap penyakit kardiovaskuler sampai 9%

(39)

4. Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan)

Obesitas adalah massa tubuh (Body Mass) yang meningkat yang disebabkan jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan atau lebih dari yang dibutuhkan untuk memelihara fungsi tubuh. Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit hipertensi adalah orang dewasa yang berat badannya sedang bertambah. Dugaannya adalah jika berat badan seseorang bertambah, volume darah akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah. Sering kali kenaikan volume darah dan beban pada tubuh yang bertambah berhubungan dengan hipertensi, karena semakin besar bebannya, semakin berat pula kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh.

Akhir-akhir ini, pada penderita obesitas diketahui banyak terjadi resistensi insulin. Akibat resistensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan oleh sel beta prankeas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hiperinsulinemia ini akan mengakibatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma nonepinephrin Orang yang memiliki berat badan relative (BBR) lebih dari 20 % perlu diperiksa kadar insulin serum puasanya, cara menghitung BBR ialah dengan memakai rumus berikut :

BBR = 100%

(40)

menurun (Wijayakusuma dan Setiawan, 2006). Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa Wanita yang obesitas pada usia 30 tahun mempunyai resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan wanita langsing pada usia yang sama. Selain itu, dikatakan bahwa lebih dari 50% hipertensi, baik pada pria maupun wanita, berhubungan dengan obesitas.

Menurut Purwati, dkk (2005), Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Kategori Ambang Batas IMT

KATEGORI IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan

< 17,0 17,0-18,5

Normal 18,5-25,0

Gemuk (Obesitas)

Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat

>25,0-27,0 >27 Sumber: Purwati, dkk 2005

(41)

badan merupakan cara yang efektif untuk menurunkan tekanan darah (Beevers, 2002).

Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara (Alison, 1996).

Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi (Khomsan, 2003).

5. Konsumsi Alkohol

(42)

darah dan juga memiliki kecendrungan kuat untuk mengalami stroke. (Beevers, 2002). Alkohol bisa mengurangi kemampuan pompa jantung dan kadang-kadang membuat pengobatan hipertensi kurang efektif. Hal tersebut di karenakan Alkohol dapat menurunkan efek obat antihipertensi, tetapi efek presor ini menghilang dalam 1-2 minggu dengan mengurangi minum alkohol sampai 80%. Pada penderita hipertensi konsumsi alkohol dibatasi 20-30 g etanol perhari untuk pria dan 10-20 g etanol per hari pada wanita (Soesetyo dan Pramonohadi, 2003). Karenanya, lebih baik menghindarinya sama sekali dan tekanan darah cenderung turun bilamana konsumsi alkohol di hentikan atau di batasi. Faktor ini ditemukan tiap satu dari sepuluh orang dan adanya konsumsi alkohol yang berlebihan, kadang-kadang diketahui setelah pemeriksaan darah rutin (Bangun,2002).

Meskipun hubungan antara alkohol dan tekanan darah saat ini telah diketahui, namun belum ada yang bisa menjelaskan bagaimana hal tersebut bisa terjadi, para dokter menganjurkan agar pria tidak minum lebih dari 21 unit alkohol per minggu (sama dengan 10,5 kaleng bir atau 21 gelas kecil anggur) dan wanita tidak minum lebih dari 14 unit per minggu ( sama dengan 7 kaleng bir atau 14 gelas kecil anggur). Semua ini harus terjadi dalam seminggu bukan dalam sekali minum (Beevers, 2002).

6. Konsumsi Teh dan Kopi

(43)

tersebut dapat menimbulkan tekanan darah tinggi dalam jangka panjang (Bangun,2002). Kopi yang mengandung kafein dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah (Wijayakusuma dan Setiawan, 2006).

7. Merokok

Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diduga hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang pertahunnya. Sejauh ini, wabah merokok telah terjadi di Negara-negara maju. Dan pada tahun 2030 diperkirakan tidak kurang dari 70 persen kematian yang disebabkan oleh rokok akan terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia.

(44)

Bahan baku rokok berasal dari tembakau yang mengandung nikotin. Dua bahan terpenting dalam asap rokok yang berkaitan dengan penyakit hipertensi yaitu nikotin dan gas karbonmonoksida (CO), dalam 1 batang rokok mengandung 3% sampai 6% gas CO, kadar darah perokok berat sekitar 5%. Asap rokok mengandung sekitar 0,5 sampai 3% nikotin dan kalau dihisap maka nikotin dalam darah berkisar antara 40-50 mg/ml. Nikotin ini akan terhirup ke paru-paru bersama dengan gas karbonmonoksida (CO) yang terbentuk dari ketidaksempurnaan pembakaran tembakau. Bila kedua senyawa tersebut masuk kedalam aliran darah maka akan berpengaruh kurang baik (Yoga, 2006). Nikotin berpengaruh terhadap rangsangan urat saraf dan otak seseorang sehingga mempercepat irama denyut jantung dan juga melepaskan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, mudah gelisah, tangan gemetar, selera makan berkurang dan dapat menyebabkan terjadinya ateroma dalam arteri dan mengenai arteri ginjal. Akibat penyempitan arteri akan terjadi penyakit hipertensi yang berat. Sementara gas CO dapat mengurangi kemampuan haemoglobin dalam darah mengikat oksigen sehingga darah kekurangan oksigen yang merupakan suatu bahan utama bagi kehidupan manusia (Mursito, 2005).

(45)

pada pembuluh darah otak dengan akibat stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. Keadaan ini pun ternyata bukan hanya dialami oleh perokok itu sendiri, tetapi juga oleh perokok pasif (orang yang ada di sekeliling perokok) (Bangun, 2002). Kaitan antara penyakit jantung dan pembuluh darah dengan rokok juga berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap dan lamanya kebiasaan merokok.

Perlu diketahui bahwa, sebatang rokok yang dibakar akan mengeluarkan asap utama yang akan dihisap oleh perokoknya sendiri dan asap sampingan yang akan keluar ke udara dan terisap oleh orang-orang yang ada disekitar siperokok dan orang-orang ini disebut perokok pasif. Asap sampingan ini sangat penting perannya bagi kesehatan si perokok pasif karena jumlahnya yang cukup banyak dan kadar berbahayanya yang cukup tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa rokok yang terbakar menghasilkan asap sampingan sejumlah 2 kali lebih banyak dari pada asap utama, karena asap sampingan hampir terus-menerus keluar selama rokok dinyalakan dan menghasilkan asap selama 10 menit sementara asap utama baru akan keluar kalau rokok itu dihisap dan menghasilkan asap biasanya kurang dari 1 menit.

(46)

nikotin pada asap sampingan adalah 1,8-3,3 kali lebih tinggi, kadar asam asetat aalah 1,9 sampai 3,9 lebih tinggi, kadar hydrogen sianida 4,2 sampai 6,4 kali lebih tinggi, kadar toluen 6 smpai 8 kali lebih tinggi, kadar aniline 30 kali lebih tinggi dan kadar nikel bisa sampai 3 kali lebih tinggi dari pada asap utama. Jadi walaupun asap sampingan dikeluarkan dulu ke udara bebas sebelum di hisap oleh perokok pasif, tetapi karena kadar bahan berbahayanya lebih tinggi daripada asap utama, maka perokok pasif tetap menerima akibat buruk dari kebiasaan merokok orang disekitarnya (Yoga, 2006).

(47)

8. Asupan Lemak

Kolesterol merupakan bagian dari lemak. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolesterol, trigliserida dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolesterol dari makanan sehari–hari dan dari hasilri maka sintesis dalam hati (lever). Sekitar 25-50 kolesterol yang berasal dari makanan dapat diabsorbsi oleh tubuh, selebihnya akan dibuang melalui feses. Jika konsumsi kolesterol terlalu banyak maka penyerapan didalam tubuh juga akan meningkat.

Didalam makanan, lemak terdiri dari dua macam, yakni lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh bersifat menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah yang terdapat pada makanan yang berasal dari hewan, seperti daging sapi, kerbau, kambing dan sebagian kecil dari tumbuh-tumbuhan. Adapun lemak tidak jenuh cenderung menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah seperti minyak jagung, minyak kedelai dan sebagian kecil hewani, seperti ikan dan minyak ikan (Purwati,dkk, 2005).

Seseorang penderita darah tinggi dengan kadar lemak yang banyak, mungkin memerlukan modifikasi diet atau terapi obat untuk menormalkannya. Batasan utama asupan lemak adalah kurang dari 30% total kalori. Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) di Amerika Serikat menyarankan diet rendah lemak, yakni mengkonsumsi buah dan sayuran (Bangun, 2002).

(48)

Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran menurunkan tekanan darah TDS/TTD 3/1 mmHg sedangkan mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg. Pada penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapat menurunkan tekanan darah 11/6 mmHg. Adanya diet tinggi kalsium, magnesium dan kalium mungkin berperanan terhadap efek tersebut. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak (Soesetyo dan Pramonohadi, 2003).

Membatasi asupan lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Apabila endapan ini semakin banyak dapat menyumbat pembuluh darah dan menganggu peredaran darah (Anies, 2006). 9. Stress

(49)

namun, perbedaan diantara kelompok–kelompok ini juga berkaitan dengan perbedaan gaya hidup dan pola makan (Beevers, 2002).

Hanya ada sedikit orang yang menghubungkan antara tekanan darah tinggi dengan stress. Tapi peranan stress sebagai faktor penyebab tekanan darah tinggi yang menetap pada pria belum terlihat dengan nyata. Namun stress yang menyebabkan tekanan darah tinggi diduga terjadi akibat adanya rangsangan saraf simpatetik dan bagian otak yang dapat meningktkan tekanan darah secara intermiten. Jika berkepanjangan, stress bisa menjadikan tekanan darah tinggi menetap (Wiryowidagdo, 2002). Stress sulit untuk diberi batasan atau diukur, karena peristiwa yang menimbulkan stress pada seseorang belum tentu menimbulkan pada orang lain (Anies, 2006).

2.12. Upaya Pencegahan dan Mengatasi Hipertensi

Mencegah tentu saja lebih baik daripada mengobati, karena tekanan darah yang meningkat drastis dapat menimbulkan komplikasi atau bahkan berakibat fatal seperti kelumpuhan, gagal ginjal, gangguan ginjal yang parah dan oedema, oleh karena itu diperlukan adanya deteksi dini untuk mengetahui adanya penyakit hipertensi yaitu dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur atau setiap ada kesempatan (Anies, 2006).

(50)

hipertensi sekunder, upaya pencegahan ataupun pengobatannya ditekankan pada upaya menghilangkan atau memperkecil faktor pemicu yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi. Penderita hipertensi yang tergolong ringan boleh dikatakan tidak memerlukan obat, tetapi dapat dikontrol melalui sikap hidup sehari-hari. Pengontrolan sikap inilah yang merupakan langkah pencegahan yang sangat baik bagi penderita hipertensi. (Dalimartha, dkk, 2008).

Orang yang telah dinyatakan hipertensi harus menjalankan pengobatan agar tidak berlanjut ke penyakit komplikasi lainnya, seperti stroke atau serangan jantung.

Secara garis besar pengobatan hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu : 2.12.1.Pengobatan Non Farmakologis (Non Obat) atau Non Medis

Pengobatan cara ini terbukti dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak lagi diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Selain itu, pada keadaan saat obat anti-hipertensi diperlukan, pengobatan non-farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik (Dalimartha, dkk, 2008).

(51)

1. Terapi Diet

Untuk membantu menaggulangi tekanan darah tinggi dengan pola diet makanan baik dan seimbang, secara garis besar ada 4 macam diet yaitu:

a. Diet Rendah Garam

Menurut Sutardjo (1999), Ada 3 macam diet rendah garam (sodium) yaitu: 1) Diet rendah garam 1, yaitu 200-400 mg perhari. Ini untuk penderita hipertensi

berat. Pada waktu pemasakan makanan tidak boleh ditambahkan garam dapur lagi. Demikian pula bahan makanan dengan natrium tinggi dihindari.

2) Diet rendah garam II, yaitu sebanyak 600-800 mg perhari. Dimana diperbolehkan membubuhkan seperempat sendok teh garam (±1 gram). Bahan makanan dengan natrium tinggi dihindari. Diet ini bagi penderita hipertensi yang belum terlalu berat.

3) Diet rendah garam III yaitu sebanyak 1.000-2.000 mg/ hari. Dalam memasak makanan masih boleh diperbolehkan menggunakan 2 gram garam dapur. b. Diet Rendah Kolesterol dan Lemak Terbatas

Diet ini bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan menurunkan berat badan bagi penderita yang kegemukan. (Dalimartha, dkk, 2008). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengatur diet ini, antara lain:

(52)

2) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta sea food(udang, kepiting) minyak kelapa, kelapa (santan)

3) Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream

4) Batasi kuning telur, paling banyak tiga butir dalm seminggu

5) Lebih sering mengkonsumsi tempe, tahu, dan jenis kacang-kacang lainnya dan sebaiknya direbus

6) Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis, seperti sirup, dodol 7) Lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, kecuali durian dan

nangka.

c. Diet Tinggi Serat

Penderita tekanan darah tinggi dianjurkan setiap hari mengkonsumsi makanan berserat tinggi.

Tabel 2.5 Jenis Makanan yang Mengandung Serat Tinggi

No Golongan Jenis Makanan

1 Buah-buahan Jambu biji, belimbing, jambu bol, kedondong, anggur, markisa, pepaya, jeruk, mangga, apel, semangka dan pisang

2 Sayuran

Daun bawang, kecipir muda, jamur, bawang putih, daun dan kulit melinjo, buah kelor, daun kacang panjang, kacanag panjang, daun kemangi, daun katuk, daun singkong, daun ubi jalar, daun seledri, lobak, tomat, kangkung, touge, buncis, pare, kol, wortel, bayam dan sawi

3 Protein nabati Kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, dan biji-bijian (havermout, beras merah, jagung, jali)

(53)

d. Diet Rendah Kalori Jika Kelebihan Berat Badan

Hipertensi tidak mengenal usia dan bentuk tubuh seseorang, orang yang berat badannya lebih (kegemukan) akan berisiko tinggi terkena hipertensi, demikian juga orang yang berusia diatas 40 tahun. Salah satu cara menanggulanginya ialah dengan melakukan diet rendah kalori agar berat badannya menurun hingga normal.

Menurut Dalimartha, dkk (2008) dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1) Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 500 gr (0,5 kg) berat badan per minggu

2) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi 3) Aktivitas olah raga dipilih yang ringan-sedang

e. Ciptakan Keadaan Rileks

Berbagai cara relaksasi, seperti meditasi, yoga, atau hipnotis dapat dilakukan untuk mengontrol system syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (Dalimartha, dkk, 2008).

f. Tingkatkan Aktivitas

(54)

69-80% Denyut Nadi Maksimum (DNM). Cara menghitung DNM adalah 220 dikurangi usia.

Ketika melakukan aktivitas, baik yang sifatnya aerobic maupun latihan kekuatan otot, sangat dianjurkan untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu sekitar 5-10 menit. pemanasan dapat dilakukan dengan latihan peregangan otot dan berjalan kaki perlahan-lahan. setelah berolahraga juga dilakukan pemanasan dengan gerakan yang sama. (Dalimartha, dkk, 2008).

Tabel 2.6 Aktivitas yang Bermanfaat untuk Kebugaran Jantung Paru Jenis Aktivitas Durasi dan Manfaat

Jalan kaki Waktu tempuh jalan kaki yang dianjurkan untuk penderita hipertensi sekitar 10-15 menit setiap 1 km

Jogging Cukup efektif untuk kekuatan otot tungkai Bersepeda - untuk kebugaran jantung paru

- untuk melatih kekuatan otot tungkai bawah - menghirup udara segar

Berenang - untuk kebugaran jantung dan paru

- efek psikologis, dapat menenangkan pikiran Sumber : Dalimartha, dkk 2008

g. Berhenti Merokok, Kopi dan Mengurangi Alkohol yang Berlebihan

Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Untuk penderita yang sulit untuk menghentikan merokok dapat dibantu dengan pengobatan penggantian nikotin (Soesetyo, 2003).

(55)

h. Obati Penyakit Penyerta

Obati penyakit penyerta seperti kencing manis, hipertiroid dan kolesterol tinggi (Dalimartha, dkk, 2008).

2.12.2.Pengobatan Farmakologis (Obat Medis)

Menurut Dalimartha, dkk (2008), Pengobatan secara medis, penderita diberikan obat beberapa macam, antara lain sebagai berikut:

1. Diuretik

Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh melalui urine. Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan. Obat-obatan yang termasuk golongan diuretik seperti hidroklototiasid (HCT), efek sampingnya hipokalemia (kekurangan natrium dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas, hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah), lemah otot, muntah dan pusing.

2. Alpha, Beta dan Alpha-Beta Adrenergic Blokker

(56)

3. Penghambat Simpatetik

Sistem kerja obat ini adalah menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat beraktivitas). Contoh obat ini yaitu metildopa, klonidin dan reserpin. Efek sampingnya dapat terjadi anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati.

4. Dilator

Kerja obat ini berlangsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. Contoh obat ini seperti prasosin dan hidralasin, efek sampingnya sakit kepala dan pusing.

5. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Cara kerja obat ini adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekan darah). Contohnya captopril, efek sampingnya dapat terjadi batuk kering, pusing, sakit kepala, dan lemas.

6. Antagonis Kalsium

Dapat menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya seperti nifedipin, diltiasem dan veraparnil, efek sampingnya sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

7. Penghambat Reseptor Angiotensin II

(57)
(58)

2.13. Landasan Teori

Dari uraian diatas, dapat disusun suatu landasan teori terhadap faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi primer menurut Dalimartha, dkk (2008) dan Anies (2006)

Gambar. 2.1. Landasan Teoritis Dalimartha, dkk (2008) faktor risiko

hipertensi: 1.Umur

2.Jenis kelamin

3.Riwayat keluarga (hereditas) 4.Obesitas

5.Konsumsi garam berlebih 6.Kurang aktivitas

7.Merokok dan konsumsi alkohol

Anies, (2006) faktor risiko hipertensi:

1.Faktor keturunan

2.Karakteristik seseorang (usia, jenis kelamin dan ras)

3.Gaya hidup (konsumsi lemak dan garam, kegemukan dan makan secara berlebihan dan merokok)

(59)

2.14. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan yang telah dikemukakan Dalimartha, dkk (2008) dan Anies (2006), mengenai faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi primer, maka konsep pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Maka kerangka konsepsional dapat digambarkan sebagai beikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Asupan garam Pola makan Aktivitas fisik Obesitas

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO/ISH
Tabel 2.2 Stratifikasi Risiko Absolut Kardiovaskuler
Tabel 2.3 Kadar Natrium Dalam 100 Gram Bahan Makanan
Tabel 2.4 Kategori Ambang Batas IMT
+4

Referensi

Dokumen terkait

Target nilai tekanan darah adalah ≤ 140/90 mmHg untuk hipertensi yang tidak disertai komplikasi dan ≤ 130/80 mmHg untuk penderita diabetes mellitus serta ginjal kronik (Sukandar

Penghambat reseptor angiotensin efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dan berguna dalam kombinasinya dengan hipertensi (Hoffman dan Carrunthers,

Mereka yang secara fisik aktif umumnya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dan jarang terkena tekanan darah tinggi (Marliani &amp; T antan, 2007).Hal ini juga

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asuhan kefarmasian yang dilakukan farmasis terhadap hasil terapi dengan parameter tekanan darah sistolik (TDS), tekanan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asuhan kefarmasian yang dilakukan farmasis terhadap hasil terapi dengan parameter tekanan darah sistolik (TDS), tekanan

Untuk mengetahui hubungan obesitas, aktifitas fisik, dan kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan merokok, dan profil lipid darah dengan Penyakit Jantung Koroner dilakukan

Mereka yang secara fisik aktif umumnya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dan jarang terkena tekanan darah tinggi (Marliani &amp; Tantan, 2007).Hal ini juga sejalan

Penelitian dilakukan pada semua sampel yang telah didiagnosis memiliki tekanan darah di atas nilai normal ( &gt;140/90 mmHg ) yang memiliki kriteria sampel