• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, imunisasi merupakan andalan program kesehatan, diatur oleh negara dalam hal ini oleh Departemen Kesehatan. Dalam pelaksanaannya

selain oleh unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah, pelayanan imunisasi juga dilakukan oleh swasta dan masyarakat dengan keterpaduan dan kebersamaan

antara berbagai pihak. Pemerintah dan tentu saja berdasarkan analisa para ahli dari badan dunia, seperti World Health Organization (WHO) maupun para ahli nasional menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur, serta

tata cara bagaimana memberikan vaksin kepada anak-anak atau kelompok umur penerima vaksin lainnya.

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang

sudah dilemahkan atau dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan Antibody yang pada akhirnya nanti yang digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit

yang menyerang tubuh (Hanum, 2015).

Imunisasi yang wajib diperoleh anak adalah imunisasi dasar. Imunisasi ini

harus diperoleh anak sebelum usia 12 bulan. Usia 12 bulan merupakan usia dimana seorang anak harus sudah mendapatkan lima macam imunisasi dasar yaitu BCG, DPT 1,2,3, Polio 0,1,2,3, Hepatitis B 1,2,3, dan Campak. Kelengkapan

(2)

dapat pula meningkatkan status gizi pada anak batita. Status gizi anak batita bisa dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang diderita anak, pemberian ASI pada anak,

dimana ASI mengandung closterum yang baik bagi imunitas anak serta pola makan anak batita yang dapat memengaruhi status gizi anak batita.

Pada tahun 2007, 18,4% balita di Indonesia mengalami gangguan gizi kurang dan pada tahun 2010 menunjukan prevalensi gizi kurang di Indonesia

adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang (Riskesdas, 2013). Masih tingginya prevalensi gizi buruk-kurang tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan imunisasi di Indonesia belum memadai, termasuk dalam hal

ini cakupan imunisasi berbagai daerah diseluruh pelosok tanah air masih belum maksimal.

Cakupan imunisasi lengkap pada anak umur 12-23 bulan, yang merupakan gabungan dari satu kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Cakupan imunisasi lengkap cenderung

meningkat dari tahun 2007 (41,6%), 2010 (53,8), dan 2013 (59,2%). Berdasarkan jenis imunisasi persentase tertinggi adalah BCG (87,6%) dan terendah adalah

DPT-HB3 (75,6%). Papua mempunyai cakupan imunisasi terendah untuk semua jenis imunisasi, meliputi HB-0 (45,7%), BCG (59,4%), DPT-HB 3 (75,6%), Polio 4 (48,8%), dan campak (56,8%). Provinsi DI Yogyakarta mempunyai cakupan

imunisasi tertinggi untuk jenis imunisasi dasar HB-0 (98,4%), BCG (98,9%), DPT-HB 3 (95,1%), dan campak (98,1%), sedangkan cakupan imunisasi polio 4

(3)

Menurut WHO tahun 2013, di Indonesia ada 1,5 juta anak mengalami kematian tiap tahunnya oleh penyakit yang sebetulnya bisa dicegah dengan

imunisasi. Pada tahun 2013, lebih dari 2 juta balita melewatkan imunisasi DPT-3 dimana banyak dari mereka adalah masyarakat tidak mampu. Tercatat pula di 10

provinsi dengan populasi termiskin di Indonesia, ada sekitar 70% anak-anak yang tidak diberi imunisasi (Kemenkes R.I, 2013).

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi lebih rentan terkena penyakit infeksi, yang menyebabkan anak mengalami sakit, yang dapat menurunkan status gizi anak. Hal ini karena penyakit infeksi dan fungsi kekebalan saling

berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya akan memengaruhi status gizi berupa penurunan status gizi pada anak (Wilhendra, 2010).

Penyebab langsung gangguan gizi adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang diperoleh anak batita dari makanan dengan kebutuhan tubuh anak batita dan penyakit infeksi yang menyebabkan sejumlah protein dan kalori habis yang

seharusnya dipakai untuk pertumbuhan anak batita, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak dalam

merawat dan memberikan makanan, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, tingkat ekonomi, pendidikan dan sosial budaya atau kebiasaan (Hanum, 2015).

Menurut hasil WHO The World Bank joint child malnutrition estimates

(4)

19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%)

terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai

sasaran SDGs (Sustainable Development Goals) tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan 4,1% dalam

periode 2013 sampai 2015.

Atas dasar sasaran SDGs 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu : (1) Bali, (2) DKI

Jakarta, (3) Bangka Belitung. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0%-29,0%, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30% (Riskesdas, 2013).

Diantara 33 provinsi di Indonesia, 19 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang diatas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2% sampai

33,1%. Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat (28,3%), Papua Barat (30,5%) dan Nusa Tenggara Timur

(34,7%). Di Sumatera Utara sendiri, ada 23,6% bayi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang (Riskesdas, 2013).

(5)

balita di Desa Tanjung Beringin, diimunisasi BCG (74,44%), Polio (72,73%), Hepatitis B (52,44%), Campak (64,67%) dan DPT sebanyak (76,81%).

Berdasarkan data di atas, pelaksanaan imunisasi di Puskesmas Pegagan Julu II, Tanjung Beringin belum mencapai standar nasional yaitu 80%.

Kunjungan rata-rata balita ke Posyandu tahun 2015 sebanyak 82,77% dari 2.612 balita (Puskesmas Pegagan Julu II Tanjung Beringin, 2015).

Dari survei pendahuluan pada bulan Maret tahun 2016 di Puskesmas Pegagan Julu II Tanjung Beringin, diperoleh data status gizi buruk pada anak balita 6,13% dan status gizi kurang pada anak balita 18,40%. Hal ini didukung

dengan adanya 3 orang anak batita yang menderita status gizi buruk dan 9 orang anak balita yang menderita status gizi kurang. Salah satu faktor penyebab status

gizi buruk pada seorang anak batita yaitu anak batita mengalami Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) serta pola makan dan pola asuh yang kurang dari keluarga dengan didukungnya keluarga anak batita berasal dari keluarga miskin. Dari anak

batita yang mengalami status gizi kurang dan gizi buruk memiliki ibu yang bekerja sebagai petani yang berdampak pada status ekonomi keluarga sehingga

dapat memengaruhi pola asuh dalam hal penyediaan makanan pada anak batita serta memengaruhi pengaturan gizi anak.

Hasil penelitian Diana (2004) di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar

Ambacang Kota Padang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik ibu dengan status gizi anak batita (p > 0,05).

(6)

Watonea wilayah kerja Puskesmas Katobu Kabupaten Muna dengan hasil uji

Chi-Square diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti lebih kecil dari nilai Hasil survei pendahuluan pada bulan Maret tahun 2016 di Puskesmas Pegagan Julu II, Tanjung Beringin Kabupaten Dairi, diperoleh jumlah anak batita

sebanyak 245 anak batita pada tahun 2015. Dimana sebagian dari anak batita tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar dan status gizi anak batita tersebut dalam keadaan status gizi baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi dengan Status Gizi Anak

Batita umur 1-3 tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi. 1.2 Permasalahan Penelitian

Belum diketahui hubungan karakteristik ibu dan pemberian imunisasi

dengan status gizi anak batita umur 1-3 tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan karakteristik ibu dan pemberian imunisasi dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

1.3.2. Tujuan Khusus

(7)

b. Mengetahui status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

c. Mengetahui hubungan imunisasi dasar dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

d. Mengetahui hubungan umur ibu dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

e. Mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016. f. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi anak batita umur

12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016. g. Mengetahui hubungan jumlah anak ibu dengan status gizi anak batita umur

12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016. h. Mengetahui hubungan umur anak batita dengan status gizi anak batita

umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

i. Mengetahui hubungan jenis kelamin anak batita dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun

2016.

(8)

1.4 Hipotesis

a. Ada hubungan imunisasi dasar dengan status gizi anak batita umur 12-36

bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

b. Tidak ada hubungan umur ibu dengan status gizi anak batita umur 12-36

bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

c. Tidak ada hubungan pendidikan ibu dengan status gizi anak batita umur

12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016. d. Tidak ada hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi anak batita umur

12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

e. Tidak ada hubungan jumlah anak ibu dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

f. Ada hubungan umur anak batita dengan status gizi anak batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

g. Tidak ada hubungan jenis kelamin anak batita dengan status gizi anak

batita umur 12-36 bulan di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016.

(9)

1.5 Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan untuk

pengembangan program kebijakan kesehatan, khususnya pemantauan terhadap pemberian imunisasi lengkap pada anak batita umur 12-36 bulan

di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi.

b. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas tentang perlunya memantau

pemberian imunisasi dasar dan status gizi anak.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini Universitas Sebelas Maret berhak menr,impan, mengalihmediakan, mengelolanya daiam bentuk pangkalan data (database),

perkembangan secara alami tidak terjadi. Seringkali kegiatan seperti ini mengakibatkan terjadinya kegagalan, haltersebut dapat dilihat pada beberapa proyek yang telah

PHILLIP FUTURES PTE LTD 5 To the extent permitted by law, Phillip Futures, or persons associated with or connected to Phillip Futures, including but not limited

Perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam proses persidangan di pengadilandilakukan dalam bentuk: (1) selama proses persidangan, anak

5 To the extent permitted by law, Phillip Futures, or persons associated with or connected to Phillip Futures, including but not limited to its officers,

Mengutip Thaha Husein, Husein al-Hajj Hasan mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pemalsuan dan pencurian (al-wadh`u wa al-nahl) karya sastra. Para

Hipotesis 2 terbukti dari 26 kecamatan di Kabupaten Klaten, 15 kecamatan berada diatas nilai keseimbangan/surplus produksi beras yaitu Kecamatan Gantiwarno,

Having analyzed the data, the writer finds that the forms of compliment utterances and its translation are word is translated into word; noun phrase is