BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti
terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang
diperoleh selama penelitian.
2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak
pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia (United Nation Development Programme, 1990). Diantara banyak pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk
mempunyai akses terhadap sumber daya uang dibutuhkan agar dapat hidup
secara layak.
Sebagaimana laporan UNDP tahun 1995, dasar pemikiran konsep
pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian,
b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk
c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan/ kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya
memanfaatkan kemampuan/ kapasitas tersebut secara optimal,
d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu : pemerataan,
produktivitas, pemberdayaan dan kesinambungan,
e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan
pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai oleh UNDP ini
mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human Develompment Index (HDI). IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990. IPM adalah indeks
pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang dibangun
berdasarkan tiga komponen dasar yaitu peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (living standards). Peluang hidup diukur berdasarkan angka harapan hidup saat lahir, pengetahuan diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah, serta hidup
layak diukur berdasarkan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas
daya beli (purchasing power parity).
Tahun 2010 UNDP merevisi metode penghitungan IPM, sehingga
pada tahun 2014 Badan Pusat Statistik (BPS) mengadopsi perubahan
metodologi penghitungan IPM yang baru. Perubahan tersebut antara lain : (1)
Angka Melek Huruf sebagai indikator untuk kesejahteraan pada bidang
pendidikan, kini diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah. Demikian
juga dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, kini diganti
dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. Dalam metode perhitungan,
IPM dengan metode lama yang menggunakan metode agregasi, kini diganti
menjadi metode rata-rata geometrik.
Setiap komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan
maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPM. Rumus yang
digunakan sebagai berikut :
a. Dimensi Kesehatan :
b. Dimensi Pendidikan :
Dari indeks kesehatan, pendidikan dan pengeluaran tersebut, maka
dapat dihitung rata-rata geometrik untuk menghitung nilai IPM. Rumus yang
digunakan sebagai berikut :
Untuk melihat capaian IPM antar wilayah, dapat dilihat melalui
pengelompokkan IPM dalam beberapa kategori, yaitu :
IPM < 60 : IPM Rendah
60 ≤ IPM < 70 : IPM Sedang
70 ≤ IPM < 80 : IPM Tinggi
IPM ≥ 80 : IPM Sangat Tinggi
Alasan yang mendasar perubahan metodologi penghitungan IPM
adalah karena beberapa indikator sudah tidak tepat digunakan dalam
penghitungan IPM. Angka Melek Huruf sudah tidak relevan dalam mengukur
dimensi pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas
pendidikan. Selain itu, Angka Melek Huruf disebagian besar daerah sudah
tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah
dengan baik. Demikian halnya dengan PDB per kapita tidak dapat
menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Penggunaan
rumus rata-rata aritmatika dalam penghitungan IPM saat ini menggambarkan
bahwa capaian yang rendah pada suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian
Berikut beberapa penjelasan mengenai variabel-variabel dalam
metode baru IPM yaitu :
a. Angka Harapan Hidup Saat Lahir – AHH (Life Expectancy – e)
Angka Harapan Hidup Saat Lahir didefenisikan sebagai rata-rata perkiraan
banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH
mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat yang dihitung dari hasil
sensus dan survei kependudukan.
b. Rata-rata Lama Sekolah – RLS (Mean Years of Schooling – MYS) Rata-rata Lama Sekolah didefenisikan sebagai jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal.
Diasumsikan dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah
tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan
rata-rata lama sekolah adalah penduduk yang berusia 25 tahun ke atas.
c. Angka Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling – EYS)
Angka Harapan Lama Sekolah didefenisikan lamanya sekolah (dalam
tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu.
Diasumsikan peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur
berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah
penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah
dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan
jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun)
yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.
d. Pengeluaran per Kapita Disesuaikan
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan, ditentukan dari nilai pengeluaran per
kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity/ PPP). Rata-rata pengeluaran per kapita setahun dihitung dari level provinsi hingga level
kabupaten/ kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/ riil dengan tahun dasar 2012 = 100. Perhitungan paritas daya beli metode baru
menggunakan 96 komoditas yang mana 66 komoditas merupakan makanan
dan sisanya merupakan komoditas non makanan.
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah.
Oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya
kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD.
Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah
terhadap APBD maka semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah
terhadap bantuan pemerintah pusat. Oleh karena itu, pendapatan asli daerah
perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang
diperlukan untuk penyelenggaran pemerintahan dan kegiatan pembangunan
yang setiap tahunnya terus meningkat. Sehingga kemandirian otonomi daerah
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
pada pasal 6, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber
dari :
a. Pajak daerah,
b. Retribusi daerah,
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan,
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
a) Pajak Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah pada pasal 1 ayat 1, yang dimaksud
pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaran pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, terdapat dua jenis pengelompokan dalam
pajak daerah yaitu jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah provinsi
dan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/ kota.
Adapun yang termasuk jenis pajak daerah tersebut, yaitu :
1) Pajak Kendaraan Bermotor,
2) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
4) Pajak Air Permukaan,
5) Pajak Rokok.
b. Jenis pajak daerah Kabupaten/ Kota, terdiri dari :
1) Pajak Hotel,
2) Pajak Restoran,
3) Pajak Hiburan,
4) Pajak Reklame,
5) Pajak Penerangan Jalan,
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
7) Pajak Parkir.
8) Pajak Air Tanah,
9) Pajak Sarang Burung Walet,
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
b)Retribusi Daerah
Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan
oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi
daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat
pekerjaan usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang
Oleh karena itu, setiap setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat
dinikmati oleh masyarakat.
Retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang
diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Beberapa ciri-ciri
retribusi yaitu :
a. Retribusi dipungut oleh negara,
b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis,
c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,
d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/ badan yang
menggunakan/ mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat, retribusi daerah
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi yang disediakan atau
diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
b. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang
meliputi : pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan
pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan
secara memadai oleh pihak swasta.
c. Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah Yang Dipisahkan
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
terdiri dari :
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah
(BUMD),
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara
(BUMN) dan
c. Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bahwa yang
termasuk dalam lain-lain pendapatan asli daerah yang sah meliputi :
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
b. Jasa giro,
c. Pendapatan bunga,
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh Daerah.
2.1.3. Dana Perimbangan
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat
18, yang dimaksud Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksananaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Kesenjangan fiskal yang terjadi selama ini telah menyebabkan
ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan pemerintah
pusat. Padahal, sebenarnya bantuan dana tersebut hanyalah untuk rangsangan
bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli
daerahnya yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah,
Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan dan efisien. Transfer pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan
terdiri dari :
a. Dana Bagi Hasil (DBH),
b. Dana Alokasi Umum (DAU) dan
c. Dana Alokasi Khusus (DAK).
a) Dana Bagi Hasil (DBH)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat
20, yang dimaksud dengan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelakasanaan desentralisasi. Lebih lanjut dalam Penjelasan
Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) pada APBN merupakan
pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang
berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pada pasal 160,
bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari pajak terdiri atas :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari
sumber daya alam terdiri atas :
a. Kehutanan,
b. Pertambangan umum,
c. Perikanan,
d. Pertambangan gas bumi,
e. Pertambangan minyak bumi dan
f. Pertambangan panas bumi.
Dalam pengalokasian dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH),
ada tiga prinsip yang digunakan, yaitu :
a. Pengalokasian DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil),
b. Penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan dan
c. DBH PPh pasal 21 didasarkan atas pemotong atau pemungut pajak
di tempat bendaharawan terdaftar sebagai Wajib Pajak dan PPh pasal
25/ 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan tempat
domisili atau tempat usaha Wajib Pajak terdaftar.
b)Dana Alokasi Umum (DAU)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum yang selanjutnya
disebut DAU merupakan bagian dari Dana Perimbangan, yaitu dana
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pada dasarnya jenis-jenis transfer dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori, yaitu : (1) Transfer tanpa syarat (uncoditional grants, general purpose grants, block grants) dan (2) Transfer dengan syarat (conditional grants, categorical grants, specific purpose grants).
Dana Alokasi Umum merupakan dana transfer yang bersifat
“block grants” dalam kategori transfer tanpa syarat. Artinya, ketika
dana tersebut diberikan pemerintah pusat, maka pemerintah daerah
memiliki diskresi, bebas untuk menggunakan serta mengalokasikan
dana transfer tersebut sesuai dengan prioritas kebutuhan daerah tanpa
ada intervensi oleh pemerintah pusat untuk peningkatan pelayanan
masyarakat dalam rangka otonomi daerah. Selain itu, Dana Alokasi
Umum juga sering disebut bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang tidak
terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda,
2013).
Kebijakan dalam DAU merupakan suatu instrumen
penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah memiliki
struktur dan kemampuan fiskal yang sama. DAU bagian dari kebijakan
transfer fiskal dari pusat ke daerah yang berfungsi sebagai pemerataan
fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan
Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan dengan menggunakan
pendekatan konsep fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari
potensi penerimaan daerah yang ada.
Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, alokasi DAU bagi daerah yang memiliki potensi fiskalnya besar namun kebutuhan
fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, Sebaliknya,
daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil, tetapi kebutuhan
fiskalnya besar memperoleh alokasi DAU yang relatif besar.
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya
disebut DAK merupakan bagian dari Dana Perimbangan, yaitu dana
yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Yang dimaksud dengan
daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Jadi, tidak semua daerah
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, yang
dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (1) Kebutuhan yang tidak
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam
pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain,
misalnya : kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa
jenis investasi/ prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan
terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer (2)
Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dalam pengalokasian, DAK ditentukan dengan memperhatikan
tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara
pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas
umum daerah. Oleh sebab itu, DAK dicantumkan dalam APBD. DAK
tidak dapat diperuntukkan untuk mendanai administrasi kegiatan,
penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.
DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal
rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal rendah
didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah
dengan belanja pegawai negeri sipil daerah pada APBD tahun
anggaran.
DAK digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara
lain : pembangunan rumah sakit, pendidikan, jalan, pasar, irigasi, dan
air bersih. DAK dapat disamakan dengan belanja pembangunan karena
berupa pembangunan sarana dan prasarana publik (Ndadari dan Adi,
2008). Adapun tujuan pengalokasian DAK yang ingin dicapai yaitu
menyediakan layanan dan keterjangkauan akses, menyediakan layanan
pendidikan bermutu, berkesetaraan dan relevan, pencapaian standar
sarana, dan peningkatan daya saing serta pemberdayaan potensi daerah.
Dana Alokasi Khusus termasuk jenis transfer dengan syarat
(conditional grants). Transfer ini biasanya digunakan untuk keperluan yang dianggap penting oleh pemerintah pusat namun kurang dianggap
penting oleh pemerintah daerah. Transfer dana ini dikelompokkan
dalam dua jenis, yaitu (1) Transfer Pengimbang (matching grants) dan (2) Transfer Bukan Pengimbang (nonmatching grants). Matching grant adalah transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan pembiayaan
2.2.Review Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
Tabel 2.1 (Lanjutan)
2.3.Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan teori, dapat dibuat kerangka konseptual
yang akan diteliti seperti terlihat pada Gambar 2. 1. Pada gambar tersebut dapat
dilihat Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah
(X1) dan Dana Perimbangan (X2). Sedangkan Variabel Dependen dalam penelitian
Gambar 2. 1 Kerangka Konspetual
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Didalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. PAD bersumber dari penerimaan daerah yang berasal dari
sumber ekonomi daerah, terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Potensi
PAD perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban
belanja daerah yang diperlukan untuk sektor-sektor yang dapat
Variabel Independen Variabel Dependen
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(X1)
Dana Perimbangan
(X2)
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
(Y) H1
H2
meningkatkan indeks pembangunan manusia baik itu dibidang :
pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Keberhasilan kinerja pemerintah
daerah bergantung dengan tata cara pengelolahan PAD-nya. Ketika kinerja
pemerintah semakin baik, maka PAD yang dikelola pemerintah semakin
efektif sehingga penyelenggaran pemerintahan dan kegiatan pengalokasian
realisasi program-program pembangunan pelayanan publik setiap tahunnya
semakin baik pula. Maka dengan efektifnya PAD yang dikelola daerah
akan meningkatkan indeks pembangunan manusia daerah tersebut.
2. Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan pelaksanaan
desentralisasi, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Didalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan
pengalokasian DBH pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh
dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan
sumber daya alam. Dengan kata lain, DBH adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan
memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase
tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Demikian juga, didalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, disebutkan DAU dan DAK merupakan bagian dari Dana
Perimbangan yang bersumber dari APBN. DAU dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. DAK tidak dapat diperuntukkan untuk mendanai
administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan
perjalanan dinas. DAK sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan
penyediaan layanan publik dan keterjangkauan akses, menyediakan
layanan pendidikan bermutu, berkesetaraan dan relevan, pencapaian
standar sarana, dan peningkatan daya saing serta pemberdayaan potensi
daerah.
Diasumsikan semakin besar DBH, DAU dan DAK diterima suatu
daerah, maka diharapkan akan terjadi peningkatan peluang hidup,
pengetahuan dan hidup layak di masyarakat, sehingga pembangunan
2.4.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu dan
kerangka konseptual maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
H2 : Dana Perimbangan berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
H3 : Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan