BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antropometri
Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter sebagai salah satu indikator status gizi diantaranya umur, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan antropometri untuk menghitung status gizi (Supariasa, 2014).
2.1.1 Berat badan
Antropometri paling sering digunakan adalah berat
badan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai
pertimbangan, antara lain: pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan pola
gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia; keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Penting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan
ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014).
2.1.2 Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan.
(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014).
2.1.3 Lingkar Lengan Atas (LILA)
Ambang batas LILA wanita usia subur dengan resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) di Indonesia adalah 23,5 cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2014).
2.14 Lingkar Perut
Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh
baik tersebar di subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral jika lingkar perut lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada
2.1.5 Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus berikut
(Depkes, 2013):
Berat Badan (Kg)
IMT = ---
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi
kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan
kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut(Depkes, 2013):
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4 : keadaan orang tersebut disebut Kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan.
3. IMT 18,5 – 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.
4. IMT 25,1 – 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengankelebihan berat badan tingkat ringan.
5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat(Depkes, 2013).
2.2 Pola makan
2.2.1 Pola makan harian
Orang Indonesia makan tiga kali sehari yaitu sarapan di pagi hari, makan siang dan makan malam. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan khususnya di usia remaja. Konsumsi makanan yang
dalam tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu penyakit. Sehingga dalam hal mengkonsumsi makanan, yang perlu diperhatikan adalah kecukupannya agar didapatkan suatu fungsi tubuh yang optimal (Almatsier, 2009).
Pola Makan Remaja Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak adekuat adalah masalah yang paling umum dialami remaja putri. Gizi tidak adekuat akan menimbulkan masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan. Kekurangan gizi dalam masa remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk emosi yang tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara umum. Beberapa perilaku spesifik yang umumnya dipercaya menyebabkan masalah gizi pada ramaja putrid adalah: (1). Kurang didampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, (2). Kurangnya perhatian dalam memilih makanan di luar
rumah, (3). Kurangnya waktu untuk mengkonsumsi secara teratur, (4). Melewatkan waktu makan satu kali atau lebih setiap hari, (5). Mulai mengkonsumsi alcohol, (6). Pemilihan makanan selingan yang kurang tepat, (7).
jerawat, (8). Takut mengalami obesitas, (9). Tidak mau minum susu (Irianto, 2014). Selain itu remaja juga memiliki kebiasaan makan cemilan diluar jam makan. Gaya hidup duduk lama sambil ngemil makanan tinggi kalori dan lemak dan rendah gizi serta nutrisi memicu kelebihan berat badan pada remaja (Hasdianah, 2014). Asupan makanan rata rata sekitar 2000 – 3000 kalori/hari (Dawn, 2000). Makanan juga memberikan zat gizi yang kita butuhkan, zat tersebut adalah Karbohidrat, protein, asam amino, vitamin, mineral, air.
Karbohidrat dapat dibentuk dari asam amino. Namun, semakin sedikit karbohidrat yang kita makan, semakin banyak lemak dan protein yang harus dioksidasi untuk memperoleh energi yang kita butuhkan. Protein berkualitas tinggi mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Protein hewani (Protein susu, telur, dan daging) memiliki kualitas tinggi. Protein nabati umumnya berkualitas rendah. Anak – anak
dan wanita hamil memiliki kebutuhan lebih asam amino lebih karena untuk pertumbuhan. Vitamin adalah sekelompok molekul organik yang berbeda – beda yang diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam makanan.
kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, seng, natrium, kalium. Air merupakan separuh sampai empat per lima dari berat badan manusia. Asupan air yang diperlukan setiap hari bergantung pada keseimbangan antara jumlah yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh dan jumlah keluar melalui urin dan tinja serta melalui kulit dan udara pernapasan (Dawn, 2000).
2.2.2 Gizi Seimbang (Balanced Nutrition)
Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang mengadung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang divisualisasikan sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah gizi karena beberapa alasan, diantaranya: pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan
alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004).
2.2.3 Gizi Kurang (Undernutrition)
Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009).
2.2.4 Gizi Lebih (Overnutrition)
Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi memengaruhi status gizi
seseorang. Ketidakseimbangan positif terjadi apabila
asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995). Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula
yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor penyebabnya adalah aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang membahayakan, kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang pengetahuan akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari kelebihan gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak), penyakit degenerative seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin menurun (Irianto, 2014).
2.3 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit berturut untuk memelihara
kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap bugar dan sehat sepanjang hari (Badan Pusat Statistik, 2013). Saat beraktivitas, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa lama dan seberapa berat pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan (Almatsier, 2009).
2.3.1 Aktivitas Aktif 2.3.1.1 Olahraga
Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui aktivitas fisik seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur. Olahraga dan aktivitas fisik, yang tidak berimbang dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan berat badan tidak normal. Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang dengan asupan nutrisi dan masukan energi
yang diperoleh dari makanan seharihari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik harus dilakukan secara teratur, sedangkan macam dan
2.3.1.2 Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di luar mata pelajaran yang diselenggarakan untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan minat siswa melalui kegiatan yang dibuat oleh tenaga kependidikan dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di sekolah (Kurniawan, 2010).
2.3.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari)
Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer
dan video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen, 2005).
2.3.2.1 Menonton Televisi dan Main Game
Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik
dilakukan kepada alumni Harvard University, sepanjang tahun 1962-1978 terdapat 1413 orang meninggal, 45% disebabkan karena penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka yang meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan hidup 2 tahun lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga kurang dari 5 mil/minggu (Rosita, 2012).
2.3.2.2 Media Sosial
Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya adalah internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya menggunakan internet untuk
mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78 persen), Malaysia (72
2012, diketahui bahwa pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial media di Indonesia sebagian besar didominasi oleh usia remaja, khususnya mereka para peserta didik atau pelajar. Penelitian lain memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di Indonesia mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009 sebanyak 700% dibanding pada tahun 2008. Penggunaan sosial media merupakan salah satu kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini membuat remaja menghabiskan banyak waktu untuk mengecek sosial media melalui gadget yang dimiliki baik laptop maupun smartphone (Isnainiyah, 2012).
2.3.2.3 Istirahat
Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka tepati karena waktu tidur
yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe,
baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa pada penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek dikaitkan dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin. Perubahan hormon ini yang mungkin berkontribusi terhadap kenaikan indeks masaa tubuh (Taheri , 2004). Hasil penelitian (Papalia , 2010) menyatakan bahwa remaja yang obesitas tidur
lebih sedikit dibanding remaja yang normal dan underweight. Durasi tidur ditemukan berhubungan
dengan risiko overweight dan obesitas pada remaja Australia 10-15 tahun.
2.4 KERANGKA KONSEP
Pola Makan
Aktivitas Fisik
Indeks Massa Tubuh
2.5 HIPOTESIS
2.5.1 Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol juga sering disebut dengan hipotesis statistik yaitu hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain atau hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan suatu kejadian antara dua kelompok (Sugiyono, 2011). Hipotesis Nol (Ho) dalam penelitian ini adalah: “ada hubungan yang tidak signifikan antara pola makan dan aktivitas fisik terhadap indeks massa tubuh mahasiswa FIK UKSW angkatan 2012“.
2.5.2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif dapat langsung dirumuskan apabila pada suatu penelitian, hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini merupakan hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2011). Hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah: “Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dan