i
REVALUASI ASET TETAP
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015)
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Irma Sulistiyani NIM 7211413005
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
ii
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Subowo, M.Si. Dhini Suryandari, S.E, M.Si., Ak
NIP. 195504161984031003 NIP. 198212142008122001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi
iii Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Irma Sulistiyani
NIM : 7211413005
Tempat Tanggal Lahir : Kebumen, 16 Maret 1996
Alamat : Lumbu RT 01/RW 01 Kecamatan Kutowinangun,
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini
adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Mei 2017
iv
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji I
Drs. Heri Yanto, MBA, PhD NIP. 196307181987021001
Penguji II Penguji III
Drs. Subowo, M.Si. Dhini Suryandari, SE., M.Si., Ak. NIP. 195504161984031003 NIP. 198212142008122001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
v Motto
“Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan
sesuatu adalah “mulai”. (Clifford Warren)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain
(Q.S Al-Insyirah: 6-8)
Usaha tidak akan mengkhianati hasil.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1. Ibu, Bapak dan Adikku yang senantiasa
mendoakan, memberikan kasih sayang,
menyemangati, mendukung dan
membimbingku.
2. Sahabat-sahabat yang selalu memberi
bantuan dan semangat.
3. Teman-teman Jurusan Akuntansi 2013,
khususnya Akuntansi A 2013
vi
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Revaluasi Aset Tetap (Studi pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015)”.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, saran dan dukungan baik moral
maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang,
2. Dr. Wahyono, M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang,
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si., Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Negeri
Semarang,
4. Drs. Subowo, M.Si. dan Dhini Suryandari S.E.,M.Si.,Ak., Dosen pembimbing
yang senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan, saran, maupun kritik
dalam penyusunan skripsi ini,
5. Drs. Heri Yanto, MBA, PhD, Dosen penguji yang telah membimbing,
memberikan arahan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini,
6. Drs. Asrori, MS dan Bestari Dwi Handayani, SE., M.Si., dosen wali yang
selalu memberikan arahan, saran, dan motivasi dalam menempuh studi,
7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
vii
yang bermanfaat selama penulis menempuh studi di Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata, besar harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dapat dijadikan
referensi penelitian selanjutnya dan berguna bagi perkembangan studi akuntansi.
Semarang, Mei 2017
viii
2015)”. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Subowo, M.Si., II Dhini Suryandari, SE., M.Si., Ak.
Kata kunci : Revaluasi Aset Tetap, Leverage, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Intensitas Aset Tetap, Akuisisi
Penilaian aset tetap menggunakan metode harga perolehan menjadikan nilai aset tetap yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan, karena nilai yang disajikan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena adanya fluktuasi inflasi yang terjadi di Indonesia. PSAK 16 Revisi 2011 memperbolehkan perusahaan untuk memilih metode biaya atau metode revaluasi. Revaluasi aset tetap merupakan penilaian kembali aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan akibat adanya perubahan harga aset di pasaran, sehingga diperlukan penyesuaian nilai buku aset dengan nilai wajar aset. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan melakukan revaluasi aset tetap.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 85 perusahaan. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi leverage, likuiditas, ukuran perusahaan, intensitas aset tetap dan akuisisi. Metode analisis menggunakan analisis regresi logistik yang meliputi uji overall model fit, uji kelayakan model, koefisien determinasi, dan pengujian hipotesis dengan signifikansi α = 5%. Pengujian hipotesis menggunakan program SPSS 21.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel leverage dan akuisisi berpengaruh positif terhadap pemilihan metode revaluasi aset tetap. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan leverage tinggi dan perusahaan yang melakukan akuisisi cenderung memilih metode revaluasi aset tetap dalam menilai aset tetapnya. Variabel likuiditas, ukuran perusahaan, dan intensitas aset tetap tidak berpengaruh terhadap keputusan melakukan revaluasi aset tetap.
ix
University. 1 supervisor Drs. Subowo, M.Si., 2 Dhini Suryandari, SE., M.Si., Ak.
Keywords: Fixed Asset Revaluation, Leverage, Liquidity, Company Size, Fixed Asset Intensity, Acquisition
The valuation of fixed assets using cost method makes the value of fixed assets presented in financial statements irrelevant, because the value presented does not reflect the actual price. This is due to the inflation fluctuation in Indonesia. PSAK 16 Revision 2011 allows companies to choose cost method or revaluation method in assessing their fixed assets. Fixed asset revaluation is a revaluation of fixed assets owned by company due to changes in asset prices in the market, so it is necessary to adjust the book value of assets with the fair value of assets. This study aims to determine the factors that influence the decision of implementing fixed assets revaluation.
The population of the study is 138 companies which are listed on the Indonesian Stock Exchange in 2015, with samples of 85 companies. The independent variables in this study include leverage, liquidity, firm size, fixed asset intensity and acquisition. The analysis method used logistic regression analysis which includes model fit test, goodness of fit test, coefficient of
determination, and hypothesis testing with significance α = 5%. The hypothesis testing used SPSS 21 program.
The results of this study indicate that leverage and acquisition variable had a positive effect on the decision of implementing fixed asset revaluation. This results show that the companies that had high leverage and the companies that made the acquisition tended to choose the revaluation method in assessing their fixed assets. Meanwhile the liquidity, firm size, and fixed asset intensity variable had no effect on the selection of implementing fixed asset revaluation.
x
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
SARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 12
1.3. Cakupan Masalah ... 13
1.4. Rumusan Masalah ... 14
1.5. Tujuan Penelitian ... 14
1.6. Manfaat Penelitian ... 15
xi
2.1.2.Teori Keagenan ... 21
2.2. Kajian Variabel Penelitian ... 23
2.2.1. Revaluasi Aset Tetap ... 23
2.2.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 27
2.2.3. Leverage ... 28
2.2.4. Likuiditas ... 31
2.2.5. Ukuran Perusahaan ... 33
2.2.6. Intensitas Aset Tetap ... 35
2.2.7. Akuisisi ... 36
2.3.Kajian Penelitian Terdahulu ... 37
2.4.Kerangka Berpikir ... 44
2.4.1. Pengaruh Leverage terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 44
2.4.2. Pengaruh Likuiditas terhadap Revaluasi Aset ... 46
2.4.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 48
2.4.4. Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 50
2.4.5. Pengaruh Akuisisi terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 51
xii
3.2.1.Populasi ... 55
3.2.2.Sampel ... 56
3.2.3.Teknik Pengambilan Sampel ... 56
3.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 57
3.3.1. Variabel Dependen ... 57
3.3.2. Variabel Independen ... 58
3.3.2.1.Leverage ... 58
3.3.2.2.Likuiditas ... 59
3.3.2.3.Ukuran Perusahaan ... 59
3.3.2.4.Intensitas Aset Tetap ... 60
3.3.2.5.Akuisisi ... 60
3.4.Metode Pengumpulan Data ... 62
3.5.Metode Analisis Data ... 63
3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 63
3.5.2. Analisis Statistik Inferensial ... 64
3.5.2.1.Menilai Keseluruhan Model ... 65
3.5.2.2.Menilai Kelayakan Model Regresi ... 66
3.5.2.3.Koefisien Determinasi ... 67
3.5.2.4.Tabel Klasifikasi ... 67
xiii
4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 70
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 71
1. Revaluasi Aset Tetap ... 71
2. Leverage ... 72
3. Likuiditas ... 74
4. Ukuran Perusahaan ... 76
5. Intensitas Aset Tetap ... 78
6. Akuisisi ... 79
4.1.3 Analisis Statistik Inferensial ... 80
4.1.3.1.Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) .... 80
4.1.3.2.Menilai Kelayakan Model (Goodness of Fit) ... 82
4.1.3.3.Koefisien Determinasi ... 83
4.1.3.4.Tabel Klasifikasi ... 84
4.1.3.5.Uji Multikolinearitas... 85
4.1.3.6.Estimasi Parameter dan Interpretasinya ... 86
4.2 Pembahasan ... 90
4.2.1 Pengaruh Leverage terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 90
4.2.2 Pengaruh Likuiditas terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 92
xiv
4.2.5 Pengaruh Akuisisi terhadap Revaluasi Aset Tetap ... 99
BAB V PENUTUP ... 102
5.1 Kesimpulan... 102
5.2 Saran ... 103
5.2.1. Saran Bagi Perusahaan ... 103
5.2.2. Saran Bagi Investor ... 104
5.2.3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 105
xv
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 39
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel ... 61
Tabel 4.1. Daftar Pemilihan Sampel ... 70
Tabel 4.2. Analisis Frekuensi Variabel Revaluasi Aset Tetap ... 71
Tabel 4.3. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Leverage ... 72
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Leverage ... 73
Tabel 4.5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Likuiditas ... 74
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Likuiditas ... 75
Tabel 4.7. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Ukuran Perusahaan ... 76
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Ukuran Perusahaan ... 77
Tabel 4.9. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Intensitas Aset Tetap ... 78
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Intensitas Aset Tetap... 79
Tabel 4.11. Analisis Frekuensi Variabel Akuisisi ... 80
Tabel 4.12. Output Hasil Pengujian Overaal Fit Model Block 0 ... 81
Tabel 4.13. Output Hasil Pengujian Overaal Fit Model Block 1 ... 82
Tabel 4.14. Hssil Uji Kelayakan Model ... 83
Tabel 4.15. Koefisien Determinasi... 84
Tabel 4.16 Tabel Klasifikasi ... 84
Tabel 4.17 Tabel Hasil Uji Multikolinearitas ... 85
Tabel 4.18 Output Hasil Uji Regresi Logistik ... 88
xvi
Revaluasi dan Tidak Revaluasi Aset Tetap ... 4
xvii
Lampiran 2 Ringkasan Data Variabel Penelitian ... 116
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Secara riil, suatu perusahaan
akan selalu berusaha untuk menghasilkan laba yang besar sehingga mampu
menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan jumlah kekayaan perusahaan dan
memperluas kegiatan usaha perusahaan. Perusahaan akan senantiasa berusaha
untuk meningkatkan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga dapat menjaga
keberlangsungan perusahaan di masa depan.
Kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan, diperlukan sejumlah modal
yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan usaha (Hastuti, 2016). Modal
yang ditanamkan di perusahaan diharapkan dapat menghasilkan keuntungan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan perusahaan. Salah satu modal yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan adalah aset tetap
(Nurjanah, 2013).
Aset tetap merupakan salah satu komponen penting dalam menjalankan
kegiatan operasional perusahaan (Andison, 2015). Penggunaan aset tetap secara
efisien akan menentukan kinerja suatu perusahaan (Latifa, 2016). Umumnya,
aset tetap dinilai berdasarkan harga perolehan, lalu disusutkan nilainya selama
masa manfaat aset tetap sehingga nilainya semakin lama semakin kecil.
2
aset tetap menjadi tidak relevan, karena tidak menunjukkan nilai terkini dari aset
tetap yang dimiliki oleh perusahaan (Latifa, 2016).
Tabel 1.1 Data IHK dan Inflasi di Indonesia periode 2013-2015
BULAN 2013 2014 2015
IHK INFLASI IHK INFLASI IHK INFLASI
Januari 136,9 1,03 111 1,07 118,7 -0,24
Februari 137,9 0,75 111,3 0,26 118,3 -0,36
Maret 138,8 0,63 111,4 0,08 118,5 0,17
April 138,6 -0,1 111,4 -0,02 118,9 0,36
Mei 138,6 -0,03 111,5 0,16 119,5 0,5
Juni 140 1,03 112 0,43 120,1 0,54
Juli 144,6 3,29 113,1 0,93 121,3 0,93
Agustus 146,3 1,12 113,6 0,47 121,7 0,39
September 145,7 -0,35 113,9 0,27 121,7 -0,05
Oktober 145,9 0,09 114,4 0,47 121,6 -0,08
Nopember 146 0,12 116,1 1,5 121,8 0,21
Desember 146,8 0,55 119 2,46 123 0,96
Tingkat Inflasi 8,38 8,36 3,35
Sumber : bps.go.id
Tabel 1.1 berisi tentang data fluktuasi IHK dan inflasi di Indonesia selama
tahun 2013-2015. Adanya fluktuasi inflasi yang terjadi di Indonesia akan
berdampak pada ketidakrelevanan nilai aset jika diukur menggunakan harga
perolehannya (Ramadhan, 2015). Apabila harga-harga sudah berubah dalam
jumlah besar, maka penyajian aset tetap menggunakan harga perolehan tidak
menunjukkan keadaan yang riil dari aktiva perusahaan (Andison, 2015). Nilai
aset tetap yang disajikan bisa undervalue atau overvalue. Sebagai contoh tanah
yang dibeli perusahaan pada tahun 2010, nilainya sudah berbeda dengan nilai
3
wajar, perlu dipilih suatu kebijakan akuntansi selain penilaian menggunakan
harga perolehan.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah menetapkan PSAK 16
tentang Aset Tetap yang mengadopsi IFRS (International Financial Reporting
Standars) pada tahun 2011 dan mulai berlaku efektif tanggal 1 Januari 2012.
Konvergensi IFRS menyebabkan terjadinya perubahan pada PSAK 16,
diantaranya adalah perbedaan pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal.
Sebelum dikeluarkannya PSAK 16 tahun 2011, aset tetap disajikan berdasarkan
nilai perolehan aset dikurangi akumulasi penyusutan. Namun setelah
konvergensi IFRS, perusahaan dapat memilih menggunakan model biaya atau
model revaluasi dalam menilai aset tetapnya (Latifa, 2016). Revaluasi aset tetap
adalah penilaian ulang aset tetap, yang dapat menyebabkan nilai aset menjadi
lebih tinggi maupun lebih rendah dari nilai aset tercatat (Martani, 2012).
PSAK 16 Revisi tahun 2011 menyatakan bahwa apabila suatu perusahaan
memilih menerapkan model revaluasi aset tetap maka perubahan kebijakan
pengukuran setelah pengukuran awal aset tetap tersebut harus dilakukan secara
konsisten. Sekali perusahaan memilih menggunakan metode revaluasi, maka
perusahaan tidak bisa kembali menggunakan model biaya. Informasi nilai wajar
dianggap lebih relevan dibandingkan dengan informasi nilai perolehan, sehingga
perusahaan tidak perlu melakukan revaluasi aset setiap tahun selama nilai aset
tidak berubah signifikan. Revaluasi dapat dilakukan kembali apabila nilai wajar
4
Gambar berikut ini menyajikan data perusahaan yang melakukan revaluasi
pada tahun 2012-2014 :
Gambar 1.1. Histogram Klasifikasi Perusahaan Manufaktur yang melakukan Revaluasi dan Tidak Revaluasi Aset Tetap
Sumber : Latifa, 2016
Gambar 1.1 berisi tentang jumlah perusahaan manufaktur yang melakukan
revaluasi dan tidak revaluasi aset tetap pada tahun 2010-2014. Perusahaan
manufaktur yang melakukan revaluasi aset tetap pada tahun 2010 hanya ada 5
perusahaan dari total keseluruhan 86 perusahaan. Pada tahun 2011-2013 jumlah
perusahaan yang melakukan revaluasi aset tetap hanya 4 perusahaan. Sedangkan
pada tahun 2014 jumlah perusahaan yang melakukan revaluasi menurun, hanya
2 perusahaan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih sedikit
perusahaan di Indonesia yang melakukan revaluasi aset tetap. Pada tahun 2014
perusahaan manufaktur yang melakukan revaluasi hanya 2% dari total
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
2010 2011 2012 2013 2014
5
DSAK telah menetapkan PSAK 16 Revisi 2011 tentang Aset Tetap yang
berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2012, namun masih sedikit perusahaan di
Indonesia yang memilih untuk melakukan revaluasi aset tetap. Perusahaan lebih
memilih menggunakan metode biaya daripada revaluasi aset tetap dalam menilai
aset yang dimiliki. Seng dan Su (2010) berpendapat bahwa revaluasi aset tetap
membutuhkan biaya yang mahal, seperti biaya penggunaan tenaga penilai
(valuer fee) yang cukup tinggi dan peningkatan biaya audit. Selain itu,
perusahaan juga harus membayar biaya pajak atas revaluasi aset tetap. Biaya
yang mahal merupakan salah satu faktor penyebab perusahaan lebih memilih
untuk menggunakan metode biaya dalam menilai aset tetap (Yulistia, 2015).
Menurut Andison (2015) kebijakan untuk melakukan revaluasi aset tetap
dapat mencerminkan keadaan aset yang sebenarnya, karena dalam praktiknya
perusahaan akan mencatat aset menggunakan nilai pasar aset saat ini. Sehingga
nilai aset yang disajikan di laporan keuangan menjadi relevan. Kerelevanan nilai
aset akan menunjang perbaikan kinerja perusahaan. Adanya kenaikan nilai aset
akibat revaluasi aset tetap, perusahaan dapat melakukan aktivitas-aktivitas lain
yang dapat menunjang peningkatan kinerja, salah satunya dalam kegiatan
peminjaman. Penyajian nilai aset perusahaan yang relevan diharapkan dapat
menarik perhatian kreditor, sehingga perusahaan dapat melakukan pinjaman
dengan mudah terhadap pihak lain (Nurjanah, 2013). Hal ini dapat terjadi karena
aset tetap dapat digunakan sebagai jaminan kredit dalam melakukan pinjaman
6
Revaluasi aset tetap dapat memberikan keuntungan dan kerugian bagi
perusahaan. Menurut Dewi (2014), laporan posisi keuangan akan menunjukkan
posisi kekayaan perusahaan yang wajar sehingga pemakai laporan keuangan
dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan tepat. Selisih lebih penilaian
kembali juga akan meningkatkan struktur modal sendiri, yang artinya
perbandingan antara pinjaman (debt) dengan modal (equity) atau DER menjadi
semakin baik. Semakin membaiknya DER (rasio pinjaman terhadap ekuitas),
perusahaan dapat menarik dana melalui pinjaman dari pihak ketiga maupun
emisi saham (Irwan, 2014).
Kekurangan dari revaluasi aset tetap adalah meningkatnya beban
penyusutan aset tetap yang dibebankan dalam laba rugi atau dibebankan ke
harga pokok produksi pada periode berjalan (Khairati, 2015). Selain itu,
revaluasi aset tetap membutuhkan biaya yang mahal, seperti biaya jasa penilai,
biaya audit serta biaya pajak atas revaluasi aset tetap (Seng dan Su, 2010).
Dengan adanya berbagai kelebihan dan kekurangan revaluasi aset tetap,
manajemen perusahaan harus mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan
diterima perusahaan di masa sekarang dan masa depan jika perusahaan
memutuskan untuk melakukan revaluasi aset tetap.
Adanya kenaikan nilai aset tetap setelah dilakukan revaluasi akan
berdampak pada beban penyusutan aset di tahun-tahun berikutnya menjadi lebih
besar. Beban penyusutan yang semakin besar akan mengurangi laba perusahaan,
sehingga dapat meminimalkan pajak terutang yang dibayarkan oleh perusahaan.
7
namun kebijakan ini akan memberikan manfaat lain seperti laporan posisi
keuangan akan menunjukkan posisi keuangan yang wajar sehingga laporan
keuangan dapat menyajikan informasi yang lebih akurat (Waluyo, 2016:191).
Beberapa perusahaan di Indonesia telah melakukan revaluasi aset tetap.
Sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, Rizal Ramli yang menjabat sebagai
Menteri Perekonomian (19 November 2015) menyatakan bahwa salah satu
perusahaan yang mendapatkan keuntungan cukup besar dari revaluasi aset tetap
yaitu PT PLN. Revaluasi aset tetap pernah menyelamatkan PLN dari
kebangkrutan pada tahun 2000. Saat itu perusahaan memiliki modal negatif
sebesar Rp 9 triliun, sedangkan aset yang dimiliki hanya Rp 50 triliun.
Kemudian untuk mengatasi masalah tersebut PT PLN melakukan revaluasi aset
tetap dan hasilnya nilai aset meningkat menjadi Rp 250 triliun. Selisih revaluasi
dimasukkan ke modal. Modal yang tadinya negatif menjadi Rp 104 triliun.
Namun saat itu PT PLN harus membayar pajak atas revaluasi aset sebesar Rp 50
triliun. Namun perusahaan tidak mampu melakukannya, sehingga pemerintah
memberikan keringanan bagi PLN untuk mencicil pajak tersebut selama 7 tahun.
PT PLN melakukan revaluasi aset pada tahun 2015. Setelah melakukan revaluasi
aset tetap pada tahun 2015, terdapat beberapa aset PT PLN yang nilainya
bertambah besar. Adanya peningkatan nilai aset setelah revaluasi menandakan
bahwa kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih sehat. Selain itu, dengan
peningkatan nilai aset perusahaan akan membuat perusahaan menjadi lebih
8
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa
penerimaan pajak dari revaluasi aset tetap pada tahun 2015 sebesar Rp 20 triliun
(Liputan6.com). Penerimaan pajak keseluruhan pada tahun 2015 yaitu Rp 1.005
triliun, tumbuh 12 persen dibandingkan realisasi tahun 2014. Salah satu
penerimaan yang turut menyumbang pendapatan negara berasal dari pajak atas
revaluasi aset yang dilakukan BUMN, perusahaan swasta maupun Wajib Pajak
Pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendapatkan keuntungan dari
adanya revaluasi aset tetap.
PT Bank Negara Indonesia Tbk. telah melakukan revaluasi aset tetap pada
tahun 2015. Aset tetap BNI meningkat menjadi Rp 12,2 triliun setelah dilakukan
revaluasi aset tetap. Dikutip dari Liputan6.com pada tanggal 12 Januari 2016,
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk Achmad Baiquni menyatakan
bahwa peningkatan nilai aset perusahaan berpengaruh terhadap penguatan resiko
kecukupan modal. Peningkatan nilai aset sangat bermanfaat bagi BNI karena
perseroan akan mendapatkan tambahan modal dan keuangan perusahaan menjadi
lebih sehat.
Seng dan Su (2010) berpendapat bahwa pemilihan metode revaluasi aset
tetap bergantung pada kebijakan manajer perusahaan-perusahaan di New
Zealand. Asimetri informasi menyiratkan minimnya kapasitas pihak eksternal
perusahaan untuk memperoleh informasi mengenai suatu perusahaan (Andison,
2015). Asimetri informasi dapat memicu manajemen untuk melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan tujuan untuk memaksimalkan utilitisnya.
9
tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh manajemen karena minimnya
informasi yang mereka peroleh (Novianto, 2014).
PSAK Konvergensi IFRS mengharuskan manajer untuk memilih salah satu
metode pengukuran untuk menilai aset tetap, yaitu menggunakan model biaya
atau revaluasi. Mengingat masih sedikitnya perusahaan di Indonesia yang
melakukan revaluasi aset tetap, maka penulis tertarik untuk mengkaji
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi manajer untuk memilih metode revaluasi
aset tetap dalam menilai aset tetap perusahaan.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap revaluasi
aset tetap telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, namun terdapat
perbedaan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Seng dan Su (2010)
meneliti tentang faktor-faktor yang mendorong manajer untuk melakukan
revaluasi aset tetap di perusahaan New Zealand. Adapun faktor-faktor yang
diteliti yaitu contracting factor yang diukur dengan leverage dan penurunan arus
kas dari operasi. Faktor politik yang diukur dengan ukuran perusahaan, dan
asimetri informasi yang diukur dengan revaluasi tahun sebelumnya, intensitas
aset tetap, pertumbuhan perusahaan, dan pengumuman pemberian saham bonus.
Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa hanya variabel ukuran
perusahaan, intensitas aset tetap, dan pengumuman bonus yang berpengaruh
terhadap revaluasi aset tetap.
Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2016) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi revaluasi aset tetap menemukan hasil bahwa hanya variabel
10
penelitian yang dilakukan oleh Piera (2007), Iatridis (2012), dan Andison (2015)
yang menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap revaluasi aset
tetap. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Seng dan Su (2010),
Firmansyah (2012), Sherlita (2012) dan Yulistia (2015) menemukan hasil bahwa
leverage tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap.
Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhui
kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Penelitian yang dilakukan
oleh Manihuruk dan Farahmita (2015) menemukan hasil bahwa likuiditas
berpengaruh terhadap pemilihan metode revaluasi aset tetap. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Andison (2015) dan Hastuti (2016) tidak dapat
membuktikan pengaruh likuiditas terhadap keputusan melakukan revaluasi aset
tetap.
Ukuran perusahaan telah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Seng dan Su (2010) menemukan hasil bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap di perusahaan New
Zealand. Namun penelitian yang dilakukan di Indonesia, oleh Latifa (2016);
Yulistia (2015) dan Nurjanah (2013) menemukan hasil bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap keputusan melakukan revaluasi aset
tetap.
Intensitas aset tetap mencerminkan proporsi aset tetap dibandingkan total
aset yang dimiliki perusahaan (Manihuruk dan Farahmita, 2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Latifa (2016), Manihuruk dan Farahmita (2015), Nurjanah
11
berpengaruh terhadap keputusan melakukan revaluasi aset tetap. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2016) dan Yulistia (2015) menemukan
hasil bahwa intensitas aset tetap tidak dapat mempengaruhi keputusan manajer
untuk memilih metode revaluasi aset tetap.
Akuisisi merupakan pengambilalihan kepemilikan dan pengendalian atas
aset atau saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Iatridis dan Kilirgiotis (2012) dan Zakaria (2015) menunjukkan
bahwa akuisisi berpengaruh positif terhadap revaluasi aset tetap. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Seng dan Su (2010) dan Nurjanah (2013)
menemukan hasil bahwa akuisisi tidak berpengaruh terhadap keputusan
melakukan revaluasi aset tetap.
Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa terjadi phenomena gap dan
research gap. Phenomena gap menunjukkan kenyataan yang ada tidak sesuai
dengan harapan yang diinginkan. Mengingat banyaknya keuntungan dan
manfaat yang diperoleh perusahaan apabila melakukan revaluasi aset tetap,
diharapkan banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan revaluasi aset tetap.
Namun berdasarkan data yang diperoleh, jumlah perusahaan yang melakukan
revaluasi aset tetap di Indonesia masih sedikit. Adapun perbedaan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya akan menimbulkan
persepsi yang berbeda mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi revaluasi aset
tetap. Oleh karena itu, perlu dikaji ulang mengenai faktor-faktor yang
12
Berdasarkan asumsi dan penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Revaluasi Aset Tetap (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Fluktuasi inflasi yang terjadi di Indonesia akan berdampak pada
ketidakrelevanan nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan
perusahaan jika disajikan menggunakan metode biaya. Dengan adanya
kenaikan harga-harga barang di pasaran, maka nilai aset tetap yang disajikan
dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan karena tidak mencerminkan
nilai wajar saat ini.
2. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah menetapkan PSAK 16
tentang Aset Tetap yang mengadopsi IFRS (International Financial
Reporting Standars) pada tahun 2011 dan mulai berlaku efektif tanggal 1
Januari 2012. Konvergensi IFRS menyebabkan terjadinya perubahan pada
PSAK 16, diantaranya adalah perbedaan pengukuran aset tetap setelah
pengakuan awal. Sebelum dikeluarkannya PSAK 16 tahun 2011, aset tetap
disajikan berdasarkan nilai perolehan aset dikurangi akumulasi penyusutan.
Setelah konvergensi IFRS, perusahaan dapat memilih menggunakan model
13
menerbitkan PSAK sejak 2012, namun perusahaan di Indonesia yang
menerapkan kebijakan revaluasi aset tetap jumlahnya masih sedikit.
3. Adanya asimetri informasi antara pihak manajemen dan pemegang saham
yang menyebabkan manajemen dapat bertindak untuk lebih mementingkan
kepentingan pribadinya. Hal ini dapat memberikan peluang kepada
manajemen untuk bertindak oportunis, sehingga diperlukan upaya untuk
mencegah tindakan oportunis manajemen melalui penyajian nilai aset tetap
menggunakan nilai wajar.
4. Penelitian terdahulu terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
revaluasi aset tetap menunjukkan hasil yang belum konsisten. Adapun
perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
akan menimbulkan persepsi yang berbeda mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi revaluasi aset tetap. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajer
untuk melakukan revaluasi aset tetap.
1.3 Cakupan Masalah
Penulis membatasi masalah dalam penelitian ini dengan memfokuskan pada
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan melakukan revaluasi aset
tetap pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2015. Adapun faktor-faktor yang diteliti meliputi leverage, likuiditas, ukuran
14 1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
a. Apakah leverage berpengaruh positif terhadap revaluasi aset tetap?
b. Apakah likuiditas berpengaruh negatif terhadap aset tetap?
c. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap revaluasi aset
tetap?
d. Apakah intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap revaluasi aset
tetap?
e. Apakah akuisisi berpengaruh positif terhadap revaluasi aset tetap?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh leverage terhadap revaluasi
aset tetap.
b. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh likuiditas terhadap
revaluasi aset tetap.
c. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan
terhadap revaluasi aset tetap.
d. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh intensitas aset tetap
terhadap revaluasi aset tetap.
e. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh akuisisi terhadap revaluasi
15 1.6 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran dalam
penulisan karya ilmiah sekaligus pendalaman materi yang didapatkan
dari kegiatan perkuliahan. Selain itu, hasil penelitian dapat memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap keputusan melakukan revaluasi aset tetap pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan rujukan dalam
penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keputusan melakukan revaluasi aset tetap.
3. Bagi Praktisi
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini
dapat memberikan masukan dan informasi yang bermanfaat bagi
manajemen perusahaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode revaluasi aset tetap. Selain itu, perusahaan dapat
mengetahui keuntungan dan kerugian revaluasi aset tetap. Sehingga
perusahaan dapat memilih kebijakan penilaian aset yang terbaik untuk
16 1.7 Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan modifikasi dari berbagai penelitian sebelumnya
yang mengkaji tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap revaluasi aset
tetap, seperti penelitian yang dilakukan oleh Seng dan Su (2010), Andison
(2015), Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Hastuti (2016). Penelitian ini
fokus pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2015. Peneliti menambahkan variabel akuisisi karena masih sedikit
penelitian di Indonesia yang menggunakan variabel tersebut. Selain itu,
penelitian ini menggunakan beberapa proksi yang berbeda dengan penelitian
17 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman (1960)
yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan praktiknya dalam perusahaan
serta memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dalam
kondisi-kondisi tertentu di masa yang akan datang. Perusahaan harus menentukan
kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat dalam penyusunan laporan keuangan.
Teori akuntansi positif merupakan teori akuntansi yang terdiri dari
seperangkat prinsip atau konsep yang lebih luas, yang menjelaskan atau
memberikan jawaban terhadap praktik akuntansi yang berlaku dan memprediksi
atau meramalkan fenomena-fenomena yang terjadi dimana akuntansi diterapkan
guna penyusunan konstruksi dan verifikasi teori. Teori akuntansi positif
digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan pilihan standar manajemen
melalui analisis atas biaya dan manfaat dari pengungkapan keuangan tertentu
dalam hubungannya dengan berbagai individu dan pengalokasian sumber daya
ekonomi (Belkaoui, 2012:187).
Teori akuntansi positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer,
pemegang saham dan pemerintah berusaha untuk memaksimalkan utilitas
mereka yang secara langsung berhubungan dengan kompensasi dan keuntungan
18
kepentingan dengan perusahaan berhak untuk ikut serta dalam menentukan
kebijakan akuntansi dan pelaksanaan dalam penyusunan laporan keuangan.
Teori akuntansi menjelaskan apakah kebijakan yang telah dibuat, jika dilihat
secara objektif memiliki manfaat bagi perusahaan, atau apakah kebijakan yang
telah dibuat telah terpengaruh oleh faktor-faktor lain yang nantinya hanya akan
menguntungkan sebagian pihak. Pilihan kebijakan akuntansi oleh beberapa
kelompok tersebut bergantung pada perbandingan antara biaya dan manfaat dari
berbagai alternatif prosedur akuntansi untuk memaksimalkan utilitas mereka.
Sebagai contoh, manajemen mempertimbangkan pengaruh laba yang tercantum
dalam laporan keuangan terhadap pajak, biaya politis, kompensasi manajemen,
biaya informasi produksi dan pengaruh yang lainnya (Belkaoui, 2012:188).
Teori akuntansi positif berusaha menjelaskan atau memprediksi fenomena
nyata dan mengujinya secara empiris (Godfrey, et al, 1997 dalam Ghozali dan
Anis, 2007). Tujuan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan (to
explain) dan memprediksi (to predict) praktik akuntansi. Penjelasan artinya
memberikan alasan-alasan terhadap praktik yang diamati. Misalnya, teori
akuntansi positif menjelaskan mengapa perusahaan tetap menggunakan metode
cost historis dan mengapa perusahaan tertentu mengubah teknik akuntansi
mereka. Sedangkan prediksi praktik akuntansi berarti teori berusaha
memprediksi fenomena yang belum diamati (Setijaningsih, 2012).
Mengacu pada teori akuntansi positif, prosedur akuntansi yang digunakan
oleh perusahaan tidak harus sama dengan yang lainnya. Manajer perusahaan
19
untuk untuk mencapai efisiensi dan efektivitas perusahaan serta tingkat laba
yang maksimal. Masalah utama dalam teori akuntansi positif tergantung pada
penentuan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pilihan manajer, dengan
memperhatikan asumsi teori agensi dan biaya kontrak.
Menurut Belkaoui (2012:189) pilihan kebijakan akuntansi tergantung pada
variabel-variabel yang mempengaruhi manajemen dalam memilih metode
akuntansi berdasarkan rencana bonus, kontrak utang dan proses politik.
Berdasarkan asumsi tersebut, dihasilkan tiga hipotesis yang meliputi : hipotesis
rencana bonus; hipotesis utang; dan hipotesis biaya politis. Hipotesis tersebut
merupakan bentuk dari tindakan oportunis dari para manajer perusahaan.
Hipotesis rencana bonus menyatakan bahwa manajer perusahaan yang
memiliki rencana bonus akan memilih metode akuntansi yang dapat
meningkatkan laba perusahaan pada periode yang bersangkutan. Tindakan
tersebut dilakukan karena alternatif yang dipilih dapat meningkatkan prosentase
nilai bonus jika tidak terdapat penyesuaian terhadap metode yang dipilih.
Hipotesis utang berpendapat bahwa semakin tinggi utang atau ekuitas yang
dimiliki perusahaan, maka perusahaan akan semakin dekat dengan
batasan-batasan yang terdapat di dalam perjanjian utang dan semakin besar pula
kesempatan pelanggaran perjanjian utang. Hal tersebut dapat menimbulkan
biaya kegagalan teknis yang harus ditanggung oleh perusahaan. Sehingga
kemungkinan besar manajer perusahaan akan memilih metode-metode akuntansi
20
Hipotesis biaya politis mempunyai pandangan bahwa perusahaan besar
kemungkinan akan memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba
perusahaan dengan tujuan untuk menghindari biaya politik yang harus
dikerluarkan oleh perusahaan. Perusahaan yang besar maka biaya politiknya
juga semakin besar (Latifa, 2016). Sebagai contoh biaya Corporate Social
Responsibility atau sering disebut CSR dan biaya pajak. Semakin besar ukuran
perusahaan, maka tanggungjawab sosial perusahaan juga semakin tinggi. Begitu
pula dengan biaya pajak, semakin tinggi laba perusahaan maka semakin tinggi
pula pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
Berdasarkan teori akuntansi positif, maka perusahaan dapat memilih salah
satu prosedur kebijakan akuntansi yang dapat meminimalkan biaya kontrak dan
memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam penentuan kebijakan penilaian aset
tetap, manajer perusahaan dapat memilih kebijakan menggunakan metode cost
atau revaluasi aset tetap. Hal ini sejalan dengan PSAK 16 yang membebaskan
perusahaan untuk memilih kebijakan dalam penilaian aset tetap perusahaan.
Mengacu pada teori akuntansi positif, manajer perusahaan akan memilih
kebijakan akuntansi yang tepat agar dapat meminimalkan biaya kontrak dan
memaksimalkan nilai perusahaan.
Azouzi dan Jarboui (2012) menyatakan bahwa teori akuntansi positif dapat
digunakan untuk menjelaskan motivasi manajer untuk melakukan revaluasi aset
tetap. Perusahaan akan mengubah metode akuntansi untuk menilai aset dari
metode historical cost menjadi fair value dalam rangka untuk meminimalkan
21
mengurangi rasio debt to equity dalam rangka untuk menghindari biaya
kegagalan utang dan juga dapat digunakan sebagai sinyal adanya pertumbuhan
perusahaan.
2.1.2 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
adalah sebuah kontrak antara manajer dengan para pemegang saham. Perusahaan
bisa dilihat sebagai satu rangkaian kontrak antara pihak-pihak yang berkaitan.
Manajer dikontrak oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan agar
perusahaan dapat menghasilkan aliran kas yang bisa meningkatkan nilai
perusahaan, sehingga dapat memberikan keuntungan untuk pemegang saham.
Namun, seringkali manajer bertindak tidak sejalan dengan kepentingan
pemegang saham. Hal ini mengakibatkan munculnya potensi konflik yang dapat
mempengaruhi kualitas laba perusahaan (Godfrey dkk, 2010 dalam Utami,
2015).
Teori keagenan menekankan pada pentingnya pemilik perusahaan
(pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga
profesional (agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari.
Adapun tujuan dari dipisahkannya pengelola dari kepemilikan perusahaan, yaitu
agar pemilik perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dengan
pengeluaran biaya yang efisien.
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan
pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency
22
suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan
pemegang saham (Jensen and Meckling, 1976).
Masalah keagenan yang dihadapi investor perusahaan mengacu pada
kesulitan investor untuk memastikan bahwa dananya tidak disalahgunakan oleh
manajemen perusahaan untuk mendanai kegiatan yang tidak menguntungkan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), penyebab konflik antara manajer dan
pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan
dengan aktivitas pencarian dana dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut
diinvestasikan.
Menurut teori keagenan, adanya asimetri informasi yang terjadi antara
agen dan principal menjadi salah satu faktor yang menentukan pilihan metode
akuntansi. Adanya asimetri informasi akuntansi pada dasarnya mengacu pada
situasi dimana pihak eksternal pengguna laporan keuangan perusahaan tidak
dapat mengakses informasi lengkap tentang perusahaan karena adanya
kesenjangan antara informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dan realita
ekonomi yang sebenarnya terjadi di perusahaan (Brown et al., 1992). Perusahaan
melakukan revaluasi aset tetap dengan tujuan agar nilai aset yang disajikan
dalam laporan keuangan dapat mencerminkan nilai wajar aset yang sebenarnya
(Yulistia, 2015). Revaluasi dapat dilihat sebagai salah satu alternatif yang dipilih
manajer untuk mengurangi tingkat asimetri informasi di antara pihak manajemen
dengan pengguna laporan keuangan eksternal, misalnya investor dan pemerintah
23 2.2 Kajian Variabel Penelitian
2.2.1 Revaluasi Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang :
1) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang
atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif.
2) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Pengertian tersebut merupakan pengertian menurut PSAK 16 Aset Tetap
Revisi 2011. Akuntansi tentang Aset Tetap di Indonesia diatur dalam PSAK 16
Aset Tetap Revisi 2011 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012. PSAK
tersebut telah mengadopsi IAS 16 Property, Plant and Equipment per 1 Januari
2009. Menurut Rudianto (2012:276) aset tetap adalah barang berwujud milik
perusahaan yang sifatnya relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan nirmal
perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan. Sedangkan menurut Kasmir
(2014:39) aset tetap merupakan harta atau kekayaan perusahaan yang digunakan
dalam jangka panjang lebih dari satu tahun.
Aset tetap merupakan aset berwujud yang mempunyai bentuk fisik seperti
tanah dan bangunan. Aset tetap mempunyai tujuan khusus, yaitu dapat
digunakan dalam proses produksi atau penyediaan barang dan jasa, dapat
disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif. Tanah yang
dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual, bukan merupakan aset tetap.
Aset tetap termasuk dalam aset tidak lancar karena diharapkan akan digunakan
24
aset tetap yaitu tanah, bangunan, peralatan, dan kendaraan yang digunakan
dalam kegiatan operasional perusahaan dan bukan ditujukan untuk dijual
kembali dalam kegiatan normal perusahaan.
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika
besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas, dan biaya perolehan aset dapat diukur secara
andal. Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada
awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Adapun biaya perolehan aset
tetap terdiri dari :
1. Harga perolehannya, termasuk biaya impor dan pajak pembelian
2. Biaya yang diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan
restorasi lokasi aset.
Setelah pengakuan awal aset tetap, perusahaan harus memilih model biaya
(cost model) atau model revaluasi (revaluation model) sebagai kebijakan
akuntansinya. Menurut model biaya, setelah diakui sebagai aset maka aset
tersebut dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai aset. Sedangkan menurut model revaluasi, aset
tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah
revaluasian. Jumlah revaluasian yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi
25
reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material
dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode
pelaporan.
Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang
diakibatkan adanya kenaikan nilai dari aset tetap tersebut di pasaran atau karena
rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan disebabkan oleh
devaluasi atau sebab lain sehingga nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan
tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar (Waluyo dan Ilyas 2002 : 122).
Revaluasi aset sering dimaknai penilaian ulang yang dapat menyebabkan nilai
aset menjadi lebih tinggi, padahal revaluasi dapat menghasilkan nilai yang lebih
rendah maupun lebih tinggi dari nilai aset yang sebelumnya (Martani, 2012).
Revaluasi aset tetap mengacu pada peninjauan kembali atas nilai aset serta
menyesuaikan nilai buku aset dengan nilai pasar saat ini (Brown et al, 1992).
Alasan yang mendasari manajer memilih untuk melakukan revaluasi adalah
untuk memastikan bahwa nilai yang tercantum di laporan keuangan perusahaan
sesuai dengan nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukannya revaluasi (Lin
dan Peasnell, 2000). Menurut Martani (2012) konsep revaluasi aset tetap lebih
menekankan pada aspek relevansi laporan keuangan untuk kepentingan
pengambilan keputusan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa revaluasi aset tetap merupakan
penilaian kembali aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan akibat adanya
perubahan harga-harga, sehingga diperlukan penyesuaian nilai buku aset dengan
26
tercatat dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini bermanfaat bagi
para stakeholder dalam hal pengambilan keputusan.
Perusahaan yang memilih melakukan revaluasi aset tetap, maka
perusahaan harus menerapkan metode ini secara konsisten. Sekali perusahaan
melakukan revaluasi maka seterusnya perusahaan juga harus menggunakan
metode revaluasi. Informasi fair value dianggap lebih relevan dibandingkan
dengan informasi historical cost, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan
revaluasi aset setiap tahun selama nilai aset tidak berubah signifikan. Revaluasi
dapat dilakukan kembali apabila nilai wajar aset yang telah direvaluasi berbeda
secara material dengan jumlah tercatat (Latifa, 2016).
Penerapan metode revaluasi dilakukan untuk aset tetap dalam kelompok
yang sama. Hal ini berarti jika suatu perusahaan memiliki aset tetap yang
disajikan dalam suatu kelompok, maka model penilaian yang digunakan harus
sama. Sebagai contoh jika induk perusahaan melakukan revaluasi kelompok aset
tanah, maka konsekuensinya perusahaan anak juga harus menggunakan metode
revaluasi. Namun tidak ada pedoman yang mengatur lebih jelas untuk peralatan,
apakah dianggap satu kelompok atau dapat menggunakan sub kelompok seperti
kendaraan, mesin, dan peralatan kantor (Martani, 2012).
Apabila perusahaan yang melakukan revaluasi mengalami peningkatan
jumlah aset tercatat, maka kenaikan tersebut diakui dalam pendapatan
komprehensif lain dan diakumulasikan dalam ekuitas pada bagian surplus
revaluasi. Kenaikan tersebut diakui dalam laba rugi hingga sebesar jumlah
27
dalam laba rugi. Jika setelah melakukan revaluasi aset nilai tercatat mengalami
penurunan, maka penurunan tersebut diakui dalam laba rugi. Penurunan nilai
tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain sepanjang tidak melebihi
saldo surplus revaluasi aset tersebut. Penurunan nilai yang diakui dalam
pendapatan komprehensif lain tersebut akan mengurangi jumlah akumulasi
dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi (Martani dkk., 2014:282).
2.2.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Revaluasi Aset Tetap Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap revaluasi aset
tetap sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik di
Indonesia maupun luar negeri. Seng dan Su (2010) melakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi revaluasi aset tetap di perusahaan New
Zealand. Adapun faktor-faktor yang diteliti yaitu :
1. Faktor perkontrakan yang terdiri dari leverage dan penurunan arus kas
dari operasi
2. Faktor politik yang terdiri dari ukuran perusahaan
3. Asimetri informasi yang terdiri dari revaluasi di tahun sebelumnya,
intensitas aset tetap, pertumbuhan perusahaan, takeover perusahaan dan
isu bonus.
Penelitian lain dilakukan oleh Nurjanah (2013) tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Adapun faktor yang diteliti meliputi
leverage, ukuran perusahaan, struktur aset, petumbuhan perusahaan, investment
28
akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage, ukuran perusahaan,
pertumbuhan perusahaan, penurunan kas dari aktivitas operasi, merger dan
akuisisi tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Sedangkan struktur aset,
investment opportunity set, ownership control, berpengaruh terhadap revaluasi
aset tetap.
Penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi manajer
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh Lin dan
Peasnell (2000) meneliti pengeluaran saham bonus, utang, kontrak utang,
pengambilalihan perusahaan, penurunan arus kas operasi, deplesi, likuiditas,
ukuran perusahaan, prospek pertumbuhan perusahaan, keberadaan aset yang
direvaluasi dan pola revaluasi sebelumnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan revaluasi aset tetap
yang pernah diteliti sebelumnya meliputi : leverage, pertumbuhan perusahaan,
ukuran perusahaan, likuiditas, intensitas aset tetap, penurunan arus kas dari
operasi, penjualan ekspor, isu bonus, kontrol kepemilikan, deplesi, tingkat
hutang jaminan, market to book ratio, investment opportunity set, tingkat hutang
jaminan, pola revaluasi sebelumnya, merger dan akuisisi.
2.2.3 Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan aktiva perusahaan
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya (Subramanyam dan
Wild, 2014:36). Menurut Kasmir (2014:151) rasio leverage digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik
29
merupakan rasio untuk mengukur besarnya aktiva yang dibiayai oleh utang atau
proporsi total utang terhadap rata-rata ekuitas pemegang saham. Rasio leverage
memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan,
sehingga dapat dilihat resiko tak tertagihnya suatu utang (Ramadhan, 2015).
Rasio leverage dapat digunakan untuk mengukur perbandingan antara
dana yang disediakan oleh pemilik perusahaan dengan dana yang berasal dari
kreditor. Adanya komponen modal yang berasal dari utang, maka pemilik akan
mendapatkan manfaat berupa keuntungan yang berasal dari pertambahan modal,
namun di sisi lain pemilik juga harus membayar bunga utang. Jika perusahaan
mendapatkan hasil yang lebih besar dari dana yang dipinjam daripada biaya
bunga yang dibayarkan, maka hasil pengembalian untuk para pemilik akan
meningkat (Kurniawati, 2013).
Rasio leverage merupakan rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur
sampai sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang (Kasmir,
2014:151). Menurut Weston, dkk. (1999 : 228) semakin tinggi rasio leverage
maka resiko kerugian juga lebih besar, tetapi juga ada kesempatan bagi
perusahaan untuk mendapatkan laba yang besar. Apabila leverage perusahaan
rendah, maka resiko kerugian juga lebih rendah, terutama pada saat
perekonomian menurun. Hal ini juga akan mengakibatkan rendahnya tingkat
pengembalian pada saat perekonomian tinggi. Oleh karena itu, manajer
perusahaan dituntut untuk mengelola leverage yang baik sehingga mampu
menyeimbangkan tingkat pengembalian yang tinggi dengan mempertimbangkan
30
Menurut teori akuntansi positif, perusahaan yang memiliki leverage tinggi
memiliki resiko yang tinggi pula, karena perusahaan lebih dekat dengan
pelanggaran perjanjian utang. Oleh karena itu, manajer perusahaan akan
termotivasi untuk menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
memungkinkan perusahaan untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang
(Jaggi dan Tsui, 2001).
Beberapa jenis rasio leverage yang sering digunakan adalah :
1. Debt to Asset Ratio
Rasio hutang terhadap aktiva (Debt to Asset Ratio) digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva yang
dimiliki perusahaan (Kasmir, 2014:152). Rasio ini menunjukkan
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau seberapa
besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap aset perusahaan. Rumus
untuk menghitung Debt to Asset Ratio yaitu :
2. Debt to Equity Ratio
Menurut Horne dan Wachowicz (2014 : 169) rasio hutang terhadap
ekuitas dihitung dengan cara membandingkan total hutang perusahaan
(termasuk kewajiban lancar) dengan ekuitas pemegang saham. Rasio
DER dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan jumlah dana yang
disediakan kreditur dengan pemilik perusahaan (Kasmir, 2014:158).
31
dibandingkan dengan hutang. Rumus untuk menghitung Debt to Equity
Ratio yaitu :
3. Long Term to Debt Equity Ratio
LTDE menunjukkan perbandingan antara utang jangka panjang terhadap
ekuitas. Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur berapa bagian dari
setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka
panjang (Kasmir, 2014:159). Rumus untuk menghitung LTDE yaitu :
2.2.4 Likuiditas
Likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Subramanyam dan Wild, 2014:240). Menurut
Kasmir (2014:129) rasio likuiditas berfungsi untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban pada saat ditagih.
Likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset
lancar perusahaan lainnya dengan kewajiban lancarnya (Brigham dan Houston,
2014:134).
Perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya harus
mempunyai alat-alat untuk membayar kewajibanya yang berupa aset lancar
(Brigham dan Houston, 2014:135). Menurut Kasmir (2014:134) aset lancar
32
(maksimal satu tahun). Aset lancar meliputi kas, efek yang dapat
diperdagangkan, piutang usaha, dan persediaan.
Aset lancar perusahaan sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada
kewajiban lancarnya. Jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan,
perusahaan mulai lambat membayar utang usaha, pinjaman bank, dan kewajiban
lainnya. Apabila kewajiban lancar perusahaan naik lebih cepat daripada aset
lancar, maka likuiditas perusahaan akan menurun. Likuiditas menurun
merupakan pertanda adanya masalah (Brigham dan Houston, 2014:134). Ada
dua rasio likuiditas yang sering digunakan, yaitu rasio lancar dan quick ratio.
1. Rasio Lancar
Rasio lancar dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban
lancar. Rasio ini mengukur seberapa besar aset lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban lancar yang segera jatuh tempo (Kasmir, 2014:134).
Apabila perusahaan memiliki rasio lancar yang tinggi maka perusahaan
dalam kondisi keuangan yang baik. Namun jika rasio lancar terlalu tinggi
juga dianggap tidak baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah
seperti jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat
penjualan, sehingga tingkat perputaran persediaan juga rendah. Menurut
Brigham dan Houston (2014:134) rasio lancar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
33 2. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dlam
memenuhi kewajiban lancarnya tanpa memperhitungkan persediaan. Rasio
cepat dapat dihitung dengan aset lancar dikurangi dengan persediaan
kemudian dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan pada umumnya
merupakan aset lancar perusahaan yang paling tidak likuid karena
persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi
uang kas. Menurut Brigham dan Houston (2014 : 135) rasio cepat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
2.2.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat
dilihat dari besar kecilnya modal yang digunakan, total aktiva yang dimiliki, atau
total penjualan yang diperolehnya (Karuniasari, 2013). Menurut Sudarmadji dan
Sularto (2007) ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan
dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi
pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Ketiga variabel ini
digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili
seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak
modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak
perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula
34
Perusahaan besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas,
maka kebijakan perusahaan besar akan memberikan dampak yang lebih besar
pula terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi
investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow di
masa depan. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak pada
besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran pemberian
perlindungan terhadap masyarakat secara umum (Ramadhan, 2015).
Watts dan Zimmerman (1986) dalam political cost hypothesis yang
merupakan bagian dari teori akuntansi positif menyatakan bahwa ukuran
perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik. Biaya politik akan
meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan risiko perusahaan.
Perusahaan-perusahaan besar akan lebih sensitif secara politis dan memiliki
beban transfer kesejahteraan (biaya politik) lebih besar yang dikenakan pada
mereka daripada perusahaan- perusahaan kecil. Kaitannya dengan biaya politik,
ukuran perusahaan yang besar relatif untuk mengurangi laba perusahaan agar
biaya politik perusahaan berkurang (Latifa, 2016).
Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya kekayaan yang
dimiliki oleh suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan rasio firm size yang diperoleh dari logaritma natural dari total
aset, total penjualan yang diperoleh perusahaan pada periode berjalan, serta
kapitalisasi pasar. Adapun rumus untuk mengukur ukuran perusahaan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
35 2.2.6 Intensitas Aset Tetap
Asimetri informasi terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi
memiliki informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak lainnya (Scott, 2009
dalam Yulistia, 2015). Pada asimetri informasi diasumsikan bahwa orang luar
tidak dapat mengamati karakteristik perusahaan secara rinici, misalnya untuk
mengetahui nilai dari sekuritas perusahaan, sehingga manajer perusahaan yang
mengetahui bahwa sekuritasnya undervalued akan mengeluarkan sumber daya
tambahan yang berupa pembayaran dividen yang lebih tinggi (Brown et al.,
1992).
Peranan aset tetap dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan
cukup besar. Aset tetap merupakan harta perusahaan yang dapat menyerap
sebagian besar modal perusahaan karena dana yang digunakan untuk
memperoleh aset tetap relatif besar (Ernawati, 2014). Salah satu faktor asimetri
informasi yang diharapkan dapat mempengaruhi revaluasi aset tetap yaitu
intensitas aset tetap (Seng dan Su, 2010).
Intensitas aset tetap menunjukkan proporsi aset tetap dibandingkan total
aset yang dimiliki perusahaan (Manihuruk dan Farahmita, 2015). Proporsi aset
tetap yang besar dapat mempengaruhi keputusan manajer untuk melakukan
revaluasi aset tetap. Hal ini dikarenakan aset tetap digunakan dalam sebagian
besar operasional perusahaan, sehingga apabila proporsi aset tetap meningkat
diharapkan dapat meningkatkan laba perusahaan di masa depan (Nurjanah,