• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah dan pemikiran pendidikan islam (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah dan pemikiran pendidikan islam (1)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

SEJARAH DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

PERBANDINGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN PADA MASA UMAYYAH DAN ORDE BARU

Dosen Pengampu:

Dr. Muh. Idris, S.Ag., M.Ag

Disusun oleh:

NURAYSAH

15.2.3.053

Semester: V

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

MANADO

(2)

1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang

Perbandingan Pemikiran Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah dan Orde Baru

Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari

segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang Perbandingan Pemikiran Pendidikan

Pada Masa Bani Umayyah dan Orde Baru ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap

pembaca.

Manado, Desember 2017

(3)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI... 2

BAB I ... 3

PENDAHULUAN ... 3

A. Latar Belakang ... 3

B. Rumusan Masalah ... 3

BAB II ... 5

PEMBAHASAN ... 5

A. SEJARAH UMAYYAH ... 5

B. KEADAAN PENDIDIKAN ... 6

C. PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU ... 10

D. SISTEM PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU ... 21

E. KEBERADAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU ... 21

BAB III ... 23

PENUTUP ... 23

(4)

3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani

Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti

keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan

masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang

dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk

kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun memurun.

Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur

kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam

pemilihan khilafah.

Bani Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi,

terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak

hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara

sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang

pelaksanaannya berpusat di masjid.

Orde baru secara harfiyah adalah masa yang baru yang menggantikan masa kekuasaan

orde lama. Namun secara politis orde baru diartikan suatu masa untuk mengembangkan

negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara

sebagaimana yang terdalam dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta falsafah negara

pancasila secara murni dan konsekuen.

Perpindahan kekuasaaan orde lama kepada orde baru ini dilakukan berdasar analisis yang

menyatakan banyaknya kebijakan pemerintahan yang telah melenceng dari UUD 1945 dan

Pancasila, sehingga apabila kekuasaan ini di teruskan maka tujuan dan cita-cita proklamasi

kemerdekaan akan jauh dari keberhasilan. Pendidikan selalu mengalami perkembangan dari

masa ke masa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Bani Umayyah?

(5)

4

3. Bagaimana Pendidikan Pada Masa Orde Baru?

(6)

5 BAB II PEMBAHASAN A. SEJARAH UMAYYAH

Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'āwiyyah bin AbīSufyān pada tahun 41 H/661 M. Tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jamā'ah karena pada tahun ini semua umat Islam sepakat atas ke-khalifahan Mu'āwiyyah dengan gelar Amir

al-Mu'minīn.Setelah Mu’āwiyyah diangkat menjadi khalifah, sistem pemerintahannya berubah menjadimonarchiheridetis (Kerajaan turu temurun).

Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān adalah pendiri Dinasti Umayyah yang berasal dari suku Quraish keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya ialah Mu’āwiyyah bin Abi Harb bin Umayyah bin ‘Abdi Syam bin Manaf.

Mu’āwiyyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muḥammad SAW menjalankan dakwah Islam di

kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut hijrah bersama Nabi SAW ke

Yastrib. Disamping itu termasuk salah seorang pencatat waḥyu, dan ambil bagian dalam

beberapa peperangan bersama Nabi SAW1.

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Mu’āwiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān (661 -680 M), ‘Abd al-Malik bin Marwān (685-705 M), Al-Wālid bin‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abdal-‘Azīz (717-720 M), dan Hāshim bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M)2.

Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu :

1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang

lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara

khalifah besar dinasti ini adalah Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Mālik bin Marwān (685-705 M), Al-Wālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd al-‘Azīz (717-720 M), dan Hishām bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti ‘Abbāsiyyah.

1Silsīlah Ta’līmi al-Lughoh al -‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh al-Islamī, h.

136-137.

(7)

6

2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755-1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān al-Dākhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan ‘Abd al-Rahmān al- Ausāṭ, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang

khalifah sendiri terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari

dunia Islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian

semarak.3

B. KEADAAN PENDIDIKAN

Pada Dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat.

Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari daerah Islam di zaman Khulafā ar-Rāshidīn yaitu: Hijāz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada priode Dinasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttāb, Masjid dan Majelis

Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode

pengajarannya pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai

bidang tertentu.4

1. Kurikulum

Pada masa bani Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan

kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum.

a. Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk anak-anak Khalifah dan

anak-anak para pejabat Negara.

Kurikulum pendidikan diarahkan supaya peserta didik dapat memperoleh kecakapan dan

kemampuan dalam memegang kendali pemerintahan, atau hal-hal yang bersangkutpaut

dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahan. Kurikulum ini diatur bukan hanya oleh guru

saja akan tetapi orang tua muridpun turut pula menentukannya.5

Rencana pelajaran pada sekolah khusus ini adalah:

3 Yatim Badri., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 95

(8)

7 1. Menulis dan membaca

2. Pelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits

3. Bahasa Arab dan syair-syair yang baik

4. Sejarah bangsa Arab dan peperangannya

5. Pelajaran keterampilan menggunakan senjata, menunggang kuda, dan kepemimpinan

berperang.

Tempat pendidikan berada di dalam lingkungan istana. Guru-gurunya ditunjuk dan

diangkat oleh Kalifah dengan jaminan hidup dan fasilitas yang memadai, misalnya:

1. Gaji yang cukup

2. Perumahan yang layak

3. Dan pelayanan kesehatan yang terjamiin

Tujuan pendidikan adalah untuk mendalami system pemerintahan dan ilmu politik.6

b. Pendidikan Umum

Pendidikan umum adalah pendidikan yang diperuntukkan kepada rakyat biasa atau

masyarakat pada umumnya. System pendidikan ini merupakan lanjutan dari pendidikan yang

telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW. Dalam pertumbuhan dan

perkembangannya, system pendidikan ini mempunyai hubungan erat dengan kehidupan

masyarakat Islam secara umum, terutama yang berhubungan dengan pembinaan generasi

muda dan peri kehidupan umat Islam.

Kurikulum pendidikan pada dinasti Umayyah meliputi:

1. Ilmu agama: al-Qur’an, Hadits, dan Fiqih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah

Umar ibn Abdul al-Aziz (99-10H) dilakukan proses pembukuan hadits, sehingga studi hadits

mengalami perkembangan yang pesat.

2. Ilmu sejarah dan Geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah

dan riwayat.

3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sorof.

4. Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umunya berasal dari baha asing, seperti ilmu mantik,

kimia, astronimi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu kedokteran.7

6 Samsul Nisar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarag Pendidikan Era Rasulullah Sampai

Indonesia, (Kencana, Jakarta, 2007), h. 61

(9)

8 2. Kelembagaan

Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman bani Umayyah, selaibn

masjid, kuttab, dan rumah sebagaiman yang telah ada sebelumnya, juga ditambah dengan

lembaga pendidikan seperti Istana, Badiah, Perpustakaan, Al-Bimaristan, Kuttab, Masjid, dan

Majelis Sastra8

1. Istana

Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga

mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.

2. Badiah

Lembaga pendidikan Badiah ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintah bani

Umayyah untuk melakukan program arabisasi yang digagas oleh khalifa Abdul Malik ibn

Marwan. Secara harfiah Badiah artinya dusun badui di Padang Sahara yang didalamnya

terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab.

3. Perpustakaan

Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan

ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan penu;isan karya ilmiah. Pada pendidikan dan

pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memgang peranan yang sangat penting. Ia

menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan.

4. Al bamaristan/rumah sakit

Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus

berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa

sekarang Al-Baristan dikenal dengan istilah Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan).

8 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana), hlm: 135-137, dan Ibid, Soekarno dan

(10)

9 5. Kuttab

Anak memerlukan pendidikan dan pelajaran yang lebih intensif agar memperoleh hasil

yang diharapkan, tertib dan teratur. Cara demikian ini tidak mungkin dilakukan dirumah.

Karena itu diperlukan tempat dan ruang khusus di luar rumah.

Menempatkan anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan kegaduhan orang lain yang

sedang melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan mesjid pun tidak terjamin. Sifat

daripada anak-anak adalah aktif selalu bergerak tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya.

Jalan keluar dari kesulitan ini adalah mendirikan ruangan khusus di luar rumah dan di luar

ruangan masjid. Tempat belajar anak-anakn ini kemudian disebut kuttab.

Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab ini mengalami perubahan-perubahan dan

perkembangan bentuk serta sistem organisasinya. Akan tetapi bentuk kuttab yang pertama

masih tetap menjalankan fungsinya yang semula, dengan guru-gurunya terdiri dari

orang-orang dzimmi yang melulu mengajar menulis dan membaca. Kuttab ini mulai muncul pada

zaman Hajjaj ibn Yusuf Ats-tsaqafi. Dalam kuttab ini anak-anak mulai menghafal al-Qur’an secara teratur, karena ia merupakan sumber kehidupan keagaman dan dasar pembinaan yang dibutuhkan oleh setiap muslim. Menurut Prof, Dr, A Salabi “Kuttab dari

jenis ini sebagai suatu rumah perguruan untuk umum, adalah hasil perkembangan dari

pendidikan putera raja-raja dan pembesarnya.9

6. Masjid

Mesjid sangat erat hubungannya dengan sejarah pendidikan Islam, ia merupaka n suatu

lembaga pendidikan Islam sejak awal dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. dari mesjid ini

dikumandangkan seruan iman, taqwa, akhlaq dan ajaran-ajaran kemasyarakatan; baik yang

berhubungan dengan individu kenegaraan maupun yang berhubungan dengan sosial ekonomi

dan sosial budaya yang adil dan beradab serta diridhai Allah Swt.

Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi

setiap orang yang merasa dirinya mampu dan cakap untuk memberikan atau mengajarkan

9 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana), hlm: 135-137, dan Ibid, Soekarno dan

(11)

10

ilmunya kepada orang yang hasus akan ilmu pengetahuan. Setelah pelajaran anak-anak di

kuttab berakhir, mereka melanjutkan pendidikannya ke tingkat menengah yang dilakukan di

masjid.

Dalam mesjid terdapat dua tingkatan sekolah; tingkat menengah dan tingkat perguruan

tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan.

Sedang pada tingkat perguruan tinggi dilakukan secara halaqah, murid duduk bersama

mengelilingi gurunya yang memberikan pelajaran kepada mereka. Ditingkat menengah

diberikan mata pelajaran al-Quran dan Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi diberikan pelajaran Tafsir, Hadits, Fikih, dan Syari’at Islam.

7. Majelis Sastra

Majelis sastra adalah perkembangan dari mesjid yang biasa dilakukan oleh para khulafaur

rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan diskusi tentang

masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas. Dalam majelis ini para sahabat

mempunyai kebebasan yang penuh dalam mengemukakan kritikan-kritikan dan pendapat

mereka.

Musyawarah dan diskusi mengandung unsur pendidikan yang meliputi pengunaan dan

pengendalian akal pikiran serta perasaan dan tata tertib berdasarkan ketentuan-ketentuan atau

dalil-dalil yang berlaku. Selain itu dalam majelis ini juga terjadi proses transformasi ilmu

pengetahuan, permasalahan yang dikemukakan dan hasil pemecahannya kepada peserta.

C. PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU

Ketetapan MPRS nomor XXVII/MPRS/1966 Bab II pasal 3, dicantumkan bahwa tujuan

pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati

berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang

1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati adalah sesuatu yang diperlukan untuk mengubah

mental masyarakat yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol USDEK pada zaman

Orde Lama, pemurnian semangat Pancasila dianggap sebagai jaminan tegaknya Orde Baru10.

10Muhammad Rifa’i, Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:

(12)

11

Hal tersebut kemudian dikuatkan dalam pasal 4 ketetapan MPRS nomor XXIIMPRS/1966

tersebut, selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan harus memuat:

a. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama.

b. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.

c. Membina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Ketetapan MPRS di atas menjadi penanda berubahnya pendidikan nasional dari Orde Lama

menuju Orde Baru. Setidaknya ada dual hal, yaitu pembentukan manusia pancasialis sejati

yang jelas dikaitkan oleh peristiwa tragis pasca Gerakan 30 September atau 1 Oktober, ketika

Orde Baru menuduh PKI sebagai penghianat Pancasila karena ingin merubah Dasar Negara

Pancasila menjadi komunis. Kemudian, yang kedua adalah mengubah mental masyarakat

yang penuh doktrin-doktrin Manipol USDEK, yang merupakan kebijakan Soekarno. Jadi,

Orde Baru mencoba mengidentifikasikan dirinya dengan jalan memutus pengaruh PKI dan

Soekarno, termasuk dalam hal ini bidang pendidikan11.

Selanjutnya, TAP MPRS tersebut menyatakan agar di perguruan-perguruan tinggi

diberikan kebebasan mimbar/ilmiah seluas-luasnya yang tidak menyimpang dari UUD 1945

dan falsafah negara, Pancasila. Pemerintah lebih memerhatikan perkembangan gerakan

pramuka dan memerikan prioritas yang diperlukan dengan meninjau kembali keputusan

Presiden tentang Pembentukan Organisasi Gerakan Pramuka agar disesuaikan dengan tingkat

perkembangan sekarang ini.

Selain itu, lembaga pemerintah dalam bidang pendidikan disederhanakan, baik

mengenaijumlahnya maupun strukturnya. TAP MPRS tersebut juga melihat keadaan dunia

pendidikan pada masa-masa yang akan datang dengan adanya kekurangan tenaga pengajar,

antara lain melalui Undang-Undang Wajib Belajar. Menurut pemerintahan Orde Baru, perlu

menyelenggarakan pendidikan rehabilitas kesadaran berideologi bagi mereka yang pernah

menyeleweng terhadap pancasila.

Pada 28-30 April 1969, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk mengidentifikasi

masalah-masalah pendidikan nasional yang tengah terjadi saat itu. Di dalam pertemuan

11Muhammad Rifa’i, Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:

(13)

12

tersebut, parapakar mengambil kesimpulan bahwa perkembangan pendidikan ditentukan oleh

faktor-faktor intern. Kedua faktor tersebut harus diidentifikasi secara cermat, baru kemudian

disusun suatu strategi serta program penanggulangannya12.

Pada waktu itu, disadari bahwa pemerintah belum mempunyai strategi umum yang

menyeluruh dan jelas yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Badan-badan pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan tidak mempunyai otoritas yang

jelas. Artinya, tanggung jawab dan fungsi badan-badan tersebut simpang siur sehingga

arahnya kurang jelas dan efisiensinya tentunya rendah.

2. Para penyelenggara pendidikan berlumlah profesional. Artinya, tingkat kemampuan

parapenyelenggara pendidikan belum sanggup melaksanakan proses pendidikan secara

profesional. Bukan hanya karena jumlahnya yang masih kurangmelainkan pada masa

sebelumnya banyak dicampuri oleh unsur-unsur politik.

3. Pelaksanaan pendidikan terlalu di bawah pengaruh politik sehingga proses pendidikan yang

sebenarnya hal kedua, sedangkan praktik politik praktis menjadi sangat dominan dalam

lingkungan kehidupan pendidikan nasional.

4. Badan-badan penyelenggara penndidikan yang tidak profesional tersebut lebih diperparahh

lagi karena tidak diperkuat oleh tim-tim peneliti. Hal ini disebabkan pada masa itu politik

adlah panglima dan profesionalisme merupakan hal nomor dua. Demikian pula jumlah

pakar-pakar pendidikan pada waktu itu masih sangat terbatas.

Diadakannya konferensi cipayung tersebut memiliki tiga tujuan. Pertama,

mengidentifikasikan semua persoalan di bidang pendidikan. Kedua, menyusun suatu prioritas

dari berbagai persoalan tersebut untuk dipecahkan atau diperhatikan sesuai dengan arah

pembangunan nasional. Ketiga, mencari alternatif pemecahan13.

Hasil identifikasi masalah-masalah pendidikan dari Konferensi Cipayung menggolongkan

masalah tersebut dalam enam kategori sebagai berikut:

12Muhammad Rifa’i, Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2011), h. 194-185.

13Muhammad Rifa’i, Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:

(14)

13 1. Pendidikan luar sekolah.

2. Kurikulum sekolah dasar.

3. Kurikulum sekolah menengah.

4. Kurikulum pendidikan tinggi.

5. Pembiayaan pendidikan.

6. Sarana pendidikan.

Salah satu hasil konferensi Cipayung yang terkenal itu ialah lahirnya Proyek Penilaian

Nasional Pendidikan pada 1 Mei 1969 melalui SK Mendikbud Tanggal 26 Mei 1969 Nomor

033/1969. Isi SK tersebut ialah dalam jangka waktu dua tahun (kemudian diubah menjadi tiga

tahun) PPNP harus sudah berhasil menyusun strategi pendidikan nasional.

Melalui Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) diharapkan dihasilnya akan

dimanfaatkan oleh Badan Pengembangan Pendidikan (BPP) Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan yang didirikan melalui Keputusan Presiden No. 84/1969 tanggal 18 Oktober

1969. Menurut catatan, badan pengembangan inimerupakan institusi pertama didirikan dalam

lingkungan pemerintahan yang kemudian diikuti oleh badan-badan sejenis di

departemen-departemen lain.

Tugas dari Badan Pengembangan Pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Mengoordinasikan serta menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan.

2. Mengadakan eksperimen-eksperimen dan proyek-proyek perintis dalam rangka

pengembangan pendidikan.

3. Menyiapkan rencana, program, kebijaksanaan untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan14.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Orde Baru diidentikan dengan ideologi atau

pembangunan. Begitu pula arah dan kebijakan pendidikan disesuaikan dengan geraknya

pembangunan. Di dalam mengaktualisasikan pembangunannya, Orde Baru setiap lima tahun

memiliki program pembangunan, yang dikenal dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima

Tahun).

14 Suwito Fauzan ,Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, (Bandung:Angkasa Bandung,2004), Cet.

(15)

14

Persoalan mendasar dari pelita I adalah bangsa kita dalam kondisi kekurangan

tenaga-tenaga terampil. Tenaga kerja dari lulusan pendidikan kita saat itu menunjukkan bahwalebih

dari setengah angkatan kerjanya mempunyai latar belakang pendidikan di bawah tamatan SD.

Oleh sebab itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah memberikan prioritas tinggi

dalam mengembangkan pendidikan kejuruan sejak pelita I. sekolah-sekolah kejuruan

dibenahi dan ditingkatkan mutunya dengan pengadaan guru serta instruktur yang berwenang,

pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, fasilitas-fasilitas praktik yang sesuai sehingga

diperoleh lulusan sekolah-sekolah kejuruan yang bermutu.

Di penghujung akhir Pelita I, Indonesia memperoleh rezeki yang biasanya disebut wind fall money. Adanya rezeki “nomplok” tersebut disebabkan oleh karena naiknya harga minyak bumi pada pertengahan dekade 1970-an. Dengan adanya kenaikan harga minyak bumi per

barel dari US$3,37 menjadi lebih tiga kali lipat, pemerintah mendapat dana tambahan untuk

mempercepat beberapa sektor pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, dan

sarana-sarana fisik dasar lainnya yang diperlukan untuk lebih mempercepat pembangunan nasional15.

Dana tersebut dimanfaatkan untuk mempercepat pemenuhan apa yang disebut basic human

needs yang menjadi mode pemikiran pembangunan pada dekade 1970-an. Di dalam bidang

pendidikan, misalnya, dana tersebut digunakan untuk pemerataan pendidikan di tingkat

sekolah dasaar. Maka, muncullah apa yang disebut Instruksi Presiden untuk pembangunan

sarana pendidikan sekolah dasar. Seperti kita ketahui, pada tahun akhir pelita I telah dibangun

sejumlaj sekolah dasar baru sehingga dapat menampung siswa baru sejumlah 720.000 orang16.

Di dalam Pelita I rumusan kebijakan pendidikan nasional pemerintah saat itu dihubungkan

dengan persoalan ketanagakerjaan yang tentunya ada kaitannya dengan pembangunan. Rumusan tersebut ialah “Kebijakan terhadap penyesuaian dari persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan untuk pembangunan ekonomi harus ditujukan ke arah pembaharuan sistem

pendidikan dari tingkat Sekolah Daasar sampai ke Perguruan Tinggi. Peninjauan kurikulum

akan diadakan sehingga terdapat kesempatan untuk mendapatkan pelajaran praktik yang

memungkinkan dipelajarinya segi praktis dari pengetahuan yang diikutinya.”

15 Zakki Fuad, Sejarah Pendidikan Islam. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011) h.198.

(16)

15

Selanjutnya, dirumuskan pula langkah-langkah jangka panjang mewujudkan keterkaitan

antara pendidikan dan ketenagakerjaan:

1. Mengadakan peraturan untuk mengawasi atau membatasi pembukaan sekolah-sekolah

menengah umum dan Fakultas Sosial Politik dan memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan,

mendorong pengembangan dari fakultas untuk ilmu pengetahuan eksakta.

2. Meratakan dasar bagi pengetahuan sistem pendidikan dan penyempurnaan kurikulum yang

diarahkan kepada pengetahuan-pengetahuan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat

dengan menyediakan fasilitas-fasilitas,seperti alat-alat, laboratorium untuk praktik, dan

peralatan yang memungkinkan pelajaran-pelajaran praktik.

3. Memperluas pendidikan guru dan keguruan tinggi serta meningkatkan mutu kesanggupan

mereka.

4. Dalam bidang perguruan tinggi, lebih diutamakan pertanian, teknik, ekonomi, kedokteran,

dan keguruan17

Dunia pendidikan dan para peserta didik setelah lulus harus berpartisipasi bagi kemajuan

ekonomi dan pembangunan bangsa yang sudah ditafsirkan pemerintah.

Pada keputusan Presiden No. 34 tahun 1972 tentang Tanggung Jawab Fungsional

pendidikan dan latihan, serta penjabarannya melalui Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974

tentang pokok-pokok pelaksanaaan pembinaan pendiidikan dan latihan18.

Pada pelita II pada pidato pertanggung jwaban presiden pada 11 Maret 1978 tentang pendidikan, generasi muda, dan kebudayaan nasional, yaitu, “Pembangunan di bidang pendidikan, sebagaimana ditentukan dalan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Hal ini diusahakan antara lain dengan menggariskan serangkaian kebijakan pokok sebagai

berikut:

1. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar dengan laju pertumbuhan kelompok-kelompok

usia anak didik dan lulusan yang berbakat yang mencari tempat di tinfkat pendidikan yang

lebih tinggi.

17 Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Mutiara Sumber Widya), Jakarta, 1995 h.

199-200

(17)

16

2. Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan pada semua tingkat dan jenis pendidikan.

3. Pengembangan sistem pendidikan yang lebih serasi (relevan) dengan pembangunan.

4. Pemantapan pendidikan di luar sistem sekolah (pendidikan non-formal) dan usaha-usaha

pembinaan generasi muda.

5. Pengembangan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan sehingga dapat diandalkan

untuk melaksanakan pembaruan pendidikan19.

Pada 1973 lahir GBHN yang pertama sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973.

Berdasarkan TAP MPR inilah, disusun Kurikulum 1975. Kurikulum-kurikulum sebelumnya

disusun berdasarkan Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,

kemudian mendasarkannya kepada TAP MPRS No. II Tahun 1960 dan keputusan-keputusan

lainnya. Dengan sendirinya, di masa Orde Baru memerlukan kurikulum yang sesuai dengan

jiwa pembangunan masa lalu.

Kurikulum 1975 didasarkan pada TAP MPR II/MPR/1973, kurikulum tersebut juga

menampung hasil-hasil percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran waktu itu. Untuk

pertama kalinya kurikulum tersebut didasarkan pada tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan

tersebut dijabarkan tujuan-tujuan-tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan instruksional umum,

tujuan instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai

melalui kurikulum tersebut.

Kurikulum 1975 bersifat sentralistis. Artinya kurikulum tersebut disusun dan diasumsikan

bahwa semua pelaksana, yaitu para guru di sekolah-sekolah sampai ke daerah-daerah

terpencil akan mengerti dengan sendirinya tujuan serta pelaksanaan kurikulum tersebut.

Seharusnya, para pelaksana kurikulum (guru-guru yang ada di depan kelas) perlu

dipersiapkan dulu20.

Persoalannya bukannya para guru terseebut memiliki buku-buku kurikulum tersebut atau

tidak, melainkan yang lebih penting adalah mengerti apa yang diajarkan dan mengapa

diajarkan serta bagaimana mengajarkannya agar berhasil. Selain itu, setiap usaha

pembaharuan pendidikan nasional saat itu yang tidak mengikutsertakan para guru sejak awal

19 Suwito Fauzan ,Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, (Bandung:Angkasa Bandung, 2004),

Cet. Ke-1 h. 206-207.

(18)

17

atau tanpa memberdayakan guru akan mengalami kegagalan. Para guru bukanlah sekedar

objek pembaharuan, melainkan subjek pembaharuan atau pelaku pembaharuan tersebut21.

Untuk pelaksanaan kurikulum 1975 tersebut, telah dipersiapkan buku-buku pelajaran

pokok maupun buku-buku pelajaran lainnya. Boleh dikatakan sejak pelita II, pengadaan buku,

khususnya perbukuan untuk buku-buku teks, mulai diproduksi dalam jumlah yang cukup

besar.

Pelita II, pemerintah melaksanakan program pengadaan buku teks sendiri, baik buku teks

utama yang wajib dipakai untuk keperluan proses belajaar mengajar dalam bidang-bidang

tertentu maupun bacaan.

Mata pelajaran yang diprioritaskan pengadaan buku teksnya untuk sekolah dasar ialah

Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS. Untuk tingkat sekolah lanjutan (SMP dan

SMA), pengadaan buku teksnya utama diprioritaskan pada Bahasa Indonesia, Matematika,

IPA, dan Bahasa Inggris22.

Di dalam Pelita III, rumusan pembangunan sarana pendidikan Sekolah Dasar adalah “Titik berat program pendidikan diletakkan pada perluasan pendidikan dasar dalam rangka

mewujudkan pelaksanaan wajib belajar yang sekaligus memberikan keterampilan yang sesuai

dengan kebutuhan lingkungan serta peningkatan pendidikan teknik dan kejuruan pada semua

tingkat untuk dapat menghasilkan anggota-anggota masyarakat yang memiliki keccakapan

sebagai tenaga-tenaga pembangunan”23.

Di dalam Pelita IV dirumuskan sebagai berikut, “Titik beratpembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan

dan menetapkan pelaksanaan wajib belajar, serta meningkatkan perluasan kesempatan belajar

pada tingkat pendidikan menengah”24.

21 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Jogjakarta: Ar Ruz, 2009) h. 212.

22 Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia , (Jakarta: Bina Aksara, 1986), h. 215 23 Sumarsono Mestoko, et.al., Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Balai Pustaka,

1985), h. 218

24Sumarsono Mestoko, et.al., Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Balai Pustaka,

(19)

18

Pada masa ini lahir pula kurikulum baru, tepatnya di tahun 1984. Kurikulum ini

dilatarbelakangi oleh kondisi melajunya pembangunan nasional. Kurikulum ini telah

melahirkan dimensi-dimensi baru dalam pembangunan, juga dalam pendidikan nasional.

Kurikulum 1984 sebenarnya dapt dikatakan merupakan penyempurna dari kurikulum

1975. Dengan masukan yang sangat berarti dari hasil komisi pembaharuan pendidikan

nasional, begitu pula dengan TAP MPR No. IV/1983, lahirlah kurikulum 1984 dengan ciri

menonjol menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:

1. Apa yang akan dikerjakan?

2. Mengapa diajarkan?

3. Bagaimana diajarkan?25

Pertanyaan fundamental ini lebih mengarahkan Kurikulum 1975 sebab di dalam kurikulum

baru ini harus jelas perumusannya.

Kurikulum 1984 mempunyai kelemahan-kelemahan umum, yaitu terlalu sentralistis

sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian di daerah-daerah. Namun sayangnya,

kemampuan daerah untuk melengkapi kurikulum tersebut sangat terbatas, demikian pula para

guru, para penilik, dan pejabat-pejabat lainnya tidak dipersiapkan secara menyeluruh dan

matang untuk melaksanakan kurikulum tersebut.

Pada TAP MPR No. II/MPR/1988 tentang GBHN yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan, menyatakan antara lain, “Titik pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kemampuan belajar

pada jenjang pendidikan menengah tingkat pertama.

Pada era ini, berhasil dibentuk UU Sistem Pendidikan Nasional. Pada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan di dalam bab III pasal 6, “setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh

pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.” Di dalam UU No. 2

(20)

19

tahun 1989 Pasal 30, ayat (3) dikemukakan bahwa tenaga kependidikan berhak memperoleh

perlindungan hukum dalam menjalankan tugas26.

Pendidikan di tahu 1990-an, yaitu Pelita V dan VI sampai presiden soeharto mengundurkan

diri pada 20 Mei 1998, sebagai tanda berakhirnya Orde Baru berganti menjadi era Orde

Reformasi.

Di dalam Repelita V prioritas pembangunan pendidikan ditekankan pada pendidikan mutu

setiap jenjang dan jenis pendidikan. Selain itu, ditekankan pula pentingnya perluasan

kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka persiapan perluasan

wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama. Agar pendidikan tetap mampu

menghasilkan manusia berkualitas yang berpegang teguh pada kepribadian bangsa,

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap diimbangi dengan nilai-nilai dasar moral,

budaya, dan kemanusiaan.

Untuk itu pendidikan agama, pendidikan pancasila, termasuk pendidikan Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasil (P4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan

Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dilanjutkan dan makin ditingkatkan di semua

jenis dan jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi,

baik negeri maupun swasta. Perguruan swasta sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional

terus didorong untuk berperan sebagai mitra pemerintah dalam pendidikan.

Program-program pembangunan pendidikan dan pengembangan generasi muda meliputi:

1. Pembinaan pendidikan dasar,

26Muhammad Rifa’i, Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:

(21)

20 9. Pembinaan peranan wanita,

10.Pembinaan pendidikan kedinasan,

11.Pengembangan sistem pendidikan,

12.Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan fasilitas pendidikan27.

Pada Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dirasa perlu menyusun suatu Kurikulum 1984. Usaha yang besar ini,

yang memiliki suatu kurikulum yang berdasarkan UU baru yang dilahirkan dalam Orde Baru,

merupakan suatu prestasi yang besar. Kurikulum baru tersebut untuk SD sampai sekolah

menengah telah dapat dirampungkan dan diberlakukan mulai tahun ajaran 1994/1995 secara

bertahap. Dimulai pada ajaran 1994.1995, kurikulum 1994 diberlakukan untuk kelas 1 dan

kelas 4 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA. Dengan demikian, di dalam jangka waktu tiga

tahun seluruh Kurikulum 1994 itu telah dapat dilaksanakan.

Peran para pelaku dan intelektual pendidikan Indonesia ditunjukkan kembali dengan

mencoba mengkritisi kondisi pendidikan, terutama berkaitan dengan profesi para pendidik,

misalnya PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)28.

Di dalam GBHN 1993, telah digariskan sasaran bidang pembangunan jangka panjang II.

Dalam hal bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan dirumuskan sebagai berikut, “Terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata, terselenggaranya pendidikan nasional dan pelayanan kesehatan yang makin bermutu

dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif,

produktif dan profesional, semakin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam

meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.”29

27 Suyanto, Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. (Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa, 2000), h. 237

28 Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1995), h.

239

29Agussalim Sitompul, usaha-usaha mendirikan negara Islam dan pelaksana syariat Islam di Indonesia,

(22)

21

Kurikulum 1994 ini lahir memiliki tujuan, yaitu memberikan bekal kemampuan dasar

kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik

untuk mengikuti pendidikan menengah (PP. No. 28 Tahun 1990)30.

D. SISTEM PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU

Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina pendidikan

agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional dipercayakan kepada

Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Oleh karena itu,

dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk

mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.

Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan

agama dan pendidikan umum.Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis

pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum.Keadaan

seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya

pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan

agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.

Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal

20, yaitu :

- Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan

apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.

- Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan

yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan

Menteri Agama.

E. KEBERADAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU

Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut

kehidupan sosial, agama maupun politik. Pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk

kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah

(23)

22

dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Berdasarkan agama khususnya, semakin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur

organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR

yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu ditegaskan bahwa

pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua

jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman

Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat I PP Nomor 27 Tahun 1990 dalam UU Nomor 2 Tahun 1989).31

31 A. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm.

(24)

23 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadaan pendidikan pada

masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur

Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek

kelembagaan dan ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan

berkembang lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan.

Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu

umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu

umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional,

dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada

saat ini.

Perkembangan pendidikan yang demikian itu karena dipengaruhi oleh situasi politik,

sosial, dan keagamaan yang secara keseluruhan belum mendukung kegiatan pendidikan.

secara politik, masa bani Umayyah yang berlangsung lebih kurang 90 tahun terlalu banyak

digunakan untuk melakukan perluasan wilayah serta meredam berbagai gejolak dan

pemberontakan.

Orde Baru adalah Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala

penyeleweengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, memperjuangkan adanya suatu

masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupunspiritual melalui pembangunan dan

sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD

1945 secara murni dan konsekuen.

Ketetapan MPRS nomor XXVII/MPRS/1966 Bab II pasal 3, dicantumkan bahwa tujuan

pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati

berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan

Undang-Undang 1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati adalah sesuatu yang diperlukan untuk

mengubah mental masyarakat yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol USDEK

pada zaman Orde Lama, pemurnian semangat Pancasila dianggap sebagai jaminan tegaknya

(25)

24

Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang,

selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah

negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan

sejak Taman Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat I PP Nomor 27 Tahun 1990 dalam UU

(26)

25

DASTAR PUSTAKA

A. Mustafa dan Aly, Abdullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Badri, Yatim, 2010, Sejarah Peradaban Islam, cet. 22, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Fauzan Suwito, 2004, Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, Bandung: sAngkasa Bandung, Cet. Ke-1.

Fuad Zakki, 2011, Sejarah Pendidikan Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel

Gunawan Ary H., 1986, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara

Langgulung, Hasan,1980, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, Jakarta: Pustaka Al Husna

Mestoko Sumarsono, et.al., 1985, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Balai Pustaka,

Rifa’I, Muhammad. 2011.Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik Hingga

Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rukiati, Enung K dkk. Sejarah Pendidikan Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia Bandung.

Silsīlah Ta’līmi al-Lughoh al -‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh al-Islamī, Riyad: 1994.

Sitompul Agussalim, 2008, usaha-usaha mendirikan negara Islam dan pelaksana syariat Islam diIndonesia. Jakarta: CV Misaka Galiza

Suyanto, Hisyam, 2000, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Yamin, Moh. 2009, Menggugat Pendidikan Indonesia, Jogjakarta: Ar Ruz

Yunus Mahmud, 1995, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Mutiara Sumber Widya.

(27)

26

BIODATA DIRI Nama : Nuraysah

NIM : 15.2.3.053

Jurusan/Prodi : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/PAI 2 No. Telephon : 085342496681

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Murti (2004) bahwa nilai kepercayaan terhadap merek tersebut berpengaruh terhadap tingkat minat beli ulang

Kebudayaan Kota Batam melakukan upaya massif dan berkesinambungan dalam kegiatan sosialisasi dan promosi destinasi wisata pada masyarakat agar terciptanya

Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1990). Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap,dan

Key im- plications of the current study are that: (1) the combined effect of the seven dimensions —that is, the integrated PLI model as a whole— had a

BERITA ACARA HASIL PENGADAAN LANGSUNG Nomor : BNM.015/PJB-PBJ/PB/2014.. Program :

Untuk menentukan titik kontrol pemetaan fotogrametri secara efisien yaitu dengan cara penentuan posisi dengan GPS geodetik dual frekuensi menggunakan metode statik singkat

Sharia Compliance of Fatwa of the National Sharia Supervisory Board of the Indonesian Ulama Council (DSN-MUI) of Handling Murabaha Financing Problem of House Loan Product in Bank

“ Analisis Peranan Pembiayaan Murabahah pada Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Berbasis Syariah Terhadap Tingkat Pendapatan Anggota (Studi Kasus : Lembaga Keuangan