BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya yang disesuaikan dengan ketentuan dan sifat-sifat lalu lintas. Perencanaan geometrik jalan dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan, yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas. Maka dalam perencanaan tersebut diusahakan agar tercipta hubungan yang baik antara ruang dan waktu sehingga dapat menghasilkan efisiensi, keamanan serta kenyamanan yang optimal. Ruang, bentuk dan ukuran jalan dapat dikatakan baik jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transpotasi yang dapat menjangkau daerah–daerah yang terpencil.
Perencanaan geometrik jalan secara umum menyangkut aspek- aspek seperti: lebar jalan, tikungan, landai, jarak pandang serta kombinasi dari aspek-aspek tersebut. Perencanaan geometrik jalan berhubungan erat dengan lalu lintas (seperti sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengemudikan kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas), sedangkan perencanaan konstruksi jalan berhubungan dengan beban lalu lintas. Maka faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan adalah :
a. Keadaan fisik serta topografi daerah b. Data lalu lintas
c. Kapasitas jalan d. Analisa ekonomi
Maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami dasar-dasar maupun langkah-langkah perencanaan geometrik jalan raya, perencanaan drainase jalan, perencanaan perkerasan jalan serta perencanaan galian dan timbunan.
1.3 Permasalahan
1. Apa saja yang termasuk dalam kriteria perencanaan geometrik jalan? 2. Bagaimana cara menentukan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal? 3. Bagaimana cara membuat perencanaan saluran drainase jalan?
4. Bagaimana cara merencanakan perkerasan jalan?
5. Berapa besar galian dan timbunan yang harus dibuat dalam perencanaan geometrik jalan?
1.4 Pembatasan Masalah
Laporan ini meliputi dasar-dasar teori dan mengenai desainperkerasan jalan, perhitungan dan desain saluran drainase, volume galian dan timbuna serta perencanaan
geometrik jalan yang meliputi, perencanaan alinyemen, diagram superelevasi.
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Umum Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa.
Keberadaan jalan raya secara tidak langsung dapat menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan transportasi, barang dan jasa yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan pemasok produksi pertanian.
2.2 Bagian Bagian Jalan
Bagian – bagian jalan meliputi daerah manfaat jalan (damaja), daerah milik jalan (damija), dan daerah pengawasan jalan (dawasja):
1. Daerah manfaat jalan (damaja) meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya
2. Daerah milik jalan (damija) meliputi ruang manfaat jalan dan daerah yang diperuntukan untuk pelebaran jalan
3. Daerah pengawasan jalan (dawasja) lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan.
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Jalan
2.3 Klasifikasi Jalan
Jalan Arteri = Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi
Jalan Kolektor = Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang Jalan Lokal = Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.
Gambar 2.2 Hirarki Jalan Berdasarkan Fungsinya
2.3.2 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan
Berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muata sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan
Berkaitan dengan kondisi sebagian besar kemiringan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Tabel 2.2 Klasifikasi JalanMenurut Medan Jalan
2.3.4 Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan Sesuai dengan PP. No.26/1985:
Jalan Nasional Jalan provinsi
Jalan Kabupaten/Kotamadya Jalan Desa
Jalan Khusus.
Kendaran rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dijadikan acuan dalam perencanaan geometrik. Dimensi kendaraan rencana dapat ditunjukan dalam tabel 2.3
Tabel 2.3 Dimensi Kendaraan Rencana
Gambar 2.3 Dimensi Kendaraan Kecil
Gambar 2.8 Jari-Jari Manuver Kendaraan Besar
Sebelum menentukan LHR, maka terlebih dahulu menetapkan ekivalen mobil penumpang ( emp ). Dari jenis medan, maka ekivalensi mobil peumpang (emp)
didapatkan berdasarkan tabel berikut :
Tabel 2.4 EkivalensiMobil Penumpang
Jadi, Besarnya faktor ekivalensi mobil penumpang untuk masing-masing kendaraan adalah:
1. Kendaraan ringan/mobil penumpang : 1
2. Bus : 2
3. Truck 2 as : 3
4. Truck 3 as : 4
2.4.3Volume Lalu Lintas Rencana
Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:
Dimana: K (faktor K) = Faktor volume lalu lintas jam sibuk
F (faktor F) = Faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam satu jam.
2.4.4 Kecepatan Rencana (VR)
Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
Tabel 2.6Kecepatan Rencana (VR) BerdasarkanKlasifikasi Fungsi dan Medan Jalan
2.5 Penampang Melintang
2.5.1 Komposisi Penampang Melintang
1) Jalur lalu lintas;
2) Median dan jalur tepian (kalau ada); 3) Bahu;
4) Jalur pejalan kaki; 5) Selokan; dan 6) Lereng.
Gambar 2.9 Penampang Melintang Jalan Tipikal
Gambar 2.10 Penampang Melintang Jalan Tipikal yang Dilengkapi Trotoar
Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.
Batas jalur lalu lintas dapat berupa: Median
Bahu jalan Trotoar
2.6.2 Lebar Jalur
Lebar jalur sangat ditentukan oleh njumlah dan lebar peruntukannya. Lebar jalur minimum adalah 4,5m yang memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan.
Tabel 2.7Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan
Keterangan:
**) = Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, di mana n= Jumlah lajur per jalur - = Tidak ditentukan.
Lajur adalah bagian dari JALUR lalu lintas yang memangjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan sesuai dengan yang direncanakan.
Tabel 2.8 Lebar Lajur Jalan Ideal
2.8 Jarak Pandang
2.8.1 Definisi Jarak Pandang
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
2.8.2 Jarak Pandang Henti
Jarak pndang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikankendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi Jarak pandang henti
Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggihalangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jarak pandangan henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudimelihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saatpengemudi menginjak rem
Jarak pengereman (Jh) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikankendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Dimana :
Jht = Jarak pandang tanggap (m) VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = Koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55. Disederhanakan menjadi:
Tabel 2.9 Panjang Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Berdasarkan Kecepatan Rencanya
2.8.3 Jarak Pandang Mendahului
Jarak pandang mendahului (Jd) adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula. Jarak pandang mendahului diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggihalangan adalah 105 cm.
Jd= d1+d2+d3+d4 Dimana :
Jd = Jarak pandang mendahului (m)
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).
Tabel 2.10Panjang Jarak Pandang Mendahului (Jd) Berdasarkan Kecepatan Rencananya
2.9 A1inyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah suatu proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal. Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan).
2.9.2 Panjang Bagian Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segikelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuhdalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
Tabel 2.11Panjang Bagian Lurus Maksimum
2.9.3 Diagram Alir Cara Menentukan Jenis Tikungan yang Akan Digunakan
2.9.4 Tipe-Tipe Tikungan 1. Full Circle (FC)
Full circle adalah tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang seragam
Tidak Data-Data:
Kecepatan Rencana (VR)
Jari-Jari Rencana (R)
Tikungan Full Circle (FC)
R>Rmin P<0,25m
Tikungan Spiral Circle Spiral (S-C-S)
Lc≥20 meter Tidak
Tikungan Spiral Spiral (S-S)
Gambar2.12 Tikungan Full Circle (FC)
Komponen-Komponen Tikungan Full Circle: Tc=Rc x Tg0,5β
Ec=Tc x Tg0,25β
Lc=0,01745x β x Rc(β dalam derajat) Lc=β x Rc(β dalam Radial)
Dimana:
Tc = Titik peralihan dari bagian lurus (tangen) ke bagian lengkung (circle) Ec = Jarak PH ke bagian lengkung
Rc = Jari-jari tikungan Lc = Panjang lengkung
Tabel 2.13Jari-Jari yang Diizinkan Tanpa Lengkung Peralihan
2. Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Gambar 2.13 Tikungan Spiral Circle Spiral (S-C-S) Komponen-Komponen Tikungan Spiral Circle Spiral:
Dimana Lc≥20m
3. Spiral-Spiral (SS)
Spiral – spiral adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral.
Gambar 2.14 Tikungan Spiral Spiral (S-S)
Komponen-Komponen Tikungan Spiral Spiral:
Dimana Lc≤20m
CATATAN:
Nilai p dan k bisa langsung dihitung menggunakan rumus seperti di atas, atau dihitung dengan rumus di bawah ini dengan memasukan faktor p* dan faktor k* yang dapat dilihat dari tabel 2.13 dari Silvia Sukirman
p = p* x Ls k = k* x Ls
2.9.5 Superelevasi (e)
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsimengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalanmelalui tikungan pads kecepatan VR.Nilai superelevasi maksimum ditetapkan
10%.
Tabel 2.15 Nilai Superelevasi(e), Ls Menurut Kecepatan Rencananya (VR)
2.9.6Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Pencapaian Superelevasi (Le)
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R.
Berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Dalam tata cara ini digunakan bentuk spiral.
a) lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3 detik (pada kecepatan VR);
b) gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi berangsur angsur pada lengkung peralihan dengan aman
c) tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max yang ditetapkan sebagai berikut:
Penentuan lengkung peralihan (Ls) dapat ditentukan melalui perhitungan dibawah ini atau bisa lihat di tabel 2.15
LS ditentukan dari 3 rumus di bawah ini dan diambil nilai yang terbesar: Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,
Dimana:
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik VR = kecepatan rencana (km/jam).
Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal,
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,
Dimana:
VR = kecepatan rencana (km/jam) Em = superelevasi maximum en = superelevasi normal
Tabel 2.16bPanjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Rmin yang diizinkan sesuai besar superelevasi (e=10%)Metode Bina Marga
Tabel 2.18Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Panjang Pencapaian Superelevasi(Le) Untuk Jalan ljalur-2lajur (2arah)
tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC). Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagianspiral.
2.9.7 Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensigeometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan dibagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerakperputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajumya. Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana, dan besarnya. Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel harus dikalikan 1,5. Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel harus dikalikan 2.
Penentuan pelebaran pada tikungan bisa dihitung melalui rumus di bawah ini atau bisa lihat di tabel 2.18 dan 2.19
B=n
(b
'B = Lebar total perkerasan pada tikungan (m) L = Lebar badan jalan (2x3,5m)
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan (m)
Z = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi (m) C = Kebebasan samping (0,8 m)
P = Jarak ban muka dan ban belakang (jarak antara Gandar) = 6,1 m A = Jarak ujung mobil dan ban depan = 1,2 m
Vr = Kecepatan rencana (km/jam) R = Jari-jari tikungan (m)
Tabel 2.19 Pelebaran di TikunganLebar Jalur 2x5m, 2 arah atau 1 arah
2.9.8 Tikungan Gabungan
Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:
tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arahputaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda.
tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaranyang berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:
tikungan gabungan searah harus dihindarkan.
tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothoide sepanjang paling tidak 20 meter.
Gambar 2.15 Tikungan Gabungan Searah
Gambar 2.16 Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus Minimum 20 meter
Gambar 2.17 Tikungan Gabungan Balik
Gambar 2.18 Tikungan
2.10 Alinyemen Vertikal
2.10.1 Definisi Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) atau landai nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.
a. Lengkung vertical cekung
Gambar 2.19Lengkung Vertikal Cekung
b. Lengkung vertical cembung
Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua tangen berada diatas permukaan jalan.
Gambar 2.20Lengkung Vertikal Cembung
2.10.2 Landai Maksimum (%)
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Tabel 2.21Kelandaian Maksimum yang Diizinkan
2.10.3 Panjang Kritis (m)
Tabel 2.22Panjang Kritis (m)
2.10.4 Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan:
(1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian (2) menyediakan jarak pandang henti.
Panjang lengkung vertikal minimum dapat ditentukan dengan perhitungan di bawah ini atau bisa melihat tabel 2.22
Panjang minimum lengkung vertikal
Jika jarak pandang henti (Jh) > dari panjang lengkung vertikal cekung
Dimana:
L = Panjang lengkung vertikal (m)
A = Perbedaan kelandaian/grade (m)
Jh = Jara pandang henti (m)
S = Jarak pandang (henti&menyiap)
g1,g2 = Kelandaian (%)
Y = Faktor kenyamanan (tinggi objek: 10 cm, tinggi mata: 120 cm)
Tabel 2.23 Faktor kenyamanan (Y)
Tabel 2.24Panjang Minimum Lengkung Vertikal
2.10.5 Jalur Pendakian
Gambar 2.21 Lajur Pendakian Tipikal
2.10.6 Cara Menentukan Lengkung Vertikal Cembung
Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L
Gambar 2.22Jarak Pandang Dalam DaerahLengkung S < L
Gambar 2.23Jarak Pandang Dalam DaerahLengkung S > L
Berdasarkan Jarak Pandang Henti Jika S<L L=AS²
399
Jika S>L L=2S−399
A
Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap Jika S<L L=AS²
960 Jika S>L L=2S−960
A
Berdasarkan Kebutuhan Drainase L≤50A
Berdasarkan Kenyaman Mengemudi
L=AV² 380
2.10.7 Cara Menentukan Lengkung Vertikal Cekung Berdasarkan Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan
Jika S<L L= AS² 120+3,50S
Jika S>L L=2S−
(
120+3,50SA
)
Berdasarkan Jarak Pandang Bebas Di bawah Bangunan Jika S<L L= AS²
3480 Jika S>L L=2S−3480
A
Berdasarkan Kebutuhan Drainase
L≤50A
L=AV² 380
2.11 Koordinasi Alinyemen
Koordinasi alinyemen adalah gabungan antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal. Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, idealnya alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal
Tidak diizinkan tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau padabagian atas lengkung vertikal cembung
Gambar 2.24 Koordinasi yang Ideal Antara Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal yang Berimpit
Gambar 2.25 Koordinasi yang Harus Dihindarkan, Dimana Alinyemen Vertical Menghalangi Pandangan Pengemudi Pada Saat Mulai Memasuki Tikungan Pertama
Gambar 2.26 Koordinasi yang Harus Dihindarkan, Dimana Pada Bagian yang Lurus Pandangan Pengemudi Terhalang Oleh Puncak Alinyemen Vertical Sehingga
2.12 Perancanaan Drainase
Air adalah salah satu penyebab kerusakan konstruksi jalan baik secara langsung maupun tak langsung, oleh sebab itu perlu adanya perencanaan drainase jalan. Ada dua jenis sistem drainase jalan yaitu sistem drainase permukaan dan sistem drainase bawah permukaan. Dalam laporan ini digunakan sistem drainase permukaan. Ada beberapajenis sistem drainase permukaan atara lain :
Gambar 2.27 Potongan Melintang jalan dan Saluran Drainase
Sistem drainase ini bertujuan mengalirkan air limpasan pemukaan akibat hujan sehinggga tidak mengenangi permukaan jalan ataupun ahu jalan sehingga tidak
mengakinatkan terjadinya kerusakan pada konstruksi jalan.
Dalam perhitungan drainase hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
o Perhitungan Intensitas Curah Hujan
o Menghitung debit rencana
o Perencanaan dimensi saluran
o Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Rumus menurut Pinobe adalah :
I= R 24 x
[
24
tc
]
2/3
dimana :
I = Intensitas curah hujan ( mm/jam )
R = Curah hujan rancangan (mm)
o Perhitungan Debit Rencana
Rumus yang digunakan :
Q=f . c . I . A
dimana :
f = Faktor konversi satuan (0,278)
Q = Debit pengaliran (m3/det)
c = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan pada periodik ulang tertentu (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
o Perencanaan dimensi saluran
Yang harus diperhatikan dalam perencanaan dimensi saluran adalah :
1 m
Gambar 2.28 Potongan Melintang Saluran Drainase
Rumus-rumus yang digunakan :
Luas penampang basah (A) A=(b+mh)
Keliling basah (P)
P=b+2.h
√
(
m2 +1)
Jari-jari hidrolis (R) :
R=A
P
Kecepatan Aliran (V)
V=Q
b = Lebar Saluran;
m = Talud;
h = Tinggi Saluran;
2.12.2 GORONG GORONG (CULVERT)
Pada perencanaan sistem drainase jalan gorong gororng termasuk sistem drainase permukaan yang berfungsi sebagai penerus aliran dari saluran samping ke tempat
pembuangan. Dibeberapa lokasi gorong gorong di tempatkan melintang jalan sesuai dengan kebutuhan.
Disamping berfungsi sebagai penerus aliran pada saluran samping gorong gorong sangat efisiean digunakan pada jalan yang berbentuk punggungan (Embankment) dengan lembah pada sisi kiri kanan jalan, gorong –gorong ini berfungsi mengalirkan air dari satu sisi ke sisi yang lain yang ada sarana pambuangannya.
Berdasarkan bentuknya ada dua jenis gorong gorong yaitu :
o Jenis pipa
Untuk memetukan dimensi curverter pada perencanaan drainase jalan, curverter dianggap saluran terbuka denga mengambul freeboard = 0.2 d maka h = 0.8 d
Gambar 2.29 Penampang Melintang Culvert Jenis Pipa
Dari ketentuan tersebut di atas kapasitas culvert (Qg) utuk menerima debit aliran dapat ditentukan dengan rumus Maning, yaitu
Qg=F . V
Dimana: Qg = kapasitas gorong-gorong (m3/det)
F = luas penampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/det)
D = Diameter pipa (m)
Agar gorong-gorong tetap berfungsi sebagai saluran terbuka maka untuk
mengantisipasi banyaknya benda benda yang terbawa aliran akan menghambat gerakan aliran sea.biknya kapasitas gorng-gorng diambil 80% dari Qg.
o Jenis Persegi
Jenis saluran ini terdiri dari :
Box culvert (BC) adalah gorong-gorong persegi dari beton bertulang yang kaku dengan konstruksi plat dinding, plat alas dan plat atas menyatu, berupa kotak atau box.
Salb culvert (SC) adalah gorng-gorong persegi dengan plat atas dari beton bertulang (Slab) yang ditumpang pada pasangan batu. Jenis ini lebih cocok pada jalan raya daerah pedataran atau pantai.
Luas
2.13 Perhitungan Volume Galian Dan Timbunan
Dalam perencanaan jalan raya diusahakan Volume galian sama dengan volume timbunan. Adapun langkah-langkah perhitungan Galian dan timbunan adalah sebagai berikut :
o Tentukan stationing (jarak patok) sehingga diperoleh panjang jalan dari alinemen horizontal.
o Gambar profil memanjang
o Gambar profil melintang pada tiap titik stationing
o Hitung luas galian dan timbunan
o Hitung volume galian dan timbunan
Gambar 2.30 Sketsa Volume Galian Timbunan Misal :
Berdasarkan data-data yang terlampir, kita ambil salah satu titik perhitungan volume
galian dan timbunan dititik A dengan rumus : V=Luas1+Luas2
2 x Jarak antara2titik
dimana :
FG = Luas penampang galian satu stasiun
FT = Luas penampang timbunan satu stasiun
G = Luas penampang rata – rata galian dua stasiun
T = Luas penampang rata – rata timbunan dua stasiun
VG = Volume galian antara dua stasiun
VT = Volume timbunan antra dua stasiun
2.14 Perencanaan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan dapat dibedakan atas lapisan permukaan, lapisan pondasi atas, lapisan pondasi bawah dan lapisan tanah dasar. Lebar perkerasan pada umumnya ditentukan oleh lebar jalur lalu lintas normal. Lebar lalu lintas normal adalah 3.0 m,
sedangkan untuk jalur cepat, lebar jalur adalah 3.75 m. Pada lapisan base, sub base maupun sub grade bahan yang digunakan adalah bahan grandar (berbutir) yang lepas. Butir-butirnya dapat menahan tekanan tetapi praktis tidak dapat menahan tarikan. Dan dalam pembuatan jalan tersebut dilakukan dengan cara perkerasan.
Perkerasan jalan ada 2 macam yaitu :
a. Perkerasan lentur, menggunakan bahan pengikat aspal. b. Perkerasan kaku, menggunakan bahan pengikat semen.
Dan untuk selanjutnya akan dijabarkan mengenai system perkerasan lentur. Perencanaan perkerasan jalan pada dasamya adalah perencanaan tebal perkerasan yang dibutuhkan untuk suatu jalan raya. Dalam perencanaan perkerasan lentur, umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perkerasan lentur adalah:
a. Lalu lintas, adalah Jumlah kendaraan
Tingkat pertumbuhan lalu lintas
Umur rencana jalan dari masa konstruksi b. Nilai CBR
Cara penganalisaannya dapat dibedakan menjadi :
1. Perencanaan untuk lalu lintas rendah; 2. Perencanaan untuk lalu lintas tinggi ;
4. Perencanaan konstruksi bertahap;
Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perencanaan adalah :
1. Perhitungan LEP
LEP=
∑
j−1 nLHRj . cj. E
Dimana :
LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LER = Lalu lintas harian rata-rata c = Koefisien distribusi kendaraan
E = Angka ekivalen
2. Perhitungan LHR
LHR=(1+i)R. jumlah kendaraan
Dimana :
i = Tingkat pertumbuhan lalu lintas n = Umur rencana jalan
3. Perhitungan LEA
j = Jenis kendaraan VR = Umur rencana 4. Perhitungan LET
L ET=LEP+LEA 2 Dimana :
LET = Lintas Ekivalen Tengah. 5. Perhitungan LER
LER = LET . FP
FP=VR 10 Dimana :
FP = Faktor Penyesuaian
Nilai indeks tebal perkerasan diperoleh dari nomogram dengan mem-pergunakan nilai-nilai yang telah diketahui sebelumnya, yaitu : LER selama umur rencana, nilai DDT, dan FR yang diperoleh. Berikut ini adalah gambar grafik nomogram untuk masing-masing nilai IPt dan IPo.
Gambar 2.31
Gambar 2.33
Gambar 2.36 Gambar
2.35
Gambar 2.37
Gambar 2.38
Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beba n Sumb
u Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbuganda
1000 2205 0,0002
-2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,005
5000 11023 0,141 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1 0,086
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,194
11000 24251 3,3022 0,284
12000 26455 4,677 0,4022
13000 28660 6,4419 0,554
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,982
16000 35276 14,7815 1,2712
Tabel 2.26 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Source : SKBI -2.3.26.1987 UDC :625.73(02)
ITP diperoleh dengan menggunakan nomogram. ITP diperoleh setelah kita
mengetahui DDT, LER, dan FR. Setelah didapat DDT, IP, dan FR dari grafik dan nilai a1, a2, a3 dari tabel, maka :
´
ITP=a1. D1+a2D2+a3D3 Dimana :
DDT = Daya dukung tanah dasar
FR = Faktor regional
IP = Indeks permukaan
Gambar 2.40 Gambar Lapisan Tanah
D1
D2
BAB III
PERHITUNGAN PERENCANAAN
3.1 Perhitungan Kelandaian Medan
Kelandaian Medan=Elevasi Tinggi−Elevasi Rendah
Jarak x100
No STA Tinggi Elevasi Titik 1
Tinggi Elevasi
Titik 2 Tinggi Elevasi Jarak (M)
Kelandaian Medan Lereng Melintang
1 0+000 55,868 55,868 55,868 25,00 3,13
2 0+025 54,530 55,642 55,086 25,00 5,10
3 0+050 54,028 53,596 53,812 25,00 3,77
4 0+075 53,778 55,729 54,754 25,00 6,80
5 0+100 57,034 55,874 56,454 25,00 4,07
6 0+125 57,231 57,71 57,471 25,00 1,68
7 0+150 57,902 57,878 57,890 25,00 5,36
8 0+175 59,137 59,324 59,231 25,00 3,40
9 0+200 59,430 60,73 60,080 25,00 3,97
10 0+225 61,344 60,803 61,074 25,00 0,53
11 0+250 60,813 61,069 60,941 25,00 0,88
12 0+275 60,597 60,843 60,720 25,00 1,59
13 0+300 60,176 60,468 60,322 25,00 6,61
14 0+325 59,099 58,238 58,669 25,00 11,51
15 0+350 55,773 55,81 55,792 25,00 3,77
16 0+375 53,715 55,983 54,849 25,00 9,81
17 0+400 52,523 52,27 52,397 25,00 11,62
18 0+425 50,036 48,945 49,491 25,00 10,23
19 0+450 52,091 52,006 52,049 25,00 5,01
20 0+475 52,087 49,503 50,795 25,00 8,57
21 0+500 52,938 53,142 53,040 25,00 4,90
22 0+525 54,164 54,164 54,164 25,00 7,67
23 0+550 55,675 56,488 56,082 25,00 1,15
24 0+575 55,859 56,88 56,370 25,00 3,30
25 0+600 55,551 55,538 55,545 25,00 0,48
26 0+625 55,400 55,447 55,424 25,00 0,01
27 0+650 55,686 55,164 55,425 25,00 3,05
28 0+675 56,197 56,179 56,188 25,00 3,96
30 0+725 58,648 58,708 58,678 25,00 10,72
31 0+750 61,818 60,9 61,359 25,00 0,06
32 0+775 61,462 61,228 61,345 25,00 1,75
33 0+800 61,490 62,075 61,783 25,00 2,68
34 0+825 61,136 61,087 61,112 25,00 0,53
35 0+850 60,838 61,119 60,979 25,00 1,13
36 0+875 60,345 61,049 60,697 25,00 0,24
37 0+900 60,558 60,716 60,637 25,00 0,58
38 0+925 60,696 60,866 60,781 25,00 2,00
39 0+950 61,375 61,185 61,280 25,00 2,05
40 0+975 62,139 61,448 61,794 25,00 1,30
41 1+000 61,771 61,165 61,468 25,00 0,67
42 1+025 62,074 61,196 61,635 25,00 0,50
43 1+050 62,148 61,371 61,760 25,00 0,81
44 1+075 62,183 61,741 61,962 25,00 1,74
45 1+100 61,740 61,313 61,527 25,00 0,41
46 1+125 61,742 61,514 61,628 25,00 1,48
47 1+150 61,166 61,35 61,258 25,00 1,76
48 1+175 60,486 61,15 60,818 25,00 5,08
49 1+200 59,623 59,472 59,548 25,00 2,46
50 1+225 59,280 58,584 58,932 25,00 6,17
51 1+250 56,922 57,857 57,390 25,00 4,76
52 1+275 56,380 56,021 56,201 25,00 5,76
53 1+300 55,183 54,336 54,760 25,00 5,12
54 1+325 53,576 53,381 53,479 25,00 2,29
55 1+350 52,636 53,176 52,906 25,00 7,13
56 1+375 54,502 54,874 54,688 25,00 6,76
57 1+400 56,422 56,334 56,378 25,00 4,44
58 1+425 57,541 57,434 57,488 25,00 4,63
59 1+450 58,629 58,663 58,646 25,00 4,89
60 1+475 59,750 59,986 59,868 25,00 4,55
61 1+500 60,811 61,198 61,005 25,00 0,17
62 1+525 60,856 61,237 61,047 25,00 2,33
63 1+550 60,185 60,744 60,465 25,00 5,25
64 1+575 58,756 59,548 59,152 25,00 5,82
65 1+600 57,190 58,204 57,697 25,00 6,18
66 1+625 55,186 57,116 56,151 25,00 1,68
68 1+675 54,873 55,091 54,982 25,00 5,38
69 1+700 53,110 54,163 53,637 25,00 3,39
70 1+725 52,786 52,791 52,789 25,00 0,10
71 1+750 52,737 52,788 52,763 25,00 0,58
72 1+775 52,929 52,886 52,908 25,00 4,22
73 1+800 53,987 53,939 53,963 25,00 1,17
74 1+825 54,291 54,218 54,255 25,00 217,02
75 1+858,24 55,624 55,318 55,471 28,24 196,43
Total 688,47
Rata-Rata 9,18
Dari perhitungan kelandaian medan didapat kelandaian medan rata-rata sebesar 9,18 % , maka termasuk medan Perbukitan.
3.2 Data-Data Untuk Geometrik Jalan
Jenis Kendaraan Berat Kendaraan (Ton) Jumlah/hari(Dua Arah)
AS Depan AS Belakang-1 AS Belakang-2
Mobil Penumpang 1 1 - 565
Truk Berat 4 8 - 166
Truk 3 - AS 4 8 8 34
Bus 3 7 - 266
Data perencanaan untuk 2 jalur :
Umur rencana jalan = 10 th
Tahun pembukaan jalan = 2018
Awal Tahun Rencana = 2016
Tingkat pertumbuhan Kendaraan (pertubuhan lalin) = 5.6 %
LHR Awal TahunRencana 2016 : (e=0,056 & n=2thn)
Jenis Kendaraan Berat (Ton) Jumlah x (1+0,056)² Jumlah
Mobil Penumpang 2 565 x (1+0,056)² 630
Truk Ringan 9 248 x (1+0,056)² 277
Truk Berat 12 166 x (1+0,056)² 185
Truk 3 - AS 20 34 x (1+0,056)² 38
Bus 10 266 x (1+0,056)² 297
LHR Awal Tahun (2016) 1426
LHR Umur Rencana : (e=0,056 & n=10thn)
Jenis Kendaraan Berat (Ton) Jumlah x (1+0,056)^10 Jumlah
Mobil Penumpang 2 630 x (1+0,056)^10 1086
Truk Ringan 9 277 x (1+0,056)^10 477
Truk Berat 12 185 x (1+0,056)^10 319
Truk 3 - AS 20 38 x (1+0,056)^10 65
Bus 10 297 x (1+0,056)^10 512
LHR Umur Rencana 2459
VLHR dalam satuan Mobil Penumpang (SMP)
VLHR dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Mobil Penumpang 2 Ton = 1086 x 1 = 1086,5
Truk Ringan 9 ton = 477 x 2 = 953,8
Truk 3 - AS 20 ton = 65 x 5 = 326,9
Bus 10 ton = 512 x 3 = 1534,5
JUMLAH = 4859,3
50% Berat Total 2 Ton 50%
1 Ton 1 Ton
Gambar 3.1Mobil Penumpang 2 ton Roda:
Depan = 1 ton (STRT) Belakang = 1 ton (STRT)
34% Berat Total 9 Ton 66%
3 Ton 6 Ton
Gambar 3.2Truk Ringan 9 ton Roda:
34% Berat Total 12 Ton 66%
4 Ton 8 Ton
Gambar 3.3Truk berat 12 ton Roda:
Depan = 4 ton (STRT)
Belakang = 8 ton (STRG)
25% Berat Total 20 Ton 27,8% 27,8%
4 Ton 8 Ton 8 Ton
Gambar 3.4Truk 3 As 20 ton Roda:
Depan = 4 ton (STRT)
Tengah = 8 ton (STRG)
66% 34% Berat Total 10 Ton
4 Ton 8 Ton
3 Ton 7 Ton
Gambar 3.5Bus 10 ton Roda:
Depan = 3 ton (STRT)
Belakang = 7 ton (STRG)
Dapat disimpulkan:
Disoal diketahui bahwa fungsi jalan adalah JALAN KOLEKTOR, sehingga didapat: Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam Sesuai dengan tabel 2.6
Kemiringan rata-rata = 9,18% Merupakan medan perbukitan 3-25% (Sesuai dengan tabel 2.2)
VLHR = 4859,3 Diperoleh lebar jalan (2x3,5m)= 7m
Diperoleh lebar bahu jalan 1,5m (Sesuai dengan table 2.7)
Diketahui :
Fungsi Jalan = Jalan Kolektor
Medan Jalan = Perbukitan
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Lebar Jalan = 2 x 3,5m
Super Elevasi (e) = 10%
Kemiringan Lintang Normal (en) = 2%
Jarak A – PI1 = 775,02m
Jari-Jari rencana (Rc) =70 m (didapat dari beberapa percobaan di gambar rencana jalan)
Kecepatan Rencana (VR) = 40 km/jam (Dengan memperhatikan jari-jari tikungan yang hanya 70 m, maka VR
60km/jam diganti menjadi 40 km/jam sehingga di pasang rambu)
Panjang peralihan (Ls) = 50m (sesuai dengan tabel 2.16a) Super elevasi (e) = 8.8% (sesuai dengan tabel 2.16a)
Pemilihan Tikungan
1. Perhitungan tikungan tipe Full Circle (FC)
p= Ls² 24x Rc p= 50 ²
24x70
= 1,4888 > 0,25 m(Tidak memenuhi syarat)
Jadi, Tikungan tipeFull Circle (FC) tidak bisa digunakan. Melainkan dicoba tikungan tipeSpiral Circle Spiral.
= 84,03
Es=(Rc+p)Sec0,5ᵦ−Rc
= (70+1,531)Sec0,5124,976−70 = 84,851
Ts=(Rc+p)Tg0,5ᵦ+k
= (70+1,531)Tg0,5 124,976+25,504
= 162,844
Lc= θc
180 x π x Rc = 84,03180 x3,14x70
= 94,28 m ≥ 20m (Memenuhi Syarat)
Gambar 3.6 Tikungan PI-1 (SCS)
Perhitungan Tikungan PI2( Point of Intersection 2 ) Diketahui :
Fungsi Jalan = Jalan Kolektor
Medan Jalan = Perbukitan
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Lebar Jalan = 2 x 3,5m
Super Elevasi (e) = 10%
Kemiringan Lintang Normal (en) = 2%
Jarak PI1 – PI2 = 400 m
Jarak PI2 – PI3 = 350 m
Sudut Tikungan (
ᵦ
) = 7,748°Direncanakan :
Jari-Jari rencana (Rc) = 819 m (didapat dari beberapa percobaan di gambar rencana jalan)
Panjang peralihan (Ls) = 50m (sesuai dengan tabel 2.16b)
(e) = 0,026 (sesuai dengan tabel 2.16b)
Pemilihan Tikungan
1. Perhitungan tikungan tipe Full Circle (FC)
p= Ls² 24x Rc p= 50 ²
24x819
Jadi, Tikungan tipeFull Circle (FC) bisa digunakan, karena dari perhitungan p di atas, hasilnya memenuhi syarat.
Perhitungan tikungan tipeFull Circle (FC) Tc=Rc x Tg0,5β
¿819x Tg0,5(7,748) ¿55,692m
Ec=Tc x Tg0,25β
¿55,692x Tg0,25(7,748) ¿1,894 m
Lc=0,01745x β x Rc
¿0,01745x7,748x819 ¿110,731m
Perhitungan Tikungan PI3( Point of Intersection 3 ) Diketahui :
Fungsi Jalan = Jalan Kolektor
Medan Jalan = Perbukitan
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Lebar Jalan = 2 x 3,5m
Super Elevasi (e) = 10%
Kemiringan Lintang Normal (en) = 2%
Jarak PI2– PI3 = 350 m
Jarak PI3– D = 328,23 m
Sudut Tikungan (
ᵦ
) = 29,799°Direncanakan :
Jari-Jari rencana (Rc) = 600 m (didapat dari beberapa percobaan di gambar rencana jalan)
Panjang peralihan (Ls) = 50m (sesuai dengan tabel 2.16b)
(e) = 0,029 (sesuai dengan tabel 2.16b)
Pemilihan Tikungan
1. Perhitungan tikungan tipe Full Circle (FC)
p= Ls² 24x Rc p= 50 ²
24x716
Jadi, Tikungan tipeFull Circle (FC) bisa digunakan, karena dari perhitungan p di atas, hasilnya memenuhi syarat.
Perhitungan tikungan tipeFull Circle (FC) Tc=Rc x Tg0,5β
¿716x Tg0,5(29,79) ¿190,456m
Ec=Tc x Tg0,25β
¿190,456x Tg0,25(29,799) ¿24,950
Lc=0,01745x β x Rc
Gambar 3.8 Tikungan PI-1 (FC)
3.4 Alinyemen Vertikal
Perhitungan PPV1(Pusat Perpotongan Vertikal 1 Cembung) Diketahui :
Jarak Pandang Menyiap (Jd) = 350m
Jarak Pandang Henti (S) = 75m
Direncanakan :
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Perhitungan PPV 1 Cembung
g2=52,049−60,322
150 x100
g2=−5,515
Perbedaan Kelandaian(A)=g2−g1
Perbedaan Kelandaian(A)=(−5,515)−1,485 Perbedaan Kelandaian(A)=7
a. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S<L
Lv=A x S² 399
Lv=7x75² 399
Lv=¿ 98,684 m (Memenuhi)
b. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S>L
Lv=2x S−(399
c. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S<L
Lv=A x S² 960
Lv=7x350² 960
Lv=893,299m (Memenuhi)
d. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S>L
Lv=2x S−(960
A ) Lv=2x350−(960
7 )
e. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Keperluan Drainase
Lv<50A
Lv<50x7
Lv<350m (Memenuhi)
f. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Kenyamanan Pengemudi
Lv=A x V² 380
Lv=7x60² 380
Lv=66,316m (Memenuhi)
Diambil Lv terbesar Lv=893,299m
Ev=A x LV² 800
Ev=7x893,299² 800
Perhitungan PPV 2(Pusat Perpotongan Vertikal 2 Cekung) Diketahui :
Jarak Pandang Menyiap (Jd) = 350m
Jarak Pandang Henti (S) = 75m
Direncanakan :
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Perhitungan PPV 2 Cekung
Perbedaan Kelandaian(A)=g2−g1
Perbedaan Kelandaian(A)=(−5,515)−1,634
Perbedaan Kelandaian(A)=7,15
a. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Penyinaran LampuS<L
Lv= A x S² 120+(3,5S)
Lv= 7,15x75² 120+(3,5x75)
Lv=¿ 105,138 m (Memenuhi)
b. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Penyinaran LampuS>L
Lv=2x S−(120+(3,5x S)
A )
Lv=2x75−
(
120+(3,5x75)7,15
)
Lv=96,499m (Tidak Memenuhi)
c. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Bebas Di Bawah BangunanS<L
Lv=A x S² 3480
Lv=7x75² 3480
Lv=11,566m (Tidak Memenuhi)
d. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Bebas Di Bawah BangunanS>L
Lv<50A
Lv<50x7 ,15
Lv<357,47m (Memenuhi)
f. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Kenyamanan Pengemudi
Lv=A x V² 380
Lv=7,15x60² 380
Lv=67,731m (Memenuhi)
Diambil Lv terbesar Lv<357,47m
Ev=A x LV² 800
Ev=7,15x357,47² 800
Perhitungan PPV3(Pusat Perpotongan Vertikal 3 Cembung) Diketahui :
Jarak Pandang Menyiap (Jd) = 350m
Jarak Pandang Henti (S) = 75m
Direncanakan :
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Perhitungan PPV 3 Cembung
Perbedaan Kelandaian(A)=(−1,925)−2,293 Perbedaan Kelandaian(A)=4,218
g. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S<L
Lv=A x S² 399
Lv=4,218x75² 399
Lv=¿ 59,470 m (Memenuhi)
h. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S>L
Lv=2x S−(399
Lv=55,414m (Tidak Memenuhi)
i. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S<L
Lv=A x S² 960
Lv=4,218x75² 960
Lv=538,282m (Memenuhi)
j. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S>L
Lv=2x S−(960
A ) Lv=2x75−( 960
4,218)
Lv=472,424m (Tidak memenuhi)
k. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Keperluan Drainase
Lv<50A
Lv<210,919m (Memenuhi)
l. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Kenyamanan Pengemudi
Lv=A x V² 380
Lv=4,218x60² 380
Lv=39,964m (Memenuhi)
Diambil Lv terbesar Lv=538,282m
Ev=A x LV² 800
Ev=4,218x538,282² 800
Perhitungan PPV4(Pusat Perpotongan Vertikal 4 Cekung) Diketahui :
Jarak Pandang Menyiap (Jd) = 350m
Jarak Pandang Henti (S) = 75m
Direncanakan :
Kecepatan Rencana (VR) = 60 km/jam
Perhitungan PPV 4 Cekung
Perbedaan Kelandaian(A)=(−0,295)−(−1,925) Perbedaan Kelandaian(A)=1,63
m. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S<L
Lv=A x S² 399
Lv=1,630x75² 399
Lv=¿ 23,970 m (Memenuhi)
n. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Henti S>L
Lv=2x S−(399
Lv=−84,672 (Tidak Memenuhi)
o. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S<L
Lv=A x S² 3480
Lv=1,630x75² 3480
Lv=2,635m (Memenuhi)
p. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap S>L
Lv=2x S−(3480
A ) Lv=2x75−(3480 1,630)
Lv=−1985,05m (Tidak memenuhi)
q. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Keperluan Drainase
Lv<50A
Lv<81,50m (Memenuhi)
r. Menghitung Panjang Vertikal Berdasarkan Kenyamanan Pengemudi
Lv=A x V² 380
Lv=1,630x60² 380
Lv=15,442m (Memenuhi)
Diambil Lv terbesar Lv=81,497m
Ev=A x LV² 800
Ev=1,630x81,497² 800
3.5 Perencanaan Drainase
Data Perencanaan ( PPV1 ) Jenis areal drainase
- Jenis perkerasan beton/aspal C= 0,95 - Jln Kerikil C= 0,80
Distribusi = 5 tahun , curah hujan> 900 mm/tahun (periode ulang 5 thn 120 mm/hari )
Panjang Saluran → 300 m
Perhitungan Koefisien pengaliran
Gambar 3.9Potongan Melintang Saluran Drainase PPV 1
2,9 %
0,8
3,5 m 2 m 1 m 1,5 m
A1
0,9
Gambar 3.10Tampak Atas Saluran Drainase PPV1
Menghitung koefisien Run off
- Untuk aspal C1 = ( 0,70 – 0,95 )
- Untuk Tanah datar C2 = ( 0,70 – 0,85 )
- Untuk Lahan Terbuka C3 = 0,75
☻ Perhitungan Luasan A1 = 3,5 . 300 = 1050 m2
→ Beda elevasi rencana ( H ) = elevasi awal rencana – elevasi akhir rencana
A2 A3 300
= 60,32 - 57,26
→ Rumus Metode “Rasional”
Intensitas Curah Hujan = 0.0000378 m / detik Koefisien Pengaliaran = 0.864
Luas Daerah Pengaliran = 2100 m²
→ Q = C . I . A → ( Hidrologi Teknik )
= 0,864 0.0000378.2100
→ Faktor Keamanan
Perhitungan Dimensi Saluran :
- Angka Manning (n) = 0.025 (dasar batuan dari batu kosong)
- Q saluran = 0,09 m3 / dt
Keliling Baasah (P)
P = b + 2h
= 0.8 + 2 x 0,9
= 2,6 m
Jari-jari Hidrolis (R)
= 0,277 m
Kecepatan Aliran
V = 1
n . R2/3. S1/2
=
1
0,025
.(0.277)2/3 . (0,010)1/2= 1,709 m/det
Berat Kapasitas Saluran Q = V * A
= 1,709 . 0.720 = 1,230 m³/ detik
→ Q Aliran < Q Kapasitas = 0,09 m³ / detik <1,230 m³ / detik ( AMAN )
Gambar 3.11 Dimensi Saluran Drainase PPV1
Data Perencanaan ( PPV2 ) Jenis areal drainase
- Jenis perkerasan beton/aspal C= 0,95
h = 1,6 m
- Jln Kerikil C= 0,80 - Lahan Terbuka C= 0,75 - Padang rumput C= 0,45 - Lahan Pertanian C= 0,30 - Daerah Hutan C= 0,15 Curah hujan Tahunan > 900 mm / tahun
Intensitas Hujan
Distribusi = 5 tahun, Curah hujan > 900 mm/tahun (Periode ulang 5 tahun 120 mm/hari)
Panjang Saluran → 450 m
Perhitungan Koefisien pengaliran
Gambar 3.12Potongan Melintang Saluran Drainase PPV 2
A1
A2 A4 A3 450 m
2,9%
0,8
3,5 m 2 m 1 m 1,5 m
0,8
Gambar 3.13Tampak Atas Saluran Drainase PPV2
→ Beda elevasi rencana ( H ) = elevasi awal rencana – elevasi akhir rencana
= 52,03 – 48,72
→ Kemiringan dasar rata – rata Saluran ( S ) = HL
→ Rumus Metode “Rasional”
Intensitas Curah Hujan = 0.0000281 m / detik Koefisien Pengaliaran = 0.864
Luas Daerah Pengaliran = 3150 m²
→ Q = C . I . A → ( Hidrologi Teknik )
= 0,864.0.0000281.3150
= 0,077 m3/dt
Q Kapasitas =
Perhitungan Dimensi Saluran :
- Angka Manning (n) = 0.025 (dasar batuan dari batu kosong)
- Q saluran = 0,096 m3 / dt
Keliling Baasah (P)
P = b + 2h
= 0.8 + 2 x 0,8
= 2,4 m
Jari-jari Hidrolis (R)
R =
V =
Berat Kapasitas Saluran Q = V * A
= 1,415 . 0.640 = 0,9 m³/ detik
→ Q Aliran < Q Kapasitas = 0,09 m³ / detik < 0,9 m³ / detik ( AMAN )
Gambar 3.14 Dimensi Saluran Drainase PPV2
Gambar 3.15Dimensi Gorong-Gorong PPV2
ά = 120◦
Luas penampang basah (A) A = ( 2ά
Keliling basah (P)
P = ( 3602ά . 2 π . r )
Kecepatan Aliran
= 4,273 d ^⁸⁄₃
Untuk Q kapasitas = 11,52 m³/ detik , maka : 11,52 = 4,273 . d ^⁸⁄₃
d = ( 11,52
4,273 ) ^ ³⁄₈
d = 1,45 m
Diambil d = 1,5 m
R = 0,353
D = 2 * R
D = 2 . 0,353 = 0,707 m
Maka diameter gorong – gorong yang dipakai 1 m
Data Perencanaan ( PPV3) Jenis areal drainase
- Jln Kerikil C= 0,80 - Lahan Terbuka C= 0,75 - Padang rumput C= 0,45 - Lahan Pertanian C= 0,30 - Daerah Hutan C= 0,15 Curah hujan Tahunan > 900 mm / tahun
☻ Intensitas Hujan
Distribusi = 5 tahun, Curah hujan > 900 mm/tahun (Periode ulang 5 tahun 120 mm/hari)
Panjang Saluran → 875 m
Perhitungan Koefisien pengaliran
Gambar 3.16Potongan Melintang Saluran Drainase PPV 3
2,9 %
0,8
3,5 m 2 m 1 m 1,5 m
A1
0,8
Gambar 3.17Tampak Atas Saluran Drainase PPV 3
→ Beda elevasi rencana ( H ) = elevasi awal rencana – elevasi akhir rencana
= 61,60 – 58,47
A2 A3 875
= 3,13
→ Rumus Metode “Rasional”
Intensitas Curah Hujan = 0.0000166 m / detik Koefisien Pengaliaran = 0.864
Luas Daerah Pengaliran = 6125 m²
→ Q = C . I . A → ( Hidrologi Teknik )
= 0,864.0.0000166.6125
= 0.088 m3/dt
Q Saluran =
Perhitungan Dimensi Saluran :
- Angka Manning (n) = 0.025 (dasar batuan dari batu kosong)
- Q saluran = 0.11 m3 / dt
Keliling Baasah (P)
P = b + 2h
= 0.8 + 2 x 0,8
= 2,4 m
Jari-jari Hidrolis (R)
R =
V =
Berat Kapasitas Saluran Q = V * A
= 0,987 . 0.640 = 0,632 m³/ detik
→ Q Aliran < Q Kapasitas = 0.11m³ / detik <0,632 m³ / detik ( AMAN )
Gambar 3.18 Dimensi Saluran Drainase PPV3
Data Perencanaan ( PPV4) Jenis areal drainase
- Jenis perkerasan beton/aspal C= 0,95 - Jln Kerikil C= 0,80
- Daerah Hutan C= 0,15 Curah hujan Tahunan > 900 mm / tahun
☻ Intensitas Hujan
Distribusi = 5 tahun, Curah hujan > 900 mm/tahun dan direncanakan (Periode ulang 5thn 120 mm/hari)
Panjang Saluran → 1125 m
Perhitungan Koefisien pengaliran
Gambar 3.19Potongan Melintang Saluran Drainase PPV 4
Gambar 3.20Tampak Atas Saluran Drainase PPV 4
Menghitung koefisien Run off
2,9 %
0,8
3,5 m 2 m 1 m 1,5 m
A1
A2 A3 1125
m A4
- Untuk aspal C1 = ( 0,70 – 0,95 )
→ Beda elevasi rencana ( H ) = elevasi awal rencana – elevasi akhir rencana
= 0.003
→ Rumus Metode “Rasional”
Intensitas Curah Hujan = 0.0000138 m / detik Koefisien Pengaliaran = 0.864
Luas Daerah Pengaliran = 7875 m²
= 0.118 m3 / detik
Perhitungan Dimensi Saluran :
- Angka Manning (n) = 0.025 (dasar batuan dari batu kosong)
- Q saluran = 0.118 m3 / dt
Keliling Baasah (P)
P = b + 2h
= 0.8 + 2 x 0,8
= 2,4 m
Jari-jari Hidrolis (R)
R =
Kecepatan Aliran
= 0,897 m/det
Berat Kapasitas Saluran Q = V * A
= 0,897 x 0.640 = 0,6 m³/ detik
→ Q Aliran < Q Kapasitas = 0.118 m³ / detik <0,6 m³ / detik ( AMAN )
Gambar 3.21Dimensi Saluran Drainase PPV4
Gambar 3.22Dimensi Gorong-Gorong PPV4
Cos ά = r−h
= ( 2.120360 . 14 π . d² ) – (( 0.5 d – 0.75 d ) 0.5 d sin 120 )
= 0.740 d²
Keliling basah (P) P = ( 2ά
Kecepatan Aliran
d = ( 11,524,273 ) ^ ³⁄₈
Maka diameter gorong – gorong yang dipakai 1 m
1.6 Perkerasan Jalan
Mobil Penumpang 1 1 - 515
Truk Ringan 3 6 - 218
Truk Berat 4 8 - 116
Truk 3 - AS 4 8 8 31
Bus 3 7 - 216
Data perencanaan untuk 2 jalur :
Umur rencana jalan = 10 th
Awal Tahun Rencana = 2016 Tingkat pertumbuhan Kendaraan (pertubuhan lalin) = 5.1 %
LHR Awal Tahun Rencana 2016 : (e=0,051& n=2thn)
Jenis Kendaraan Berat
(Ton) Jumlah x (1+0,051)² Jumlah
Mobil Penumpang 2 515 x (1+0,051)² 569
Truk Ringan 9 218 x (1+0,051)² 218
Truk Berat 12 116 x (1+0,051)² 116
Truk 3 - AS 20 31 x (1+0,051)² 31
Bus 10 216 x (1+0,051)² 216
LHR Awal Tahun (2016) 1150
LHR Umur Rencana : (e=0,051& n=10thn)
Jenis Kendaraan Berat(Ton) Jumlah x (1+0,051)^10 Jumlah
Mobil Penumpang 2 569 x (1+0,051)^10 935
Truk Ringan 9 218 x (1+0,051)^10 358
Truk Berat 12 116 x (1+0,051)^10 191
Truk 3 - AS 20 31 x (1+0,051)^10 51
Bus 10 216 x (1+0,051)^10 355
LHR Umur Rencana 1891
VLHR dalam satuan Mobil Penumpang (SMP)
VLHR dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP)
50% Berat Total 2 Ton 50%
1 Ton 1 Ton
Gambar 3.23 Mobil Penumpang 2 ton Roda : Depan = 1 Ton STRT
Belakang = 1 Ton STRT
34% Berat Total 9 Ton 66%
3 Ton 6 Ton
Gambar 3.24 Truck Ringan 9 ton Roda : Depan = 3 Ton STRT
Belakang = 6 Ton STRT
34% Berat Total 12 Ton 66%
4 Ton 8 Ton
Roda : Depan = 4 Ton STRT
Belakang = 8 Ton STRG
25% Berat Total 20 Ton 27,8% 27,8%
4 Ton 8 Ton 8 Ton
Gambar 3.26 Truck 3-AS 20 ton Roda : Depan = 4 Ton STRT
Tengah = 8 Ton STRG
Belakang = 8 Ton STRG
66% 34% Berat Total 10 Ton
4 Ton 8 Ton
3 Ton 7 Ton
Gambar 3.27 Bus 10 ton Roda : Depan = 3 Ton STRT
Perhitungan Equivalen
Angka Equivalen (E) Masing – Masing Kendaraan
Mobil Penumpang 2 ton = 1 Ton STRT + 1 Ton STRT
Jumlah dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang manampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini :
Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Dalam perenanaan jalan ini memiliki lebar perkerasan 14,00 m maka digunkan 4 jalaru 2 arah.
Tabel 3.2Koefisien Distribusi Ke lajur Rencana (C)
Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Perhitungan Lintas Equivalen Permulaan (LEP)
Rumus :
LEP : LHR x C x E
Dimana:
LHR = Lalulintas Harian Rencana
C = Koefisian Distribusi kelajur Rencana
E = Angka Ekivalen
Mobil Penumpang 2 ton = 569 x 0,5 x 0.00236 = 0,67142
Perhitungan Lintas Equivalen Akhir (LEA)
Rumus =
LEA : LHR x C x E
Dimana:
LHR = Lalulintas Harian Rencana
C = Koefisian Distribusi kelajur Rencana
E = Angka Ekivalen
LHR Umur Rencana : LHR Awal Tahun Rencana :
Mobil Penumpang 2 ton = 935 x 0,5 x 0.00236 = 1,1033
Truk ringan 9 ton = 358 x 0,5 x 1.61942 = 289,876
Truk berat 12 ton = 191 x 0,5 x 1.22492 = 116,979
Truk 3-as 20 ton = 51 x 0,5 x 2.14877 = 54,793
∑ LEP = 575,783
= 575 Kendaraan
Perhitungan Lintas Equivalen Tengah (LET)
Rumus :
LET =
(LEP + LEA) 2
Dimana :
LET = Lintasan Equivalen Tengah LEP = Lintasan Equivalen Permulaan LEA = Lintasan Equivalen Akhir
LET =
= 462 kendaraan
Perhitungan Lintas Equivalen Rencana (LER)
Rumus :
LER = LET x
UmurRencana
10
Dimana :
LER = Lintasan Equivalen Rencana
Perhitungan Faktor Regional (FR)
Curah hujan >900 mm/thn
Kelandaian 2 ( 6 – 10 % )
Rumus :
% KB =
∑
KendaraanBerat
∑
Kendaraan
x
100
Dimana : KB : Kendaraan Berat
% KB =
∑
KendaraanBerat
∑
Kendaraan
x
100
=
(
Truck
.
Berat
+
Truck
.3
as
+
Bus
)
∑
Kendaraan
x
100
= 116 + 31+ 216
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
(<6%) (6-10%) (>10%)
IKLIM %kendaraan berat %kendaraan berat %kendaraan berat
≤30% >30% ≤30% >30% ≤30% >30%
Iklim I 0.5 1.0-1.5 1 1.5-2.0 1.5 2.0-2.5
<900mm/thn
Iklim II 1.5 2.0-2.5 2 2.5-3.0 2.5 3.0-3.5
>900mm/thn
Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Jadi didapat FR = 2,5 ( Sesuai Tabel 3.1)
Penentuan Indeks Permukaan Akhir (Ipt)
Tabel 3.4 Nilai Indeks Permukaan Akhir (Ipt)
Sumber : (Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen)
Indeks Permukaan ini menyatakan daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Perhitungan Nilai CBR
Diketahui dari soal :
3,1 3,1 4,1 3,1 4 3,1 4,1 4,1 3,1 3,1
4,1 3,1 3,1 4 3,1 4,1 4,1 5 6 5
Perhitungan Persen dan Jumlah yang Sama serta Persentasi kumulatif Dari Nilai CBR
Nilai CBR Jumlah Persen yang sama atau lebih besar
3,1 1
Grafik Perbandingan nilai CBR dan Persentase nilai yang sama
Jadi nilai CBR yang mewakili adalah 3,31
Dari Grafik 3.1 diatas didapatkan nilai CBR sebesar 3,31 dan untuk nilai DDT dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :
DDT = 1,6649 + 4,359 log ( 3,31 ) = 3,931
Perhitungan indeks Tebal Perkerasan (ITP) Dari data-data yang diperoleh:
o LER= 462
o DDT = 3,931
o FR = 2.5
o IPt = 2
Diagram DDT dan CBR
3,93
Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Diagram nomogram
Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Dari Nomogram 9 PPTPLJR didapat nilai ITP
−
= 11,1
Perhitungan indeks permukaan awal (IPo)
Menentukan indeks permukaan awal (Ipo) dengan mempergunakan tabel dibawah ini yang ditentukan sesuai dengan jenis lapisan permukaan yang akan di pergunakan :
Menentukan Jenis Lapisan Yang Akan di Pergunakan Pemilihan jenis lapisan perkerasan di tentukan dari :
a. Material Yang tersedia b. Dana awal yang tersedia
c. Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia d. Fungsi Jalan
Menentukan koefisien kekuatan relatif (a) dari setiap jenis lapisan perkerasan yang dipilih. Besarnya koefisien kekuatan relatif dapat dilihat pada tabel Berikut :
Rumus : ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3
Bahan Perkerasan
LASTON MS 744 : a1 = 0,40
Batu Pecah Kelas A (CBR 100% ) : a2 = 0,14 Sirtu (CBR 70%) : a3 = 0,13