TUGAS AKHIR MATA KULIAH KAJIAN STRATEGI
KEAMANAN
oleh
Fadhil Akbar Kurniawan
1110852004
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
Upaya Indonesia dalam membendung isu ‘
security
’ Laut Cina Selatan di
kawasan Asia Tenggara
1. Pendahuluan
Negara merupakan salah satu aktor penting dalam Hubungan Internasional yang mendominasi berbagai aspek dalam sistem internasional sejak dahulu. Konsep “national interest” menjadi sebuah acuan terhadap sebuah negara dalam berinteraksi dengan negara lainnya dan juga dalam mengusung berbagai kebijakannya. Kebijakan tersebut jugalah yang akan mengatur negara dalam masalah perbatasan antar suatu negara dengan negara lain. Sebenarnya, permasalah perbatasan ini merupakan suatu hal yang sangat sensitif bagi setiap negara berdaulat. Namun, masalah perbatasan ini telah menjadi sebuah hal mendasar dan krusial yang dapat memicu terjadinya konflik antara suatu neagara dengan negara lainnya. Terdapat faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya persengketaan antara negara yang dapat berupa ketidaksepahaman mengenai garis perbatasan antar negara yang banyak dan belum terselesaikan melalui mekanisme perundingan, peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawasan maupun dari luar kawasan, ataupun juga eskalasi aksi terorisme lintas negara dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalah pahaman antar negara bertetangga.1
2. Diplomasi Indonesia terhadap konflik di Laut Cina Selatan
Jika kita melihat dalam konstelasi baik di kawasan Asia Tenggara maupun Asia Pasifik dewasa ini, terlihat bernuansa muram sekaligus memanas. Dimana Laut Cina Selatan yang menjadi titik tumpu bagi geopolitik di kawasan Asia Pasifik sedang menjadi pembicaraan hangat di tingkat internasoinal dikarenakan tersulutnya konflik antara sejumlah negara besar di Asia dan beberapa negara anggota ASEAN. Inti dari masalah yang diperdebatkan sebenarnya adalah seputar klaim wilayah perbatasan (territorial zone). Sengketa wilayah Laut Cina Selatan ini telah memberikan dampak yang cukup dramatis terhadap gelombang polarisasi kekuatan negara-negara yang bertikai.2 Pertikaian masalah
1 “Konflik Perbatasan Negara di Kawasan Asia Pasific” diakses dari situs
http://indronet.files.wordpress.com/2007/09/konflik-perbatasan-asia-pasifikrefisi1.pdf pada tanggal 29 September 2014
2 “Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan” diakses dari
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/12/31/aayear-end-klaim kedaulatan dan yurisdiksi wilayah di kawasan Laut Cina Selatan ini melibatkan enam negara, yaitu Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pola interaksi negara-negara yang terlibat menjadi konfliktual dikarenakan kepentingan dari masing-masing negara terhadap kawasan Laut Cina Selatan.
Fenomena ini tentu saja menjadi sebuah isu keamanan yang penting bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Jika menilik konsep ‘security’ dalam “Security Studies: An Introduction” karangan Paul D. Williams, security seperti sebuah keindahan; sebuah bagian yang subjektif dan lentur dimana tafsirannya tergantung interpretasi pada subjek yang menanyakannya, tidak kurang dan lebih. Di lain hal ‘security’ juga sering dianggap sebagai ‘esentially contested concept’ yang berarti tidak ada konsensus terhadap arti dari ‘security’ atau keamanan ini. Sehingga konsep keamanan merupakan sebuah hal yang berbeda bagi semua orang.3 Karena itu, dalam konflik Laut Cina Selatan ini kita melihat bahwa
masing-masing negara yang bersengketa saling berjuang untuk interest nya masing-masing menurut takaran security mereka masing-masing.
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara dan juga inisiator berdirinya ASEAN memang tidak terlibat secara langsung dalam konflik perebutan wilayah di Laut Cina Selatan. Namun, Asia Tenggara merupakan sebuah lahan strategis bagi Indonesia yang memiliki sejumlah potensi regionalitas di dalam keanggotan ASEAN itu sendiri. Hal ini juga berarti, apabila stabilitas regional di dalam tubuh ASEAN terancam karena sengketa di kawasan laut Cina Selatan, maka hal tersebut akan berdampak pada ketidaksesuaian terhadap kredibilitas dan postur keamanan ASEAN yang akan tentunya berpengaruh terhadap Indonesia.4
Dalam menyelesaikan suatu konflik, tentunya dibutuhkan upaya upaya khusus dari pihak yang terlibat maupun dari pihak luar untuk membantu memediasi maupun berkontribusi dalam penyelesaian konflik demi tercapainya stabilitas keamanan di kawasan. Dalam konteks isu Laut Cina Selatan ini, upaya yand dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melalui jalur diplomasi, atau yang lebih dikenal sebagai diplomasi preventif Indonesia.5 Salah
story pada tanggal 29 September 2014
3 Williams, Paul D. “Security Studies: An Introdution”, Taylor & Francis e-Library, 2008. 4 Kurniawan, Yudha. “Kontribusi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan”. Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) II, Bandung, 2011.
5 Eduardus, “Working Paper: Indonesia dan Isu Strategis Laut Cina Selatan (Spratly Islands Disputes)”, dikutip dari situs
satu cara dalam diplomasi preventif yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan membangun serta meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) antara pihak-pihak yang bertikai.6
Menurut Griffiths, diplomasi menjadi salah satu faktor determinan bagi negara untuk mencapai kepentingannya dan menjalin hubungan baik dengan negara lain. Diplomasi menjadi sebuah alat yang digunakan negara untuk menjalankan misinya tanpa membangkitkan rasa permusuhan dengan negara lain.7 Diplomasi mewakili tekanan politik,
ekonomi dan militer kepada negara-negara yang telribat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan konsensi antara para pelaku negosiasi. Diplomasi memiliki kaitan yang erat dengan politik luar negeri yang dilakukan oleh pejabat-pejabat resmi yang terlatih. Salah satu diplomasi yang berkembang yaitu diplomasi preventif, dimana diplomasi yang berkembang semenjak setelah Perang Dingin ini cenderung lebih banyak dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga. Diplomasi ini bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang berpotensi hingga perang senjata. Diplomasi preventif secara umum digunakan untuk mencegah keterlibatan negara-negara adidaya yang mencoba untuk melakukan intervensi. Hal ini disadari sebagai keinginan setiap negara yang sedang bertikai untuk mampu menyelesaikan ihwal kenegaraannya secara independen.8
Michael G. Roskin dan Nicholas O. Berry dalam bukunya The New World of International Relations cenderung memandang diplomasi preventif sebagai beberapa upaya pihak ketiga untuk meredam konflik sebagai antisipasi politik sebelum terjadi kekerasan.9
Selain itu, dikutip dari buku International Relations: The Changing Contours of Power, Donald M. Snow dan Eugene Brown menerangkan bahwa diplomasi preventif merujuk pada inisiatif diplomatic yang diambil guna membujuk antar pihak yang memiliki potensi untuk berperang agar tidak terlibat dalam permusuhan.10
Sepanjang tahun 2011, Indonesia telah berhasil untuk mendorong terjadinya kesepakatan Guidelines dari Laut Cina Selatan, dimana Indonesia sering gigih dalam mengingatkan seluruh pihak bahwa satu-satunya pilihan penyelesaian permasalahan adalah
6 Ibid
7 Griffiths, Martin, Terry O’Callaghan, Seteven C. Roach. 2002. International Relation: The Key Concepts. Routledge Key Guides.
8 Roy, S L., Diplomasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 1
9 Michael G.Roskin dan Nicholas O.Berry dalam bukunya The New World of International Relations.
dengan melalui jalan perdamaian. Penggunaan kekerasan ataupun ancaman penggunaan kekerasan bukanlah merupakan sebuah opsi. Dalam rangka memelihara stablitas kawasan, Indonesia juga tidak berdiam diri dalam merespon berbagai dinamika dan juga konflik yang muncul mengenai kepemilikan pulau-pulau yang melibatkan negara-negara diluar ASEAN, seperti Asia Timur. Indonesia sebagai salah satu sentral dalam aktor ASEAN terus berusaha untuk menjalin komunikasi dengan negara-neagra yang terkait dalam konflik di Laut China Selatan ini untuk memastikan bagaimana arah kedepannya agar terciptanya upaya damai dalam menyelesaikan permasalahan klaim wilayah tersebut.11
Pada dasarnya, kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawaasan no man’s island.12
Namun dikarenakan faktor letaknya yang strategis dan juga ditambah sumber daya cadangan minyak yang disinyalir dalam jumlah besar di daerah tersebut membuat berbagai negara disekitar berusaha untuk memperebutkannya. Kedekatan geografis para aktor yang terlibat dalam konflik tersebut dengan Indonesia tentu saja membuat lingkungan keamanan Indonesia terganggu jika saja terjadi konflik terbuka. Menurut Soerjono Soekanto, konflik terbuka diartikan sebagai sebuah konflik yang diketahui secara luas oleh pihak-pihak lain yang tidak sedang bertikai.13
Apalagi dengan munculnya persepsi akan Cina sebagai potensi ancaman yang perlu dikaji lebih jauh. Potensi munculnya Cina di kawasan Asia Tenggara disebabkan oleh Cina sebagai negara yang tumbuh menjadi kekuatan baru dalam konstelasi politik global memiliki beberapa catatan yang tidak terlalu baik dalam konflik Laut Cina Selatan. Sehingga hal ini menjadi agenda yang patut diwaspadai oleh negara-negara ASEAN sebagai organisasi tunggal regional di Asia Tenggara. Hal ini juga menjadi salah satu perhatian yang harus diwaspadai oleh Indonesia sebagai penjaga keamanan di ASEAN akan munculnya potensi ancaman yang ditimbulkan oleh Cina.
Namun menanggapi berbagai dinamika dan gejolak yang muncul dalam konstelasi politik global, khususnya konflik Laut Cina Selatan. Indonesia berdiri sebagai negara yang masih mengedepankan politik bebas aktif dalam menyikapi dinamika politik global.14 Dimana
11 “Diplomasi RI Mengelola Konflik Laut China Selatan”, diakses melalui
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/180-diplomasi-november-2012/1549-diplomasi-ri-mengelola-konflik-laut-china-selatan.html pada tanggal 29 September 2014 12 “Jepang-Indonesia dalam Konflik Laut Cina Selatan” the Japan Foundation, diunduh dari http://www.jpf.or.id/artikel/studi-jepang-pertukaran-intelektual/jepang-indonesia-dan-konflik-laut-cina-selatan diakses pada tanggal 29 September 2009.
13 Soekanto, Soerjono. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Yudistira
peran politik Indonesia dalam menginisiasi isu perdamaian mulai mendapat perhatian dunia. Partisipasi aktif dari Indonesia untuk menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan terlihat dari terciptanya Declaration on The Conduct of The Parties in the South China Sea pada tahun 2002. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu implementasi dari perspektif luar negeri Indonesia yang dikenal dengan Dynamic Equilibrium atau keseimbangan dinamis.15 Konsep
ini merujuk pada suatu kondisi yang ditandai oleh hubungan antar negara yang mengedepankan kemitraan dan berlandaskan keyakinan bahwa sangat dimungkinkan dikembangkan suatu tatanan internasional yang baru yang bersifat win-win solution bukannya zero-sum.16
Selain itu peran Indonesia juga ditunjukkan dengan melalui sejumlah perundingan yang dibentuk antara negara-neagra yang terlibat. Indonesia bergerak sebagai penengah dengan melaksanakan South China Sea Informal Meetings yang diadakan setiap tahunnya, selain itu juga dalam berbagai forum diskusi lainnya.
3. Kesimpulan
Indonesia sebagai negara dengan posisi kuat di kawasan Asia Tenggara tentunya mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta dalam meredam isu security di Laut Cina Selatan. Hal ini menjadi sebuah poin penting dalam Kajian Strategi dan Keamanan bagaimanan upaya Indonesia untuk mampu meredam hal tersebut, salah satunya melalui jalan
diplomasi preventif. Efektifitas diplomasi preventif Indonesia mulai terlihat cukup determinan dalam usaha pneyelesaian konflik secara damai. Dan hal ini tentu saja memberikan angina segara bagi upaya perdamaian di Laut China Selatan. Negara-negara yang terkait mulai menyedari bahwasanya upaya konfrontasi militer yang dilakukan sebelumnya hanya akan memberikan dampak buruk bagi semua pihak yang terlibat selain juga menghabiskan anggaran negara yang cukup besar. Partisipasi Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik Laut Cina Selatan ini mulai diakui dunia dan dianggap efektif dalam mencari celah konsolidasi politik dan menyerukan arti penting kawasan Laut Cina Selatan. Hal ini tidak hanya dirasakan bagi negara-negara yang terlibat namun juga bagi dunia internasional.
Daftar Pustaka
2011. 15 Ibid
16 Yudha Kurniawan, mengutip dari “Menlu RI: Hubungan Indonesia-China Berada Pada Level Tertinggi”,
“Konflik Perbatasan Negara di Kawasan Asia Pasific” diakses dari situs
http://indronet.files.wordpress.com/2007/09/konflik-perbatasan-asia-pasifikrefisi1.pdf
pada tanggal 29 September 2014
“Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan” diakses dari
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/12/31/aayear-end-story pada tanggal 29 September 2014
Williams, Paul D. “Security Studies: An Introdution”, Taylor & Francis e-Library, 2008.
Kurniawan, Yudha. “Kontribusi Indonesia dalam Penyelesaian KOnflik Laut Cina Selatan”. Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) II, Bandung, 2011.
Eduardus, “Working Paper: Indonesia dan Isu Strategis Laut Cina Selatan (Spratly Islands Disputes)”, dikutip dari situs
http://coretcoretkuliah.wordpress.com/2010/04/01/indonesia-dan-sengketa-kepulauan-spratly/ pada tanggal 29 September 2014“Diplomasi RI Mengelola Konflik Laut China Selatan”, diakses melalui http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/180-
diplomasi-november-2012/1549-diplomasi-ri-mengelola-konflik-laut-china-selatan.html pada tanggal 29 September 2014
“Jepang-Indonesia dalam Konflik Laut Cina Selatan” the Japan Foundation, diunduh
dari http://www.jpf.or.id/artikel/studi-jepang-pertukaran-intelektual/jepang-indonesia-dan-konflik-laut-cina-selatan diakses pada tanggal 29 September 2009.
Soekanto, Soerjono. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Yudistira
Kurniawan, Yudha. “Kontribusi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut China Selatan”. Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional (AIHII) II, Bandung, 2011.
Yudha Kurniawan, mengutip dari “Menlu RI: Hubungan Indonesia-China Berada Pada Level Tertinggi”, Tabloid Diplomasi, No 43 Tahun IV, 15 Mei-14 Juni 2011, hal 23
Griffiths, Martin, Terry O’Callaghan, Seteven C. Roach. 2002. International Relation: The Key Concepts. Routledge Key Guides.