• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Kuliah KHK.docx.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Catatan Kuliah KHK.docx.doc"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RM. CATUR

Actiones nostras quaesumus, Domine, aspirando praeveni, et adjuvando prosequere: ut cuncta nostra oratio et operatio a Te semper incipiat, et per Te coepta finiatur. Per Christum, Dominum nostrum. Amen. Kami mohon, ya Tuhan

HUKUM GEREJA 1 Bahan UTS : 7 sesi 1

Bahan UAS : 7 sesi 2

Apakah Gereja membutuhkan hukum dan apa yg mendasarinya? Tempat dan kedudukan hukum Gereja?. Gereja itu yg didirikan oleh Kristus atas para rasul dgn Petrus Penggantinya, memiliki struktur jasmani maupun rohani sekaligus, serta institusi sendiri. Gereja lahir dari Yesus Kristus yg beringkarnasi. Hirarki sebagai kepala yg kelihatan. Dimensi ilahi n manusiawi itu bersatu tanpa bercampur aduk n memiliki keserasian, tanpa peleburan, utuh dan sempurna. Yg bisa menyatukan aspek ilahi dan manusiawi adl Roh Kudus. Gereja adl tubuh mistik Kristus. Gereja dpt disebut komunitas , para anggotanya disatukan oleh ikatan afektis dan spiritual. Norma yg mengatur interelasi ialah cinta kasih Kristus. Gereja juga membentuk sosietas/umat yg keliatan, dan para anggotanya disatukan dgn ikatan yuridis sbg pengaturan secara lahiriah. Norma yg mengatur interelasi sosial ialah hukum. Ikatan yuridis itu mengatur dgn norma yg sama semua gereja katolik.

Umat Allah (II): III. SABDA

V. HARTA BENDA VI. HUKUM PIDANA VII. HUKUM PROSES IV. SAKRAMEN Menurut Pencipta/ pembuat

a. Hukum Ilahi

a.1. HukumIlahi kodrati (berasal dr kodrat) a.2. Hukum ilahi Positif

...

b. Hukum Manusiawi.

b.1. Hukum sipil (berasal dr otoritas sipil)

b.2. Hukum kanonik ( berasal dari otoritas Gerejawi) 2. Berdasarkan RUANG_LINGKUP BERLAKUNYA. a. Menurut pribadi yang terkena hukum

a.1. Hukum Umum: berlaku bagi semua anggota

a.2. Hukum Khusus: berlaku bagi kategori orang tertentu b. Menurut wilayah berlakunya

b.1. Hukum Universal: Berlaku bagi seluruh wilayah.

b.2. Hukum Partikular: berlaku bagi wilayah tertentu (Keuskupan) 3. MENURUT SIFATNYA

a.3. Umum: berisi ketentuan yg berlaku bagi semua orang

b.3. Khusus: berisi kekecualian yg diberlakukan bagi kegunaan pribadi-pribadi tertentu. Sumber Hukum Kanonik

(2)

Pribadi fisik atau pribadi yuridis yg memiliki kuasa legislatif dlm Gereja: Paus, Konsili Ekumenis, Uskup, Konggregasi Kuria Roma, Konferensi para Uskup (KWI, blm pernah mengeluarkan domuken yg mengikat seluruh umat indonesia). KWI sebenarnya harus kreatif membuat norma sendiri yg khusus Indonesia.

2. SUMBER PENGENALAN/DOKUMENTER

Sarana atau wadah yg membantu kita untukmengenal undang2 Gerejawi: kodifikasi (Gereja mengeluarkan 2 kodex), koleksi, kompilasi, collectanea (bdk. Staatblad)

28 JANUARI 2013 TEORI YANG GAGAL MENEMUKAN JATI DIRI GEREJA DAN HUKUM GEREJA.

A. Tidak ada tempat bagi hukum di dalam "Gereja Cinta Kasih". Cinta kasih dilawankan dengan hukum. * Pendapat ini mengandung kebenaran bahwa cinta kasih adalah hukum tertinggi, namun gagal melihat bahwa umat juga membutuhkan struktur dan tatanan. Hukum atau aturan tidak berhenti gunanya meski pun ada umat yang tidak menghormati hukum. Sering kali umat ingin bebas dengan tidak menaati hukum. Saat itulah, masing-masing orang bisa punya keyakinan sendiri untuk mengubah aturan liturgi misalnya. Akhirnya, jawabannya tetap ada pada aturan / hukum yang seharusnya.

* Hukum dicurigai atau ditakuti sebagai sesuatu yang memaksa, padahal hukum ini merupakan sarana penataan hidup.

* Sejak zaman para rasul, khususnya Konsili Yerusalem I, hidup umat beriman sudah ditata oleh aturan dan regulasi.

* Yang benar: hukum tidak pernah menggantikan atau mengatasi cinta kasih. B. Hukum itu Otonom, tidak perlu dikaitkan dengan nilai apa pun.

* Pendapat ini bercorak positivistik legal.

* Pendukungnya tidak mampu melihat keseluruhan realitas dan hakikat organik dari komunitas umat beriman.

* Penafsiran atas hukum sangat rigid (kaku) dan literer, karena tidak memedulikan faktor-faktor luar (tatanan nilai, prinsip moral)

TEORI YANG MENOLAK SIFAT KHAS DAN RELIGIUS HUKUM GEREJA A. Hukum kanonik itu persis sama dengan hukum sipil.

* Konsep hukum itu hanya ada satu,; tidak ada konsep analogis untuk hukum. Juga hanya ada satu yurisprudensi yang bisa diaplikasikan pada semua hukum.

* Hukum kanonik tidak bisa dikategorikan sebagai law, melainkan sebagai meta-legal, karena asal-usul, tujuan, dan hakikatnya bercorak religius.

(3)

* Pendapat tersebut mengandung cacat, karena memisahkan hukum kanonik dari asal-usul religiusnya, dan dari tujuan transendentalnya; dengan demikian pendapat tersebut mengabaikan kekhasan hukum kanonik, yang dibentuk berdasarkan hukum ilahi dan kebutuhan insani.

B. Hukum kanonik memiliki nilai yang sama seperti hukum sipil, namun pemiliknya adalah Gereja. * Pendapat ini mengakui adanya identitas esensial antara hukum sipil dan hukum kanonik, namun sekaligus mengakui bahwa Gereja memiliki kuasa mutlak (yurisdiksi) atas semua aspek hukum kanonik: legislasi, interpretasi, dan aplikasi.

* Pendapat tersebut tidak memperhitungkan kaitan intrinsik antara realita dan perintah-perintah kanonik. Pendapat itu juga tidak mendukung interpretasi yang mendalam berdasarkan nilai-nilai religius. Partisipasi umat beriman dalam persiapan dan evaluasi UU juga tidak diperhitungkan. Norma kanonik harus diterima secara pasif.

TEORI YANG SECARA VIRTUAL MENYAMAKAN HUKUM KANONIK DENGAN TEOLOGI A. Hukum kanonik adalah disiplin teologis dengan metode yuridis.

* Konsep ini mengakui hanya ada satu disiplin teologi yang bersifat umum, namun terspesifikasi dalam cabang-cabang berdasarkan metode yang dipakai.

* Memang ada kaitan organik antara teologi dan hukum kanonik.

* Perbedaan teologi dan hukum kanonik jauh lebih besar daripada sekadar berbeda metodologi saja. Teologi mencari pemahaman rasional atas iman, sedangkan hukum kanonik memerintahkan tindakan. * Bila hukum kanonik dilihat sebagai teologi, akan sulit menjelaskan keterbatasan insani hukum. B. Hukum Kanonik adalah Tatanan Iman, bukan tatanan rasional.

* (hlm. > 20, hlm. 26  hukum sebagai struktur Gereja. Hukum itu menstruktur Gereja. Untuk mengenal Gereja, kenalilah strukturnya. Hukum Gereja menampilkan Gereja sebagai masyarakat yang kelihatan yang tertata rapi secara hierarkis, artinya ada gembala dan ada yang digembalakan, sehingga Gereja umat Allah terstruktur secara yuridis dan organisatoris.

Lihat hlm. 28  KHK memiliki basis sakramental, artinya sakramen-sakramen yang didirikan Kristus juga menjadi struktur hukum Gereja. Ada 5 sakramen yang menciptakan struktur yaitu baptis, krisma, Ekaristi, perkawinan, dan tahbisan.

* Konsep ini terlalu menekankan elemen-elemen ilahi dalam hukum kanonik.

* Iman adalah agen utama yang menciptakan hukum sehingga hukum yang tercipta cenderung mengatur persoalan iman.

* Dengan melekatkan hukum kanonik pada doktrin iman, maka hukum kehilangan dimensi insaninya, interpretasi hukum kanonik mengarah kepada rigiditas yang eksesif.

TEORI TENTATIF SEIMBANG

(4)

* Konsep tersebut juga memperhitungkan dimensi insani yang mengandung keterbatasan dan kerapuhan, namun semuanya ditebus dan akan selalu disempurnakan.

* Dengan demikian hukum kanonik benar-benar menjadi bagian dari struktur sakramental Gereja, tanda atau simbol kemanusiaan kita yang ditebus.

TEMPAT DAN PERAN HUKUM GEREJA Tempat Hukum dalam Gereja

a. Gereja mesti dimengerti sebagai Gereja Kristus yang NB ada dalam (subsistit in) Gereja Katolik. b. Pada kenyataannya, Gereja terluka oleh perpecahan. Karena itu, paham tentang tempat dan peran

hukum di sini disempitkan pada Gereja Katolik.

c. Gereja adalah komunitas insani dan sekaligus misteri ilahi (bdk. Ef 5:32) karya Roh Kudus (bdk. Misteri inkarnasi).

d. Konsekuensi 1: Gereja adalah pemilik, pewaris dan pembagi Sabda Allah dan sakramen-sakramen keselamatan ilahi.

e. Konsekuensi 2: Hukum natural dan manusiawi sangatlah relevan dan bekerja dalam Gereja. f. Asal usul hukum gereja terdapat dalam dimensi insani dan dalam anugerah Roh Kudus, yang

dimiliki oleh komunitas umat beriman.

g. Tujuan hukum kanonik: membantu Gereja dalam mengemban tugasnya untuk menyatakan dan mengomunikasikan karya penyelamatan Allah kepada dunia.

h. Hukum kanonik menciptakan tatanan di dalam komunitas, membawakan ketenangan dan damai, mengemban fungsi pendidik dan guru (Taurat dalam PL).

i. Hukum selalu dikaitkan dengan nilai-nilai otentik, baik nilai insani maupun ilahi; hukum mempromosikan, mendukung, melindungi nilai-nilai itu.

j. Dalam dirinya sendiri, hukum tidak memiliki nilai, melainkan ada untuk suat nilai, hukum bukanlah tujuan, melainkan sarana dan alat untuk mengejar tujuan dan nilai-nilai (kesejahteraan umum). Dimensi instrumental hukum.

Hakikat Gereja  Hakikat Hukum Kanonik

a. Hakikat hukum kanonik mencerminkan hakikat Gereja. Hukum kanonik sungguh-sungguh manusiawi, karena Gereja adalah komunitas insani. Selain itu, hukum kanonik memiliki afinitas dengan yang ilahi karena Gereja adalah sakramen keselamatan Allah dalam Kristus. Kedua dimensi itu menyatu serasi tanpa kerancuan (dimensi inkarnatoris Hukum Gereja).

b. Sebagaimana Gereja sifatnya menyejarah dan kontingen, demikian pula hukum dalam Gereja hanya untuk mengatur dan menata Gereja di dunia, sementara itu hukum cinta kasih tetap untuk selama-lamanya.

c. Hukum memenuhi kebutuhan manusiawi umat, misalnya dengan menciptakan struktur, prosedur, atau disiplin yang tidak bersumber dari pewahyuan.

d. Ketika HG mengimplementasikan sabda ilahi (misalnya perayaan dan penerimaan sakramen), norma itu bersifat transendental, namun tetap terbungkus dalam kerapuhan manusiawi

e. Ketika hukum mewujudkan perintah Kristus (“Gembalakanlah domba-domba-Ku) hal itu tetap terkondisi oleh kesejarahan Gereja.

f. Gereja harus dapat berubah dan direformasi untuk semakin sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, dan semakin efektif menjalankan panggilan dan perutusannya di dunia. Demikian pula, hukum Gereja (harus) dapat berubah dan berkembang, misalnya dalam kaitan dengan substansi, formulasi, struktur, institusi yuridis.

(5)

h. Sebuah organ atau komunitas kalau ingin dirasakan hidup, ia membutuhkan norma yang fleksibel, bukan yang rigid (kaku).

Afinitas Hukum Gereja dengan Yang Ilahi

a. Gereja tidak hanya mewarisi sabda ilahi melainkan sekaligus mewujudkannya dan mewartakannya dengan setia.

b. Gereja adalah tubuh mistik Kristus, kepala Gereja adalah Yesus Kristus sendiri. Ada ikatan personal antara umat beriman dan Ia sendiri.

Sistem Legislasi Gereja Katolik (Kan. 1 – 34, 94 – 95)

KHK t.a. 7 buku. Tiap buku dibagi menjadi beberapa bagian. Tiap bagian memiliki judul / seksi. Tiap judul dibagi dalam bab-(sub)bab. Tiap bab dibagi dalam kanon (kan.). Kadang ada kanon yang panjang, maka dapat dibagi lagi dalam artikel atau paragraf (§). Paragraf bisa dibagi lagi dalam beberapa nomor (1O, 2O, 3O, dst.). Artikel dan seksi jarang muncul.

Misalnya:

Buku III  Tugas Gereja Menguduskan

Bagian  Sakramen – Tindakan Lain Ibadat Ilahi Judul  Baptis – Ekaristi – Penguatan – dst. 7 sakramen. Bab  Perayaan – pelayan – calon

Kan.  dst.

Buku VII, Bag 1, Judul II, Bab 1, Artikel. Untuk menafsirkan sebuah kanon, perlu memahami konteksnya, yaitu bagian yang lebih luas di atas kanon. Misalnya, untuk memahami kanon, perlu melihat konteks dalam babnya. Menafsirkan bab perlu memahami konteks judul. Menafsirkan judul perlu memahami konteks bagian. Menafsirkan bagian perlu memahami konteks buku ke berapa.

Kan. 1 – 6.  KHK ini berlaku untuk Gereja Katolik Ritus Latin. Gereja lain punya hukum sendiri. (Baca SLGK hlm. 136. Soal pengandaian KHK seperti paru2.) Kodeks Gereja Katolik ritus latin berlaku untuk semua Gereja di bawah Kepausan Roma. Gereja Katolik Ritus timur juga punya hukum, tetapi keberlakuannya masih terbagi atas lima tradisi besar yaitu, Aleksandria, Konstantinopel...dll, dan masih terbagi lagi atas beberapa Batrix masing-masing. Untuk Gereja Katolik Ritus Timur (hlm. 136) selain KHK, mereka masih punya undang-undang tersendiri sesuai Batrix masing-masing.

(6)

Kanon tidak mengatur ritus secara detail. Kanon mengatur tempat dan waktu yang layak untuk perayaan sakramen. Kanon juga mengatur sah atau tidaknya suatu sakramen, menyangkut bahan, pelayan, dll, batasan-batasan situasi biasa dan situasi darurat / khusus.

Lih. Hlm. 150. Lih. Hlm. 173 – 174

1. Hukum Gereja bukan produk totaliter dari pemimpin yang otoriter, tetapi pemimpin yang ingin menggembalakan umatnya kepada tujuan kebaikan bersama. Undang-undang menjadi pengamatan yang cerdas dan tertata serta religius dari seluruh sarana yang ada dan mungkin di tengah umat sesuai keadaan konkret umat sehingga mereka dapat secara efektif sampai pada kebaikan bersama. (lih. hlm. 175 – quid principii . . .)

2. Hukum memiliki objek yang mau diatur yaitu umat, tindakan lahiriah yang keluar dari kehendak, bukan batiniah.

3. Hukum punya tujuan yaitu mengabdi manusia. Hukum tidak menempatkan manusia sebagai hamba. Hukum mengabdi pada manusia untuk kesejahteraannya, kebaikan bersamanya, persekutuan rohani dengan manusia yang lain.

4. Hukum diundangkan oleh orang yang bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh umat. Karakteristik hukum gerejawi (hlm. 177-180)

1. Hukum Gerejawi berisi disposisi dan peraturan yang mewajibkan.

2. Rasional – peraturan yang tidak keluar dari kesewenang-wenangan pemimpin, namun berdasarkan akal sehat, sejalan dengan kebenaran dan mendukung tujuan komunitas.

3. Universal

4. Stabil dan permanen

Hlm. 189-dst. Hukum Gereja jarang memakai kata “debere”/“harus”, tetapi “hendaknya”, namun bukan berarti himbauan atau ajakan. Kapan suatu kewajiban itu kalau dilangar, pelanggaran itu menjadikan tindakan itu tidak sah. Kan 10 menyebut hal ini, bila dalam rumusannya jelas dikatakan tindakan orang tidak sah atau tidak mampu. Hlm. 190-2, beberapa ungkapan khas latin yang dipakai dalam kodeks.

25 Februari 2013 Keraguan hukum. Lihat buku halaman 206.

Bahan UTS 11 Maret 2013: 33-46, 65-89, 114-123, 173-180.

Hlm. 219 soal penafsiran. Interpretasi UU, Gg beda yang UU sipil. Tiap UU punya rincian dan penjelasan. KHK tidak punya bagian penjelasan.

Lihat hlm. 237 soal penafsiran sempit. Hukum yang memuat pengecualian hlm. 240.

Kanonisasi UU Sipil hlm. 265. Kanonisasi berarti mendapat penetapan dalam hukum Gereja.

(7)

Hlm. 292 dst. Undang-undang bersifat permanen. Yang fleksibel dan lebih sering dikeluarkan untuk menjadi jembatan bagi undang-undang tetap dengan pelaksanaan konkret. Undang-undang jarang diubah. Kalau ada yang kurang tepat atau terlalu abstrak, Gereja memakai dekrit. Seperti Konsili, jarang dilakukan. Yang sering dilakukan adalah sinode. Begitu juga dengan UU dan hukum kebiasaan, tidak sering dibuat, bersifat abstrak dan umum. Sementara untuk hal-hal praktis, Gereja memakai Dekrit. Dekrit umum legislatif dibuat oleh pembuat UU, legislator, untuk kelompok yang mampu menerima UU. Dekrit umum eksekutif. Dalam kasus-kasus partikular, sesuai norma hukum, yang memiliki kuasa eksekutif bisa membuat dekrit kalau mendapat kuasa dari legislator, tentu dengan aturan pendelegasian dari legislator. Kuasa eksekutif tidak mempunyai hak untuk membuat Dekrit Legislatif. (Hlm. 296-298). Untuk tingkat Universal, Kuria Roma, pada dasarnya hanya punya kuasa eksekutif, semacam departemen tingkat kementrian, Kuria Roma membantu Paus dalam ranah eksekutif. Namun departemen bisa mendapat delegasi dari Paus untuk membuat dekrit. Misalnya, Kongregasi Ajaran Iman, tentang tindak pidana penahbisan perempuan. Dalam rangka pelaksanaan norma tersebut, penahbisan perempuan dijadikan tindak pidana, maka dikeluarkan dekrit untuk melindungi tahbisan suci. Baik penahbis dan tertahbis sama-sama terkena sanksi latae sentensiae (sanksi yang otomatis jatuh tanpa proses persidangan) yang pencabutannya hanya dapat dilakukan oleh SCDF. Tindak pidana lainnya misalnya aborsi dan pembocoran rahasia pengakuan dosa. Contoh lain ada di hlm. 304.

Skema Statuta hlm. 317.

25 Maret 2013 TINDAKAN LEGISLATIF (Kan 35-93)

Kan 35-47 hlm 32

Legislatif sipil memiliki perbedaan dalam kekuasaan. Dalam Gereja, Paus adl legislator tertinggi dan administrator tertinggi dlm Gereja. Paus kalau menerbitkan kodeks 83, itu sebagai legislator tertinggi. Orgnya bisa sama tapi pelaksanaan kekuasaannya dapat dibedakan. Dlm negara tidak hanya pembedaan tetapi juga pemisahan dalam kekuasaan. Fungsi administratif Gereja: untuk mewujudkan tindakan2 publik secara langsung untuk memenuhi kebutuhan2 umat. Legislatif mengabdi kesejahteraan umum; sdgkan admistratif untuk mempertimbangkan problem situasi umat lalu memberi ijin. Administratif dan legislatif berbeda dlm Gereja. Administratif (melayani) Melaksanakan norma2 hukum; bersifat langsung, meskipun dpt melalui perantara kan 40-41, terhadap publik tanpa mediasi.

Kan 35. Diberikan jenis2 tindakan administratif di dlm Gereja yg selalu diberikan kasus demi kasus, bisa dekrtit ato perintas.

Referensi

Dokumen terkait

47 Rekayasa dan Manufaktur Bahan Komposit Sandwich Berpenguat Serat Kenaf Dengan Core Limbah Kayu Sengon Laut Untuk Komponen Gerbong Kereta Api. Ketua 2006 DIKTI

3.2 Upaya Intervensi Perilaku yang Dilakukan Manajemen pada Pekerja Sabila Craft Upaya intervensi perilaku merupakan usaha yang dilakukan manajemen dalam menciptakan, mengarahkan,

SIKLUS HIDUP BEBERAPA PARASIT Cacing Tambang .. )0acing de/asa *ada mukosa usus-. 0acing tambang de/asa melekat *ada villi usus halus dengan bucal ca*sulnya. Tam*ak cacing

[r]

Salah satu lembaga yang menjadi media dakwah Islam dan telah ada kiprahnya serta berperan penting bagi masyarakat setempat adalah Madrasah Tsanawiyah Al- Fithrah yang

Skenario kedua merupakan skenario jangka menen� gah yang dapat dilakukan terintegrasi oleh pemerintah dan ITPT dari hulu sampai ke hilir dengan peningkatan kapasitas

Contoh kasus adalah sebuah citra kucing akan digunakan sebagai input untuk memprediksi citra tersebut masuk ke dalam kelas kucing atau bukan, pada penelitian

Pelaksanaan budaya korporat merupakan salah satu penanda aras kita untuk memberikan perkhidmatan yang terbaik dengan mengunakan tiga elemen yang penting iaitu perkhidmatan