• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Bus Rapid Transit Medan-Binjai-Deliserdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Bus Rapid Transit Medan-Binjai-Deliserdang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1. Bus Rapid Transit

Bus Rapid Transit didefinisikan sebagai moda transportasi umum cepat beroda karet yang fleksibel dan mengkombinasikan elemen-elemen halte, kendaraan, pelayanan, jalur khusus dan Intelligent Transportation System (ITS) ke dalam sistem yang terpadu dan mempunyai identitas yang kuat.

2.1.1 Karakteristik Bus Rapid Transit

Karakteristik utama Bus Rapid Transit meliputi:  Adanya jalur khusus busway

 Halte yang menarik

 Bus yang mudah menaikkan dan menurunkan penumpang

 Pembelian tiket di halte

 Pengoperasian sepanjang hari minimal 16 jam sehari

2.1.2 Manfaat Bus Rapid Transit

Beberapa manfaat dalam penerapan BRT adalah sebagai berikut :

- Penerapan BRT memberikan pilihan yang nyaman bagi pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke angkutan umum, sehingga di baanyak kota pada jam sibuk jumlah penumpang bisa lebih dari 20.000 orang per jam per arah.

(2)

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang analisis Ability To Pay dan Willingness To Pay (WTP. Berikut merupakan penelitian Ability To Pay (ATP ) yang dilakukan didalam negeri dengan beberapa variabel – variabel yang ditinjau serta metode pendekatan yang digunakan tertera pada tabel 2.1.

(3)

No Judul(lanjutan) Variabel Pendekatan Keterangan

(4)

Beberapa penelitian di luar negeri yang terkait dengan Ability To Pay (ATP ) dan Willingness To Pay ( WTP) yaitu :

(5)
(6)

2. Mahmoud (2013). Meneliti tentang kemampuan dan membayar untuk fasilitas publik di jalur gaza mengenai listrik dan air. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui nilai faktor utama di balik kemauan dan kemampuan rumah tangga Palestina untuk membayar tagihan mengenai dua utilitas publik tersebut. Dalam penelitian ini, digunakan teknik Stated Preference untuk mengetahui karakteristik responden, kemampuan membayar dan kemauan membayar. Untuk mencapai tujuan ini, tingkat model kemauan dan kemampuan keduanya telah dikembangkan dan diperkirakan. Keputusan yang dibuat oleh rumah tangga yang memiliki kemauan dan atau kemampuan untuk membayar tagihannya, setelah melewati waktu tertentu air atau konsumsi listrik, yang ditentukan dalam model dua persamaan. Karena nilai-nilai variabel terikat dalam model dikodekan 0-5, persamaan dalam model disebut

"ordered probit model". Hasil empiris dari model estimasi menunjukkan satu set personal, ekonomi,variabel sosial dan legislatif yang merupakan penentu utama di balik perilaku rumah tangga terhadap pembayaran tagihan. Oleh karena itu, baik penyedia dan konsumen harus bekerja sama dalam adopsi dan pelaksanaan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan tagihan. Selain itu, beberapa jenis paket dukungan atau bantuan harus dilakukan oleh penyedia air dan listrik jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam menjalankan utilitas umum di Tepi Gaza.

(7)

Untuk mencapai tujuan ini beberapa metode MNL ( Multinomial Logit) dan ML (Mixed Logit ) dikalibrasikan berdasarkan pilihan pengguna didalam survei Stated Preference. Beberapa faktor yang heterogen mengenai persepsi dari mulai atribut reabilitas, bus kepenuhan, informasi di halte bus, dan petugas yang ramah telah diteliti. Nilai standar deviasi yang diperoleh dari kalibrasi model menyatakan bahwa ada perbedaan yang besar dari persepsi pengguna mengenai atribut- atribut tersebut.

2.3 Teori Produk Jasa

Pada umumnya produk dapat diklasifikasikan dengan berdasarkan daya tahan atau wujud suatu produk. Berdasarkan kriteria ini, terdapat tiga kelompok produk, yaitu:

1. Barang Tidak Tahan Lama ( Nondurable Goods)

Yaitu barang berwujud yang biasanya habis pakai atau beberapa kali

pemakaian dan umur ekonomisnya tidak bisa lebih dari setahun.

Contohnya antara lain minuman dan makanan, gula, minyak makan dan

sebagainya.

2. Barang Tahan Lama ( Durable Goods)

Adalah barang yang biasanya dapat bertahan lama dan umur

ekonomisnya lebih dari setahun. Contohnya antara lain mobil, kulkas, tv

dan lain-lain.

3. Jasa ( Services)

Adalah manfaat atau kepuasan yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak

(8)

kepemilikan sesauatu. Contohnya antara lain transportasi, telekomunikasi,

konsultasi dan sebagainya.

Menurut (Simbolon, 2003) jasa mempunyai empat karakteristik

utama yaitu tidak bewujud, tidak terpisah, bervariasi dan mudah lenyap.

1. Tidak bewujud ( Intangible)

Sifat jasa tak berwujud ( service intangibility) artinya jasa tidak dapat

dilihat, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Misalnya,

penumpang kereta api tidak akan mempunyai apapun kecuali tiket dan

jam untuk dijalankan ke tujuan mereka.

2. Tidak terpisahkan ( Insparibility)

Jasa tak terpisahkan berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari

penyediannya, entah penyediaan itu manusia atau mesin. Umumnya jasa

dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Bervariasi ( Varibality)

Jasa bersifat sangat beranekaragam karena mempunyai banyak

variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan

dimana jasa tersebut dihasilkan.

4. Tidak Tahan Lama ( Perishability)

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan. Kursi kereta api kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam

tertentu tanpa pasien di tempat praktek dokter akan hilang begitu saja

karena tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila jasa tidak digunakan,

maka jasa akan berlalu begitu saja. Kondisi ini tidak masalah apabila

(9)

2.4 Teori Permintaan 2.4.1. Hukum Permintaan

Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah

permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan

harga dapat dibuat grafik kurva permintaan. Permintaan adalah

kebutuhan masyarakat / individu terhadap suatu jenis barang tergantung

kepada faktor- faktor sebagai berikut :

1. Harga barang itu sendiri

2. Harga barang lain

3. Pendapatan konsumen

4. Cita masyarakat / selera

5. Jumlah penduduk

6. Musim / iklim

7. Prediksi masa yang akan datang

Hukum permintaan, pada hakikatnya semakin rendah harga suatu

barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut.

Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit

permintaan terhadap barang tersebut. Dari keterangan diatas dapat

simpulkan, bahwa :

1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang

lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan

sebaliknya apabila barang tersebut turun, konsumen akan menambah

(10)

2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang,

sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama

barang yang akan naik harganya. Pengaruh faktor bunga harga

terhadap permintaan.

a. Harga barang lain

Hubungan suatu barang dengan barang lain dapat dibedakan

menjadi tiga golongan :

1.) Barang pengganti / barang subsidi, yaitu apabila suatu barang

dapat menggantikan fungsi barang lain.

2) Barang pelengkap, yaitu apabila suatu barang selalu digunakan

secara bersama.

3)

Barang yang tidak saling berhubungan.

b. Pendapatan Konsumen, berhubungan pendapatan konsumen akan

menimbulkan perubahan permintaan terhadap berbagai jenis barang.

Jenis barang dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) tipe, yaitu :

1.) Barang normal, yaitu barang yang permintaannya akan

meningkat apabila pendapatan konsumen naik.

2.) Barang inferior / barang bermutu rendah, yaitu barang yang

diminta konsumen berpenghasilan rendah, apabila pendapatan

konsumen tersebut naik maka permintaan terhadap barang

inferior akan menurun.

c. Corak distirbusi pendapatan, jika Pemerintah menaikkan pajak

pada orang yang berpenghasilan tinggi, untuk menaikkan pendapatan

(11)

2.4.2 Elastisitas Permintaan

Pengertian elastisitas permintaan menggambarkan derajat

kepekaan fungsi permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada

variabel - variabel yang mempengaruhinya. (C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, 2003) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas

seperti berikut :

1. Elastisitas Pendapatan

Elastisitas pendapatan di teknik transportasi dinyatakan dengan :

Suatu barang dikatakan normal apabila permintaan atas barang

tersebut meningkat ketika pendapatan konsumen juga meningkat ( ).

Suatu barang dapat dikatakan superior apabila permintaan akan barang

tersebut meningkat ketika pendapatan konsumen meningkat dan porsi

pengeluaran untuk barang tersebut ikut meningkat ). Suatu barang

dapat dikatakan inferior jika permintaan akan barang tersebut menurun

ketika pendapatan konsumen meningkat.

2. Elastisitas Harga

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas harga :

1.) Jika konsumen membelanjakan pendapatannya dengan persentase

yang cukup besar, konsumen akan berupaya lebih keras untuk

(12)

2.) Semakin sempit definisi dari suatu barang, semakin banyak barang

Penganti untuk barang tersebut, sehingga permintaan akan barang

tersebut menjadi lebih elastis.

3.) Jika konsumen mendapati bahwa harga dan ketersediaan barang

pengganti tidak sulit, permintaan akan lebih elastis.

4.) Barang- barang yang digolongkan oleh konsumen sebagai barang

yang harus dimiliki biasanya memiliki permintaan yang tidak elastis,

sedangkan barang- barang yang dianggap mewah biasanya memiliki

permintaan yang elastis.

2.5 Teori Tarif

Tarif adalah suatu pembebanan terhadap barang yang melintasi

daerah pabean (suatu daerah geografis dimana barang bebas bergerak

tanpa dikenakan cukai/bea pabean).

Menurut Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang

ditetapkan oleh pemerintah dalam mengindikasikan penetapan tarif

angkutan umum harus melibatkan tiga , yaitu:

1. Pengelola jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengharapkan tarif

dapat seimbang dengan jasa pelayanan yang diberikan.

2. Pengguna jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengeluarkan biaya

setiap kali menggunakan angkutan kota, dengan harapan memperoleh

layanan yang baik dan nyaman.

3. Pemerintah sebagai pihak yang menentukan tarif resmi dan sebagai

(13)

dengan pengelola, tanpa mengesampingkan pendapatan asli daerah

dari sektor transportasi.

2.5.1 Tarif Jasa Angkutan

Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk

para pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur. Pembebanan

dalam harga dihitung menuurut kemampuan transportasi (what the traffic

will bear).

Adapun jenis tarif yang berlaku dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tarif menurut trayek

Tarif ini berdasarkan atas pemanfaatan operasional dari moda transport

yang dioperasikan dengan memperhitungkan jarak yang dijalani oleh

mooda transport tersebut (km/miles).

2. Tarif lokal

Tarif ini berlaku dalam satu daerah tertentu.

3. Tarif diferensial

Ialah tarif angkutan dimana terdapat perbedaan tinggi tarif menurut

jarak, berat muatan, kecepatan atau sifat khusus dari muatan yang

diangkut.

4. Tarif peti kemas (container)

Jenis tarif ini diberlakukan untuk membawa kotak atau boks diatas truk

berdasarkan ukuran boks atau kotak yang diangkut (20 feet atau 40

feet) dari asal pengiriman ke tempat tujuan barang. Atau biasa disebut

(14)

2.5.2 Sistem Penetapan Tarif Jasa Transportasi

Sistem penetapan tarif jasa angkutan kota dapat dilakukan dengan

menggunakan tiga cara, yaitu :

1. Sistem penetapan tarif berdasarkan produksi jasa angkutan kota.

Sistem penetapan ini berdasarkan biaya produksi jasa angkutan kota

ditambah dengan keuntungan yang layak bagi keberlanjutan dan

pengembangan pengelola jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan

berdasarkan sistem ini dinyatakan sebagai tarif minimum, dimana

pengelola jasa angkutan kota tidak akan menawarkan lagi tarif jasa

pelayanannya lebih rendah dari tarif tersebut. Sistem ini digunakan

setelah menghitung biaya operasi kendaraan (biaya langsung dan biaya

tidak langsung) yang di dalamnya juga sudah termasuk keuntungan dan

overhead.

2. Sistem penetapan tarif berdasarkan nilai jasa angkutan kota.

Sistem penetapan ini berdasarkan nilai yang dapat diberikan jasa

pelayanan angkutan kota, dengan fokus pada mutu pelayanan dan

kepuasan penumpang misalnya kenyamanan, ketertiban dan

sebagainya. Biasanya tarif yang ditetapkan berdasarkan nilai jasa

angkutan kota dinyatakan sebagai tarif maksimum.

3. Sistem penetapan tarif berdasarkan bentuk layanan apa yang dapat

diberikan jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan berdasarkan hal

tersebut berada diantara tarif maksimum dan tarif minimum. Dengan

menitik beratkan pada usaha untuk menutup seluruh variabel biaya

(15)

2.5.3 Sistem Pentarifan Angkutan Kota

Ada beberapa bentuk tarif yang dikelompokkan (Frids, 2002) yaitu:

1. Tarif sama rata/seragam (Flat Fare)

Tarif sama rata ini dikenakan sama rata terhadap penumpang dalam

trayek yang bersangkutan tanpa memperhatikan jarak tempuh, tarif

jenis ini cocok untuk trayek di daerah perkotaan karena

memungkinkan transaksi yang cepat dan mudah dalam

pengumpulan ongkos di dalam kendaraan. Tetapi sistem ini

mempunyai kelemahan bila diterapkan untuk trayek yang panjang.

Kelemahan lain dari sistem ini adalah ada kecenderungan panjang

perjalanan rata-rata menjadi lebih panjang.

2. Tarif berdasarkan jarak

Tarif ini disebut juga tarif pos, ditentukan berdasarkan jarak tempuh,

yaitu tarif diperoleh dari hasil perkalian panjang perjalanan dikalikan

dengan harga satuan per kilometer.

3. Tarif berdasarkan zona

Sistem tarif ini adalah penyederhanaan dari tarif bertahap dimana

daerah pelayanan pengangkutan dibagi ke dalam zona-zona. Pusat

kota biasanya sebagai zona terdalam. Kerugian berdasarkan zona

ini adalah penumpang yang hanya melakukan perjalanan pendek di

dalam dua zona yang berdekatan membayar ongkos untuk dua

zona, begitu juga sebaliknya ongkos akan menjadi murah bila

(16)

4. Tarif Waktu

Pada sistem ini yang menjadi penetapan tarif adalah waktu, misalnya

waktu 30 menit, 1 jam, 1 jam 30 menit dan seterusnya. Dengan

pentarifan yang demikian walaupun seseorang pindah moda selama

dalam waktu tertera dalam tiket, yang bersangkutan tidak perlu

membayar lagi.

2.6 Ability To Pay dan Willingness To Pay 2.6.1 Ability To Pay

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk

membayar jasa angkutan yang diterimanya berdasarkan penghasilan

yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP

didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan intensitas

perjalanan pengguna. Besar ATP adalah rasio anggaran untuk untuk

transportasi dengan intensitas perjalanan. Besaran ini menunjukkan

kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang

dilakukannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP adalah :

1. Penghasilan keluarga per bulan

Bila pendapatan total keluarga semakin besar, tentunya semakin

banyak uang yang dimilkinya sehingga akan semakin besar alokasi

biaya transportasi yang disediakannya.

2. Alokasi biaya transportasi

Semakin besar alokasi biaya transportasi yang disediakan sebuah

keluarga, maka secara otomatis akan meningkatkan kemampuan

(17)

3. Intensitas perjalanan

Semakin besar intensitas perjalanan keluarga tentu akan semakin

panjang pula jarak (panjang) perjalanan yang ditempuhnya maka akan

semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan yang

harus disediakan.

4. Jumlah anggota keluarga

Semakin banyak jumlah anggota keluarga tentunya akan semakin

banyak intensitas perjalanannya, semakin panjang jarak yang

ditempuhnya dan secara otomatis akan semakin banyak alokasi dana

dari penghasilan keluarga per bulan yang harus disediakan.

Untuk menganalisis kemampuan membayar dari masyarakat pada

dasarnya dilakukan dengan pendekatan travel budget, dengan asumsi

bahwa setiap keluarga akan selalu mengalokasikan sebagian dari

penghasilannya untuk kebutuhan akan aktivitas pergerakan, baik yang

menggunakan kendaraan pribadi maupun yang menggunakan angkutan

umum. Faktor-faktor ATP diilustrasikan seperti pada gambar 2.1.

Penghasilan keluarga per bulan

Alokasi biaya transportasi

Intensitas perjalanan

Jumlah anggota keluarga

(18)

Gambar 2.1Faktor-Faktor ATP

Besarnya biaya perjalanan atau tarif merupakan salah satu

pertimbangan masyarakat dalam memilih moda angkutan untuk

memenuhi kebutuhannya. Jika tarif yang harus dibayar mempunyai

proporsi yang besar dari tingkat pendapatannya maka masyarakat akan

memilih moda yang lebih murah, tetapi jika tidak ada pilihan lain maka ia

akan menggunakan moda tersebut secara terpaksa. Secara eksplisit

tampak bahwa pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi daya

beli atas jasa pelayanan angkutan umum. Selanjutnya diperhitungkan

persentase alokasi dana untuk transportasi untuk setiap keluarga dari total

pendapatannya. Setelah dilakukan perhitungan terhadap persentase

alokasi biaya transportasi keluarga, maka kemudian diperhitungkan ATP

tiap keluarga.

Dengan menggunakan metode travel cost individual ATP yang

dapat diterima oleh pengguna jasa, adalah :

Dimana :

Ic = Penghasilan

%TC = Persentase dari penghasilan untuk travel cost

(19)

2.6.2 Willingness To Pay (WTP)

Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk

mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang

digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna

terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam

permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

pada gambar 2.2, diantaranya adalah:

Gambar 2.2 Faktor-faktor WTP

1. Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan

transportasi. Semakin banyak jumlah armada angkutan yang melayani

tentunya lebih menguntungkan pihak pengguna.

2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan.

Dengan produksi jasa angkutan yang besar, maka tingkat kualitas

Willingness To Pay (WTP)

Produk yang ditawarkan

Penghasilan keluarga per bulan

Utilitas atau maksud pengguna

(20)

tidak berdesak-desakkan dengan kondisi tersebut tentunya konsumen

dapat membayar yang lebih besar.

3. Utilitas atau maksud pengguna terhadap angkutan tersebut

Jika manfaat yang dirasakan konsumen semakin besar terhadap suatu

pelayanan transportasi yang dirasakannya tentunya semakin besar pula

kemauan membayar terhadap tarif yang berlaku, demikian sebaliknya

jika manfaat yang dirasakan konsumen rendah maka konsumen akan

enggan untuk menggunakannya, sehingga kemauan membayarnya pun

akan semakin rendah.

4. Penghasilan pengguna

Bila seseorang mempunyai penghasilan yang besar maka tentunya

kemauan membayar tarif perjalanannya semakin besar hal ini disebabkan

oleh alokasi biaya perjalanannya lebih besar, sehingga akan memberikan

kemampuan dan kemauan membayar tarif perjalanannya semakin besar.

Nilai WTP yang diperoleh dari masing-masing responden yaitu berupa nilai maksimum rupiah yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk tarif angkutan jasa Bus Rapid Transit, diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut, dengan rumus :

Dimana :

MWTP = Rata-rata WTP

(21)

WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke- i

2.6.3 Hubungan Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)

Menurut (Tamin,1999) dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi ini dinyatakan dalam ilustratif yang terdapat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Hubungan ATP dan WTP

1. ATP > WTP

(22)

2. ATP < WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar daripada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.

3. ATP = WTP

Kondisi ini menunjukkan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem angkutan umum. Aspek- aspek tersebut adalah ;

1. Pengguna (User) 2. Operator

3. Pemerintah (Regulator)

(23)

Gambar 2.4 Perhitungan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/ campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP ( sesuai Gambar 2.4 )

2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan ( sesuai Gambar 2.4 )

(24)

2.7 Metode Stated Preference

Metode stated preference merupakan suatu teknik yang menggunakan pernyataan atau pendapat responden secara individu mengenai pilihannya terhadap suatu set pilihan. Terdapat beberapa cara mengukur preferensi seseorang dalam melakukan survey SP. Diantara lain adalah:

a. Conjoint Analysis

 Conjoin Rating, dalam metode ini responden

memberikan penilaian pada alternative yang ditawarkan dengan menggunakan skala rating ( misalnya memilih satu skala diantara 1 sampai 10), Metode ini menggunakan atribut yang bervariasi dan telah dipertimbangkan terlebih dahulu.

 Conjoint Rangking, perbedaan metode ini dengan

Conjoint Rating adalah responden diberi 3 atau lebih alternatif dalam satu pertanyaan dan diharapkan membuat rangking atau urutan dari alternatif-alternatif tersebut.

 Paired Comparison, melalui metode ini responden

(25)

b. Discrete Choice Method

 Refendum Contingen Choice, teknik ini meliputi

pertanyaan yang ditujukan kepada responden dan responden diharuskan menetapkan satu pilihan diantara dua alternatif. Model pertanyaan yang sering digunakan untuk metode ini adalah model biner dimana responden hanya diberi pilihan jawaban ya atau tidak.

 Choice Modeling, dalam metode ini terdapat banyak

data sehingga responden memilih diantara lebih dari dua alternatif dimana setiap alternatif digambarkan dengan beberapa atribut.

Gambar

Tabel 2.1 Studi Literatur yang berkaitan dengan penelitian ini
Gambar 2.2 Faktor-faktor WTP
Gambar 2.3 Hubungan ATP dan WTP
Gambar 2.4 Perhitungan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP

Referensi

Dokumen terkait

Numerical simulations of water ¯ow and solute transport were used to investigate the e€ect of the recharge (rain/irrigation) at the soil surface on solute spreading and breakthrough

[r]

Berdasarkan data sejak tahun 2007, penggunaan teknologi DSL untuk layanan komunikasi data pelanggan perusahaan berjalan dengan baik, permintaan pasang baru dapat

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui nilai t-hitung untuk variabel jumlah PAD dalam model kedua (pengaruh jumlah PAD terhadap Rasio

Hasil perhitungan persentase ketidakseimbangan tegangan dari data yang diperoleh dengan menggunakan alat yang dibuat dan alat ukur milik PLN ditunjukkan pada Gambar

Hasil penelitian menunjukkah bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam al- Qur‟an surat an - Nisā‟ ayat 1 meliputi: pertama, pendidikan akidah yang

Nota para el instructor: Packet Tracer 6.0.1 no califica el comando switchport mode trunk en las interfaces de canal de puertos?. S1(config)# interface

2.3 Bagi merealisasikannya aspirasi ini, Kementerian akan menawarkan kepada syarikat kawalan keselamatan supaya mengambil ahli-ahli RELA atau JPAM sebagai pengawal keselamatan