BAB II
LANDASAN TEORI
A. Employee Engagement
1. PengertianEmployee Engagement
Kata “engage” memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang
memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).
Ketika individu sangat peduli dengan apa yang ia lakukan dan komitmen
untuk melakukan hal itu sebaik mungkin, ia akan merasa terdorong untuk
berbuat daripada hanya diam. Inilah bagian dariengagement(Kahn, 1990). Employee engagementadalah hasrat anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka dimana mereka bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara
fisik, kognitif, dan emosi selama melakukan pekerjaan (Kahn, 1990;
Albrecht, 2010).
Definisi berbeda diungkapkan oleh Thomas (Henryhand, 2009)
yang menyatakan bahwa employee engagement direpresentasikan sebagai hubungan dua arah antara karyawan dan organisasi dimana kedua pihak ini
sadar akan kebutuhan satu sama lain dan bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Definisi lainnya menurut Schaufeli, Salanova, Roma, & Bakker
absorption. Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam
menghadapi tantangan. Dedication ditandai dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang, dan yang terakhir absorption
ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas.
Definisi lain juga diungkapkan oleh Lockwood (2005) bahwa
employee engagement sebagai penyataan oleh individu secara emosional
dan intelektual komit terhadap organisasi, yang diukur melalui tiga
perilaku utama: 1) berbicara positif mengenai organisasi kepada rekan
kerja dan pelanggan, 2) memiliki gairah yang intens untuk menjadi
anggota organisasi, meski sebenarnya mendapat peluang kerja di tempat
lain, 3) menunjukkan usaha ekstra dan perilaku yang memiliki kontribusi
terhadap kesuksesan organisasi.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagementadalah bentuk ekspresi fisik, kognitif, dan emosi yang penuh dan positif yang diberikan
karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi.
2. Perbedaan Employee Engagementdengan Konsep Lain
Banyak definisi berbeda mengenai employee engagement. Konsep dari employee engagement tersebut seringkali tumpang tindih dengan definisi konstruk lain. Oleh karena banyak riset yang memberikan istilah
in new dress” (Hallberg & Schaufeli, 2006; Newman & Harrison, 2008;
Albrecht, 2010). Oleh karena itu, konsep ini perlu dibedakan dengan
konstruk-konstruk lain yang berhubungan dengan masalah organisasi.
Menurut Kulaar et al (2008)engagement dihubungkan denganjob involvement.Job involvementdidefinisikan sebagai suatu situasi pekerjaan
menjadi pusat identitas dari karyawan dan keadaan psikologis yang terdiri
dari kognitif atau belief. Hal ini berbeda dengan engagement yang lebih
fokus pada bagaimana individu bekerja dan lebih aktif menggunakan
emosi. Kesimpulannya engagement adalah faktor penyebab dari job involvement.
Employee engagement juga berbeda dengan organizational commitment yang merupakan sikap dan kedekatan individu terhadap
organisasi, dimana engagement tidak hanya sebatas sikap, tapi sebuah tingkatan dimana individu memberikan perhatian terhadap pekerjaan
mereka dan berkonsentrasi penuh terhadap performa peran mereka (Saks,
2006). Konsep employee engagement dapat dibedakan pula dengan job engagement dan organizational engagement. Employee engagement
adalah konsep yang lebih luas meliputi job dan organizational engagement. Karyawan yang mempersepsikan dukungan organisasi tinggi
akan memiliki levelengagementyang lebih tinggi juga pada pekerjaan dan organisasi. Karyawan yang engaged juga akan lebih memiliki hubungan yang baik dengan pimpinan mereka serta memiliki sikap, intensitas dan
Kesimpulannya, employee engagement merupakan gabungan dari berbagai konsep yang dikemukakan di atas sehingga merupakan konsep
yang lebih besar dari hanya sekedarjob involvement,commitment,jobatau organizational engagement.
3. DimensiEmployee Engagement
Dimensi atau aspek-aspek dari employee engagement terdiri dari
tiga (Kahn, 1990), yaitu:
a. Aspek Kognitif
Aspek ini mengambarkan aspek pikiran yang intinya adalah evaluasi
logis terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Hal ini meliputi proses
kognitif karyawan, seperti belief mengenai produk dan jasa dari
organisasi dan persepsi apakah organisasi dapat membuat performa
karyawan menjadi baik (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004).
Selama bekerja karyawan yangengagedakan fokus pada pekerjaannya dan menuangkan segala pikiran, kreativitas, dan nilai pada pekerjaan
yang mereka lakukan (Kahn, 1990). Aspek kognitif ini hampir sama
dengan konsep absorption yang ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam terhadap pekerjaan, waktu terasa berlalu
begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan.
b. Aspek Fisik
Menyatakan niat (intention) seberapa jauh keinginan untuk berbuat
bagi organisasi. Dan dari sisi perilaku apakah tindakan nyata yang
menunjukkan dukungan terhadap organisasi. Aspek ini meliputi energi
yang dikerahkan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya. Karyawan
yang engaged akan berusaha ekstra agar perilaku yang mereka timbulkan dapat memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi
(Lockwood, 2005; Endres & Smoak, 2008). aspek ini sama dengan
konsep vigor yaitu ditandai oleh tingginya tingkat kekuatan dan
resiliensi mental dalam bekerja, kesediaan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh di pekerjaan, dan gigih dalam menghadapi kesulitan
(Schaufeliet al, 2002).
c. Aspek Emosi
Aspek ini meliputi perasaan positif karyawan terhadap organisasi,
sikap empati kepada orang lain, menikmati dan percaya akan yang
dikerjakan serta merasa bangga karena melakukannya. Aspek emosi
ini hampir sama dengan dedication yang ditandai oleh suatu perasaan
yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan
4. Faktor-faktor yang MempengaruhiEmployee Engagement
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi employee engagement.
Faktor-faktor ini meliputi drives yang membuat karyawan merasa engagement(Vazirani, 2007).Drivestersebut antara lain :
a. Career Development
Karir yang terus meningkat adalah harapan dari semua karyawan yang
didukung dengan tersedianya tantangan dalam pekerjaan sekaligus
menyediakan kesempatan kemajuan karir di organisasi (Vazirani,
2007). Dengan diberikannya kesempatan bagi karyawan untuk
mengembangkan kemampuan dan mempelajari keterampilan serta
pengetahuan baru, maka karyawan akan menyadari potensi mereka
masing-masing. Karyawan yang diberikan kesempatan karir dengan
pekerjaan yang menantang akan lebih engagement. Pekerjaan yang menantang adalah drives utama kedua dari employee engagement
(Perrin, 2003).
b. Leadership
Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti
didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani,
2007; MacLeod & Clarke, 2009). Produktivitas karyawan akan
meningkat seiring dengan sikap positif pemimpin kepada mereka
(MacLeod & Clarke, 2009). Dalam sebuah studi yang dilakukan pada
orang-orang Belgia ditemukan bahwa pemimpin transformasional
(Castellano, 2008). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Maslach, Schaufelli, & Leiter (2001) bahwa employee engagement
dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi dan kesenangan dalam
bekerja.
c. Autonomy
Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan
pekerjaan merupakan salah satu dari driverdari employee engagement
dan sebanyak 61 % karyawan setuju akan hal ini. Karyawan akan lebih
menerima resiko yang besar jika mereka menganggap bahwa mereka
juga memiliki kontrol terhadap keputusan yang berhubungan dengan
resiko tersebut (Perrin, 2003).
d. Peers
Individu yang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan
rekan kerjanya akan memiliki pengalaman kerja yang lebih berarti.
Ketika individu disegani, dihormati, dan dihargai kontribusinya, maka
mereka akan meraih sense of meaningfulness dari interaksi tersebut. Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar
karyawan akan meningkatkan level engagementdari karyawan tersebut (Vazirani, 2007).
e. Image
Ketika organisasi dipandang memiliki kualitas produk dan pelayanan
tersebut cenderung tinggi. Selain itu, manager yang engaged juga mempengaruhi levelengagementbawahannya (Vazirani, 2007).
f. Communication
Komunikasi dua arah dan terbuka dapat meningkatkan engagement
karyawan (Robinson et al, 2004). Memberikan kesempatan bagi keryawan untuk menyatakan ide-ide dan saran-saran yang lebih baik,
sementara itu di saat yang sama, manager memberitahukan
informasi-informasi yang berhubungan dengan karywan kepada karyawan itu
sendiri.
g. Health and Safety
Suatu riset menyebutkan bahwa level engagement akan tinggi apabila karyawan merasa aman ketika bekerja. Oleh karena itu, organisasi
seharusnya membuat suatu sistem untuk kesehatan dan keselamatan
kerja karyawan (Vazirani, 2007).
h. Job Satisfaction
Tidak ada karyawan yangengagedapabila ia tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Oleh karena itu sangat penting untuk organisasi melihat
apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan tujuan karir yang disukai oleh
karyawan tersebut (Vazirani, 2007).
i. Usia, Jabatan, dan Lama Bekerja
Pada penelitan mengenai employee engagement di US, karyawan yang memiliki rentang usia 30-39 tahun mempunyai tingkat engagement
tahun dan 50 tahun ke atas (Sarkisian, Catsouphes, Bhate, Lee,
Carapinha, & Minnich, 2011). Selain itu menurut penelitan Blessing
White (2011) didapat ada korelasi yang kuat antara tingkatengagement dengan usia, dan peran dalam organisasi. Karyawan yang lebih tua
dengan posisi yang tinggi tingkat kekuasaanya akan lebihengaged.
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi employee engagement di
atas, sebagian besar menempatkan pekerjaan sebagai inti dari engagement itu sendiri. Hal ini antara lain pekerjaan yang menantang (Perrin, 2003),
adanya perkembangan karir (Gubman, 2003; Henryhand, 2009), dorongan
untuk lebih inovatif, dan melibatkan karyawan dalam suatu keputusan
yang berpengaruh terhadap perkerjaan mereka (Vazirani, 2007). Hal ini
mengindikasikan bahwa job characteristics merupakan faktor yang berhubungan denganemployee engagement.
B. Job Characteristics
1. PengertianJob Characteristics
Job characteristics adalah prediksi individu mengenai kondisi tugas yang sesuai dengan pekerjaan mereka, kondisi tugas ini meliputi
skill variety, task identity, task significance, autonomy dan feedback
(Oldham & Hackman, 2005).
Menurut Berry (1998) job characteristics adalah dimensi internal
dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas, tingkat kepentingan,
kewenangan dan tanggung jawab serta umpan balik dari tugas yang
dilaksanakan.
Sedangkan menurut Stoner (Berry, 1998) job characteristics
adalah sifat karyawan yang meliputi tanggung jawab, variasi tugas, dan
tingkat kepuasan yang diperoleh dari karakteristik itu sendiri.
Dari definisi-definisi yang diungkapkan berbagai tokoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian dari job characteristics mengarah pada kesimpulan yang sama yaitu suatu kondisi tugas yang terdiri dari
variasi keterampilan yang dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas,
tingkat kepentingan, kewenangan dan tanggung jawab serta umpan balik
dari tugas yang dilaksanakan.
2. DimensiJob Characteristics
Menurut Hackman dan Oldham (2010), job characteristics memiliki lima dimensi, yaitu :
a. Skill Variety
Dideskripsikan sebagai suatu tingkatan dimana pekerjaan menuntut
karyawan untuk melakukan suatu kegiatan yang menantang
keterampilan dan kemampuan mereka. Hal ini meliputi penggunaan
sejumlah keterampilan dan kemampuan yang berbeda. Beberapa studi
menyatakan bahwa skill varietyadalah salah satu prediktor terbaik dari
yang memiliki berbagai keterampilan kerja (Glissin & Durick, 1988;
Hunt, Chonko & Wood, 1985; Elanain, 2009).
b. Task Identity
Suatu tingkatan dimana karyawan mengenal dan dapat menyelesaikan
tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir dengan hasil yang
terlihat walaupun pada pekerjaan kelompok dan dapat diidentifikasikan.
Hal ini akan lebih berarti bagi karyawan karena mereka menganggap
bahwa pekerjaan tersebut penting dan merasa bangga akan hasil yang
didapatkannya.
c. Task Significance
Suatu tingkat dimana pekerjaan tersebut memiliki pengaruh yang
penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik di dalam
organisasi ataupun lingkungan luar. Studi empiris menyebutkan bahwa
task significance berhubungan positif dengan kepuasan kerja dan
komitmen terhadap organisasi (Glissin & Durick, 1988; Elanain, 2009).
d. Autonomy
Suatu tingkatan dimana pekerjaan menyediakan kebebasan dan
tanggung jawab kepada karyawan dalam mengatur jadwal kerja dan
menentukan prosedur kerja yang akan digunakan. Sejumlah studi
e. Feedback
Suatu tingkatan mengenai informasi langsung dan jelas dari pekerjaan
itu sendiri tentang performa karyawan tersebut. Bassett (1994)
menyatakan bahwa feedback adalah hal yang paling efektif untuk
meningkatkan performa (Elanain, 2009). Menurut Elanain (2009)
banyak studi empiris menunjukkan bahwa feedback berhubungan positif dengan komitmen dan berhubungan negatif terhadap
ketidakjelasan peran.
3. Critical Psychological State
Kehadiran semua unsur dari job characteristics menciptakan keadaan critical psychological state, yaitu keadaaan psikologis yang
dialami oleh seseorang sehingga membuatnya termotivasi dan puas dalam
bekerja (Oldham & Hackman, 2005), yaitu:
a. Experienced meaningfulness
Experienced meaningfulness adalah keadaan dimana individu mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting dan
berarti bagi beberapa sistem dari nilai yang ia terima. Skill variety, task significance, dan task identity adalah dimensi yang
b. Experienced responsibility
Pekerjaan yang memberikan kebebasan dalam jadwal kerja dan
penentuan prosedur yang harus dilakukan (autonomy) akan membuat
karyawan lebih bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Sehingga
pada akhirnya ia dapat merasakan bahwa pekerjaannya saat ini
sebagian besar tergantung pada usaha, inisiatif, dan kemampuannya
sendiri. Semakin tinggi otonomi yang diberikan kepada individu, maka
kecendrungan mempunyai tanggung jawab secara pribadi terhadap
hasil dari pekerjaannya tersebut.
c. Knowledge the results
Keadaan ini muncul karena adanya unsur feedback dalam proses penyesuaian terhadap lingkungan kerja. Ketika karyawan mengetahui
seberapa baik usaha yang ia lakukan, hal ini membuat ia mendapatkan
perasaan menyenangkan atas keberhasilannya melakukan tugas
tersebut atau apabila feedback yang diterima buruk, karyawan bisa
belajar dan berusaha untuk lebih baik di pekerjaan selanjutnya.
Kehadiran ketiga kondisi psikologis ini akan menghasilkan
motivasi kerja yang tinggi, dimana motivasi ini lebih bersifat internal,
kepuasaan kerja yang terus tumbuh, tingginya efektifitas kerja (Oldham &
Hackman, 2005) dan rendahnya tingkat absensi serta berhenti kerjanya
karyawan (Djastuti, 2011). Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa job characteristics dapat membuat karyawan mengalami kondisi
Ketiga kondisi ini akan membuat motivasi kerja karyawan tinggi, puas dalam
bekerja, tingginya efektifitas kerja yang membuat rendahnya tingkat turnover
dan resign dari pekerjaan dimana hal-hal ini diindikasikan sebagai ciri-ciri dari karyawan yangengaged(Robinsonet al, 2004).
C. Hubungan Job Characteristics dengan Employee Engagement di Perusahaan Telekomunikasi
Employee engagement memiliki berbagai dampak positif terhadap produktivitas kerja (Castellano, 2008) dan berpengaruh terhadap keuntungan
organisasi, kepuasan dan kesetiaan pelanggan, retensi atauturnoverkaryawan serta keamanan (Vance, 2006; Castellano, 2008; Henryhard, 2009).Employee
engagement juga berkorelasi positif dengan komitmen terhadap organisasi danorganizational citizenship behavior(Saks, 2006). Oleh karena banyaknya dampak positif tersebut, level employee engagement pada masing-masing
karyawan harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang
maksimal. Peningkatan tersebut dapat ditinjau dari faktor-faktor yang
mendorong tingkatemployee engagement.
Banyak faktor yang mendorong terjadinya employee engagement salah satunya adalah job characteristics yang berpengaruh langsung terhadap
sikap dan perilaku di tempat kerja (Castellano, 2008). Selain itu, menurut
terdiri dari lima dimensi yaitu skill variety, task identity, task sigificance, autonomy dan feedback(Oldham & Hackman, 2005).Ada indikasi bahwajob
characteristics berhubungan positif dengan employee engagement, hal ini terlihat dari banyaknya riset yang membahas bentuk tugas yang dapat
meningkatkan level employee engagement (Kahn, 1990; Perrin, 2003; Saks, 2006; Castellano, 2008). Hubungan antara job characteristics dengan employee engagement dapat ditinjau dari masing-masing aspek dari kedua
konstruk ini.
Skill variety mempengaruhi level engagement seorang karyawan.
Karyawan akan mengerahkan energinya untuk mengerjakan pekerjaan
sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dengan demikian
karyawan akan mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting
dan kesempatan baginya untuk berkembang, termotivasi secara internal, puas
dengan pekerjaan dan memiliki kualitas kerja (Oldham & Hackman, 2010).
Kondisi yang demikian akan membuat karyawan mengalami psychological meaningfulness (Kahn, 1990; Oldham & Hackman, 2005). Meaningfulness adalah kondisi psikologis orang yang engaged. Meaningfulness juga akan
dialami oleh karyawan yang tugas kerjanya menantang (Kahn, 1990).
Semakin banyak keterampilan yang dituntut untuk mengerjakan suatu tugas
akan membuat karyawan merasa tertantang (Hackman & Oldham, 1974).
(2011) bahwa pekerjaan yang menantang merupakan faktor utama yang
mendorong karyawan untukengaged.
Hasil tampak yang merupakan karakteristik dari task identity merupakan bentuk energi yang dikerahkan karyawan dalam menyelesaikan
tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir (Hackman & Oldham,
2005). Hal ini diidentikkan dengan aspek fisik dari employee engagement yaitu sikap sungguh-sungguh di pekerjaan dan gigih dalam menghadapi
kesulitan (Schaufeli et al, 2002). Pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain (task significance) menuntut
karyawan bersikap empati kepada orang lain. Sikap empati ini merupakan
aspek emosi dari employee engagement. Seorang yang engagement tetap menjaga bagaimana perannya tanpa mengorbankan orang lain (Kahn, 1990).
Aspek job characteristics lainnya yaitu, autonomy menyediakan kebebasan dan tanggungjawab kepada karyawan untuk membuat keputusan
mengenai pekerjaannya sendiri. Kebebasan untuk membuat keputusan yang
berhubungan dengan pekerjaan merupakan salah satu driver dari employee engagementdan sebanyak 61 % karyawan setuju akan hal ini (Perrin, 2003).
Diberikannya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
dapat mengurangi stres karyawan juga menciptakan kepercayaan dan budaya
dimana karyawan ingin memecahkan masalah dan memberikan solusi. Aspek
autonomy ini berhubungan dengan aspek fisik, kognitif, dan emosi dari employee engagement. Aspek kognitif berhubungan dengan konsentrasi dan
fisik berhubungan dengan energi yang mereka kerahkan untuk mencapai
keputusan yang optimal, dan aspek emosi berhubungan dengan perasaaan
bahwa mereka dipercaya untuk membuat suatu keputusan sendiri. Studi lain
menyebutkan bahwa autonomy berhubungan positif dengan motivasi kerja,
komitmen, performa, dan kepuasaan kerja (Oldham & Hackman, 2005),
dimana hal ini dapat mendorong karyawan untukengaged(Elanain, 2009). Aspek terakhir dari job characteristics adalah feedback yaitu
informasi langsung dan jelas dari pekerjaan itu sendiri mengenai performa
karyawan tersebut. Adanya feedback akan mengurangi ketidakjelasan peran
karyawan. Ketika sebuah peran jelas dilakukan, karyawan akan lebih
mencurahkan segala pikiran, kreativitas, dan nilai pada pekerjaan yang
mereka lakukan (Kahn, 1990) dan dengan mengetahui seberapa baik usaha
yang ia lakukan akan membuat karyawan mendapat perasaaan yang
menyenangkan melakukan tugas tersebut (Oldham & Hackman, 2005).
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa job characteristics berhubungan dengan employee engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris mengenai hubungan antara job
characteristicsdenganemployee engagement.
D. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Hipotesis Mayor
“Ada hubungan positif antara job characteristics dengan employee
skor job characteristics semakin tinggi pula skor employee engagementkaryawan perusahaan Telekomunikasi.
2. Hipotesis Minor
a. Ada hubungan positif antara skill variety dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin
tinggi skor skill variety semakin tinggi pula skor employee engagement.
b. Ada hubungan positif antra task identity dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin
tinggi skor task identity semakin tinggi pula skor employee engagement.
c. Ada hubungan positif antara task significance dengan employee
engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor task significance semakin tinggi pula skor employee engagement.
d. Ada hubungan positif antara autonomy dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin
tinggi skor autonomy semakin tinggi pula skor employee engagement.
e. Ada hubungan positif antara feedback dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor feedback semakin tinggi pula skor employee