• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Sosial Terhadap Keberadaan Keyboard Bongkar Di Kampung Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Sosial Terhadap Keberadaan Keyboard Bongkar Di Kampung Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 1966 merupakan babak awal, terjadi perubahan tatanan Pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Orde Lama berakhir dan Pemerintahan Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto dimulai. Kebijakan dasar yang digunakan oleh Pemerintahan baru adalah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 digunakan sebagai landasan ideal segala kegiatan, sedangkan UUD 1945 dijadikan sebagai landasan konstitusional.

Anti kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dikumandangkan sebagai strategi menata kesatuan dan persatuan bangsa. Orientasi Pemerintahan baru ditekankan pada pembangunan bidang ekonomi, sehingga peran politik revolusioner mulai dikesampingkan. Setelah kehidupan politik mulai kondusif dan terkendali, MPR segera membentuk GBHN (Garis Besar Haluan Negara) sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 3 UUD 1945.1Haluan negara yang dituangkan dalam Tap MPR ini wajib dijalankan oleh Presiden selaku mandataris MPR, karena Presiden diangkat dan bertanggung jawab pada MPR. Dalam hal ini, Presiden tidak neben tapi untergeornet kepada MPR.2

Orde Baru membiakkan militerisme dan fasisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Pemerintahan saat itu dilakukan dengan

1

Perubahan masyarakat saat itu memasuki babak baru yang disebut sebagai modernisasi dan pembangunan yang melibatkan perombakan-perombakan dalam masyarakat. Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni Bandung, 1979, hlm. 12

2

(2)

8

mengabaikan kebebasan sipil, termasuk kebebasan berekspresi, beragama, berserikat dan sebagainya (Andreas Harsono,2006)3. Yang muncul berjaya adalah militerisme. Upacara dan baris-berbaris, indoktrinasi P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), penyeragaman kurikulum, asas tunggal dalam politik, pelarangan kegiatan kesenian hanyalah beberapa contoh dari kuatnya semangat militerisme saat itu (Alex. Supartono et al,2003)4

Pada masa Orde Baru kebudayaan tidak lagi dimengerti sebagai jaringan makna (Clifford Geertz,1973)

. Ini merupakan model politik dehumanisasi yang menjadi salah satu “kelebihan” Pemerintahan Orde Baru. Rakyat lebih sekedar berposisi sebagai obyek pembangunan yang berada dalam sebuah jaringan yang digerakkan dari pusat dengan model top-down.

5

yang melibatkan kerja otak, aktivitas dan hasil aktivitas manusia (Koentjaraningrat,1984)6. Kebudayaan yang dikembangkan pada masa itu lebih berorientasi pada kebudayaan fisik yang dipertuntukkan bagi semakin kukuhnya kekuatan Presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. Model yang diterapkan dalam rangka penggarapan sektor kebudayaan adalah usaha mewujudkan kebudayaan nasional yang secara eksplisit tertuang didalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bahkan Puthut E.A. secara tegas menyebutkan bahwa pada masa Pemerintahan Orde Baru, kebudayaan dipersempit lagi yakni hanya melulu kesenian (Puthut EA,2006)7

Kesenian, selama pemerintahan Soeharto memang memiliki peran yang cukup dominan. Pertautan antara seni dengan politik kekuasan sangat kuat yang

.

3

Andreas Harsono,’ Jakarta’s intelligenceservice hires Washington lobbysts’,2006

4

Alex. Supartono et al,2003, ‘Antara Madu dan Racun Bagi Kesenian Banyumas’

5

Geertz, Clifford (1973). ‘The Interpretation of Cultures. Basic Books’

6

Koentjaraningrat,1984,’ Kebudayaan jawa’

7

(3)

9

terlihat dari artefak-artefak visual yang memposisikan seni sebagai bagian dari pilar kekuasaan. Politik senantiasa menjadi raja atau panglima dan kesenian menjadi (dianggap) sebagai pasukan yang kadang dijadikan ujung tombak. Kenyataan demikian telah membenarkan pernyataan Acep Zamzam Noor bahwa kesenian banyak dijadikan sebagai tunggangan, corong, bahkan tisue untuk mengkilapkan kembali panggung ataupun tokoh dan partai politik. Banyak di antara seni tradisional dan modern yang dibebani jargon partai politik tertentu. Kesenian telah dijadikan media untuk mengolah massa ke dalam idiom-idiom yang membodohkan (Acep Zamzam Noor,2004:2004)8

Andrew Weintraub (etno-musikolog) juga mengatakan,andaipun musik dapat digunakan sebagai sebuah instrumen untuk perlawanan, namun bukanlah perlawanan yang massif ataupun substansial. Bentuknya sangat subtiel dan lebih

.

Karena seni sudah tidak natural lagi dan terkontaminasi dengan unsur politik, maka muncullah seni pinggiran atau hiburan ringan yang bergenre dangdut atau jenis musik yang menjadi subyek diskusi dan perdebatan dalam ranah agama dan politik di Indonesia. Andrew Weintraub, seorang etno-musikolog menceritakan kronologis perkembangan musik dangdut di Indonesia, dalam konteks sosial dan politik. Selama rezim Orde Baru (1966-1998), produksi budaya pop dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Kontrol ini bertujuan untuk membuat semua bentuk hiburan menjadi bebas politik. Hampir tidak ada ruang yang tersisa untuk terjadinya perlawanan terhadap kekuasaan absolut yang saat itu dimiliki oleh pemerintah. Bahkan isi teks lagu dan kostum artis, tidak luput dari pengawasan.

8

(4)

10

kepada sebuah ekspresi resistensi rakyat yang “susah” karena himpitan kesulitan ekonomi. Dangdut selalu dikait-kaitkankan dengan kelompok kelas buruh dan kaum miskin sebagai konsumen atau penikmatnya, terutama di daerah pedesaan, di mana keadaan ekonomi mayoritas warga pas-pasan dan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam hal fasilitas. Sementara kesejahteraan yang tidak merata dan kesenjangan semakin tinggi, dangdut menjadi alat atau media untuk kelompok kelas buruh untuk mengekspresikan ketidakpuasan dan kesedihan mereka dalam bentuk hiburan.

Lanjut Andrew Weintraub, mengatakan Dalam satu dekade yang berbeda, fungsi dangdut telah mengalami pergeseran terus menerus dalam memproyeksikan perubahan sosial dan politik di Indonesia. Pada 1970-an, dangdut adalah medium untuk berkhotbah dan mensosialisasikan ideologi Islam. Pada tahun 1980-an, penyanyi wanita mulai muncul dalam blantika musik dangdut. Selama era 1990-an, dangdut didefinisikan sebagai genre nasional oleh Pemerintah Indonesia. Namun pasca orde baru, kontrol di industri hiburan mulai melunak. Bersamaan dengan itu, perdebatan seputar tema gender, agama dan politik terkait dengan penampilan musik dangdut juga makin menghangat.

(5)

11

seksual.Sampai pada abad 19, praktek seksual lebih bebas dan luwes. Menurut seorang peneliti dan ahli sejarah Indonesia, Anderson, pada masa lalu, praktek seksual di bumi Nusantara tidak dikaitkan dengan dosa atau malu. Praktek seksual juga tidak ketat terkait dengan cinta dan pernikahan. Yang ada bukanlah rasa geli, jijik dan dosa, namun keisengan tentang birahi yang menggila dan gairah yang hangat.

Sebagai salah satu negara muslim terbesar, Indonesiapun terkondisikan dan mungkin mengkondisikan diri untuk menerapkan nilai-nilai kesusilaan, khususnya yang berkaitan dengan praktek seksual. Dalam tekanan untuk mengekspresikan praktek dan naluri seksual inilah, dangdut kemudian menjadi sebuah media atau produser yang menyediakan erotisme melalui tubuh, tari dan suara perempuan. Ada berbagai macam bentuk variasi dalam dangdut ini, seperti dangdut Pantura dan Koplo. Pertunjukan semacam ini menyajikan atribut seksual seperti kostum yang seksi dan kadang terkesan terbuka, tarian erotis (joget) dan lirik yang isinya mengundang dan menggiurkan untuk penonton laki-laki. Selain itu, ada juga tradisi saweran didalam pertunjukan dangdut yang sebenarnya berasal dari tradisi ronggeng di Jawa Barat, dimana orang-orang memberikan uang kepada penyanyi wanita sebagai hadiah untuk tarian sensual mereka. Selain itu juga sebuah pertanda dari penonton laki-laki yang meminta untuk diajak menari di atas panggung.

(6)

12

seksual mereka yang ditekan oleh kesopanan budaya timur sebagai bagian yang sangat integral dalam identitas Bangsa Indonesia. Sebuah upaya Pemerintah untuk menggabungkan budaya nasional dengan kesopanan dihadapkan dengan nostalgia keinginan akan kebebasan untuk mengekspresikan seksualitas di masa pra-kolonial, yaitu ketika praktek seksualitas tidak dibenturkan dengan norma dan nilai-nilai agama yang dominan, seperti Kristen dan Islam.

Di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai ada pertunjukkan musik yang erotis. Masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai menyebutnya dengan Keyboard Bongkar. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, grup keyboarderotis ini muncul dan diekspos pada tahun 90-an, namun belum ada informasi yang pasti kapan dan dimana awal munculnya grup musik keyboardseperti ini. Grup-grup keyboarderotis yang cukup popular pada masyarakat Provinsi Sumatera Utara antara lain Dian Nova(Sei Rampah), Maklampir(Tebing Tinggi), Pelangi(Kisaran), Citra Electon(Perdagangan) dan lain-lain. Namun perlu diketahui, menurut Nungki Kusumastuti, bahwa “fenomena tarian erotis di Indonesia telah ada sejak dahulu, seperti pada tarian ronggeng, ketuk tilu, ataupun tayub. Itu telah ada sejak dulu dan itu tidak bisa dibuang karena banyak masyarakat yang menggemarinya.”9

Salah satu daerah yang paling sering melakukan pertujukan keyboard bongkar di daerah Kampung Rotan,Desa Sei Buluh, Kecamatan Perbaungan merupakanmasyarakatnya bermayoritas memeluk agama Islam. Hampir keseluruhan masyarakat daerah tersebut memiliki mata pencaharian sebagai petani. Daerah ini menurut pengamatan masih merupakan daerah dengan tingkat

9

(7)

13

kehidupan menengah kebawah – menegah ke atas, jika kita kaitkan dengan tingkat kehidupan, agama serta adat istiadat, mustahil daerah tersebut menerima hiburan keyboard yang bernuansa seperti itu, tetapi hal tersebut menjadi sesuatu hal yang biasa dan diterima baik oleh masyarakat di daerah ini.

Observasi yang dilakukan penulis,di Kampung Rotan Desa Sei Buluh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten serdang Bedagai, pertunjukkan keyboard bongkar fungsinya untuk menghibur masyarakat dan sudah menjadi tradisi atau kebiasaan di masyarakat. Keyboard bongkar ini biasanya ada di acara resepsi pernikahan, khitanan, ulang tahun, perayaan hari besar dan pesanan dari pribadi atau kelompok tertentu. Dalam waktu seminggu pertunjukkan keyboard bongkar bisa diadakan 2 (dua) kali seminggu dan biasanya di mulai pukul 22.00-01.00 dini hari. Dalam pertunjukkan keyboard bongkar ada biduan wanita biasanya 3 - 4 orang yang membawakan lagu sambil menari dengan penuh gairah, sehingga dia dapat mempengaruhi emosi dan gairah penonton. Suasana erotis10 dapat dirasakandari kata-kata yang diucapkan oleh biduan, busana yang dikenakan, dan juga tingkahlaku biduan di atas pangggung. Dalam pertunjukan itu para biduan menggunakan busana yang minim11. Ketika interlude (musik tengah) lagu berlangsung para biduan itu dapat saja menari dengan sangat panas12

10

Kata erotis menurut Kamus Besar Besar bahasa Indonesia berasal dari kata erotic yang artinya mempengaruhi ataupun yang sifatnya menimbulkan gairah, baik itu gairah berjoget, gairah bernyanyi dan yang paling sering muncul adalah gairah seksual. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah seorang biduan wanita yang tampil di atas panggung.

11

Pakaian dengan celana pendek ketat, baju ketat dan pendek sehingga bagaian atas dada dan perut terlihat. Pakain ini juga biasanya akan sangat mudah dibuka.

sambil menggoda para penonton yang pada umumnya laki-laki.

12

(8)

14

Pada waktu-waktu seperti ini penonton biasanya terdiri dari kaum ibu-ibu, anak gadis, anak-anak serta beberapa anak lajang13yang berdiri dan duduk di sekitar panggung. Ada beberapa anak lajang yang duduk jauh dari panggung sambil menikmati alunan musik sembari minum14

Salah satunya globalisasi kebudayaan.Globalisasi kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan kapitalisme global dan transparansi informasi.

. Sementara banyak orang-orang yang sekedar duduk-duduk di warung sekitar acara pesta, banyak anak-anak muda yang berpacaran di tempat-tempat sepi di seketar pesta, ada juga kegiatan bisnis oral seks yang dibayar dari Rp 30.000- Rp 100.000, ada juga yang duduk di tempat penjual minum-minuman keras yang banyak bertebar di sekitar acara pesta. Namun, dominan kaum laki-laki berkumpul di tempal permainan judi daduyang berada tidak jauh dari lokasi acara pesta. Di tempat ini berkumpul secara massal puluhan hingga ratusan orang laki-laki yang terdiri dari orang tua dan anak lajang. Bahkan masyarakat menyebutnya dengan “Diskotiknya Kota”.

Apa yang terjadi di masayarakat Kabupaten Serdang Bedagai khususnya di Kampung Rotan tidak terlepas dari pengaruh globalisasi.Globalisasi mempunyai hubungan yang erat denganistilah kapitalisme global atau ekonomi pasar bebas, globalisasi kebudayaan, pascamodernisme dan pascamodernitas.Globalisasi terjadi hampir diseluruh bidang kehidupan masyarakat seperti kebudayaan, ekonomi-kapitalisme global, politik, komunikasi multimedia, dan lain sebagainya.

kayang kehadapan penonton, lebih menampilkan bagian tubuh sensitif seperti payudara, pinggul, pusar dan lain sebagainya ke arah penonton agar disentuh.

13

Laki-laki muda atau yang belum menikah dengan usia 17 tahun ke atas

14

(9)

15

Sebagai proses homogenisasi dan internasionalisasi, globalisasi bisa dilihat secara negatif. Dalam bidang kebudayaan globalisasi dituduh gagal dalam menciptakan dan mempertahankan keanekaragaman budaya.Cita-citanya untuk menghargai perbedaan dan tercapainya keadilan bagi semua umat manusia ternyata tidak sesuai dengan realitas yang sedang terjadi, karena justru kecenderungan globalisasi adalah homogenisasi dan penyeragaman.Karena itu, keanekaragaman budaya dan masyarakat hanya tinggal konsep tanpa realitas (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 12).

Globalisasi tidak hanya mempengaruhi sisi luar kebudayaan, yakni keanekaragaman budaya, akan tetapi juga menyangkut hakikatnya, yakni cara pandang kita tentang kenyataan dan kebenaran. Menurut Jean Baudrillard, dalam globalisasi kebudayaan kebenaran dan kenyataan menjadi tidak relevan dan bahkan lenyap. Contohnya bisa dilihat dalam dunia hiburan di mana kebudayaan direduksi menjadi sebatas iklan dan tontonan media massa. Bagi Anthony Giddens, globalisasi terjadi manakala berbagai tradisi keagamaan dan relasi kekeluargaan yang tradisional berubah mengikuti kecenderungan umum globalisasi, yakni bercampuraduk dengan berbagai tradisi lain. (Giddens, 2000: 4).

(10)

16

Globalisasi juga bisa dilihat sebagai suatu tatanan sosial yang penuh dengan ilusi; menciptakan dunia di mana manusia senang untuk tinggal di dalamnya.Kapitalisme pun menjadi kapitalisme global yang mempengaruhi masyarakat dunia lewat berbagai strategi ekonomi.Bahkan hal yang sama bisa dimanfaatkan secara luar biasa untuk mengubah realitas secara radikal (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 11).

Benjamin R. Barber menyebut globalisasi yangdidukung oleh transparansi dan ekspansi informasi ini sebagai “satu tema dunia”, di mana negara diikat secara bersama dengan tali komunikasi, hiburan, dan yang paling berpengaruh yakni perdagangan, baik perdagangan barang dan jasa maupun perdagangan saham dan uang atau valuta (Barber, 1996: 4). Analisa lain menghubungkan globalisasi dengan istilah “McWorld”. Sebagaimana fenomena McDonald’s, maka sebagai McWorld globalisasi identik dengan dunia yang “serba-fast” Ada yang namanya fast food atau McDonald itu sendiri, ada “fast-music” yang diwakili oleh MTV dan “fast-computer” seperti:Macintosh, IBM,dan seterusnya. (Barber, 1996: 4).

Fenomena hiburan keyboard bongkar seperti itu bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat daerah tersebut. Akan lebih tabu atau tidak biasa jika setiap ada pesta perkawinan atau sunatan, hiburan keyboard bongkar tersebut tidak ada. Hiburan keyboard yang bernuansa “pornografi” dan “pornoaksi” yang sudah menjadi tradisi. Dan apa yang terjadi di daerah tersebut terkesan membiarkan danada budaya permisif di masyarakatnya.

(11)

17 1.2 Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi perumusan masalah yang dijadikan sarana penelitian adalah : bagaimana konstruksi social yang terjadi di masyarakat terhadap keberadaan keyboard bongkar di Kampung Rotan, Desa Sei Buluh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui bagaimanakonstruksi sosial yang terjadi di masyarakat terhadap keberadaan keyboard bongkar di Kampung Rotan, Desa sei Buluh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat mengetahui bagaimanakonstruksi sosial yang terjadi di masyarakat terhadap keyboard bongkar yang berkaitan dengan sosiologi pembangunan. 2. Dapat memberikan kontribusi berupa informasi (data, fakta, dan

(12)

18 b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah dan menjadi gambaran masyarakat terhadap pertunjukan organ tunggal serta memberikan masukan kepada pemerintah khususnya pemerintahan Serdang Bedagai dalam menyikapi fenomena keyboard bongkar yang ada di wilayahnya

1.5 Defenisi Konsep

1.5.1 Konstruksi Sosial

Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoretik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Peter L. Berger merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari

University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.

Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui

(13)

19

Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif.Menurut Von Glaserfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme (Suparno dalam Bungin, 2008:13)

Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya.Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta (Bertens dalam Bungin, 2008:13). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogoto, ergo sum’ atau ‘saya berfikir karena itu saya ada’ (Tom Sorell dalam Bungin, 2008:13). Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.

(14)

20

Berger dan Luckman (Bungin, 2008:15) mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan; Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa.Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya atau kebudayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia.

(15)

21

orang.Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan.Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.

Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan

kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.

1.5.2 Organ Tunggal

(16)

22

Sedangkan keyboard bongkar menurut masyarakat daerah penelitian ini adalah organ tunggal dangdut yang menyajikan biduan-biduan seksi yang bergoyang erotis yang bisa disawer di bagian tubuh yang sensitif dari perempuan.

1.5.3 Pornografi

Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographos yang terdiri dari dua kata porne (=a prostitute) berarti prostitusi, pelacuran dan graphein (= to write, drawing) berarti menulis atau menggambar. Secara harfiah dapat diartikan sebagai tulisan tentang atau gambar tentang pelacur, (terkadang juga disingkat menjadi "porn," atau "porno") adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan memenuhi hasrat seksual (Mutia dalam Kesumastuti 2010:96). Saat ini istilah pornografi digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu yang bersifat seksual, khususnya yang dianggap berselera rendah atau tidak bermoral, apabila pembuatan, penyajian atau konsumsi bahan tersebut dimaksudkan hanya untuk membangkitkan rangsangan seksual.

Referensi

Dokumen terkait

Yaitu kemampuan untuk meyakinkan pengamat bahwa penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan objek, teori yang diaplikasikan sesuai dengan permasalahan,

A small diminution of the normal left greater than right P300 asymmetry by button-pressing may be sufficiently large to interfere with the detection of a group reversal of P300

A small diminution of the normal left greater than right P300 asymmetry by button-pressing may be sufficiently large to interfere with the detection of a group reversal of P300

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA.

A small diminution of the normal left greater than right P300 asymmetry by button-pressing may be sufficiently large to interfere with the detection of a group reversal of P300

[r]

Praktikan dapat menentukan rapat jenis fluida cair, menghitung besar gaya apung berdasarkan persamaan3. Archimedes, dan dapat menentukan besar rongga dalam

DAFTAR URUT PRIORITAS (LONG LIST)CALON PESERTA SERTIFIKASI BAGI GURU RA/MADRASAH DALAM JABATAN UNTUK MATA PELAJARAN KEAGAMAAN (QUR'AN HADIST, AKIDAH AKHLAK, FIQH, SKI), BAHASA