TRANSFORMASI CAYLEY PADA P-MATRIKS
SKRIPSI
Tialina Nainggolan 040803048
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
TIALINA NAINGGOLAN 040803048
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERSETUJUAN
Judul : TRANSFORMASI CAYLEY PADAP-MATRIKS
Kategori : SKRIPSI
Nama : TIALINA NAINGGOLAN
Nomor Induk Mahasiswa : 040803048
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, Januari 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si Dra. Elvina Herawati, M.Si
NIP. 130810774 NIP. 131945361
Diketahui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
RANSFORMASI CAYLEY PADA P-MATRIKS
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2009
iii
PENGHARGAAN
Hormat dan syukur bagi Allah di tempat yang maha tinggi. Terima kasih Tuhan Yesus Kristus, segala puji syukur kehadirat-Nya, yang telah memberikan berbagai hikmat, pengetahuan, dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus diselesaikan oleh seluruh mahasiswa/i Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Su-matera Utara. Pada skripsi ini saya melakukan studi tentangTRANSFORMASI CAYLEY PADA P-MATRIKS.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc, dan bapak Henry Rani S, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Elvina Herawati, M.Si selaku dosen pembimbing I dan bapak Drs. Suwarno Aris-woyo, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberi dukungan moril, mo-tivasi dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ini. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku dosen pembanding serta seluruh Staf Pengajar Departemen Matematika, Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini juga penulis persembahkan buat orang tua penulis, bapak Martua Nainggolan dan ibu Restaria br. Simbolon terkasih atas doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan yang begitu berharga terhadap semua kebutuhan dan kebaikan penulis. Syukur atas semua kasih dan kebaikan dari abang Niat Marisi Nainggolan semoga abang sukses dan menjadi berkat bagi banyak orang. Buat aik-adik penulis, Dinda Efiera Nainggolan dan Melpiani Nainggolan dalam suka dan duka telah kita lalui bersama, tetap semangat, Tuhan Yesus memberkati.
Penulis juga mengucapkan terima kasih buat teman-teman di UKM KMK UP FMIPA USU atas kasih, doa dan motivasi yang diberikan. Buat K.Kecil penulis SHAPE : B’Arist 01, Hans Tua, Moria dan Maria juga adik-adik K.Kecil penulis 08 : Dina, Kathrin, Tika, Talenta, Melda dan Shanti yang manis-manis, atas doa, perhatian, kasih dan dorongan mereka, tetap semangat dan tekun dalam doa, Tuhan Yesus memberkati. Buat teman-teman seperjuangan stambuk 04 : bidang murni, Debo, tiur, Darto, Chandra atas doa, waktu dan motivasinya. Buat adik-adik stambuk 05, stambuk 06 : Marlina, Marlina S, Lusi, Jupri, atas doa dan kasih yang diberikan, tetap semangat, stambuk 07, stambuk 08. Terima kasih juga buat Yusni yang telah banyak memberikan bantuan, doa dan masukan positip bagi penulis juga teman-teman penulis di Sibolga : Hetty, Sustri, Juli, Veppy serta keluarga ompung di Helvetia, keluarga uda dan inang uda di Marindal atas kebaikan, doa dan kasih mereka pada penulis, Tuhan Yesus memberkati.
ABSTRAK
Suatu matriks A berupa P−matriks berbentuk bujur sangkar yang nonsingular sehingga dapat dibuat matriks (I + A) non-singular maka dapat dibentuk suatu matriks baru C(A) = (I+A)−1(I−A). Matriks C(A) disebut transformasi Cayley
dari A. Berdasarkan transformasi Cayley C(A) matriks A = (I +F)−1(I −F)
v
ABSTRACT
A matrix A have the form of a square P−matrix is nonsingular such that matrix (I +A) is nonsingular so that a new matrix C(A) = (I+A)−1(I−A) is formed.
Matrix C(A) is called Cayley transform of A. Based on Cayley transform C(A), matrix A = (I +F)−1(I −F) be found. This paper investigated whether factors
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
BAB
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tinjauan Pustaka 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Metodologi Penelitian 4
2. LANDASAN TEORI 5
2.1. Matriks 5
2.2. Perkalian Matriks 5
2.3. Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan 6
2.4. Determinan 7
2.5. Invers Matriks 11
2.6. Matriks Uniter dan Hermite 12
2.7. Matriks Similar atau Serupa 14
2.8. Spektrum dan Radius Spektral 15
2.9. Kelas-kelas Matriks yang Bersifat Positip 17
2.10. Transformasi Cayley 21
3. PEMBAHASAN 24
3.1. Transformasi Cayley dari P-matriks 24
3.2. Transformasi Cayley dari Matriks Definit Positip 31
4. KESIMPULAN DAN SARAN 32
4.1. Kesimpulan 32
4.2. Saran 33
iv
ABSTRAK
Suatu matriks A berupa P−matriks berbentuk bujur sangkar yang nonsingular sehingga dapat dibuat matriks (I + A) non-singular maka dapat dibentuk suatu matriks baru C(A) = (I+A)−1(I−A). Matriks C(A) disebut transformasi Cayley
dari A. Berdasarkan transformasi Cayley C(A) matriks A = (I +F)−1(I −F)
ABSTRACT
A matrix A have the form of a square P−matrix is nonsingular such that matrix (I +A) is nonsingular so that a new matrix C(A) = (I+A)−1(I−A) is formed.
Matrix C(A) is called Cayley transform of A. Based on Cayley transform C(A), matrix A = (I +F)−1(I −F) be found. This paper investigated whether factors
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelas matriks yang bersifat positip adalah beberapa matriks yang dilihat dari sifat kepositipan matriks tersebut. Salah satu bentuk matriks yang dikenal adalah matriks positip yaitu matriks bujur sangkar yang setiap entrinya positip, tetapi matriks ini tidak menjamin semua eigenvalue dan semua minor utamanya positip.
Setiap matriksAberukurann×n dengan ketentuan semua minor utamanya positip didefinisikan sebagai P−matriks, berakibat matriks A non-singular dan dapat dibentuk (I+A) nonsingular, tetapiI +Atidak selalu nonsingular untuk Asebarang matriks andI matriks identitas yang masing-masing berukurann×n. Jika I +A nonsingular, perkalian matriks (I +A)−1(I −A) = C(A) disebut
sebagai transformasi Cayley (Meyer 2000).
Studi tentang transformasi Cayley pertama kali dilakukan oleh Cayley pada tahun 1846. Cayley memperlihatkan hubungan antara transformasi Cayley ter-hadap suatu matriks A yaitu transformasi Cayley C(A) unitary jika dan hanya jika Askew-hermite. Dalam teori matriks dikenal suatu matriks yang disebut se-bagai matriks stabil yaitu jika semuaλ eigenvalue riil bernilai negatif (Re(λ)<0) dan suatu matriksAnonnegative konvergen jika spektral radius dari Alebih kecil dari 1 (ρ(A) < 1) (Plemmons 1979 ). Hubungan antara matriks stabil dengan matriks konvergen diperlihatkan oleh (Stein 1965) dan (Taussky 1964) melalui transformasi Cayley. Tetapi bukti yang diberikan relatif abstrak.
Asehingga B =C(−A).
Untuk suatu matriks hermitianAberukurann×n dan vektorx6= 0 sehing-ga dapat dibentuk x∗Ax bernilai positip makaA disebut matriks definit positip. Matriks definit positip mempunyai sifat yang sama dengan P−matriks, yaitu se-mua minor utama dan setiap eigenvaluenya positip. Matriks definit positip ter-masuk dalam kelasP−matriks (Plemmons 1979).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam tulisan ini timbul permasalahan, yaitu :
1. Untuk matriks A sebarang, syarat apa yang diberikan agar dapat dibuat transformasi Cayley C(A)?
2. Untuk A berupa P−matriks maka transformasi Cayley C(A) well-defined. Apakah I+C(A) dan I− C(A) juga berupa P-matriks?
3. Apakah dapat diperoleh karakteristik dari P−matriks melalui transformasi Cayley?
4. Untuk Amatriks definit positip, sifat apa yang dapat diberikan oleh trans-formasi Cayleynya?
1.3 Tinjauan Pustaka
Suatu matriksAberukurann×n dikatakanP−matriks jika setiap minor utama dari A positip. Suatu matriks hermitian A berukuran n×n dan vektor x 6= 0 sehingga dapat dibentuk x∗Ax bernilai positip maka A disebut matriks definit positip. Matriks definit positip termasuk dalam kelasP−matriks.
Untuk Aberupa P−matriks, pernyataan berikut ekivalen :
1. Semua minor utama Apositip.
2. Setiap minor utama dari semua submatriks utama Apositip.
3. Untuk x6= 0 ada suatu matriks diagonal positip D sehingga xtADx>0.
3
5. Setiap x6= 0 dengan y=Ax maka adai sehingga xiyi >0.
6. Untuk semua matriks signature S (S adalah matriks diagonal dengan entri diagonal ±1) adax >>0 sehingga SASx>> 0 (Plemmons 1979).
Untuk Aberupa definit positip, pernyataan berikut ekivalen :
1. Semua eigenvalue dari Apositip. 2. Leading minor utamaA positip.
3. Semua minor utama Apositip (Meyer 2000).
Himpunan matriks r(A,B) ={C|C =TA+ (I −T)B,T =diag(t1, t2, ..., tn),
ti ∈[0,1]}adalah kombinasi konveks bebas dari matriks riilAdanB yang berupa
matriks nonsingular jika dan hanya jikaBA−1 adalahP-matriks. Kajian ini mem-perbaiki suatu teorema P-matriks yang dibuktikan oleh (Rohn 1989) dan (Rohn 1991) dalam bentuk matriks interval yang bersifat nonsingular. Rohn juga merli-hatkan setiapP−matriks yang entri-entrinya atas himpunan bilangan riil memu-at gambaranBA−1 dengan sifat-sifatnya. Hasil ini hanya sebagian yang berlaku untukP−matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks sehingga dida-pat karakterisasi dariP-matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks dalam bentuk partisi-partisi blok (Johnson 1995). Diberikan syarat perlu dan cukup untuk suatu matriks riil menjadi P-matriks berdasarkan spektral radius riil dan sifat matriks interval (Rump 2003).
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari tulisan ini adalah
1. Untuk C(A) = F transformasi Cayley dari A akan diperlihatkan (I +F) dan (I −F) mempunyai kelas yang sama dengan A sehingga A dapat di-faktorisasikan menjadi A= (I+F)−1(I−F).
1.5 Metodologi Penelitian
Tulisan ini bersifat literatur dan kepustakaan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan kembali beberapa kelas dari matriks positip.
2. Menuliskan kembali teorema-teorema dasar yang akan digunakan dalam pem-bahasan.
3. Mencari hubungan matriks sebarang dengan transformasi Cayley.
4. Mencari hubungan kelas-kelas matriks positip yang dituju dengan trans-formasi Cayley.
5. Untuk faktorisasiA=X−1Y untukX danY bersifat tertentu, akan diper-lihatkan bahwa X−1 dan Y mempunyai kelas yang sama dengan A.
6. Mencari eigenvalue riil lebih fix dari suatuP−matriks dengan menggunakan interpretasi setiap eigenvalue riil positip.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya.
2.1 Matriks
Matriks adalah susunan elemen-elemen yang disusun menurut baris dan kolom se-hingga berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar menunjukkan banyak baris dan banyak kolom. Matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks berukuranm×n. Matriks yang memiliki banyak baris dan banyak kolom sama disebut matriks bujur sangkar.
Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:
A=
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n
... ... ... ... an1 an2 · · · ann
← baris ke − i
↑ kolom ke − j
Elemen yang menempati baris ke-i dan kolom ke-j disebut entri (i, j) dan ditulis sebagai A = [aij]. Matriks yang terdiri dari 1 baris dan n kolom ditulis 1×n
disebut dengan matriks baris atau vektor baris dan yang terdiri atasn baris dan 1 kolom disebut matriks kolom atau vektor kolom.
2.2 Perkalian Matriks
Definisi 2.2.1Diberikan matriks A= [aij]berukuran n×pdan matriks B= [ij]
yang berukuran n×n. Anggap perkalian matriks AB sebagai matriks C = [cij]
didefinisikan sebagai :
cij =ai1b1j +ai2b2j+...+aipbpj
Perkalian A dan B terdefinisi hanya jika banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B.
2.3 Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan
Pada dasarnya eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan digunakan dalam men-cari solusi persamaan linier. Tetapi dalam tulisan ini eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan digunakan dalam aturan perkalian determinan.
Definisi 2.3.1 Operasi berikut disebut dengan operasi baris elementer, antara lain (1)Pertukaran dua baris.
(2)Perkalian suatu baris dengan skalar tak nol.
(3)Penjumlahan baris yang dikalikan dengan skalar tak nol dengan baris yang lain.
Definisi 2.3.2 Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eshelon baris (dan akan disebut row-echelon form atau ref ) bila memenuhi hal-hal berikut :
(1)Jika suatu baris tidak terdapat entri nol, maka entri tak nol pertama baris tersebut adalah 1 (entri 1 ini disebut sebagai leading entry atau pivot).
(2)Jika terdapat baris yang semua entrinya nol maka baris tersebut diletakkan dibagian bawah matriks.
(3)Setiap leading entri 1 terletak disebelah kanan leading entri 1 yang terletak di bagian atas.
Definisi 2.3.3 Row-echelon form dikatakan reduced row-echelon form atau rref jika memenuhi kondisi row-echelon form dengan setiap kolom terdiri atas leading
7
2.4 Determinan
Diberikan sutu matriksA berukuran 2×2 sebagai berikut :
A= a b c d
!
Skalar ad−bc disebut determinan dari A yang dinotasikan dengan det(A) atau |A|. Determinan matriks adalah berupa skalar yang hanya terdefinisi untuk matriks bujur sangkar.
Berikut diberikan definisi determinan secara umum.
Definisi 2.4.1 Diberikan matriksA= [aij] berukuran n×n dan determinan dari
Adinyatakan dengan skalar yaitu sebagai berikut det(A) =P
p
σ(p)a1p1a2p2...anpn
penjumlahan dilakukan sampai n! permutasi p = (p1, p2, ..., pn) dari (1,2, ..., n).
Setiap a1p1a2p2...anpn memuat tepat satu entri dari setiap baris dan setiap kolom
dari A. Jika σ(p) = +1 dikatakan permutasi genap yaitu jumlah inversi seluruh-nya adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan σ(p) =−1 dikatakan permutasi ganjil yaitu jumlah inversi seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
Contoh 1 : Diberikan matriks
A=
1 2 3
4 5 6
7 8 9
Carilah det(A) dengan menggunakan Definisi determinan. Jawab:
p= (p1, p2, p3) σ(p) a1p1a2p2...anpn
(1,2,3) + 1×5×9 = 45
(1,3,2) - 1×6×8 = 48
(2,1,3) - 2×4×9 = 72
(2,3,1) + 2×6×7 = 84
(3,1,2) + 3×4×8 = 96
(3,2,1) - 3×5×7 = 105 Sehingga diperoleh:
det(A) = P
p
σ(p)a1p1a2p2...anpn = 45−48−72 + 84 + 96−105 = 0.
Untuk matriksAberukurann×n dengan det(A) = 0 maka matriks Adikatakan singular, selain itu dikatakan nonsingular.
Berikut diberikan beberapa sifat-sifat dari determinan :
Teorema 2.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, dan berlaku det (AB) =det(A) det (B).
Bukti.
Asumsikan satu dari matriks A atau B mempunyai det = 0, berakibat det(A) det(B) = 0. Jika det(B) = 0 maka Bx = 0, untuk x 6= 0. Persamaan ini mempunyai tak berhingga banyaknya solusi. Kalikan Bx = 0 dengan matriks A di ruas kiri sehingga ABx = 0 menunjukkan bahwa perkalian matriks AB tidak invertible. Oleh karena itu dipenuhi det(AB) = det(A) det(B). Jika det(B) 6= 0 dan det(A) = 0, maka ada suatu vektor y 6= 0 memenuhi per-samaan Ay = 0. Ambil x = B−1y maka ABx = Ay. Karena Ay = 0 berar-ti perkalian matriks AB tidak invertible. Asumsikan matriks A dan B berupa matriks invertible berakibat C = AB adalah invertible. Dengan cara reduced row-echelon form (rref) didapat rref(A) = rref(B) = I. Denngan menggunakan matriks elementerI = rref(A) =E1E2...EkA−1 danI = rref(B) =F1F2...FlB−1.
Maka A B = E1E2...EkF1F2...Fl. Karena det(EX) = det(E) det(X) untuk E
matriks elementer danX sebarang matriks bujur sangkar. Sehingga diperoleh : det(A) = det(E1) det(E2)...det(Ek) dan det(B) = det(F1) det(F2)...det(Fk). Jadi
9
Teorema 2.2 Diberikan matriks A berukuran n×n non-singular. Untuk matriksc dan d berukuran n×1, pernyataan berikut dipenuhi : (1) det(I+cdt) = 1 +dtc
(2) det(A+ cdt) = det(A)(1 +dtA−1c)
Bukti.
(1) Dengan mengaplikasikan perkalian matriks berikut diperoleh
I 0 dt 1
!
I +cdt c
0 1
!
I 0
−dt 1 !
= I c
0 1 +dtc !
Apabila dideterminankan matriks ruas kiri dan kanan diperoleh : I 0 dt 1
I +cdt c
0 1 I 0
−dt 1 = I c
0 1 +dtc sehingga didapat:
det(I) det(I+cdt) det (I) = detI(1 +dtc) 1× det(I+cdt)×1 = (1 +dtc) det(I) atau det(I+cdt) = 1 +dtc.
(2) Dari bentuk matriks A+cdt = A(I +A−1cdt). Karena untuk sebarang matriksAdanB berukurann×n berlaku det(AB) = det (A) det (B), sehingga
det(A+cdt) = det (A) det (I +A−1cdt)
= det (A)(1 +dtA−1c) Contoh 2 : Diberikan matriks
A=
1 +λ1 1 ... 1
1 1 +λ2 ... 1
... ... . .. ...
1 1 . . . 1 +λn
Untuk λi 6= 0, tentukanlah det (A).
Solusi :
Anggap bentuk matriksA=D+eet, dengan D =diag(λ1, λ2, ..., λn)
dan et= (1 1...1), sehingga
det (D+eet) = det (D)(1 +etD−1e) =
Himpunan yang beranggotakan matriks berukurann×natas lapangan dino-tasikan denganMn(F). Salah satu contoh himpunan matriks atas lapangan adalah
matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks (C) dan matriks yang
en-trinya atas himpunan bilangan riil (R), dengan kata lain
Mn(F) ={An×n|A= [aij], aij ∈F, i, j = 1,2, ..., n}
Untuk suatu A matriks berukuran m×n yang entrinya atas himpunan bi-langan kompleks atauA∈Mm×n(C) denganα⊆ {1,2, ..., m}danβ ⊆ {1,2, ..., n},
dapat dibuat matriks baru dengan indeksαmenyatakan baris dan indeksβ meny-atakan kolom sehingga [α, β] ditentukan dari baris α dan kolom β yang saling bersesuaian atau saling berpotongan. Matriks baru yang terbentuk ini disebut submatriks dariAyang dinotasikan dengan A[α, β].
Contoh 3 : Diberikan matriks
A=
1 i i+1
i 3 -i
1-i -i 4
jika α = {1,3} dan β = {1,2,3} maka α = {1,3} menyatakan baris dan β = {1,2,3} menyatakan kolom sehingga dari baris α dan kolom β yang saling berpotongan diperoleh submatriks berikut :
A[α, β] =
1 i 1 +i
i 3 −i
1−i -i 4
[{1,3},{1,2,3}] = 1 i 1 +i 1−i -i 4
!
Jikaα =βmakaA[α, β] =A[α], submatriksA[α] disebut submatriks utama dari A. Determinan dari submatriks utama A disebut minor utama A.
Dari contoh di atas untuk α=β ={1,3}diperoleh :
A[α] =
1 i 1 +i
i 3 −i
1−i -i 4
[{1,3}] = 1 1 +i
1−i 4
11
2.5 Invers Matriks
Suatu matriksAmempunyai invers atau tidak mempunyai invers dapat dilakukan dengan memperlihatkan determinan dari matriks A tersebut tidak nol. Dengan kata lain det(A)6= 0 berarti matriksAinvertible.
Definisi 2.5.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, sehingga berlaku AB = BA = I, maka A dikatakan invertibel atau nonsingular dan B dikatakan invers dari A. Karena A adalah invers dari A maka B = A−1. Jadi AA−1 = A−1A=I.
Sifat-sifat dari invers matriks diberikan pada teorema-teorema berikut ini :
Teorema 2.3 Untuk matriks A dan B berukuran n ×n non-singular maka di-peroleh :
(1) (A−1)−1 =A
(2) Perkalian AB juga nonsingular dan (AB)−1 =B−1A−1
(3) (A−1)t = (At)−1
Bukti.
(1) Dari Definisi, A−1 adalah invers dari A sehingga A−1A=AA−1 =I. Ber-akibat (A−1)−1 adalah invers dari A−1 sehingga A−1(A−1)−1 =I . Karena
A−1(A−1)−1 =A−1A=I
n maka (A−1)−1 =A.
(2) Anggap X = B−1A−1 dan menunjukkan bahwa (AB)X = In. Diperoleh (AB)X = (AB)B−1A−1 =A(BB−1)A−1 =A(In)A−1 =AA−1 =In.
(3) Anggap X = (A−1)t dan menunjukkan bahwa AtX =I n.
Dengan membentukAtX =At(A−1)t = (A−1A)t=I
nt=In. Oleh karena
itu,(At)−1 =X = (A−1)t.
Bukti.
KarenaAA−1 =In, jika dideterminankan ruas kiri dan kanan maka det(A A−1) = det (In). Dari sifat determinan diperoleh det(AA−1) = det(A) det (A−1). Karena det(In) = 1 berakibat det(A) det (A−1) = 1. Kemudian bagi kedua sisi dengan det(A), maka det(A−1) = 1/det(A).
Perkalian dua matriks yang berukuran sama biasanya tidak komutatif. Tetapi pernyataan berikut selalu memperlihatkan sifat komutatif berlaku.
Teorema 2.5 JikaA adalah matriks berukuran n×n sedemikian hingga matriks (I−A) non-singular maka A(I−A)−1 = (I−A)−1A.
Bukti. Untuk matriksAyang berukurann×nsedemikian hingga matriks (I−A) nonsingular berarti (I −A)−1 ada.
Akan ditunjukkan bahwa : A(I −A) = (I −A)A A(I −A) =AI −AA
=I A−A A = (I −A)A
KarenaA(I−A) = (I−A)Amaka dengan mengalikan kedua persamaan di sebe-lah kanan dengan (I−A)−1 diperolehA= (I−A)A(I−A)−1. Kalikan kembali
kedua persamaan di sebelah kiri dengan (I−A)−1 dan diperoleh (I−A)−1A=
A(I−A)−1.
2.6 Matriks Uniter dan Hermite
Untuk suatu matriks dengan entri berupa bilangan kompleks ataua+bi memiliki sekawan atau konjugat a+bi = a−bi maka suatu matriks A memiliki sekawan dinotasikan dengan A dan transpos sekawan yang didefinisikan sebagai berikut :
13
Contoh 4 :Diberikan matriks
A= 1 +i −i 0 2 3−2i i
!
sehingga transpos sekawan Adiperoleh sebagai berikut :
A= 1−i i 0 2 3 + 2i −i
!
Definisi 2.6.1 Suatu matriks bujur sangkarAdengan entri-entri berupa bilangan kompleks dikatakan uniter jika A−1 =A∗ atau berlaku sifat AA∗ =A∗A=I.
Definisi 2.6.2 Matriks bujur sangkar Adengan entri-entri berupa bilangan kom-pleks dikatakan hermite jikaA=A∗.
Contoh 5 : Diberikan matriks
A=
1 i 1 +i
−i −5 2−i 1−i 2 +i 3
diperoleh sekawan atau konjugat Asebagai berikut :
A=
1 −i 1−i
i −5 2 +i
1 +i 2−i 3
sehingga diperoleh :
A∗ =At =
1 i 1 +i
−i −5 2−i 1−i 2 +i 3
yang berarti bahwaA adalah hermite.
2.7 Matriks Similar atau Serupa
Dalam teori matriks ada yang dikenal dengan matriks similar. Suatu matriks A dikatakan similar dengan Bjika dan hanya jika matriks Adan B similar.
Definisi 2.7.1 Diberikan matriks A dan B berupa matriks bujur sangkar, ma-ka disebut bahwa B similar dengan A jika terdapat suatu matriks R yang dapat diinvertible sehingga A=R−1BR
Dari Definisi persamaan A=R−1BR dapat juga ditulisB=RAR−1 atau B= (R−1)−1AR−1. Dengan mengasumsikan Q = R−1 maka diperoleh B = Q−1AQ
yang menyatkan bahwaAsimilar dengan B. Contoh 6 : Diberikan matriks
A= 1 1 −2 4
!
Tentukanlah matriks similar dariA. Jawab:
Anggap λ eigenvalue dari matriks A yang bersesuaian dengan vektor x 6= 0 memenuhi persamaan Ax = λx atau (A −λI)x = 0. Karena x 6= 0 maka (A−λI) = 0 adalah singular yaitu det(A−λI) = 0.
|(A−λI)|=
1−λ 1
−2 4−λ
= (1−λ)(4−λ) + 2 =λ2−5λ+ 6 = 0.
atau (λ−2)(λ−3) = 0, diperoleh λ1 = 2 danλ2 = 3.
Untuk λ1 = 2 maka dari persamaan (A−λ)x= 0 diperoleh :
(A−2I)x= −1 1 −2 2 ! x1 x2 ! = 0 0 !
Dari persamaan tersebut diperoleh x1 =x2.
Ambilx1 = 1 maka X1 =
x1 x2 ! = 1 1 !
15
(A−3I)x= −2 1 −2 1 ! x1 x2 ! = 0 0 !
Dari persamaan tersebut diperoleh x2 = 2x1.
Ambilx1 = 1 maka X2 =
x1 x2 ! = 1 2 !
Sehingga diperoleh suatu matriksR = X1 X2
= 1 1
1 2 !
MakaR−1AR = 2 −1 −1 1 ! 1 1 −2 4 ! 1 1 1 2 !
= 2 0
0 3 !
=B
Jadi A= 1 1
−2 4 !
similar dengan B= 2 0 0 3
! .
Teorema 2.6 Jika matriks bujur sangkar A dan B adalah similar maka matriks Adan B mempunyai eigenvalue yang sama.
Bukti :
Dari diketahui matriks A similar dengan matriks B maka ada suatu matriks in-vertibel R sedemikian hingga B = R−1AR. Kemudian dicari eigenvalue dari kedua sisi persamaan dan diperoleh :
det(B−λI) = det(R−1AR−λI) dengan memanipulasi persamaan diperoeh : det(B−λI) = det (R−1AR−R−1(λI)R) = det(R−1(AR−(λI)R)) = det(R−1(A− λI)R) = det(R−1) det(A−λI) det(R) = det(A−λI).
2.8 Spektrum dan Radius Spektral
Definisi 2.6.1 Untuk suatu matriks A berukuran n × n, persamaan matriks Ax=λx dengan λ skalar disebut eigenvalue dari A dan xn×1 6= 0 disebut
di-peroleh hubungan sebagai berikut:
λ∈σ(A)⇔(A−λI)singular⇔det(A−λI) = 0 Contoh 7 : Diberikan matriks
A= 2 −2i
i 3
!
maka det (A−λI) = 0 diperoleh :λ1 = 1 dan λ2 = 4
sehingga spektrum dariAatau σ(A) = {λ1, λ2}={1,4}
Melalui konsep spektrum matriks dapat dicari determinan matriks tersebut. Hal ini dinyatakan melalui teorema berikut.
Teorema 2.7 Untuk matriksA berukuran n×n.
Jikaλ1, λ2, ..., λn eigenvalue-eigenvalue dari A maka det (A) =λ1.λ2...λn.
Bukti.
Anggap matriksAsimilar dengan suatu matriks diagonalD=diag{λ1, λ2, ..., λn}
sehinggaAdapat dinyatakan menjadiA=R−1DRuntukRadalah suatu matriks invertibel. Kemudian kedua sisi dideterminankan dan diperoleh det(A) = det(R−1DR). Dari sifat determinan berakibat
det(A) = det(R−1) det(D) det(R) = 1/det(R) det(A) det(R) atau detA= det(D) =λ1λ2...λn=
n
Q
i=1
λi.
Teorema 2.8 Diberikan suatu matriks bujur sangkar Anonsingular dan λ suatu eigenvalue dari A maka 1/λ eigenvalue dari A−1.
17
Teorema 2.9 Diberikan suatu matriks A berukuran n ×n, untuk λ eigenvalue dari A dan x vektor tak nol. Jika λ6=−1 maka matriks (I+A) invertible untuk I matriks identitas berukuran n×n.
Bukti. Asumsikan matriks (I +A) tidak invertible berarti det(I + A) = 0. Untuk x vektor tak nol dapat dipenuhi persamaan (I+A)x= 0 atau Ax =−x yang bersesuaian dengan persamaan Ax= λx, skalar λ eigenvalue dari A. Dari persamaan tersebut, berarti λ =−1. Jadi dipenuhi untuk λ 6= −1 maka matriks (I+A) invertible.
Dari konsep spektrum matriksAyang berukurann×ndiperoleh eigenvalue-eigenvalue yang berbeda . Jika eigenvalue-eigenvalue-eigenvalue-eigenvalue ini didefinisikan nilai modulus-nya dan dipilih yang terbesar, maka nilai modulus eigenvalue yang terbesar disebut sebagai radius spektral dariA dan dinotasikan dengan ρ(A). Atau ditulis
ρ(A) = max
λ∈σ(A){|λ|}
2.9 Kelas-kelas Matriks yang Bersifat Positip
Berikut ini diberikan kelas dari matriks yang semua eigenvalue dan semua minor utamanya selalu positip.
2.9.1 P-matriks.
Definisi 2.9.1 Matriks berukuran n×n dikatakan P-matriks jika semua minor utama matriks A positip.
Contoh 7 : Diberikan suatu matriks :
A=
1 i 1 +i
i 3 −i
1−i -i 4
minor utama dari matriksAadalah positif, yakni
• Ada 3 minor utama berorde 1 dari matriks A:
|A[{1}]|= 1
= 1, A|[{2}]|= 3
= 3, A|[{3}]|= 4 = 4
• Ada 3 minor utama berorde 2 dari matriks A:
|A[{1,2}]|= 1 i i 3
= 3 + 1 = 4
|A[{1,3}]|=
1 1 +i
1−i 4
= 4−2 = 2
|A[{2,3}]|=
3 −i
−i 4
= 12 + 1 = 13
• Ada 1 minor utama berorde 3 dari matriks A :
|A[{1,2,3}]|=
1 i 1 +i
i 3 −i
1−i −i 4
= 13
Untuk matriks A ∈ Mn(C) yang berbentuk P-matriks diperoleh karakteristik
berikut:
Teorema 2.10 Sebarang submatriks utama dari P-matriks adalah P-matriks.
Bukti. Ambil β ⊆ {1,2,3, ..., n} sebarang. Dibentuk A[β] submatriks utama dari A. Ambil β1 ⊆ β sebarang dan bentuk A[β1] submatriks utama dari A[β]
berarti A[β1] juga submatriks utama dari A. Karena A berupa P-matriks maka
det(A[β1]) > 0. Dari β1 ⊆ β sebarang dengan det(A[β1]) > 0 berarti A[β] atau
19
Teorema 2.11 Untuk matriksA∈Mn(R)diperoleh pernyataan berikut ekivalen:
(1) A berbentuk P-matriks.
(2) semua minor utama matriks A positip.
(3) Semua eigenvalue riil dari submatriks utama A positip.
Bukti.
(1)⇒(2) Dari Definisi diperoleh bahwa untuk A berbentuk P-matriks berarti se-mua minor utama dari matriks Aadalah positip.
(2)⇒(3) Karena semua minor utama dariApositip berartiAberupa P−matriks. Ambil A[α] submatriks utama dari A untuk α ⊆ {1,2, ..., n} sebarang. Karena A[α] berupa P−matriks berarti A[α] >0. Ambil λ ∈σ(A[α]) sebarang. Untuk x vektor taknol, bentuk A[α]x = λx atau x∗A[α]x = x∗λx. Karena perkalian x∗ dan xnilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya yang selalu berni-lai positip yaitu (a+bi)×(a−bi) = a2 +b2 benilai positip sehingga diperoleh
λ=x∗A[α]x/x∗x>0.
(3)⇒(1) Untuk A[α] sebarang submatriks utama dari A dan λ ∈ σ(B[α]) se-barang denganλ >0. Berarti untuk setiap eigenvalue dariAbernilai positip, dan untuk setiap eigenvalue dariA[α] juga positip. Akibatnya det A[α]>0, sehingga Aberupa P−matriks.
2.9.2 Matriks Definit Positip.
Suatu matriksA berukurann×n disebut definit positip jika dipenuhix∗Ax>0 untuk semua x6= 0 dan x∈Cn×1 denganx∗ =xt.
Contoh 9 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks
x=
−2i 4 −1 +i
, A=
5 −1 3
−1 2 −2
3 −2 3
x∗A x= 2i 4 −1−i
5 −1 3
−1 2 −2
3 −2 3
−2i 4 −1 +i
= 54>0.
Berikut diberikan beberapa karakterisasi dari matriks definit positip :
Teorema 2.12 Sebarang submatriks utama dari suatu matriks definit positip meru-pakan matriks definit positip.
Bukti. Ambil β ⊆ {1,2, .., n} sebarang. Bentuk A[β] submatriks utama dari A dan detA[β] adalah minor utama dari A. Ambilx∈Cn×1 vektor tak nol dengan
entri sebarang danx[β] menyatakan vektor yang diperoleh darixyang bersesuaian denganβ diperoleh :
x[β]∗A[β]x[β] =x∗A x>0 Karenax[β]6= 0 sebarang, berarti A[β] definit positip. Contoh 10 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks
x= −2i 4 −1 +i
, A=
5 −1 3
−1 2 −2
3 −2 3
Ambilβ ={1,3}maka diperoleh vektor baru dan submatriks dari dari Asebagai berikut :
x[{1,3}] = −2i −1 +i
!
, A[{1,3}] = 5 3
3 3
!
dan x∗[{1,3}] = 2i −1−i Sehingga diperoleh berikut ini :
x∗[{1,3}]A[{1,3}]x[{1,3}] = 2i −1−i
5 3
3 3
! −2i −1 +i
!
= 14 >0.
21
Bukti. Untuk A berupa matriks definit positip dan λ ∈ σ(A), anggap x suatu eigenvektor dariA yang bersesuaian denganλ sehingga diperoleh :
x∗Ax=x∗λx=λx∗x
Karena perkalianx∗ danx nilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya yang selalu bernilai positip yaitu (a+bi)×(a−bi) =a2+b2 benilai positip oleh
karena itu,λ =x∗Ax/ x∗x bernilai positip karena merupakan perbandingan dua bilangan positip.
2.10 Transformasi Cayley
Suatu fungsiCyang didefinisikan atasMn(C) dan bernilai diMn(C), yaitu: suatu
matriks bujur sangkar A atas himpunan bilangan kompleks sedemikian hingga dapat dibuat matriks (I +A) invertible sehingga dapat dibentuk matriks baru C(A) = (I+A)−1(I−A) juga atas himpunan bilangan kompleks. MatriksC(A)
seperti ini disebut sebagai transformasi Cayley pada matriksA. Contoh 11 : Diberikan matriks
A= 1 i i 3
!
Diperoleh :
(I +A) = 2 i i 4
!
⇒ (I +A)−1 = 4 9 − 1 9i −1 9i 2 9 !
(I −A) = 0 −i
−i −2 !
Maka Transformasi Cayley dari matriksAadalah:
(I +A)−1(I −A) = 4 9 − 1 9i −1 9i 2 9 ! 0 −i −i −2 ! = − 1 9 − 2 9i −2 9i −
5 9
!
Transformasi Cayley untuk suatu matriks berukuran n × n pertama kali diperkenalkan oleh Cayley, melalui matriks skew-hermite. Matriks A ∈ Mn(C)
ter-dapat suatu matriks kompleksU berukuran sama sehingga dari Definisi berlaku U∗U =UU∗ =In.
Hubungan matriks skew-hermit dengan transformasi cayley diperlihatkan pa-da pernyataan berikut ini.
Teorema 2.14 JikaAmatriks skew-hermit maka transformasi CayleyC(A)uniter.
Bukti. UntukAmatriks skew-hermit dan dapat dibuat matriks (I+A) invertible sedemikian hingga dapat dibentuk transformasi cayleyC(A) = (I +A)−1(I −A).
Dari Teorema 2.5 dengan mengganti matriks A dengan matriks −A, diperoleh A(I +A)−1 = (I +A)−1A, sehingga (I −A)(I +A)−1 = (I +A)−1−A(I +
A)−1 = (I +A)−1(I −A). Bentuk matriks U = (I +A)−1(I −A), berarti
U∗ = (I −A)∗(I +A)−1∗.
Sehingga untukA matriks skew-hermit, diperoleh perkalian matriks U∗U = (I −A)∗(I +A)−1∗(I +A)−1(I −A)
= (I −A)∗(I +A)∗−1(I +A)−1(I −A)
= (I +A)(I −A)−1(I +A)−1(I −A)
= (I +A)(I −A)−1(I −A)(I +A)−1 = (I +A)(I +A)−1 =I n
Dua pernyataan berikut merupakan pernyataan dasar yang berkenaan dengan transformasi Cayley.
Lemma 2.15 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn(C) sedemikian hingga −1 ∈/
σ(A). Maka A=C(F) = (I+F)−1(I−F), untuk F=C(A).
Bukti. Karena −1 ∈/ σ(A) maka matriks (I +A) non-singular artinya (I +A) invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F se-hinggaF = (I +A)−1(I −A) dan (I+F) bukan matriks nol. Untuk persamaan
23
suatu kontradiksi. Jadi, harusnya −1 ∈/ σ(F) akibatnya (I +F) invertible dan diperolehA= (I −F)(I +F)−1 = (I +F)−1(I −F).
Lemma 2.16 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn(C) sedemikian hingga −1 ∈/
σ(A) dan F = C(A). Maka (I +F) = 2(I +F)−1 dalam penjumlahan, dan
jika Aadalah invertible maka I−F= 2(I+A−1)−1.
Bukti. Karena −1 ∈/ σ(A) maka matriks (I +A) non-singular artinya (I +A) invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F, sehingga F = (I +A)−1(I −A). Diperoleh I +F =I + (I +A)−1(I −A) =
2(I+A)−1, dengan cara yang samaI−F =I+(I+A)−1(I−A) = 2(I+A)−1A.
PEMBAHASAN
Pada Bab 2 telah dibicarakan tentang transformasi Cayley C untuk matriks se-barang berukuran n ×n dengan syarat eigenvalue dari matriks tersebut tidak sama dengan -1. Tetapi ada kelas dari matriks yang selalu mempunyai eigenvalue positip, yaituP−matriks.
Berikut ini diberikan transformasi Cayley dari kelas-kelas matriks yang memiliki sifat-sifat positip.
3.1 Transformasi Cayley dari P-matriks
Pada sub bab ini dibicarakan hubungan antaraP-matriks dan transformasi Cayley Suatu matriksAatas himpunan bilangan kompleksCyang berbentukP-matriks,
berarti semua minor utama dariApositip, akibatnyaAnon-singular. Oleh karena itu dapat diperoleh matriks (I +A) juga non-singular sehingga dapat dibuat transformasi CayleyC(A). UntukC(A) = F makaA= (I+F)−1(I−F), artinya
Adapat difaktorisasi menjadi bentuk dari dua perkalian matriks (I +F)−1 dan
(I −F).
Berikut ini diperlihatkan masing-masing faktorisasi (I +F)−1 dan (I −F)
berupa P-matriks.
Teorema 3.1 DiberikanA∈Mn(C) suatu P-matriks, maka :
(1) F=C(A) well-defined (2) A= (I+F)−1(I−F)
25
Bukti.
(1) Karena A berupa P-matriks maka −1 ∈/ σ(A) sehingga det(I +A) 6= 0 artinya (I +A) invertible. Sehingga C(A) well-defined.
(2) C(A) = (I +A)−1(I −A)
Anggap C(A) = F makaF = (I +A)−1(I −A) dan (I +F) bukan matriks
nol karena I + F = 2(I + A)−1 berupa matriks yang invertibel. Untuk
persamaanFx=λx, denganx6= 0 danλ=−1 maka diperoleh (I+F)x= 0 artinya x = 0, suatu kontradiksi. Jadi, harusnya −1 ∈/ σ(F) akibatnya (I+F) invertible dan diperolehA= (I−F)(I +F)−1 = (I+F)−1(I −F).
(3) UntukAberupaP-matriks maka semua minor utamaApositip. Dari Lem-ma 2.14 dan LemLem-ma 2.15 diperoleh I +F = 2(I +A)−1 dan I − F =
2(I +A)−1A. Untuk A berupa P-matriks dengan A[α] submatriks
uta-ma dari A dan α ⊆ {1,2, ..., n} sebarang maka detA[α] > 0 akibatnya det ((I+A)[α])>0 akibatnya det((I+A)[α])−1 >0 dan det2((I+A)[α])−1 >0
positip. Karena (I +F) = 2(I +A)−1 dan (I +A)[α] sebarang submatriks
utama dari I +Amaka (I +F) adalah P-matriks.
Karena A dan (I +A) berupa P−matriks dengan A[α] dan (I +A)[α] masing-masing submatriks utamanya, maka det A[α] > 0 dan det (I + A)[α]>0 akibatnya det(I +A)−1[α]>0. Sehingga det (2(I +A)−1A)[α]>
0. Karena ((I +A)−1A)[α] sebarang submatriks utama dari (I +A)−1A
maka I −F adalah P-matriks.
Kebalikan dari Teorema 3.1 tidak berlaku, yaitu jika (I −F) dan (I +F) adalah P-matriks maka tidak ada jaminan A adalah P-matriks. Hal ini ditunjukkan melalui contoh berikut ini :
Contoh 12 : Diberikan transformasi Cayley
F=
0 1 1.1
−1 0 1
−1 −1 0
Maka:
(I - F)=
1 −1 −1.1
1 1 −1
1 1 1
dan (I+F)−1=
0.4762 −0.5 −0.0238
0 0.5 −0.5
0.4762 0 0.4762
Matriks (I −F) dan (I +F) keduanya adalah P-matriks.
Akan tetapi : A= (I +F)−1(I −F) =
−0.0476 −1 −0.0476
0 0 −1
0.9524 0 −0.04762
Matriks ini bukanlahP-matriks.
Untuk A∈ Mn(C) transformasi Cayley merupakan syarat cukup untuk A
berupaP−matriks. Berikut ini diberikan syarat perlu dan cukup untukP-matriks dengan spektrum kompleks merupakan self konjugatenya yaituσ(A) = σ(A).
Lemma 3.2 Diberikan suatu matriks B ∈ Mn(C) sedemikian hingga σ(B[α]) =
(σB[α]) untuk semua α ⊆ {1,2,3, ..., n}. Maka B adalah P-matriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue rill dari semua submatriks utama B adalah positip.
Bukti. (⇒) Karena B berupa P-matriks berarti semua minor utama dari A positip. Ambil B[α] submatriks utama dari B untuk α ⊆ {1,2, ..., n} sebarang makaB[α] berupa P-matriks berarti B[α]>0. Ambil λ ∈(σ(B[α]) =σ(B[α])) sebarang. Untuk x vektor taknol, bentuk B[α]x = λx atau x∗B[α]x = x∗λx, sehingga diperolehλ =x∗B[α]x/x∗x>0.
(⇐) UntukB[α] sebarang submatriks utama dariB danλ∈(σ(B[α]) =σ(B[α])) sebarang denganλ >0. Maka detB[α] positip, oleh karena ituBberupaP−matriks.
Berdasarkan Lemma 3.2 dan Teorema 3.1 dikatakan bahwa untuk matriks
Aberupa P-matriks maka matriks (I +F)−1 jugaP-matriks yang berarti semua
27
Pernyataan berikut memberikan syarat kuat untuk eigenvalue rill submatriks uta-ma (I +F)−1 menjadi suatuP-matriks.
Teorema 3.3 Diberikan suatu matriksA∈Mn(C) sedemikian hinggaσ(A[α]) =
(σA[α]) untuk semua α ⊆ {1,2,3, ..., n} dan −1 ∈/ σ(A). Maka A berupa P -matriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue rill dari semua sub-matriks utama
(I+F)−1 lebih besar dari 1/2.
Bukti. Karena -1 ∈/ σ(A) dan F = C(A), maka menurut Lemma 2.15 A = 2(I +F)−1−I. Karenaσ(A[λ]) =σ(A[λ]), maka menurut Lemma 3.2 untuk A
berbentukP-matriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue riil dari setiap subma-triks utamaApositip. Berarti untukA= 2(I +F)−1−I berupa P-matriks jika
dan hanya jika setiap eigenvalue riil dari submatriks utama (I +F)−1 lebih besar
dari 1/2.
Contoh 13 : Diberikan transformasi Cayley
F=
0 1 1.1
−1 0 1
−1 −1 0
Diperoleh : (I +F)−1=
0.4762 −0.5 −0.0238
0 0.5 −0.5
0.4762 0 0.4762
adalahP-matriks
Untuk submatriks utama dari matriks (I +F)−1 berukuran 2x2 :
(I +F)−1(1,2) = 0.4762 −0.5
0 0.5
!
⇒ |(I +F)−1(1,2)−λI|= 0 diperoleh λ
1 = 0.4762 dan λ2 = 0.5
Artinya ada eigenvalue dari submatriks utama yang berukuran 2x2 bernilai 1/2. Jadi matriks (I+F)−1 tidak memenuhi kriteria Teorema 3.3. AkibatnyaAbukan
berupa P-matriks.
Lemma 3.4 Diberikan suatu matriks A∈ Mn(C) sedemikian hingga σ(A[α]) =
hanya jika setiap x6= 0 dengan y=Ax maka ada i sehingga xiyi >0
Bukti.
(⇒) KarenaAberbentukP−matriks maka untuk α⊆ {1,2, ..., n}sebarang A[α] submatriks utama dariAdanλ ∈σ(A[α]) eigenvalue sebarang , berlakuλpositip. Karena A sendiri submatriks utama dari A, maka untuk λ eigenvalue sebarang dari A berlaku λ juga positip. Jadi untuk x 6= 0 dan y = Ax = λx berlaku xty=λxtx. Karena λ >0 dan xtx>0 akibatnya xty=Pn
i=1
xiyi >0. Jika setiap
i= 1,2, ..., n, xiyi ≤0 maka n
P
i=1
xiyi ≤ 0. Jadi jika xty= n
P
i=1
xiyi >0 maka ada
i∈α ⊆ {1,2, ..., n} denganxiyi >0.
(⇐) Ambil sebarang λ ∈σ(A[α]) dengan A[α] submatriks utama dari A. Untuk x 6= 0 dengan y = A[α]x = λx maka xty = λxtx , dan diperoleh λ = xty/xtx.
Dalam hal ini xty= P
i∈α
xiyi. Dari hipotesa berarti ada i ∈ β ⊆ α ⊆ {1,2, ..., n}
dengan P
i∈β
xiyi > 0. Jika β ′
= α\β maka P i∈β′
xiyi > 0 atau P i∈β′
xiyi = 0 atau
P
i∈β′
xiyi <0. Jika
P
i∈β′
xiyi >0 maka xty>0 sehingga λ > 0. Jika
P
i∈β′
xiyi <0
maka xty = P
i∈α
xiyi = P i∈β
xiyi + P i∈β′
xiyi. Jika P i∈β
xiyi > P i∈β′
xiyi maka
P
i∈β
xiyi <2xty sehingga 2 xty>0 atauxty>0 sehingga λ >0.
Berikut ini merupakan karakterisasi dari P-matriks atas himpunan bilangan riil :
Teorema 3.5 Diberikan matriks B,G∈Mn(R).
c(B,G) ={C|C=BT+G(I−T) :T = diag (t1, ..., tn), ti ∈[0,1](1≤i≤n)}
Maka pernyataan berikut ekivalen :
(a) C∈c(B,G) non-singular (b) G−1B berbentuk P-matriks.
Bukti.
29
i= 1,2, ..., n. xiyi ≤0 untuk semuai= 1,2, ..., n berarti
(1). xi ≥0 dan yi ≤0 atau (2). xi ≤0 dan yi ≥0
Jika 0≤ti ≤1 maka 0≤1−ti ≤1 untuk semua i= 1,2, ..., ndan
pada kasus (1) berlaku 0≤(1−ti)xi+yiti ≤xi
pada kasus (2) berlaku 0≤(1−ti)xi+yiti ≤yi
Jadi jika xiyi ≤ 0 untuk semua i = 1,2, ..., n maka dapat diperoleh 0 ≤ ti ≤ 1
sehingga (1−ti)xi+yiti = 0. Anggap T =diag(t1, t2, ..., tn) maka
(I −T)x+yT = 0 atau (I −T)x+G−1BTx= 0
Karenax6= 0 maka G(I −T) +BT = 0 artinyaG(I −T) +B T = 0 singular. (b) (⇒) (a) Karena G−1B berbentuk P−matriks dan T = diag(t1, t2, ..., tn)
denganti ∈[0,1] maka
C =B T+G(I−T) invertible jika dan hanya jika G−1C =G−1B T+(I−T) invertible. Ambil α⊆N ={1,2, ..., n} sebarang makaG−1B(α) submatriks uta-ma dariG−1B denganT danI−T matriks diagonal. AnggapG−1B =D maka diperoleh matriksG−1C = (I −T) +D T yang berukuran n×n.
Akan ditunjukkan G−1C = (I −T) +D T non-singular dengan induksi mate-matika.
Pilih α={1,2, ..., m} ⊆N Untuk λ={1,2}
det ((I−T)+D T([1,2])) = (1−t1)(1−t2)+(1−t1)t2det(D[2])+(1−t2)t1det(D[1])
+t1t2det(D[1,2]).
Asumsikan benar untuk λ={1,2, ..., k}, yaitu
det ((I −T) +D T([1,2, ..., k])) = (1−t1)(1−t2)...(1−tk) + (1−t2)(1−t3)...
(1−tk−1)(1−tk)t1 det(D[1]) + (1−t1)(1−t3)...
(1−tk−2) (1−tk)t2 det(D[2]) +...+ (1−t1)
(1−t2)...(1−tk−1)tkdet(D[k]) +...
det ((I−T) +D T([1,2, ..., k+ 1])) = (1−t1)(1−t2)...(1−tk)(1−tk+1) + (1−t2)
(1−t3)...(1−tk−1)(1−tk)t1 det(D[1]) + (1−t1)
(1−t3)...(1−tk−2) (1−tk)t2 det(D[2]) + ...
+ (1−t1)(1−t2)...(1−tk−1)(1−tk+1)tkdet(D[k])
+(1−t1)(1−t2)(1−t3)...(1−tk−1)(1−tk)tk+1
det(D[k+ 1]) +...+ t1 t2 ... tk det(D[1,2, ..., k])
sehingga dapat diperoleh
det ((I−T)+D T([1,2, ..., m])) = Qm
i=1
(1−ti)+ P α⊆{1,..,m},i /∈α
(1−ti)det((G−1B T)
([α])). Karena ti ∈ [0,1] dan G−1B berupa P−matriks maka det(G−1C) ≥ 0.
Jika ti = 1 untuk beberapa i dan G−1B = P−matriks maka det(G−1C) > 0.
Jika T = I maka C = B sehingga G−1C = G−1B. Karena G−1B berbentuk P−matriks, jadi det (G−1C)>0 artinya C ∈c(B,G) nonsingular.
Berdasarkan hasil di atas, berikut ini diberikan syarat perlu dan cukup untuk P−matriks atas himpunan bilangan riil.
Teorema 3.6 Diberikan matriks A∈Mn(R).
Maka pernyataan berikut ekivalen :
(a) A berupa P-matriks
(b) F=C(A)well-defined dan matriks I−FDmatriks non-singular untuk semua matriks diagonal D= (dii) dengan −1≤dii≤1 (1≤i≤n).
Bukti. Untuk A ∈ Mn(R) dan F = C(A) well-defined jika dan hanya jika
A= (I+F)−1(I−F). AnggapG = (I +F) danB = (I −F) berartiF =C(A)
well-defined jika dan hanya jika A =G−1B. Menurut Teorema 3.5 A = G−1B berupaP-matriks jika dan hanya jikaBT+G(I −T) = I −F(2T−I) nonsin-gular denganT =diag(t1, t2, ..., tn) dan 0≤ti ≤1. Dengan kata lain A=G−1B
31
dengan−1≤2ti−1≤1, atau −1≤dii≤1 untuki= 1,2, ..., n.
3.2 Transformasi Cayley dari Matriks Definit Positip
Teorema 3.7 DiberikanA∈Mn(C). Maka Adefinit positip jika dan hanya jika
F = C(A) well-defined dan masing-masing faktorisasi I +F dan I −F berupa matriks definit positip.
Bukti.
(⇒)Untuk A berupa matriks definit positip maka −1 ∈/ σ(A) sehingga det(I + A) 6= 0 artinya (I +A) nonsingular, yang artinya C(A) well-defined. Anggap C(A) = F dan diperoleh faktorisasi A = (I +F)−1(I −F). Dari Lemma 2.15
diperoleh : I +F = 2(I +A)−1 dan I −F = 2(I +A−1)−1.
UntukAmatriks definit positip denganα ⊆ {1,2, ..., n}danA[α] sebarang subma-triks utama dariAdanx[α]∈x6= 0 makax[α]∗(I+A)[α]x[α] =x∗(I+A)x>0. (⇐) Karena C(A) = F well-define berarti dapat diperoleh faktorisasi A= (I + F)−1(I −F). Karena (I +F) dan I −F berupa matriks definit positip berarti
(I +A)−1 dan (I +A−1) juga matriks definit positip. Karena λ ∈σ(A) berupa
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk A sebarang matriks berukuran n × n, transformasi Cayley dapat dibentuk dengan syarat eigenvalue λ6=−1.
2. Untuk A berupa P−matriks maka transformasi Cayley C(A) well-defined dan diperoleh A= (I+F)−1(I−F) serta masing-masing faktorisasi (I+F)
dan (I−F) berupa P-matriks. Kebalikan pernyataan ini tidak berlaku. 3. KarakterisasiP−matriks melalui transformasi Cayley diperoleh sebagai berikut
(a) Untuk A berupa P−matriks maka (I+F)−1 adalah P−matriks yang
berarti semua eigenvalue rill dari setiap submatriks utama (I+F)−1
positip.
(b) Syarat perlu dan cukup agar (I+F)−1menjadiP−matriks yaituσ(A[α]) =
(σA[α]) untuk semua α ⊆ {1,2,3, ..., n} dan −1 ∈/ σ(A). Maka A berupa P-matriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue rill dari semua submatriks utama (I+F)−1 lebih besar dari 1/2.
(c) Untuk B,G ∈ Mn(R), himpunan matriks {BT+G(I − T) : T =
diag(t1, ..., tn), ti ∈ [0,1],(1 ≤ i ≤ n)} nonsingular jika dan hanya jika
G−1B berupa P−matriks.
4. UntukAberupa matriks definit positip dan termasuk dalam kelasP-matriks, transformasi Cayley C(A) well-defined dan faktorisasi (I+F)−1 dan (I−F)
33
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Mayer, Carl D. 2000. Matrix Analysis and Applied Linear Algebra. Siam.
Stein, P. 1965. On the ranges of two functions of positive definite matrices. J. Algebra, 2: hal.350-353.
Ando, T. 1987. Totally Positive Matrices, Linier Algebra, Appl. 90: hal.165-219. Taussky, O. 1964. Matrices C with Cn→0. J. Algebra, 1: hal.5-10.
Horn, R.A. dan Johnson, C.R. 1985.Matrix Analysis, Cambridge University Press, New York.
Johnson, C.R. dan Tsatsomeros, M.J. Convex Sets of Nonsingular and P-matrices, Linear and Multilinear Algebra , 38(3): hal. 233-239, 1995.
Plemmons, R.J dan Berman, A. 1979. Nonnegative Matrices In The Mathematical Sciences. New York: Academic Press.
Rohn, Jiri.1991. A theorem onP-matrices.Linear and Multilinear Algebra,30: hal. 209 - 211.