• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelangkaan Air: Coping dalam Harmoni (Pengan Masyarakat di Pesisir Timor Tengah Selatan) D 902013004 BAB VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelangkaan Air: Coping dalam Harmoni (Pengan Masyarakat di Pesisir Timor Tengah Selatan) D 902013004 BAB VII"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB

7

Penutup

Kesimpulan

Kelangkaan air telah menjadi sesuatu yang biasa terjadi setiap tahunnya di wilayah TTS. Sebuah pemandangan yang lumrah ketika anak-anak atau orang tua mendorong gerobak atau memikul beberapa jeriken berisi air, karena generasi sebelumnya telah melakukan hal yang sama. Meski dalam kondisi langka air, masyarakat tetap bertahan dengan melakukan adaptasi. Tanaman perkebunan atau pertanian mengandalkan air hujan. Ketika dalam satu tahun curah hujan sangat ringan seperti yang terjadi pada tahun 2014 dan 2015, maka terjadi gagal tanam dan gagal panen. Akar permasalahan masyarakat terletak pada tidak adanya sumber daya air yang kemudian berdampak terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dari hasil penelitian dan mozaik yang dikumpulkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(2)

132

berjalan jauh dengan waktu berjam-jam hanya untuk mendapatkan beberapa liter air kemudian menjadi hal yang biasa karena sudah menjadi pemandangan sehari-hari bahkan setiap generasi juga melakukan hal yang sama. Eksplorasi yang telah dilakukan oleh PDAM menghadapi kendala teknis yaitu seringkali pipa distribusi pecah atau rusak akibat tekanan air dari sumber air Gunung Mutis yang sangat tinggi. Kontur wilayah yang berbukit-bukit merupakan kendala lain dalam melakukan distribusi air ke seluruh masyarakat. Dalam aspek politik, terjadi tarik menarik antara pemerintah dan masyarakat terkait pengelolaan sumur bor yang telah ada, yang berakibat belum dioperasikannya 3 sumur bor di Kecamatan Kualin. Jadi dapat disimpulkan pada kontribusi teori pertama yaitu bahwa Kabupaten TTS tidak mengalami kelangkaan air namun tertutupnya akses terhadap sumber daya air (kelangkaan ekonomi), permasalahan manajerial, dan politik. Persoalan mendasar yang terjadi disebabkan oleh; a) sebaran air tanah yang tidak terkonsentrasi di satu wilayah namun tersebar, mengakibatkan sulitnya eksplorasi; b) kontur wilayah berbukit-bukit sehingga tidak dapat dilakukan distribusi air secara tersentral; c) lemahnya pengelolaan dan terbatasnya infrastruktur penyedia air untuk konsumsi dan pertanian; dan d) kebijakan pemerintah daerah belum memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat.

(3)

terjadinya konflik. Namun teori Homer-Dixon dan Gleick ini tidak terbukti terjadi dalam konteks permasalahan kelangkaan air di Kabupaten TTS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama,

ketidakadilan akses terhadap sumber daya air tidak menimbulkan konflik antarmasyarakat, dan kedua, tidak terjadi migrasi besar-besaran dari wilayah langka air ke wilayah lain. Kedua hasil tersebut disebabkan oleh nilai-nilai budaya-adat dalam masyarakat yang masih dipercaya, dijaga, dan dijunjung tinggi, yaitu nilai nekafmese (sehati) yang mendorong kohefisitas dalam masyarakat sehingga menciptakan harmoni sosial. Temuan empirik ini menjadi sebuah penemuan teori baru dari teori Homer-Dixon dan Gleick, yaitu dengan menambahkan pada aspek nilai-nilai lokal, budaya, adat-istiadat, dan kepercayaan mampu meredam terjadinya konflik di tengah terjadinya kelangkaan sumber daya alam/air dalam konteks masyarakat di Kecamatan Kolbano dan Kualin, dan wilayah lain di Kabupaten TTS (lihat Gambar 3.3).

(4)

134

masyarakat dan pemerintah terkait biaya operasional dan perawatan sumur bor menyebabkan beberapa sumur bor belum dioperasikan oleh pemerintah. Dalam konteks permasalahan ini, untuk mengatasi permasalahan kekeringan dan kelangkaan air yang dihadapi oleh masyarakat, dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat, seharusnya pemerintah mengambil langkah taktis dengan mengoperasionalkan sumur bor yang ada dengan biaya operasional ditanggung oleh anggaran daerah.

Keempat, sebuah praktik pengalaman metode kegiatan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus kelangkaan air di Kabupaten TTS. Dari pengalaman praktik penelitian lapangan sangat memperkaya pengalaman, nilai-nilai, dan hal baru yang tidak ditemui dalam literatur metode penelitian, khususnya dalam konteks fokus dan lokasi penelitian yang masuk dalam klasifikasi

remote area. Beberapa hal yang penting untuk menjadi bahan pertimbangan dan persiapan sebelum melakukan penelitian lapangan adalah, lokasi dan waktu penelitian, instrumen dan pendanaan penelitian, organizer lokal, logistik, metode penggalian informasi, dan catatan lapangan (dokumentasi). Aspek penting lainnya dalam melakukan penelitian sosial seperti ini adalah bagaimana peneliti mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan merasakan dan menangkap fenomena alam kondisi sekitar lokasi penelitian dan interaksi dengan masyarakat. Menggunakan seluruh indera untuk menangkap kesan, merasakan, sehingga mendapatkan pemahaman utuh terhadap kondisi wilayah penelitian. Hal ini yang sekarang telah diabaikan oleh banyak peneliti, padahal dapat menjadi sebuah kekuatan dari riset kualitatif.

Pemilihan praktik penelitian kualitatif dengan studi kasus menurut Yin (2002:18) adalah:

(5)

Selain itu menurut Yin (2002:13), kelebihan dari strategi studi kasus bilamana:

Pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” akan diarahkan ke serangkaian peristiwa kontemporer, di mana penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tidak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut.

Kontribusi Teori

Pereira et al. (2009) dalam teorinya mengutarakan bahwa dalam melakukan pendekatan terhadap permasalahan coping with water scarcity dilakukan melalui empat nilai air,yaitu nilai sosial, nilai lingkungan, nilai budaya, dan nilai ekonomi.Pendekatan dari empat nilai tersebut akan menghasilkan skala prioritas alokasi sumber daya air. Namun pendekatan empat nilai air tersebut masih memiliki kekurangan, yaitu belum adanya pendekatan pada aspek kebijakan sumber daya air (Gambar 6.1). Kebijakan tata kelola sumber daya air di tingkat pemerintah memiliki pengaruh, karena menyangkut bagaimana air dapat dikelola dan didistribusikan secara merata ke berbagai sektor tanpa menimbulkan konflik. Pemerintah dalam membuat sebuah

kebijakan pembangunan, harus memperhatikan dan

mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup yang mendukung keberadaan sumber daya air. Karena isu terkait batas wilayah administrasi menjadi permasalahan sensitif bagi masing-masing daerah, sedangkan sumber dan aliran air melintasi beberapa wilayah atau daerah, hal ini yang kemudian memicu konflik kepemilikan dan pengelolaan sumber air tersebut.

(6)

136

Dari temuan empirik, upaya coping yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Kolbano dan Kualin, dapat diformulasikan bahwa di tengah kelangkaan air, prioritas utama masyarakat adalah memenuhi kebutuhan konsumsi (air bersih). Dari prioritas alokasi sumber daya air tersebut dapat menjadi fokus kebijakan pembangunan tata kelola air Pemerintah Kabupaten TTS. Prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat digantikan. Pemenuhan kebutuhan dasar ini terkait dengan eksistensi sebagai manusia yang sehat dan berkualitas. Pada tahap atau prioritas selanjutnya adalah membangun ketahanan pangan melalui penyediaan irigasi pertanian. Seperti yang dikemukakan oleh FAO (2012), skala prioritas penggunaan air menentukan tiga kebijakan utama yaitu: air, pertanian dan keamanan pangan nasional. Ketiga domain tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu: terkait peningkatan pasokan dan manajemen permintaan. Kategori pertama, air dalam arti luas, terkait dengan pembangunan dan manajemen sumber daya yang memberikan manfaat bagi semua pengguna di semua sektor, termasuk lingkungan hidup. Kategori kedua, pertanian sebagai pengguna utama. Kategori

(7)

Social value of water

Sumber: Jocom 2014 (modifikasi dari konsep Pereira et al. 2009)

Gam bar 7.1. Disain M odel Hubungan Antara Nilai, Alokasi, dan Kebijakan Sumber Daya Air

Dari seluruh hasil penelitian ini dapat diformulasikan menjadi sebuah teori baru terkait dengan model coping strategy with water scarcity dan harmoni sosial, terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air dalam konteks masyarakat di Kabupaten TTS (Gambar 7.2). Kelangkaan air di Kabupaten TTS disebabkan oleh penurunan kuantitas sumber daya air, seperti frekuensi curah hujan yang berkurang dan bertambahnya waktu musim kemarau akibat perubahan iklim. Pada tahun 1821, iklim di Timor teridentifikasi mengalami musim kemarau selama 9 bulan dan hanya 3 bulan basah (hujan)(Nordholt, 1971:31), namun saat ini telah mengalami pergeseran, dengan jumlah bulan kemarau sepanjang tahun (2014-2015) dan berdampak terhadap terjadinya kekeringan.

(8)

138

sumur. Jarak yang jauh, dan lokasi yang terisolir mendorong masyarakat harus berjalan jauh untuk mendapatkan air bersih. Tiga permasalahan ini kemudian berdampak terhadap semakin meningkatnya kelangkaan terhadap sumber daya air.

Masyarakat Timor atau mereka menyebutnya dengan nama

Atoni Pah Meto yang artinya “orang dari lahan kering” (Nordholt, 1971:19) sebagian besar berprofesi sebagai petani, khususnya di Kabupaten TTS mencapai 67% dari total penduduk (BPS Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2014). Pertanian dan hal yang terkait dengan ritual di dalamnya bagi Atoni Pah Meto sangat penting, dan memiliki keterkaitan dengan segala aspek dalam budaya (Nordholt, 1971:17). Selain itu, komitmen pada etos dan mental kerja Atoni Pah Meto untuk bekerja keras dan saling tolong-menolong dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan sebagai masyarakat (Foni, 2003:7). Atoni Pah Meto

memiliki ketentuan bagaimana manusia saling berhubungan satu sama lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi termasuk alam lingkungannya (Foni, 2003:9). Mereka memiliki keterikatan yang kuat dengan alam lingkungan dan Tuhan, hal ini terlihat dalam praktek ritus-ritus agama suku yang dilakukan dalam praktek pertanian lahan kering Atoni Pah Meto (Foni, 2003:11), kultus keagamaan yang erat berhubungan dengan penanaman padi dan jagung (Nordholt, 1971:53– 91). Berdasarkan hasil penelitian Foni (2003:69) tentang budaya bertani Atoni Pah Meto dikatakan bahwa:

“Kebun atau disebut lele, bagi Atoni Pah Meto merupakan kampung kedua setelah kuan (kampung), oleh karena lele

memberikan sejuta harapan bagi masa depan Atoni.”

Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan Aleta Baun1, petani Timor memiliki filosofi terhadap lingkungan yaitu: batu adalah tulang, air adalah darah, tanah adalah daging, dan hutan adalah rambut atau urat nadi. Empat unsur ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di Timor, masyarakat belajar dan mendapatkan

1

(9)

pengetahuan dari alam, seperti cara menenun kain didapatkan dengan melihat jaring laba-laba, sedangkan alatnya dengan menggunakan buah pohon cemara.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Atoni Pah Meto memiliki keterikatan yang kuat dengan tanah bahkan lingkungan sekitar dimana mereka berada. Hal tersebut oleh Koentjaraningrat (1996:72) didefinisikan sebagai nilai-nilai budaya, yang adalah tingkat tertinggi dan abstrak dari adat-istiadat. Ia berada dalam daerah emosional dari alam jiwa seseorang karena diresapi sejak kecil dan berakar dalam alam jiwanya. Selaras dengan itu, Hofstede (1994) menyampaikan hal yang sama bahwa budaya merupakan keseluruhan pola pikir, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial yang diistilahkan dengan the collective mental programming. Budaya suatu kelompok terbentuk oleh lingkungan sosial dan kejadian-kejadian yang dialami dalam kehidupan anggota kelompok yang bersangkutan.

Nilai-nilai atau budaya ini yang telah diuraikan di atas (Gambar 7.2), mempengaruhi terjadinya strategi coping dan kohesifitas kelompok. Tindakan coping akan mendorong tindakan inovasi dalam mengatasi permasalahan kelangkaan air, terutama dalam bentuk alih teknologi. Selanjutnya, strategi coping akan mempengaruhi tindakan manajerial yaitu tata kelola infrastruktur, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya air. Landasan tindakan coping yang dilakukan oleh masyarakat, dari perspektif masyarakat, bahwa menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan air bersih bukan merupakan persoalan, karena konsep harmoni dengan alam lingkungan sekitar. Apa yang diberikan oleh alam itu yang mereka terima. Inovasi dan manajerial ini secara tidak langsung saling mempengaruhi, dengan adanya penemuan baru dalam bentuk teknologi eksplorasi atau pengolahan sumber daya air, maka akan mempengaruhi model tata kelola yang lebih profesional, efektif dan efesien. Demikian pula sebaliknya, melalui pembenahan tata kelola sumber daya air, maka secara tidak langsung akan mendorong penemuan baru.

(10)

140

(11)

P

Gam bar 7. 2. Disain M odel Coping dan Kohesifitas Kelompok Terhadap Kelangkaan

(12)

142

Kontribusi Kebijakan

Kabupaten TTS merupakan representasi dari wilayah di Indonesia yang mengalami permasalahan kekeringan dan kelangkaan air terburuk. Dari hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa persoalan utama kelangkaan air di Kabupaten TTS terletak pada minimnya akses masyarakat untuk mendapatkan air yang disebabkan karena persoalan teknis yaitu sumur bor yang dibangun oleh pemerintah daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, di samping persoalan manajerial dan politik seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Meskipun secara teknis menghadapi kendala struktur tanah berbatuan karang dan berpasir, namun masih memungkinkan untuk dieksplorasi.

Dari kondisi empirik di atas jika dianalisa dengan menggunakan teori dari Smith dan Jalal (2000:55) dalam Rogers et al.,

(13)

tidak dapat diubah oleh manusia. Perspektif ini kemudian yang mendasari arah pembangunan daerah tidak menyentuh akar persoalan kelangkaan air, sehingga dari ketidakberdayaan tersebut lebih mengarah pada model karitatif bukan pada model inovatif sehingga tidak pernah menyelesaikan masalah. Model pembangunan seharusnya mengintegrasikan lingkungan ke dalam pembangunan dengan salah satu bentuk mengembangkan inovasi teknologi serta upaya lain dalam rangka mengatasi permasalahan kemiskinan. Dua lingkaran inilah yang kemudian membentuk perspektif pemerintah dan masyarakat bahwa kelangkaan air bukan sebuah persoalan mendasar yang perlu dicari jalan keluarnya secepat mungkin, semua itu karena kondisi alam dan iklim yang harus diterima oleh masyarakat Timor.

Kebijakan pembuatan sumur bor dan sumur gali di dua kecamatan, Kualin dan Kolbano dilatarbelakangi persoalan kekeringan dan kelaparan di wilayah tersebut pada tahun 2014 dan 2015. Permasalahan air, tidak dapat direspon dengan bentuk kebijakan yang bersifat karitatif tanpa perencanaan yang matang dan menyeluruh. Karakter atau model kebijakan demikian terjadi di seluruh wilayah di Indonesia, bahkan wilayah yang melimpah air pun akan mengalami kelangkaan air ketika musim kemarau setiap tahunnya karena belum ada kebijakan yang terintegrasi yang mengatur tata kelola sumber daya air. Terlebih lagi di Nusa Tenggara Timur yang masuk dalam klasifikasi wilayah semi arid. Arah kebijakan tata kelola sumber daya air mengarah pada model integrated water resources management

(IWRM), yaitu proses yang mempromosikan pengembangan terkoordinasi dan pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait, untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi dan sosial yang dihasilkan secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem penting (Global Water Partnership, 2000:22). Untuk mencapai IWRM

ada kebutuhan untuk mengenali beberapa kriteria utama yang mempertimbangkan kondisi keadilan sosial, efesiensi ekonomi dan keberlanjutan ekologi (Global Water Partnership, 2000:30).

(14)

144

meningkat 10 kali lipat, masuk dalam salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk tercepat pasca perang dunia kedua. Israel memulai sebagai negara miskin dan kemudian berkembang menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Meskipun menghadapi tantangan alam dan iklim, Israel tidak memiliki permasalahan terkait krisis air, bahkan mereka mengalami surplus air, bahkan melakukan ekspor air ke negara-negara tetangganya (Siegel 2015:6).

Bagaimana Israel sebagai sebuah negara kecil membangun sebuah pendekatan yang mutakhir terhadap pengelolaan air, sudah dimulai jauh sebelum negara mereka merdeka. Perencanaan tata kelola air dan penggunaan teknologi menjadi pusat perhatian pemerintah negara tersebut di setiap tahapan pembangunannya.

Jika dilihat dari aspek kebijakan pembangunan, Kabupaten TTS belum memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan menyeluruh. Di sisi lain, kelangkaan air menjadi persoalan prioritas yang patut mendapatkan perhatian dan penanganan utama. Berangkat dari persoalan tersebut, maka arah kebijakan yang harus dikembangkan pada masa mendatang adalah: prioritas pertama, mengalokasikan dan mengupayakan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Prioritas kedua

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, dimana kedua prioritas tersebut menjamin keberlangsungan lingkungan hidup (Gambar 7.3). Dua prioritas ini masing-masing memiliki dan menekankan bagaimana pengelolaan sumber daya air dan tujuan penggunaannya dari sisi penawaran dan permintaan.

(15)
(16)

a

Gam bar 7. 3. Disain M odel Kerangka W ater Policy dan Prioritas Program di Kabupaten

Timor Tengah Selatan

Air untuk pangan

•  Pengembangan & intensifikasi pertanian

•  Perlindungan, konservasi hutan dan alam.

•  Pengelolaan air hujan

•  Menjamin keterlibatan lembaga adat dalam se<ap budaya bertani dan pengelolaan lingkungan hidup.

•  Eksplorasi sumber air permukaan dan bawah tanah

•  Pengelolaan air hujan

•  Melakukan penguatan lembaga adat di desa

Kondisi Sosial: masyarakat pedesaan miskin, kekurangan pangan, nilai budaya adat kuat, kekerabatan

Air untuk manusia

•  Konservasi tanah dan air.

•  Pemanenan air

•  Pertanian lereng bukit dan pengembangan DAS.

•  Integrasi insen<f ekonomi

•  Melangsungkan ritual dalam proses bertani dan pengelolaan lingkungan hidup

•  Menjamin tersedianya pasokan air, sanitasi, dan kebersihan.

•  Penyediaan air minum pedesaan.

•  Pemanenan air hujan

•  Penyediaan air yang berkualitas

•  Konservasi tanah dan air.

(17)

Kebijakan pangan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, mengelola area irigasi, dan mereduksi terjadinya kehilangan hasil pertanian. Kebutuhan ini direspon melalui sebuah kebijakan model re-use dan recycling, memanfaatkan air bawah tanah, dan menyimpan hasil pertanian sehingga tahan lama. Kebijakan keberlangsungan lingkungan hidup, terkait konservasi hutan dan pemeliharaan tanah, serta upaya untuk memanfaatkan air hujan.

Ketiga kebijakan tersebut menjadi kewenangan suku dinas ESDM, PU, Bappeda, dan Pertanian Kabupaten TTS bekerja sama dengan kecamatan dan desa setempat. Dalam proses perencanaan dan implementasi program tersebut perlu melibatkan masyarakat secara aktif, dengan tujuan agar output kegiatan dapat selaras dengan kebutuhan dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Keberhasilan program ini sangat bergantung pada pendekatan yang diterapkan dalam semua tahapan proses perencanaan hingga implementasi. Partisipasi memegang peranan kunci keberhasilan program dengan melibatkan stakeholders terkait yaitu mereka yang merasakan dampak dan melaksanakan kebijakan tersebut. Melalui partisipasi ini, terbangun komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan dan mengawasi seluruh rangkaian program.

Berikut adalah water policy dan prioritas program sebagai respon terhadap permasalahan kelangkaan air di Kabupaten TTS (Gambar 6.3):

Air untuk manusia

Tujuan

Ketersediaan air minum bagi semua orang di setiap saat dalam jumlah yang cukup dan berkualitas, serta tersedianya sanitasi yang memadai.

Prinsip Sosial

(18)

148

terutama menjaga nilai-nilai harmoni baik dengan sesama manusia maupun dengan alam.

Prinsip kebijakan

a) Masyarakat memiliki hak mendapatkan akses ke air minum dan sanitasi serta kebersihan yang memadai.

b) Penyediaan air untuk keperluan minum adalah prioritas utama terhadap semua kegunaan lain.

c) Untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan, saat investasi dalam penyediaan air dan sanitasi harus dikaitkan dengan peningkatan pendapatan (misalnya hortikultura, hewan ternak). d) Tarif air harus dirancang untuk menjamin semua masyarakat

memiliki akses ke air minum.

e) Mempertahankan pemangku adat di desa sebagai motor penggerak perubahan sosial.

Program Prioritas

a) Menjamin tersedianya pasokan air, sanitasi, dan kebersihan.

b) Penyediaan air minum pedesaan melalui pembuatan sumur bor, sumur dangkal, dan embung.

c) Pemanenan air hujan melalui penyediaan embung, bak penampung di tingkat dusun, desa, dan kecamatan.

d) Penyediaan air yang berkualitas, tidak tercemar untuk mendukung kesehatan masyarakat.

Air untuk pangan

Tujuan

Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam (air), peningkatan ketahanan pangan dan penciptaan kegiatan yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk pedesaan.

Prinsip Sosial

(19)

Prinsip kebijakan

a) Fokus pada daerah pedesaan di daerah kering dan gersang.

b) Tindakan konservasi tanah dan air serta praktek pertanian ditingkatkan.

Prioritas Program

a) Pertanian tadah hujan, tindakan yang didukung oleh konservasi tanah dan air.

b) Pemanenan air untuk irigasi tambahan di lahan kering dan daerah kering musiman.

c) Fokus pada pertanian lereng bukit dan pengembangan DAS.

d) Integrasi insentif ekonomi (usaha kecil) merupakan unsur penting untuk memperkuat komponen yang menghasilkan pendapatan.

Seluruh kebijakan pada dua aspek tersebut dalam perumusan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi monitoring dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Melalui partisipasi ini diharapkan dapat membangun kepedulian dan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat guna menjamin tercapainya program yang telah dirancang.

Bentuk partisipasi tidak hanya diukur dengan tingkat kehadiran dalam setiap pertemuan, melainkan kontribusi nyata dari masing-masing stakeholders, dari pihak masyarakat, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi dalam bentuk nyata lain. Budaya gotong royong, nilai-nilai adat yang masih dijunjung tinggi dalam masyarakat adalah modal sosialdi wilayah TTS.

(20)

150

tanah, masyarakat sangat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Jadi tidak hanya dari sisi pemerintah, peran masyarakat sangat menentukan keberhasilan program.

Keterbatasan dan Agenda Penelitian

Isu tentang sumber daya air selalu mendapatkan perhatian khusus karena menyangkut seluruh aspek kehidupan umat manusia, dan mengikuti dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik dan teknologi. Hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, hanya sebagian kecil dari isu sumber daya air dan memiliki keterbatasan. Pendekatan kuantitatif tentang potensi keberadaan debit sumber daya air secara menyeluruh di kawasan Timor belum diteliti; aspek inovasi teknologi eksplorasi dan distribusi sumber daya air; aspek tata kelola sumber daya air dalam konteks di wilayah TTS; dan model budidaya pertanian yang tepat sesuai dengan karakteristik wilayah. Sedangkan pendekatan penelitian kualitatif diarahkan lebih mendalam pada sosial budaya lokal yang memiliki kekuatan dalam membangun kohesifitas kelompok dan strategi coping; dan keterkaitan antara kemiskinan masyarakat dengan air. Aspek-aspek tersebut di atas belum tersentuh dalam penelitian ini.

Hal menarik yang menjadi prioritas agenda penelitian pada masa mendatang dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu, pertama

mengkaji lebih mendalam sejarah masyarakat Timor, yang memiliki pengaruh sosial budaya terhadap kohesifitas kelompok dan strategi

(21)
(22)

Gambar

Gambar 7.1. Disain Model Hubungan Antara Nilai, Alokasi, dan
Gambar 7. 2. Disain Model Coping dan Kohesifitas Kelompok Terhadap Kelangkaan Air di Kabupaten Timor Tengah Selatan
Gambar 7. 3. Disain Model Kerangka Water Policy dan Prioritas Program di Kabupaten Timor Tengah Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Atas penghentian pengakuan aset keuangan terhadap satu bagian saja (misalnya ketika Grup masih memiliki hak untuk membeli kembali bagian aset yang ditransfer),

Pada pelaksanaan siklus I jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah 14 dari skor maksimal 20, dengan prosentase nilai rata-rata sebesar 70% yang tergolong

Jumlah kebutuhan SDM kesehatan per unit kerja yang ideal di Puskesmas Merdeka kota Palembang tahun 2009, antara lain: jumlah ideal perawat yang dibutuhkan di BP Umum 3 orang,

Dari tahap ini tidak menjelaskan praktek akuntansi, hal ini menyelidiki hubungan antara pengumuman data akuntansi dan reaksi harga saham menunjukkan bahwa laporan keuangan yang

Dari gambar alat musik yang diatas, yang termasuk alat musik yang dipukul yaitu ..!. Perhatikan gambar

Even if the camera is the sensor of choice in most of the cases, we have seen that the use of Global Navigation Satellite Systems Information such as Galileo and EGNOS is convenient

Benda-benda yang dapat menyerap bunyi adalah benda yang permukaannya lunak, Benda yang demikian disebut peredam bunyi, misalnya .... Perhatikan gambar

Tidak ada kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang kurang baik (seperti kendaraan, peralatan untuk makan dan minum, alat perlengkapan atau rekreasi