BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan
manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula
merupakan gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja fisik yang buruk telah lama diketahui, juga telah pula dipahami
bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak memadai seperti kecepatan dan beban
kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa
faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik tetapi
disertai juga unsur psikologis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan angka
kejadian penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja-pekerja
“kerah biru” (blue collar) dan “kerah putih” (white collar). Hal ini membuktikan bahwa jenis pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan yang berbeda. (Fingret A, 2000).
Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan
banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja.
Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di
Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat
berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya
gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada
khususnya disebut stres. Stres merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat
kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan. Stres terhadap kinerja dapat
berperan eustress dan distress, seperti dijelaskan pada ”hukum Yerkes Podson (1904)
yang menyatakan hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik”
artinya semangat kerja diperlukan dalam pencapaian kinerja atau peningkatan kinerja
pegawai. (Mas’ud, 2002)
Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menunjukkan 182.700 kasus stres akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995 Survey Of Self Reported WorkrelatedIll Health (SWI) di Inggris menyatakan 500.000 individu yang percaya bahwa dirinya menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya,
tetapi dari sejumlah ini hanya 216.000 yang sungguh-sungguh sakit. Dengan
mempertimbangkan perbedaan perbedaan metode penelitian, diperkirakan dari tahun
1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat kerja kira-kira sebesar
30%. (Smith A. The Scale of Perceived Occupational Stress. Occup Med J 2000; 50:294-8). Penelitian lain pada tahun 1985 ditemukan kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja sebesar 15% dari seluruh kasus
gangguan kesehatan akibat kerja dibandingkan hanya ditemukan 5% saja pada tahun
1979. (Marchand A, Demers A, Durand F., 2005)
Lebih menakjubkan lagi dari hasil “Survei Statistik Kesehatan di Australia
dari ditemukannya sebanyak 380 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan
akibat stres di tempat kerja pada kurun waktu 1994 sampai 1995 dibandingkan
dengan ditemukan hanya 205 kasus pada kurun waktu 1993 sampai 1994. Pada survei
ini juga diyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja setiap
kasus tuntutan hak asuransi, sedang pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari
kerja. Dengan demikian harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah
kesehatan kerja yang penting, yang secara bermakna akan menyebabkan penurunan
produktivitas kerja. (Work Safe Western Australia and Work Cover WA, 1996).
Berdasarkan Job Stress Model dari National Institute For Occupational Safety and Health (NIOSH), berbagai stresor di lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi psikis, behavior dan fisiolgis yang dapat mempengaruhi kesehatan. Beberapa reaksi psikis ringan yang dapat timbul akibat stres antara lain cemas, tegang, marah-marah,
gelisah, depresi dan menurunnya konsentrasi. Apabila hal ini terus dialami oleh
pekerja maka akan berdampak pada produktivitas pekerja dan kinerja perusahaan.
Stres kerja didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres
sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang
menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik
individu. Stres sebagai respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat
fisiologis, psikologik terhadap stresor yang berasal dari lingkungan
(Gibson,dkk.,2006), sehingga mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif
ditengahi oleh perbedaan individual dan/atau proses psikologis, yaitu suatu
membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang
(Gibson,dkk.,2006).
Stres merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan karyawan terhadap apa yang
diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di luar
lingkungan kerja karyawan. Menurut Newstroom dan Davis (1993) stress bisa terjadi
karena faktor-faktor yang menyebabkannya, atau bisa juga disebut stressor. Menurut Handoko (2001), stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir, dan kondisi mental seseorang. Menurut Robbins (2003), ada
sejumlah kondisi yang menyebabkan stres bagi para karyawan yaitu beban kerja yang
berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik
yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung
jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya.
Sumber stres yang dapat mempengaruhi kinerja yang terkait dengan faktor organisasi
antara lain tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan pribadi.
Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah
individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht,
1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau
masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau
nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang
rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini
Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang
stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika
seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih
hebat.
Stressor kerja merupakan suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara
potensial membahayakan seseorang (Ivancevich, dkk, 2006). Selain itu stresor juga
merupakan penyebab stres dimana stres merupakan kondisi lingkungan tempat
tuntutan fisik dan emosional pada pekerja (Sopiah, 2008). Stresor kerja dapat timbul
dari lingkungan kerja ataupun dari luar lingkungan kerja. Stresor yang timbul dari
lingkungan kerja meliputi lingkungan fisik, stres karena peran atau tugas, penyebab
stres antar pribadi dan organisasi sedangkan stresor yang berasal dari luar lingkungan
kerja seperti keadaan ekonomi dan keluarga. Stresor yang terjadi dalam durasi yang
panjang akan mengakibatkan gangguan fisik dan emosional pada pekerja yang
mengarah kepada stres kerja (Ivancevich, dkk, 2006).
Pegawai di Kantor SAR Medan terdiri dari beberapa bagian yang saling
berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut terdapat banyak sekali
perbedaan-perbedaan yang ada dalam tempat kerja mulai dari pendapatan atau gaji, kondisi
kerja, mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup
Stressor kerja (Job stressor) merupakan salah satu masalah yang timbul pada Pegawai di Kantor SAR Medan. Masalah yang dihadapi pegawai bisa bersifat
sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat, tergantung seberapa besar
kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya. Apabila setiap persoalan
yang ada di tempat kerja dapat terselesaikan dengan baik, maka akan meningkatkan
kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan dapat menimbulkan dampak positif bagi
Kantor SAR Medan dalam mengembangkan kinerjanya. Sebaliknya apabila
masalah-masalah tersebut tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan
kinerja pegawai, karena masalah yang terjadi secara terus menerus dan dihadapi oleh
pegawai dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan sehingga akan dapat
menimbulkan dampak yang negatif. Bagi Pegawai SAR Medan di Kantor SAR
Medan, stressor merupakan variabel yang dominan menghambat kinerja para
pegawai.
Stressor dapat berupa faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak mendukung
menyebabkan turunnya kinerja para pegawai, baik itu lingkungan dalam tempat kerja
(kantor) yaitu suasana kerja yang membosankan, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan lingkungan kerja yang tidak mendukung pekerjaan sehari-hari pegawai.
Selain hal tersebut, lingkungan dari luar tempat kerja yaitu adanya desakan atau
tekanan dari luar yang tidak mendukung tujuan dan target kerja pegawai SAR Medan
di Kantor SAR Medan. Faktor-faktor penyebab stres (stressor) akan mengakibatkan
stres yang membebani tuntutan psikologis salah satunya akan berdampak pada
Sejalan dengan kondisi tersebut, maka Pegawai sebagai salah satu Lembaga
Non Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan
dibidang pencarian dan pertolongan search and rescue (SAR) yang memiliki tugas
pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR
terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi
bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan
internasional dituntut untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dalam
bekerja, salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor tenaga kerja.
Permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja diantaranya stres kerja, penurunan
semangat kerja dan penurunan kinerja.
Pegawai/karyawan memiliki stressor kerja berupa beban kerja yang
berlebihan, keterdesakan waktu, bekerja lebih lama jika terjadi bencana alam, kondisi
lingkungan fisik yang kurang mendukung, pekerjaan yang menantang dan berisiko
terhadap keselamatan pekerja, hal ini memungkinkan pegawai terserang stres kerja.
Stres kerja yang dialami oleh pegawai seperti ketaksaan peran, konflik peran,
pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif
dan tanggungjawab dengan orang lain yang tidak sesuai ditakutkan berdampak buruk
bukan berdampak positif terhadap kinerja sehingga usaha pencapaian kinerja pegawai
di Kantor bisa terganggu.
Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran
pencarian dan pertolongan saat terjadinya bmusibah. Penanganan terhadap musibah
yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan
(rescue). Dalam melaksanakan tugas penanganan musibah pelayaran dan penerbangan harus sejalan dengan International Maritim Organization (IMO) dan
International Civil Association Organization (ICAO). Kondisi Kantor SAR Medan
melalui pengamatan langsung diperoleh bahwa pegawai SAR pada kegiatan operasi
mengalami banyak adaptasi terhadap peraturan organisasi serta iklim kerja.
Karyawan dituntut untuk mampu melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan serta mampu mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Tekanan pada
kondisi dan iklim kerja dapat menimbulkan stres kerja pegawai yang berdampak pada
menurunnya produktivitas kerja pegawai.
Perusahaan atau organisasi harus memiliki kinerja. Kinerja yang baik/tinggi
dapat membantu perusahaan atau organisasi memperoleh keuntungan sebaliknya, bila
kinerja turun dapat merugikan instansi/organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai
perlu memperoleh perhatian antara lain dengan jalan melaksanakan kajian berkaitan
dengan variabel stres kerja. Kinerja menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan
dalam rangka tata pemerintah yang baik. Menurut Handoko (2001) kinerja adalah
prestasi kerja, yaitu proses yang dilalui dalam organisasi untuk mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja pegawai. Penilaian kinerja berhubungan dengan pelaksanaan
kerja personel.
Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu
yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja instansi tersebut juga baik,
sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja pegawai
dengan kinerja diKantor SAR Medan. Berdasarkan fenomena yang ditemukan
dimasyarakat yang merasakan langsung dampak kinerja pegawai SAR yang dilihat
kurang baik yaitu masyarakat menyatakan bahwa pegawai atau petugas SAR selalu
datang terlambat dalam melakukan tindakan pertolongan terhadap bencana sehingga
masyarakat merasa tidak puas terhadap kinerja pegawai SAR. Namun berdasarkan
pengakuan salah seorang pegawai yang dimintai keterangan mengenai komplain
masyarakat tersebut pegawai SAR tersebut mengatakan bahwa banyak kendala yang
terjadi di dalam kantor SAR Medan maupun dilapangan yang tidak dimengerti oleh
masyarakat misalnya adanya tumpang tindih pekerjaan terhadap pegawai sehingga
adanya beban kerja yang berlebihan yang tidak sesuai bagi masing-masing pegawai
dan adanya pembagian tugas yang kurang jelas sebelum turun ke lokasi bencana.
Selain itu waktu kerja yang tidak teratur karena pekerjaan sebagai pegawai SAR
Medan terutama pegawai tim rescue yang bekerja langsung menangani bencana yang
tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan selalu mendadak dan lama bekerja dilapangan
yang tidak bisa dipastikan kapan selesainya tergantung besar kecilnya keadaan
bencana yang membuat para pegawai yang bekerja harus terpisah lama dengan
keluarga. Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa pekerjaan pegawai SAR
Medan bahwa keselamatan dan kesehatan baik fisik maupun mental mereka dalam
bekerja, hal ini merupakan penyebab stres yang sering dialamai selama bekerja
sehingga tidak menutup kemungkinan berdampak terhadap kinerja pegawai SAR
Medan seperti halnya yang dikeluhkan oleh banyak masyarakat selama ini. Dengan
pendahuluan di Kantor SAR Medan maka peneliti tertarik untuk penelitian dengan
judul : “Pengaruh Stressor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SAR Di Kantor SAR
Medan Tahun 2014”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai di Kantor SAR Medan Tahun 2014?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Stressor Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Stressor kerja yaitu ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir,
beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab
dengan orang lain berpengaruh terhadap kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan
Tahun 2014
1.5. Manfaat Penelitian
1. Menjadi masukan bagi masyarakat untuk menambah wawasan dalam upaya
mengetahui stressor kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja.
2. Menjadi masukan bagi Kantor SAR untuk mengetahui dan meminimal stressor