• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengaturan Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Perjanjian kredit (PK) menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah

satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga

KUHPerdata. Dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan pada

hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur

dalam Pasal 1757 sampai 1769 KUHPerdata. Namun demikian dalam praktek

perbankan modern, hubungan hukum dalam kredit tidak semata-mata berbentuk

hanya perjanjian pinjam meminjam saja melainkan adanya campuran dengan

bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa, dan perjanjian

lainnya. Dalam bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil adanya suatu

jalinan diantara perjanjian yang terkait tersebut.

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313

KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

R. Subekti memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.13

13

(2)

Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.14

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat sahnya suatu perjanjian

adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat berarti bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus

benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Jadi, apa yang dikehendaki oleh

pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya secara bebas atau suka

rela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata kata sepakat tidak sah apabila diperoleh

karena paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud paksaan adalah paksaan

rohania atau paksaan jiwa, bukan paksaan badan (fisik) misalnya, seseorang

diancam atau ditakut-takuti sehingga menyetujui suatu perjanjian. Sedang

kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf mengenai barang yang menjadi

pokok perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

sedemikian rupa, sehingga apabila tidak khilaf ia tidak akan memberikan

persetujuan. Penipuan terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan

keterangna palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk

memberikan persetujuan.

14

(3)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya

adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa

orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

a. Orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang dibawah pengampuan

Kecakapan harus ada pada subjek yang membuat perjanjian karena ia

harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya akibat adanya

perjanjian tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 atau

sudah kawin, sedangkan UU Perkawinan memberikan batas usia dewasa itu 18

tahun. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros

atau yang tidak sehat pikirannya, karenanya orang ini tidak dapat berbuat bebas

terhadap kekayaannya sehingga ia berada dibawah pengawasan pengampunya

3. Suatu hal tertentu

Pasal 1333 dan Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan bahwa paling tidak

objek perjanjian itu harus dapat ditentukan jenisnya, baik benda itu berwujud

maupun tidak berwujud. Objek perjanjian dapat berupa benda-benda yang baru

akan ada di kemudian hari.

4. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal adalah maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri. Dalam

Pasal 1335 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian dinyatakan tidak

(4)

palsu atau sebab yang terlarang. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab, misalnya,

jika dibuat suatu perjanjian novasi atau suatu perjanjian yang tidak ada

sebelumnya. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu untuk menutupi

sebab yang sebenarnya, misalnya, jual beli narkotika untuk sebab pengobatan

ternyata untuk pemakaian secara bebas, sedang sebab yang terlarang adalah sebab

yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif

karena menyangkut orang atau subjek yang membuat perjanjian, bila syarat ini

tidak dipenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat

dimintakan pembatalanya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sedang syarat ketiga dan keempat

disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian dan bila salah satu

dari syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum dimana

perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak semula dan pembatalan ini juga

harus dimintakan kepada hakim dimana syarat-syarat yang terdapat pada Pasal

1320 KUHPerdata berlaku juga di dalam perjanjian kredit yang merupakan

perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian yang diatur dalam

bagian khusus harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1338 ayat

(1) KUHPerdata.15

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan menyatakan bahwa

yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan

15

(5)

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.16

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang

sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 17

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak

penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian

disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang

dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan

misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan

fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar

dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk

perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk

kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia.

16

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka 11.

17

(6)

Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH

Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara

sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank

dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian

yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji.

3. Adanya kewajiban melunasi hutang Pinjam-meminjam uang adalah suatu

hutang bagi peminjam. Pinjam meminjam wajib melunasinya sesuai dengan

yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur wajib

melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran

yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian

kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang

diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu hutang yang

harus dibayar kembali oleh debitur.18

4. Adanya jangka waktu tertentu Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka

waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas

pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka

pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah

kredit yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun.

Kredit jangka menengah adalah yang mempunyai jangka waktu di atas satu

tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang

18

(7)

mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit

ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan

mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar

dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit

tentang jangka waktu tertentu dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit

harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu

bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan

suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan

harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun,

sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggu naan uang bank oleh

debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian

kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, merupakan salah satu sumber

pendapatan yang utama bagi bank.19

B. Bentuk Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Setiap kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit (kreditur) dan

penerima kredit (debitur) maka wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu

perjanjian kredit. Perjanjian itu sendir diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

19

(8)

Perjanjian kredit sendiri berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.

Pasal 8 ayat (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib mempergunakan

perjanjian kredit dalam bentuk tertulis.

Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk

memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena

dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun

hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman

bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena dengan bentuk

tertulis tersebut para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan,

dan ini merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap

kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para

pihak.

Perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting

memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian,

perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti,

karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak

yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu

sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori ini

(9)

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti.

Menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh tabungan

atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat

perjanjian kredit sebagai alat bukti.

Dasar hukum yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah :

1. Instruksi presidium

Kabinet Nomor 115/EK/IN/10/1996 Tanggal 10 Oktober 1996,

menegaskan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai

bentuk tanpa ada perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur, nasabah

atau bank-bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam

memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad

kreditnya.

2. Surat Keputusan Direksi bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 27/17/UPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang

Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi

Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan

disepakti pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit)

secara tertulis.

3. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap bank devisa No.

03/1093/UPK/PKD Tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang

(10)

keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada

debiturnya menjadi pasti bahwa:

a) Perjanjian diberi nama perjanjian kredit

b) Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai

alat bukti. Setiap kredit yang diberikan harus dituangkan dalam perjanjian kredit

secara tertulis yang sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah

tangan. Menurut Pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksud akta di bawah

tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui

perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti.

Pengikatan yang dilakukan antara bank dan nasabah tanpa dihadapan

notaris.20

20

Jopie Jusuf, Kriteria Jitu Memperoleh kredit bank, Elex Media Komputindo, Jakarta 2003, hal 165.

Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank

kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah

dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir

perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan

ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. bentuk perjanjian

kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah

(11)

kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap

calon debitur untuk dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian

kredit tersebut yang sebelumnya syarat-syarat tersebut tidak pernah

dirundingkan atau dinegosiasikan dengan calon debitur. Debitur mau tidak

mau harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir

perjanjian kredit karena calon debitur dalam posisi lemah karena sangat

membutuhkan kredit sehingga apapun persyaratan yang tercantum dalam

formulir perjanjian kredit calon debitur dapat menyetujui

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau pengikatan yang

dilakukan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.

Pasal 1868 KUH Perdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang

berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Yang

menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam

praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank

kemudian diberikan kepada kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta

notaril dimana notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa

yang diinginkan para pihak yang bersangkutan dalam bentuk akta notaris atau

akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta

otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan

jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal

(12)

dari satu bank).21 Perjanjian Kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit

secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notariil.

C. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur tentunya memiliki

asas atau prinsip. Layaknya perjanjian pada umumnya maka pmberian kredit yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian pun wajib mengikuti asas dan prinsip kontrak

yang baik. Namun selain asas atau prinsip kontrak yang baik pada umumnya,

dalam pemberian kredit juga terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan

sesuai dengan fungsi perbankan dan perkreditan. Pada dasarnya ada dua prinsip

utama yang menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:22

1. Prinsip kepercayaan

Ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah

debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa

kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan

peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang

bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu

yang telah ditentukan.

Prinsip kehati-hatian bank dalam menjalankan kegiatan usahanya,

termasuk pemberian kredit kepada debitur harus selalu berpedoman dan

21

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003. hal 101

22

(13)

menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam

bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua

persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian

kredit oleh bank yang bersangkutan.

Sementara itu, selain kedua prinsip umum tersebut, berdasarkan penjelasan

Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit

adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah

debitur, yang kemudian dikenal dengan sebutan dengan Prinsip 5 C, yaitu:23

1. Penilaian watak (Character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk

mengetahui kejujuran atau itikad baik calon debitur untuk melunasi atau

mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian

hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah

terjalin antara bank dan calon (debitur) atau informasi yang diperoleh dari pihak

lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam

kehidupan kesehariannya.

2. Penilaian kemampuan (Capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debiturnya dalam bidang

usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang

akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya

dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

23

(14)

Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala

besar. Demikian juga jika trend bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya

tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya sehingga

dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka

Trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik.

3. Penilaian modal (Capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara

menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui

kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyeek

atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam praktek selama ini bank

jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan

nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya

itu dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya

menyediakan tambahan modal, biasanya lebih sedikit dari pokoknya.

4. Penilaian agunan (Collateral)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya

wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah

dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit yang diberikan kepadanya.

Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan

maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan

tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau

(15)

5. Penilaian prospek usaha (Condition of Economy)

Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar begeri baik

masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil

proyek atau usaha calon debitur yang akan dibiayai bank dapat diketahui.

Selain Prinsip 5 C tersebut, dalam pemberian kredit kepada nasabah

debitur, bank juga menerapkan prinsip lain, yaitu Prinsip 5 P, yaitu:24

1. Party (para pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu

“kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya,

kemampuannya, dan sebagainya.

2. Purpose (tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak

kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif

yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. Dan harus pula diawasi

agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan

dalam perjanjian kredit.

3. Payment (pembayaran)

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon

debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan

bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur

24

(16)

yang bersangkutan. Jadi harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian

kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut

mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.

4. Profitability (perolehan laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam

suatu pemberian kredit. Untuk itu kreditur harus mengantisipasi apakah laba yang

akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah

pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit, cash flow, dan

sebagainya.

5. Protection (perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur.

Untuk itu perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari holding, atau

jaminan pribadi pemilik perusahaan penting untuk diperhatikan. Terutama untuk

berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar prediksi semula.

D. Kedudukan Jaminan pada Perjanjian Kredit Bank pada Bank

Perkreditan Rakyat

Hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang

sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang.

Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat

(17)

penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan,

lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.

Diikatnya perjanjian antara pihak debitur dan kreditur dengan hak

tanggungan tidak lain dimaksudkan untuk dapat mempermudah eksekusi benda

jaminan dalam proses pengembalian piutang kreditur oleh debitur. Eksekusi

haktanggungan merupakan sarana untuk percepatan proses pengembalian hutang

debitur.

Namun pada kenyataannya seringkali terdapat permasalahan dimana pihak

debitur mempunyai utang kepada lebih dari satu kreditur, dalam hal ini

dimungkinkan salah satu kreditur dari sekian banyak kreditur mengajukan

kepailitan.Hal ini mempunyai konsekuensi terhadap para kreditur, termasuk

terhadap kreditur pemegang hak tanggungan.

Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat

digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum

KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur

tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan

hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang

adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip hukum jaminan

Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh

ketentuan-ketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut:25

25

(18)

a. Kedudukan harta pihak peminjam

Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak

peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan

jaminan (tanggungan) atas utangnya. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa

semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak

bergerak baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan

jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.

Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan pokok

dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang

berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal

1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang

pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih

akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak

untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak

peminjam dikemudian hari.

Sebagaimana dalam praktik sehari-hari yang dapat disebut sebagai harta

yang akan ada di kemudian hari adalah misalnya berupa warisan, penghasilan gaji,

atau tagihan yang akan diterima pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131

KUHPerdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian

kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai

klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut

sebagai isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang

(19)

perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah

kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh

ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata

bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan

tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian pinjaman uang, termasuk

dalam perjanjian kredit.

b. Kedudukan pihak pemberi pinjaman

Kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat

diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal

1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman

dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu :

1) Mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing;

dan

2) Mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang

lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam

menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan

harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya

piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu

mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Dalam praktik perbankan pihak

pemberi pinjaman disebut kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur

(20)

lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang

mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan

yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir

ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan ketentuan dari peraturan

perundang-undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh

Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau

hipotek.

c. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi

pinjaman.

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek

jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang

demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal 1178

KUHPerdata tentang Hipotek. Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk

memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan

dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi

kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila

nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi

pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang

serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar

janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah

tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak

Referensi

Dokumen terkait

In this study the researcher found some types of Conversation Analysis which contains of Adjacency Pairs, Topic Management, Preference Organization, and Turn Taking.. This

Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptaka n pertukaran dalam pemasaran

Peneltian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi kesetimbangan padat-cair yang terjadi pada sistem inklusi urea, ditinjau dari model kesetimbangan termodinamik asam

[r]

The algorithms are based on analysis of image spectra and use parameters fitted with collocated buoy data and sea state model results using also information on spectra

[r]

01 20 29 158 Alokasi Pemanfaatan Penerimaan Sewa Tanah Eks Bondo Desa (Bagi Hasil Lelang Tanah Eks Bondo Desa) Kelurahan Wuryorejo. Meningkatnya pelayanan

Peserta didik dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan setelah memenuhi kriteria : a. menyelesaikan seluruh program