• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar dasar Ekonomi Islam tent

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dasar dasar Ekonomi Islam tent"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI

Ekonomi dibedakan menjadi 3 bagian, yakni : 1. Ekonomi Menurut Ilmu

2. Ekonomi Menurut Sistem

3. Ekonomi Menurut Perekonomian Ilmu ekonomi

Ekonomi berasal bahasa Yunani Kuno/ greek, oikonomia. Yaitu “olkos” artinya rumah tangga dan “nomos” artinya aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari peraturan rumah tangga, berarti berbicara tentang aturan, kaedah dan cara mengelola suatu rumah tangga manusia. Karena, manusia hidup dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga. Maka aturan, kaedah dan cara mengelola rumah tangga itu secara keseluruhan membentuk suatu sistem ekonomi.

Sistem ekonomi dipengaruhi oleh seperangkat nilai (set of values), seperti : adat, kebiasaan, norma-norma, kepercayaan, ideologi dan falsafah yang dianut masyarakat. Maka sistem ekonomi yang dianutnya pun akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.

Sistem Ekonomi

Sistem berasal dari kata “sytema” yang dalam bahasa Yunani memiliki arti “seluruh dari berbagai macam bagian”. Pengertian dari sistem menurut beberapa para ahli, salah satunya adalah ;

C.W. churchman “Sistem merupakan seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan”.

Sistem Ekonomi merupakan suatu proses penerapan yang berhubungan serta memiliki interaksi yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dengan memiliki ciri dan identitas sendiri.

Economy = Ekonomi/ perekonomian ( Kata benda)

Economic = Ekonomis

Economics = ilmu ekonomi (kata

(2)

PENGANTAR DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM

1. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam sesungguhnya suatu realitas “baru” dalam dunia ilmiah modern saat ini. Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini, ia terus tumbuh menyempurnakan diri ditengah-tengah beragamnya sistem sosial dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada sistem sekuler. Dikatakan “baru” dalam tanda petik, karena sesungguhnya ilmu ekonomi Islam sudah pernah dipraktikkan secara sempurna dimasa Rasulullah hingga masa keemasan Daulah Islamiyah beberapa abad lalu.1 Ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan ekonomi Islam dalam ekonomi modern.2

Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan berlaku permanen, sementara beberapa yang bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi panjang dikalangan ilmuan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini adalah sebuah keniscayaan.3

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi dan distribusi. Setiap agama, secara definitif, memiliki pandangan mengenai cara manusia berperilaku mengorganisasi kegiatan ekonominya. Meskipun demikian, mereka berbeda dalam intensitasnya. Agama tertentu memandang aktivitas ekonomi sebagai

1 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 1

2 Ir. H. Adhiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., EKONOMI ISLAM (Jakarta, Gema Insani, 2001), h.1

(3)

suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sebatas untuk menyediakan kebutuhan materi namun dapat mendorong pada terjadinya disorientasi terhadap tujuan hidup. Karenanya agama ini memandang bahwa semakin manusia dekat dengan Tuhan, semakin kecil ia terlibat dalam kegiatan ekonomi. Kekayaan dipandang akan menjauhkan manusia dari Tuhan.4

2. Tujuan

Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, keterbatasan dalam menyeimbangkan antara aspek kehidupan, maupun keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya. Oleh karena itu, ada 3 hal pokok yang diperlukan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan hidup.5

a. Falah sebagai tujuan hidup

Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah dalam Islam diambil dari kata-kata Alquran,6 yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konteks dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individual/mikro maupun perilaku kolektif/makro.7

b. Maslahah sebagai Tujuan Antara untuk Mencapai Falah

4 Nibil Shaumi, Umar the Great, Vol. II, hlm. 105-6.

5 Pusat Pengkaji dan Pengembangan Ekonomi Islam, EKONOMI ISLAM, h.13-2

6 Istilah fallah disebutkan dalam berbagai ayat Alquran sebagai ungkapan atas orang-orang yang sukses. Misalnya dalam beberapa ayat disebut dengan kata muflihun (QS 3:104, 7:8, 157, 9:88, 23:102, 24:51), aflah (QS 23:1, 91:9).

(4)

Falah, kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, dapat terwujud apabila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kehidupan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.8

c. Permasalahan dalam Mencapai Falah

Dalam upaya mencapai falah manusia banyak menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adanya berbagai keterbatasan, kekurangann, dan kelemahan yang ada pada manusia serta kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan seringkali menjadi permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah.Permasalahan lain adalah kurangnyasumber daya (resources) yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam rangka mencapai falah. Kekurangan sumber daya inilah yang sering disebut oleh ekonomi pada umumnya dengan istilah “kelangkaan”.

3. Permasalahan Ekonomi

Ketika kebutuhan masyarakat masih bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada, maka tidak akan terjadi persoalan, bahkan juga tidakn akan terjadi persaingan. Namun manakala kebutuhan seseorang atau masyarakat akan barang dan jasa tersebut, maka akan terjadilah apa yang disebut kelangkaan. Pada saat seperti itulah manusia akan menghadapi suatu pilihan untuk mengalokasikan sumber daya yang dikuasainya agar kebutuhannya terpenuhi secara optimal. Baik individu atau masyarakatsecara keseluruhan akan menghadapi masalah alokasi sumber daya ini (Nopirin, 2000).

Kondisi kelangkaaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji keimanan dan kesabaran manusia. Allah berfirman dalam QS. Asy-Syuura ayat 27: Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamban-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di bumi ini.” Itulah diantara hikmah kelangkaan barang tersebut.

(5)

Maka kalaua dikaitkan dengan konsep kelangkaan, imolikasi dari prinsip diatas adalah ‘tidak ada kelangkaan absolut di muka bumi ini’. Menurut Masudul Alam Choudhury dalam bukunya, Contributions to Islamic Economic Theory, manusia menduga adanya kelangkaan karena adanya keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana cara memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, dalam konsep Islam tentang ekonomi, barang-barang yang dapat diolah oleh manusia dapat digolongkan sebagai barang yang memiliki kelangkaan, dan termasuk ‘barang ekonomi’.

4. Karakteristik Ekonomi Islam

Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam (Yafie, 2003, 27):

a. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan

penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosilais (memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.

b. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional dala memahami ekonomi Islam.

c. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.

5. Sumber dan Metode

Sumber Daya Ekonomi

Adanya relativitas kelangkaan buka berarti sumber-sumber ekonomi yang ada tidak mampun memenuhi kebutuhan manusia saat ini, ataupun generasi berikutnya (Saad Marthon, 2004). Hal tersebut merupakan pemahaman yang berbeda. Ketika berbicara relativitas kelangkaan barang, maka fokus bahasan kita adalah tersedianya sumber-sumber ekonomi baik dari segi bentuk, macam, waktu dan tempat dalam rangka memeuhi kebutuhan individu dan masyarakat.

Allah berfirman: ‘Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah menjadikan di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”(al-Hasr ayat 19-20).

(6)

pertumbuhan sumber daya pendukung mengikuti deret hitung. Itu berarti suatu ketika daya dukung alam tidak akan mampu memberi kehidupan pada manusia karena kalah cepat pertumbuhannya. Tetapi ternyata Teori Malthus itu tidak terbukti, karena ternyata selalu ada teknologi baru untuk mengatasi kelangkaan. Inilah sesungguhnya di antara hikmah yang diturunkan Allah atas “keterbatasan” relatif yang terjadi di bumi ini.

Namun pertanyaan kemudian adalah, mengapa ada satu wilayah mengalami kesejahteraan sementara wilayah lain mengalami kekurangan pangan. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan suatu kawasan mengalami kesulitan pangan (Saad Marthon, 2004):

a. Terdapat perbedaan distribusi sumber ekonomi, laju pertumbuhan penduduk dan adanya perbedaan hasil bumi serta kekuatan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah.

b. Kurangnya pemberdayaan (eksploitasi) manusia terhadap sumber-sumber ekonomi, terkadang disebabkan adanya faktor sosial dan budaya.

c. Kecenderungan manusia untuk hidup secara materialistis dan budaya konsumerisme yang hanya berlandaskan atas pendapat yang ada tanpa memandang unsur-unsur pemborosan. d. Krisis moral yang telah meracuni jiwa warga dunia. Adanya kecenderungan pihak penguasa

ekonomi untuk mengeksploitasi negara-negara miskin. Selain itu, adanya keengganan negara-negara surplus pangan untuk berusaha membantu pemenuhan kebutuhan pangan bagi negara yang mengalami kekurangan. Biasanya sikap ini didorong oleh faktor ekonomi atau politik kekuasaan.9

Metode Ekonomi Islam

Setelah kita mengetahui tujuan ekonomi Islam, yaitu mencapai falah, pertanyaan kemudian adalah bagaimana cara-cara yang dibenarkan untuk mencapai falah tersebut? Metode ekonomi Islam diperlukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan apakah syarat suatu perilaku atau perekonomian dikatakan benar menurut Islam. Berbagai isu mengenai metodologi ekonomi Islam telah berkembang, misalnya bahwa ekonomi Islam bersifat normatif semata dan karenanya tidak bisa dianggap sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

(7)

a. Konsep rasionalitas Islam

b. Etika dan Rasionalitas Ekonomi Islam c. Syariah, fiqh, dan Ekonomi Islam d. Kerangka Metodologis Ekonomi Islam 6. Ruang Lingkup

Dalam Undang-undang peradilan agama No. 7 tahun 1989, maka dapat diketahui bahwa ruang lingkup ekonomi syari’ah meliputi: Bank syari’ah, asuransi syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, reasuransi syari’ah, obligasi syari’ah, surat berjangka menengah syari’ah, reksadana syari’ah, sekuritas syari’ah, pegadaian syari’ah, pembiayaan syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.

7. Pembangunan Ekonomi dalam Islam

Tampaknya perencanaan ekonomi dalam Islam dapat memberikan suatu sintesis dari rencana yang dapat direalisasikan melalui rangsangan dan bimbingan. Walaupun belum diperoleh bukti tentang adanya suatu pembahasan sistematik tentang masalah tersebut, namun berbagai perintah dalam Alqur’an dan sunnah menegaskan hal ini. Kita pun mengetahui bahwa Islam mendukung suatu percampuran nilai kehidupan spiritual dan material yang serasi. Karena itu dalam Alquran maupun hadits kegiatan duniawi berkali-kali dianjurkan.

Dalam Alqur’an tercantum:

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung”.(QS. Al Jumuah, 62:10).

a. Arti

(8)

menerapkan ilmu untuk tujuan ekonomi, menerima pembaruan, mencari keuntungan material, mengkonsumsi atau menabung, dan mempunyai anak.

Jadi pembangunan ekonomi dalam Islam bukan hanya pembangunan material, tapi segi spiritual dan moral pun menempati kedudukan yang sangat penting. Dan hal ini ditegaskan dalam istilah “takaful” atau “tadamun” atau keamanan sosial bersama dalam Islam.

b. Syarat Pertumbuhan dan Islam sebagai Faktor Pembangunan 1) Sumber daya alam

2) Perilaku manusia,

Seperti dikemukakan oleh Profesor Lewis, “Pertumbuhan output perkapita di satu pihak tergantung pada sumber daya alam yang tersedia, dan di pihak lain pada perilaku manusia.”10

Sejarah dan Pemikiran Ekonomi Islam

1. Pra Islam

Sebelum Islam masuk di tengah- tengah masyarakat Arab, bangsa Arab hidup dalam kejahiliyahan. Mereka larut dalam kegelapan kejahatan dan tahayul serta bodoh dalam etika. Di samping itu mereka telah mengenal kehidupan sosial, ekonomi, bahasa dan seni, meskipun masih sederhana.

Bangsa Arab memiliki karakter yang keras, karena mereka hidup di tanah yang sebagian besar wilayahnya merupakan padang pasir. Arab terletak di antara benua Asia dan Afrika. Sebelah barat Arab dibatasi oleh laut Merah dan sebelah timur dibatasai oleh teluk Persia. Arab merupakan daerah yang gersang, nyaris tidak berair dan tidak ada tempat istirahat dari panas yang menyengat kecuali sedikit tempat hijau yang penuh

(9)

dengan pohon kurma dan air yang dijadikan sebagai tempat istirahat bagi suku- suku pengembara Arab

Kehidupan ekonomi masyarakat Arab sangat ditentukan dengan kondisi dan letak geografis negara- negara Arab itu sendiri. Bagi masyarakat pedalaman, kehidupan ekonomi mereka biasanya dilakukan melalui sektor pertanian dan peternakan. Sedangkan bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan ekonomi mereka sangat ditentukan oleh perdagangan. Oleh karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia perdagangan.

Mayoritas penduduk Arab mata pencahariannya adalah peternakan, terutama peternakan unta. Sedangkan pertanian dilakukan di oase dan dataran tinggi tertentu di pegunungan. Hasil pertanian di oase yaitu kurma, sementara di pegunungan yaitu gandum.

Kota Yatsrib (Madinah) merupakan oase yang luas dan subur. Sedangkan kota Mekah tidak cocok bagi pertanian. Oleh karena itu Mekah dijadikan sebagai pusat perdagangan. Di mekah terdapat pusat perdagangan, yaitu pasar Ukaz.

Ekonomi sebelum Islam dipenuhi dengan riba. Metode umum yang digunakan dalam peminjaman dan pembayarannya kembali merupakan suatu pemerasan. Sang rentenir meminjamkan uangnya kepada orang dengan bunga yang tinggi, dan ketika uang yang dipinjam tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka uang tersebut dilipatgandakan dan kemudian dilipatkan tiga kali pada akhir than ketiga. Jika peminjam gagal membayar pinjaman dan bunganya, pemberi pinjaman kadang- kadang mengambil hak peminjam atas istri dan anaknya.

2. Masa Rasulullah

Sebelum Islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan dikota ini tidak pernah berdiri dengan tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidakpastian. Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib berinisiatif menemui Nabi Muhammad Saw. Yang terkenal dengan sifat al-amin (terpercaya) untuk memintanya agar menjadi pemimpin mereka.

(10)

tanpa tergantung pada faktor keuangan adalah dengan melakukan langkah-angkah Abdullah ibn Abu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum muslimin. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung hanya dau tahun, Abu bakar Al-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabatyang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut dengan perang Riddah (perang melawan Kemurtadan).11 Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utarauntuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengamcam kedudukan umat Islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.

Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan menggunakan harta Baitul Mal. Menurut beberapa riwayat, ia diperbolehkan mengambil dua setengah atau tiga per empat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan tambahan makanan berupa dagimg domba dan pakaian biasa. Oleh karena itu, tunjangan untuk Abu Bakar ditambah menjadi 2000 atau 2500 dirham, menurut riwayat lain 6000 dirham, per tahun.12

Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktuyang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Al-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apalagi pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin mendapat manfaat yang sama yang tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand and

11Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 36.

(11)

aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.

2) Masa Khalifah Umar ibn Al-Khattab

Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, Abu Bakar Al-Shiddiq bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tesebut, ia menunjuk Umar Ak-Khattab sebagai khalifah Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar ibn Al-Khattab menyebut dirinya sebagai khalifah Khalifati Rasulillah (Pengganti Dari Pengganti Rasulullah). Ia Juga memperkenalkan istilah Amiral-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).13

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam.14

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn Al-Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.15

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:16

a. Departemen pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yangt terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.

13 Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 37.

(12)

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.

c. Departemen Pendidikan dan pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin an orang-orang yang menderita.

3) Masa Khalifah Utsman ibn Affan

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan.17Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.18

Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.19

Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn’Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

4) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Setelah diangkat sebagai Khalifah Islam keempat oleh segenap kaum Muslimin, Khalifah Ali bin Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan

17Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 270.

(13)

pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn Al-Khattab.20

Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwan, dan Aisyah yang menuntun kematian Utsman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij, mantan pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusan tahkim pada perang Shiffin.

Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abas, Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.

Seperti yang telah disinggung, Ali tidak menghadiri pertemuan Majelis Syuro di Jabiya yang diadakan oleh Khalifah Umar untuk memusyawarahkan beberapa hal penting yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan sebagian sebagai cadangan. Oleh karen itu, ketika menjabat sebagai khalifah, Ali mendistribusikan seluruh pendapatan dan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah, Basrah dan Kufah. Ali ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di Sawad, namun urung dilaksanakan demi menghindari terjadinya perselisihan di antara kaum Muslimin.21

4. Masa keemasan Islam

Naskah biologi tentang mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.

Zaman Kejayaan Islam (sek. 750 M - sek. 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan, dan insinyur di Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.

(14)

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan geografi. Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab dan Muhammad sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke Mekah menjadi pusat pertukaran gaagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan menyebarkan agama mereka ke Cina (berujung pada banyaknya penduduk Islam di Cina dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk yang wilayahnya dikuasai oleh Cina), India, Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru dari tempat-tempat tersebut.

a. Filsafat

Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam menerapkan gagasan-gagasan nonortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu Rushd dan polimat Persia Ibnu Sina membberikan kontribusi penting dalam melanjutkan karya-karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi pemikiran nonkeagamaan dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-gagasan dari Cina dan India, yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang sudah ada sebelumnya. Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-Farabi menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya yang diperkenalkan melalui Islam.

(15)

perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di Andalusia adalah salah satu contohnya.

b. Sains

Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman Kejayaan Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat menyederhanakan penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan), kemajuan pada bidang optik, dan kemajuan pada bidang astronomi.

c. Kedokteran

Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan. Sebagai tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.

Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis yang telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan dan menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas dan kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.

(16)

Sina, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan lebih dari lima kali.

Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota besar, misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari dokter, apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja mata.

d. Perdagangan

Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah banyak, jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika digabungankna dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut berhasil berlayar menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui gurun pasir. Para pelaut muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga ke Laut Tengah. Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal sebagai

qārib.22 Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan Suez dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering berlumpur.

(17)
(18)

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb.

Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan.

Sebagai disebut di atas, bahwa salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber Alquran dan hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam.

Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada fondasi utama yaitu tauhid. Fondasi berikutnya, adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak terganggu.

Dasar syariah membimbing aktivitas ekonomi, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlah yang terpancar dari iman akan mebnentuk integritas yang membentuk good corporate governance dan market diciplin

(19)

Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar ekonomi Islam Pembahasan komperhensif mengenai prinsip-prinsip ini selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail di bawah ini:

1. Tauhid

Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam. (39 : 38 ).

Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.

{Tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “negara sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini}.

Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.

(20)

Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan Tauhid adalah bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung) bertentangan dengan tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan berapa keuntungannya besok”,( Ar-Rum: 41). Padahal setiap usaha mengandung tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu, tingkat keuntungan itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi, konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan prinsip tauhid.

Kekayaan moral (akhlak) ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi sebagaimana yang digambarkan di atas tidak muncul dalam sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan mekanisme pasar. Karena menurut faham ini, ekonomi merupakan ranah yang bebas dari nilai-nilai, termasuk moral dan agama.

Prinsip Tauhid sebagaimana dijelaskan pada bagian ini memiliki hubungan yang kuat dengan prinsip-prnsip ekonomi Islam yang lain, seperti keadilan, persamaan, distribusi dan hak milik sebagaimana dijelaskan pada bagian selanjutnya.

2. Maslahah

Prinsip kedua dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Penempatan prinsip ini diurutan kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tawhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.

Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah. (jalb al-naf’y wa daf’ al-dharar). Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

(21)

Maslahah `ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan yang dibingkai secara syar’i, bukan semata-mata profit motive dan material rentability

sebagaimana dalam ekonomi konvensional.

Pengembangan ekonomi Islam dalam menghadapi perubahan dan kemajuan sains teknologi yang pesat haruslah didasarkan kepada maslahah. Para ulama menyatakan ”di mana ada maslahah, maka di situ ada syariah Allah ”. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang mengandung kemaslahatan, maka di sana ada syariah Allah. Dengan demikian maslahah adalah konsep paling utama dalam syariat Islam.

3. Adil

Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25). Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial.

Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat Al quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll (Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984):10).

Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Demikian kuatnya penekanan Islam pada penegakan keadilan sosio ekonomi. Maka, adalah sesuatu yang keliru, klaim kapitalis maupun sosialis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

(22)

sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya tekanan dari kelompok.

Secara konkrit, misalnya sistem kapitalisme yang berkaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan–tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai spritual dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat).

Kemanfaatan dari lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini terlihat sangat jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar. Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan keadilan sosio ekonomi, merupakan tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan politik. Maka, untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.

Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan, digunakan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.

(23)

sumbangan yang positif bagi pengurangan ketidakadilan dalam ekonomi dalam bentuk pengucuran pembiayaan (kredit) bagi masyarakat dan memberikan pinjaman lunak bagi masyarakat ekonomi lemah melalui produk qardhul hasan.

Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya.

Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).

Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam berbeda dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan per kapita. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan menurut konsep ekonomi kapitalisme. Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.

4. Khilafah

Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).

(24)

dengan sia-sia (QS.3:192, 23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi

Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber-sumber ini. Namun, karena ia bukan satu-satunya khalifah, tetapi masih banyak milyaran lagi khlaifah dan saudara-saudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien sehingga terwujud kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam. Tujuan ini hanya tercapai jika sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam batas-batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid.

Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian. Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.

Islam tidak akan intervensi pasar untuk regulasi harga, kecualai jika terjadi distorsi pasar. Intervensi negara pada harga didasarkan kan pada prinsip maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan kebaikan dan keadilan secara menyeluruh. Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa negara memegang peranan penting untuk tegaknya keadilan dalam ekonomi.

5. Persaudaraan (ukhuwah)

Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan terutama ukhuwah dalam perekonomian. Al-Quran mengatakan, ”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.(QS.49:13). ”Kami menjadikan kamu dari diri yang satu” (QS.4:1)

Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat manusia di dunia. Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ,

(25)

Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi tingkat pengabdian dan ketaqwaanya kepada Allah secara vertikal dan kemanusiaan secara horizontal. Nabi Muhamd Saw mengatakan ”Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain”.

Ajaran Islam sangat kuat menekankan altruism, yaitu sikap mementingkan orang lain. Dalam Al-Quran altruisme diistilahkan dengan itstar yang termaktub dalam firman Allah,

”Mereka lebih mementingkan orang lain dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kesulitan”. Ajaran ini jelas tidak terdapat dalam ekonomi kapitalisme.

Salah satu contoh yang sederhana adalah dalam penentuan harga. Industri besar yang manajemennya sudah berhasil menekan ongkos produksi, dengan alasan harga pasar melumat lawan-lawannya. Akhirnya, tidak ada pilihan lain bagi industri kecil kecuali gulung tikar atau diakuisisi industri yang lebih besar.

Dalam kerangka konsep persaudaraan ini, sikap yang baik kepada orang lain bukanlah sebagaimana yang diajarkan ekonomi kapitalisme. Sebuah perjuangan hidup tidak hanya untuk memenuhi kepentingan dan kepuasaan individu semata, tetapi juga saling berkorban dan bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan primer saudara seiman yang fakir ataupun miskin. Bagaimanapun para ulama fiqh sepakat, bahwa memperhatikan kebutuhan pokok orang miskin adalah kewajiban bersama (fardhu kifayah) masyarakat muslim.

6. Kerja dan Produktifitas

Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya kemalasan dinilai sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam, cukup banyak buku-buku yang menjelaskan secara rinci tentang etos kerja dalam Islam.

(26)

Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”(Ahmad)

Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda :

Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah penghidupan(H.R.Thabrani)

Dalam hadits ini Nabi Saw ingin menunjukkan betapa tingginya kedudukan bekerja dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras (sunguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan oleh Allah.

Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme adalah pandangan atau sikap hidup menyendiri di suatu tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan yang menganggap pantang segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Nabi Muhammad saw pernah bersabda, bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan kebutuhan lain untuk dirinya dan keluarganya lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat, tanpa mencoba berusaha mendapat penghasilan untuk dirinya sendiri. Bekerja adalah hak setiap seorang dan sekaligus sebagai kewajiban.

Dalam ekonomi Islam, perspektif kerja dan produktifitas adalah untuk mencapai tiga sasaran, yaitu :Mencukupi kebutuhan hidup (عابشلا ), meraih laba yang wajar (حابرلا ) dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiyah ( رامعلا )

(27)

7. Kepemilikan

Dalam kapitalisme yang menganut asas laisssez faire, hak pemilikan perorangan adalah absolut, tanpa batas. Terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas. Sedangkan dalam marxisme, hak memiliki hanya untuk kaum proleter yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Distribusi faktor-faktor produksi dan apa yang harus diproduksi, ditetapkan oleh negara. Pendapatan kolektif dan distribusi yang kolektif adalah ajaran utama, sedangkan hubungan-hubungan ekonomi dalam transaksi secara perorangan sangat dibatasi.

Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam, pemilikan hakiki hanya pada Allah. (QS. 24:33). Allah adalah pemilik mutlak (absolut), sedangkan manusia memegang hak milik relatif, artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, trustee

(pemegang amanat) yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Jadi, menurut ekonomi Islam, penguasaan manusia terhadap sumberdaya, faktor produksi atau asset produktif hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut bertentangan dengan tauhid , karena pemilikan sebenar hanya ada pada Allah semata.

Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme yang menganggap harta adalah milik manusia itu sendiri, karena manusia yang mengusahakannya sendiri. Untuk itu, menurut paham ini, manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya, tanpa perlu melihat halal haramnya.

Jika semua sumberdaya di alam semesta ini sebagai milik Tuhan, maka konsekuensinya adalah setiap individu mempunyai akses yang sama terhadap milik Allah, karena seluruh alam ini ditundukkan untuk kemaslahatan seluruh manusia. Sedangkan menurut ekonomi konvensional, usaha mendapatkan kekayaan, pemanfaatannya dan penyalurannya, tunduk pada

wants manusia itu sendiri, tidak tunduk pada ketentuan syari’at dan qaidah-qaidah yang ditetapkan Allah.

(28)

Ekonomi Islam membagi tiga jenis kepemilikan yang harus dibedakan, yakni pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Pemilikan individu diperoleh dari bekerja, warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar barang temuan dan jual beli. Islam melarang memperoleh harta melalui cara yang tidak diridhoi Allah dan merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa pelacuran, perdagangan gelap, produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba, judi, spekulasi valuta asing, spekulasi di pasar modal, money game, korupsi, curang dalam takaran dan timbangan, ihtikar, dan sebagainya. Oleh karena itu tidak seorang pun dapat dibenarkan memperoleh pendapatan dari aktivitas yang telah disebutkan di atas.

Sedangkan pemilikan umum adalah barang-barang yang mutlak dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan juga yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil hutan), minyak, sumber mas dan perak, barang yang tak mungkin dimilik individu, seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, dan sinar matahari.

Pengelolaan milik umum hanya dimungkinkan dilakukan oleh negara untuk seluruh rakyat, dengan cara diberikan cuma-cuma atau harga relatif murah dan terjangkau. Dengan cara ini, rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan pokoknya dengan cara yang murah yang akhirnya akan membawa dampak pada kesejahteran rakyat Jalan tol seharusnya semakin murah dan akhirnya bisa gratis setelah biaya investor dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Jalan tol sesungguhnya tidak boleh dibisniskan, karena jalan milik umum. Di negara manapun di dunia ini tarif jalan tol semakin lama semakin murah. Padahal mereka tidak menganut ekonomi Islamsecara formal. Di Indonesia, kenyataan berbeda kontras. Hal ini jelas tidak seusia dengan prinsip kepemikian dalam Islam..

(29)

8. Kebebasan dan tanggung Jawab

Prinsip kebebasan dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam pertama kali dirumuskan oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing dapat berdiri sendiri, tetapi doleh beliau kedua prinsip tersebut digabungkan menjadi satu. Penyatuan ini dilakukan karena kedua prinsip itu memiliki keterkaitan yang sangat kuat.

Pengertian kebebasan dalam perekonomian Islam difahami dari dua perspektif, pertama perspektif teologi dan kedua perspektif ushul fiqh/falsafah tasyri’.

Pengertian kebebasan dalam perspektif pertama berarti bahwa manusia bebas menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam mengelola sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik dan yang buruk, mana yang maslahah dan

mafsadah (mana yang manfaat dan mudharat).

Adanya kekebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya manusia harus bertanggung jawab atas segala perilakunya. Manusia dengan potensi akalnya mengetahi bahwa penebangan hutan secara liar akan menimbulkan dampak banjir dan longsor. Manusia juga tahu bahwa membuang limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan masyarakat untuk mencuci dan mandi adalah suatu perbuatan salah yang mengandung mafsadah dan mudharat. Melakukan riba adalah suatu kezaliman besar. Namun ia melakukannya juga, karena ia harus mempertangung jawabkan perbuatannya i\tu di hadapan Allah, karena perbuatan itu dilakukannya atas pilihan bebasnya.

(30)

Kebebasan dalam pengertian Islam adalah kekebasan yang terkendali (hurriyah al-muqayyadah). Dengan demikian, konsep ekonomi pasar bebas, tidak sepenuhnya begitu saja diterima dalam ekonomi Islam. Alokasi dan distribusi sumber daya yang adil dan efisien, tidak secara otomatis terwujud dengan sendirinya berdasarkan kekuatan pasar. Harus ada lembaga pengawas dari otoritas pemerintah -yang dalam Islam- disebut lembaga hisbah.

Kebebasan dalam konteks kajian prinsip ekonomi Islam dimaksudkan sebagai antitesis dari faham jabariyah (determenisme). Faham ini mengajarkan bahwa manusia bertindak dan berperilaku bukan atas dasar kebebasannya (pilihannya) sendiri, tetapi atas kehendak Tuhan. Dalam faham ini manusia ibarat wayang yang digerakkan oleh dalang. Determinisme seperti itu, tidak hanya merendahkan harkat manusia, tetapi juga menafikan tanggung jawab manusia. idak logis manusia diminta tanggung jawabnya, sementara ia melakukannya secara ijbari (terpaksa).

Pengertian kebebasan dalam perspektif ushul fiqh berati bahwa dalam muamalah Islam membuka pintu seluas-luasnya di mana manusia bebas melakukan apa saja sepajang tidak ada

nash yang melarangnya. Aksioma ini didasarkan pada kaedah, pada dasarnya dalam muamalah segala sesuatu dibolehkan sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya.

Bila diterjemahkan arti kebebasan bertanggng jawab ini ke dalam dunia binsis, khususnya perusahaan, maka kita aan mendapatkan bahwa Islam benar-benar memacu ummatnya untuk melakaukan inovasi apa saja, termasuk pengembangan teknologi dan diversifikasi produk.

Pertanggungjawaban (masuliayah) yang harus dihadapi manusia di akhirat juga merupakan konsukensi fungsi kekhalifahan manusia sebagai kahlifah. Dalam kapasitasnya sebagai khalifah, manusia merupakan pemegang amanah (trustee), karena itu setap pemegang amanah harus bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan untuknya.

(31)

Kepercayaan pada hari kiamat memilki peranan penting dalam kehidupan seorang muslim yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Konsep pertanggungjawaban sudah diterapkan secara sunnatullah sangat ditekankan dalam Islam, bukan merupakan norma etika umum atau perundang-undangan negara. Konsep ini mestinya sudah tertanam di masing-masing indivisu muslim dan tercermin dalam kehidupan masyarakat dan sistem. Tidak hanya terbatas pada para profesional, akademisi atau pengusaha saja.

Harus pula dipahami bahwa pertangggungjawaban tidak hanya terbatas dalam konsep eskatologis, tetapi juga mencakup proses praktis di dunia ini. Salah satu contohnya adalah kemampuan analisis dan sajian ilmiah dalam akuntansi, misalnya apa yang diperintahkan Allah dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 282, ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuslikannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan benar” (QS. 2;282).

9. Jaminan Sosial

Penjelasan sebelumnya telah menjelaskan bahwa Islam menuntut kepada setiap orang yang mampu untuk bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian, beberapa anggota masyarakat ada yang tidak mampu bekerja, sehingga mereka tidak berpenghasilan. Ada juga yang mampu bekerja, tetapi tidak mendapatkan lapangan kerja sebagai sumber penghasilan mereka dan pemerintah sendiri tidak mampu untuk mempersiapkan lapangan kerja yang sesuai bagi mereka.

Ada pula yang sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain. Untuk mengatasi problem tersebut Islam mengajarkan takaful al-ijtima’iy (jaminan sosial), melalui isntrumen zakat, infak, sedeqah dan wakaf.

(32)

individu apabila individu itu tidak mampu memperoleh kebutuhan pokok tersebut dengan usahanya sendiri, tetapi dalam keadaan apapun, negara tidak memberikan ”ikan” sepenuhnya sehingga masyarakat menjadi tidak produktif. Jelas bahwa sistem Islam tidak membiarkan mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi berupaya mewujudkan bagi mereka kehidupan yang layak.

10. Nubuwwah

Prinsip ekonomi Islam yang terakhir adalah nubuwwah yang berarti kenabian. Prinsip

nubuwwah dalam ekonomi Islam merupakan landasan etis dalam ekonomi mikro. Prinsip

nubuwwah mengajarkan bahwa fungsi kehadiran seorang Rasul/Nabi adalah untuk menjelaskan syariah Allah SWT kepada umat manusia.

Prinsip nubuwwah juga mengajarkan bahwa Rasul merupakan personifikasi kehidupan yang yang baik dan benar. Untuk itu Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul terakhir yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan sekaligus sebagai teladan kehidupan (Al-Ahzab : 21). Sifat-sifat utama yang harus diteladani oleh semua manusia (pelaku bisnis, pemerintah dan segenap manusia) dari Nabi Muhammad Saw, setidaknya ada empat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan fatanah.

a. Siddiq, berarti jujur dan benar. Prinsip ini harus melandasi seluruh perilaku ekonomi manusia, baik produksi, distribusi maupun konsumsi.

Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat, sehingga ia digelar sebagai al-amin. Ia tak segan-segan mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, perangkat hukum beserta reward dan punishmentbenar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis yang tidak jujur/benar.

(33)

Dalam dunia perbankan, lembaga keuangan dan bisnis syariah saat ini prinsip shiddiq, mestinya menjadi sesuatu yang membedakan LKS dan bisnis syariah dengan lembaga keuangan dan bisnis konvensional, dimana bisnis dalam syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan ini pengelolaan harta dan dana masyarakat dilakukan dengan mengedepankan cara – cara yang halal serta menjauhi cara – cara yang meragukan ( syubhat ) terlebih lagi yang bersifat larangan ( haram ).

2. Amanah, berarti dapat dipercaya, profesinal, kredibiltas dan bertangunggung jawab. Sifat amanah merupakan karakter utama seorang pelaku ekonomi syariah dan semua umat manusia. Sifat amanah menduduki posisi yang paling penting dalam ekonomi dan bisnis. Tanpa adanya amanah perjalanan dan kehidupan ekonomi dan bsinis pasti akan mengalami kegalagan dan kehancuran. Dengan demikian setiap pelaku ekonomi Islam mestilah menjadi orang yang profesional dan bertanggug jawab, sehingga ia dipercaya oleh masyarakat dan seluruh pelanggan.

Dalam dunia perbankan dan LKS yang berkembang saat ini sifat amanah menjadi kunci sukses ekonomi syariah di masa depan. Jika pelaku ekonomi syariah saat ini menciderai gerakan ekonomi syariah dengan sifat dan praltek non-amanah (seperti tidak profesional, tidak bertanggung jawab dan tidak kredible, maka selueuh masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga yang bernama ”syariah” tersebut.

3. Tablig, adalah komunikatif, dan transparan, dana pemasaran yang kontiniu. Para pelaku ekonomi syarah harus memiliki kemampuan komunikasi yang handal dalam memasarkan ekonomi syariah. Dalam mengelola perusahaan, para manajemen harus transparan. Demikian pula dalam melakukan pemasaran, sosialisasi dan edukasi harus berkesinambungan Dalam melakukan sosialisasi, sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah. Tabligh juga berarti bahwa pengelolaan dana dan keuntungannya harus dilakukan secara transparan dalam batas – batas yang tidak mengganggu kerahasiaan bank.

(34)

berekonomi dan berbisnis. Para pelaku ekonomi harus cerdas dan kaya wawasan agar bisnis yang doijalankan efektif dan efisien dan bisa memenasngkan persaiangan dan tidak menjadi korban penipuan. Dalam dunia bisnis sifat fatanah memastikan bahwa pengelolaan bisnis, perbankan atau lembaga bisnis apa saja harus dilakukan secara smart dan kompetitif, sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang rendah.

PRINSIF EKONOMI ISLAM DAN PERBANDINGAN DENGAN

EKONOMI KONVENSIONAL

1. Prinsif Ekonomi Kapitalis (Liberal)

(35)

Lahirnya ilmu dan sistem ekonomi liberal dalam pertengahan abad ke-18 itu, untuk dapat kita nilai sebaik-baiknya, kita harus melihatnya dengan mengambi masa feodal dan sistem gilda sebagai latar belakang. Dalam sistem berlakunya feodalisme dan sistem gilda itu, aktivitas ekonomi, sangat dibatasi oleh gilda-gilda atau golongan-golongan karya (semacam OPS di Indonesia) yang memegang monopoli dari masing-masing profesi, sedangkan kaum feodal merupakan golongan penghisap rakyat yang hidup bersenang-senang tanpa mengeluarkan keringat sedikit pun.

Sistem ekonomi liberal bertentangan dengan fitrah manusia. Manusia yang diberi kebebasan terlalu besar, akan menyalahgunakan kebebasannya itu, yaitu

manusia-manusia yang kuat dan pintar dan yang akalnya tidak dibatasi oleh ajaran-ajaran agama. Yang kuat dan pintar itu akan memeras yang miskin dan lemah. Di samping kemakmuran yang tinggi pada golongan yang kecil, terdapat kemiskinan pada golongan yang besar. Dan meskipun, berkat pengaruh pikiran-pikiran dan cita-cita sosialisme, dalam masyarakat-masyarakat yang didasarkan kepada kebebasan individu itu lambat laun perbedaan antara the haves dan the haves not semakin kecil.

2. Prinsif Ekonomi Sosialis

Marxisme telah mengambil sikap bahwa yang memimpin dan memutuskan persoalan-persoalan ekonomi adalah pemerintah sedangkan individu –individu hanya menjalankan apa yang dikomandankan oleh pemerintah itu.

Di samping itu individu-individu itu juga tidak boleh memiliki apa yang mereka hasilkan, tetapi hasilnya itu dipandang sebagai hak milik pemerintah, yang

mengumpulkannyha dan membagikannya kepada seluruh rakyat secara adil. Yaitu, menurut teorinya.

Menurut Marx, prinsip ekonomi itu kalau dan selama dijalankan oleh individu membawa kepada exploitation de i’homme, pemerasan manusia oleh sesama manusia, yaitu dari kaum lemah dan miskin yang hanya bisa menjual tenaganya, oleh orang-orang kapitalis yang menguasai alat-alat produksi, seperti tanah dan mesin-mesin atau pabrik.

Pendek kata, akan muncullah suatu surga di dunia, di mana tidak lagi terdapat ketamakan dan kerusakan individu, dan manusia menjadi saudara yang sejati bagi sesama manusia. Di sinilah Marx telah mimpi dan sesat.

3. Prinsif Ekonomi Campuran

Ekonomi campuranmerupakan perpaduan konsep antara sistem ekonomi pasar

dengan sistem ekonomi komando, dimana kelemahan-kelemahan dieliminasi pada sistem ekonomi campuran.

(36)

1. Pemerintah aktif dalam kegiatan ekonomi

2. Rencana perekonomian ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku kepada pihak swasta

3. Sumber-sumber daya vital dikuasai oleh pemerintah

4. Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar

5. Swasta diberikan kebebasan dalam batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah

6. Hak swasta diakui agar tidak mengganggu kepentingan umum.

7. Timbulnya persaingan dengan kontrol langsung dari pemerintah.

8. Campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar.

9. Pemerintah menyusun perencanaan, peraturan dan penetapan kebijakan dibidang ekonomi

10. Peran pemerintah dan peran swasta sama.

4. Prinsif Ekonomi Islam

Kalau kita mempelajari Al-qur’an dan Hadis, maka teranglah, bahwa Islam ari semula meskipun mengakui motif laba, mengikat motif itu kepada syarat-syarat moral, sosial dan temperance (pembatasan diri). Sehingga kalau ajaran Islam itu dilaksnakan pemakaian motif laba oleh orang seorang atau individu tidak akan membawa kepada individualisme yang ekstrem, yang hanya ingat akan kepentingan diri tanpa memedulikan masyarakat. Sebaliknya, aturan-aturan moral dan sosila tidak dilupakan begitu rupa, sehingga individu hanya berusaha untuk masyarakat dan bekerja dibawah pimpinan pemerintah.

(37)

suruhan-suruhanNya, larangan berbuat batil, memakan riba dan main judi, dan suruhan berbuat baik dan membayar zakat.23

NILAI DASAR EKONOMI ISLAM

A. Nilai Dasar Kepemilikan

Konsep kepemilikan dalam islam tidak sama dalam konsep kepemilikan dalam faham liberalisme-kapitalisme maupun sosialisme. Dalam faham liberalisme- kapitalisme, seperti yg di

(38)

kemukakan Jhon Lock " setiap manusia adalah tuan serta penguasa penuh atas keperibadiannya, atas tubuhnya dan atas tenaga kerja yang berasal dari tubuhnya".

Jadi dengan demikian konsep konsep kepemilikan dalam faham liberalisme-kapitalisme adalah bersifat absolut. Di dalam faham sosialisme adalah sebaliknya, Orang seseorang tidak di perkenankan untuk memiliki" kapital atau modal, sebab yang memiliki kapital dengan sendirinya memiliki juga sarana - sarana produksi".

Tuhan telah menyatakan bahwa seluruh yang ada di langit dan yang ada di bumi adalah milik Allah SWT.

Dalam: Surah Al-Baqoroh ,ayat: 107









































 



 

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.

Di dalam ayat ini menjelaskan bahwa segala apa yang ada di alam ini dan apa yang ada di dalam manusia itu sendiri adalah milik Allah SWT.dan kepemilikan yang ada pada manusia adalah hanya kepemilikan dalam pengelolaannya.

Ini sesuai dengan pendapat Adnan Khalid al-Turkmani, yang mengatakan " Sesungguhnya harta adalah milik Allah dari perspektif ijadiah (pengadaannya) dan milik manusia dari perspektif pendayagunaannya"

Jadi dengan demikian dapat kita dipahami bahwa konsep kepemilikan islam adalah tidaklah termasuk dalam zatnya saja, tetapi kepada mamfaatnya ". kepemilikan dalam manusia bersifat amanah dari tuhan yang maha esa yang harus di hormati. Dan sedangkan kepemilikan dalam islam itu sendiri terbagi bermacam - macam. ada kepemilikan oleh peribadi, kepemilikan bersama dan kepemilikan oleh negara. tetapi yang paling di garis bawahi adalah "masing - masing dari kepemilikan tersebut tidak bersifat mutlak, tetapi terkai dengan penciptaan kemaslahatan umum dan usaha untuk menghalangi terjadinya kemudharatan.

(39)

 

 





Dipalingkan daripadanya (Rasul dan Al-Quran) orang yang dipalingkan.

Dan di dalam hak yang membuat / membentuk kepemilikan tersebut yaitu terbagi tiga:

1. Hak Allah SWT.

2. Hak jamaah.

3. Hak pribadi atau individu.

Dan dari ketiga hak tersebut terlihat jelas dalam perintah zakat. di mana dalam pengeluaran zakat maka seseorang telah memberikan dan mengeluarkan hak yang bukan haknya.

Tetapi meskipun demikian , hal itu tidak berarti bahwa dia sudah bebas berbuat apa saja dengan harta yang dia miliki. tetapi harus di gunakan dengan sebaik baiknya dan tidak boleh menghambur -hamburkannya.24

B. Nilai Dasar Kebebasan Ekonomi Islam

Dalam sistem ekonomi sosial tidak mengenal kebebasan individual ,karena segala sesuatunya di atur dan di tentukan oleh negara secara sentralistis.

Sedangkan dalam sistem ekonomi liberialisme , kapitalisme masalah kebebasan orang per orang sangat mendapatkan tempat yg terhormat, bahkan negara tidak boleh ikut campur dalam urusan m ereka termasuk dalam bidang ekonominya

Di dalam sistem ekonomi islam , Dalam islam masalah kebebasan ekonomi adalah tiang pertama dalam dalam strruktur pasar islam.Kebebasan di dasarkan atas ajaran- ajaran fundamental islam atau dengan kata lain nilai dasar kebebasan ini merupakan konsekuensi logis , dari ajaran tauhid dimana dengan pernyataan tidak ada tuhan selain allah, artinya manusia terlepas dari ikatan perbudakan baik oleh alam maupun oleh manusia sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Jika ditelaah lebih dalam dilihat dari biaya yang dikeluarkan orang tua untuk membesarkan atau pemeliharaan anak tidak sebanding dengan nantinya yang mereka dapatkan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Aqidah Akhlak di MIS Hidayatul Muhajirin Palangka Raya. Teknik

Pengukuran ini menggunakan asam askorbat dalam beberapa tingkat konsentrasi untuk mendapatkan aktivitas antioksidan, yaitu kemampuan untuk dapat meredam radikal bebas

tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Tinjauan

Muh. Fatchuwwoh Selaku Guru Fiqih MA Manbaul A’laa Purwodadi Grobogan , Wawancara, pada tanggal 15 Januari 2016.. mengeluarkan ide atau pendapatnya masing-masing. Karena

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut Subandijah meliputi: (1) prinsip relevansi, (2) prinsip efektifitas dan efisiensi, (3) prinsip kesinambungan, (4)

Untuk mengukur volume, pH, dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi, durasi dan

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi dapat dikategorikan