STATUS PENGUASAAN TANAH OLEH MASYARAKAT DI SEPANJANG
DAERAH ALIRAN SUNGAI DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Himawaty Kusumaningtyas, Sudirman Mechsan dan Upik Hamidah
Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung meneng Bandar Lampung 35145
e-mail: Himawary.hanako@yahoo.com
ABSTRAK
Tanah merupakan hal yang penting untuk hidup manusia, ketidakseimbangan antara persediaan tanah dengan kebutuhan manusia yang semakin bertambah akan menimbulkan persoalan atas tanah, Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah no. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ditentukan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Sungai merupakan kekayaan negara dan memiliki garis sempadan sungai yang merupakan kawasan lindung, dalam Peraturan Pemerintah no 38 tahun 2011 diatur mengenai batas garis sempadan sungai dengan karakteristik masing-masing sungai, fungsi sempadan sungai sebagai ruang penyangga ekosistem sungai agar fungsi sungai tetap terjaga kelestarianya, akan tetapi di kota Bandar Lampung terdapat penggunaan yang seharusnya merupakan daerah aliran sungai dikuasai dan digunakan menjadi lahan pemukiman oleh masyarakat hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang sungai dan Peraturan Daerah no 10 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Bandar Lampung. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana status penguasaan tanah oleh masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai di kota bandarlampung dan bagaimana dampak penguasaan tersebut terhadap pelestarian lingkungan.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Adapun sumber data dalam penelitian yaitu Data primer dan data sekunder diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan dan data sekunder berasal dari penelitian pustaka melalui peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen-dokumen resmi.
penguasaan sempadan sungai oleh masyarakat melanggar Peraturan daerah no 10 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Bandar Lampung bahwa sempadan sungai merupakan jalur hijau dan pemanfaatnya bukan sebagai kawasan pemukiman seperti yang dilakukan oleh masyarakat. Berubahnya sempadan sungai yang seharusnya kawasan lindung menjadi hunian akan berdampak kerusakan dan pencemaran lingkungan seperti banjir dan pencemaran air.
Saran, Sebaikanya Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan upaya tegas untuk melakukan konsolidasi tanah daerah aliran sungai agar fungsi sungai yang merupakan kawasan lindung akan tetap terjaga kelestarianya dan terciptanya pola pemanfaatan ruang yang sesuai dengan tujuanya.
Kata kunci : Status, Penguasaan Tanah, Daerah Aliran Sungai
ABSTRACT
Land is an important issue for human life. The imbalance between land availability and human needs is increasing and this cause land disputes. The provision of Government Regulation No. 16 in 2004 Article 13 about Land Management determined the use of land. The use of land in protected and productive land should be in accordance with the function of land based on Plan of Land Management. Rivers are the state treasures and they have edge areas as protected areas, where the Government Regulation No. 38 in 2011 regulated about the limit of river edge area with respective characteristics of each river. This river edge area or watershed area serves as ecosystem support so that the river functions are maintained and conserved. However, the use of this river edge area is occupied to be housing by public and this is against the Government Regulation about river and the Government Regulation No. 11 in 2011 about the plan of land management in Bandar Lampung. The problems in this
research are ‘how does the status of land tenure by public along river edge area in Bandar
Lampung and how does the effect of land tenure to the environmental conservation’.
This research used normative and empirical approaches. Data source in this research was primary data obtained directly from field of research and secondary data obtained from literary study of legislations, literatures, books, and official documents.
with jurisdiction evidence of having right on land certificate. In owning the river edge area, public was against the Regional Law No. 10 in 2011 about the plan of land management of Bandar Lampung, where river edge area was a green area and not to use as housing as it occur in some areas to be occupied and owned by public. The change of river edge area function from protected area into housing would result in environmental damage and pollution such as flood and water pollution.
The researcher suggests the Bandar Lampung government to exert strict efforts to make land consolidation in the river edge areas where these areas should be protected areas to conserve the environment and the use of land is in accordance with land’s purpose and function.
Keywords: Status, Land Tenure, watershed
PENDAHULUAN
Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya, tetapi sudah meninggal pun masih tetap berhubungan dengan tanah.
Penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek yuridis dan aspek fisik.Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh suatu hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai tanah tersebut secara fisik1 . Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004 ditentukan mengenai
1Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,
Sejarah Pembentukan UUPA dan
Pelaksanaanya,jakarta:Djambatan,2008, hlm 23
penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Berubahnya sempadan sungai yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan lindung setempat menjadi kawasan hunian akan berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air. Pendirian bangunan di kawasan sempadan sungai seharusnya secara yuridis tidak dibenarkan. Kawasan sempadan sungai yang merupakan daerah sepanjang aliran sungai memiliki fungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling tertanggu.
tempat lokasi, terdapat penggunaan daerah sempadan sungai sebagai hunian dan bangunan lainya yang bertentangan dengan peraturan yang ada
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah
Tanah sebagai mana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah meliputi bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas dan merupakan objek dari pendaftaran tanah. adalah yang dimaksud dengan tanah dalam tulisan ini adalah permukaan bumi yang terbatas dan merupakan objek pendaftaran tanah yang mana tujuan akhir dari pendaftaran tanah tersebut adalah untuk mendapatkan kepastian hukum dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah 2(Muchtar Wahid, 2008: 145).
2.3 Pengertian Penguasaan Tanah
Pengertian “PENGUASAAN” dan
“MENGUASAI” dapat dipakai dalam arti fisik juga dalam arti yuridis.
2 Wahid, Muchtar. 2008, Memaknai Kepastian
Hukum Hak Milik Atas Tanah. Republika. Jakarta hlm 145.
Hak menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia atas tanah, yang pada hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilakukan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut menguasakan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat3.
Isi wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana dimuat di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah:
a) Mengatur dan menyelengara peruntukan,penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah. b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah.
c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
3Pasal 2 ayat (1) UUPA menyatakan “Atas dasar
ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD dalam hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan
Dengan berpedoman pada wewenang negara tersebut, negara dapat memberikan tanah yang demikian itu pada seseorang dan badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya4 Tujuan dari penguasaan tanah oleh negara atas bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dipilihnya kata dikuasai dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bukan suatu kebetulan, melainkan suatu hasil pengelolaan rasional dan emosional terhadap pandangan filosofis dan politik atas masalah kenegaraan dan sejarah pertumbuhan bangsa itu sendiri.5
2.4 Penatagunaan Tanah
Pasal 1 angka (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah menyatakan bahwa penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Sedangkan penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan
4Aminuddin Salle et.al., Hukum Agraria.
Makassar, 2010, hlm. 98
5
Soeprapto,UUPA dalam praktek,1986,hlm 10
sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Penatagunaan tanah merupakan wujud pelaksanaan Pasal 33 undang-undang tentang penataan ruang yang di dalamnya diatur sebagai berikut.
a. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan sumber daya lain.
b. Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.
tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumber daya alam lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah6.
2.5 Pengertian Sungai
Sungai dapat didefinisikan sebagai saluran di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah yang melalui saluran itu air dari darat menglir ke laut.Di dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata “sungai”. Sedang di dalam Bahasa Inggris dikenal kata “stream” dan “river”. Kata
“stream” dipergunakan untuk
menyebutkan sungai kecil, sedang “river” untuk menyebutkan sungai besar. Dalam PP No.38 2011 tentang sungai dijelaskan pengertian sungai, yaitu : Sungai adalah alur/wadah airalami dan atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air
di dalamnya mulai dari hulu-muara
dengan dibatasi kanan dan kiri garis
sempadan.
METODE PENELITIAN
6 Hasni,S.H.,M.H., Hukum Penataan ruang & Penatagunaan Tanah,jakarta, 2008, Hlm72.
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris.
a) Pendekatan Normatif : Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendekati permasalahan dari segi hukum, membahas kemudian mengkaji buku-buku, ketentuan perundang-undangan yang telah ada dan yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dibahas7.
b) Pendekatan Empiris : Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengetahui fakta-fakta yang ada atau yang terjadi dalam lapangan(masyarakat) di lokasi penelitian dengan mengumpulkan informasi-informasi tentang kejadian yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dibahas.Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian ke lokasi yaitu di Kelurahan Kelapa tiga, Kelurahan sukaraja, kantor pertanahan kota bandar lampung dan dinas tata kota bandar lampung. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian deskriptif dan
problem identification, yaitu dengan
7Soerjono Soekanto,Penelitian hukum normatif,
mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian Maleong (2005: 60)8.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Status Penguasaan Tanah Di Daerah
Aliran Sungai
Status penguasaan tanah di daerah sempadan sungai sebenarnya merupakan tanah negara yang pemanfaatanya harus digunakan sebagai kawasan konservasi, sebagaimana diketahui bahwa kawasan konservasi merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi sungai dari berbagai kemungkinan yang akan merusak sungai.
Menurut wawancara dengan Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan kantor pertanahan kota Bandar Lampung yaitu bapak Hi Erwansyah menuturkan bahwa, berkaitan dengan penguasaan tanah oleh masyarakat di Daerah Aliran Sungai, memang benar bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
8 Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian
Sosial: Edisi Revisi, Bandung, Remaja rosdakarya hlm 60.
penatagunaan tanah ditentukan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria no 5 tahun 1960, dijelaskan fungsi sosial yang mana dalam penggunaan tanah terdapat fungsi sosial, yang mana untuk tanah yang berada di daerah aliran sungai boleh diberikan hak karena sebelumnya tidak diatur mengenai hal tersebut sehingga masyarakat yang melakukan permohonan hak atas tanah akan tetap diberikan hak tersebut dan setelah dibuat Peraturan Daerah, kantor pertanahan kota bandar lampung akan menyesuaikan saja, mengenai penerbitan sertifikat, untuk daerah way awi dan way kuala mempunyai perbedaan.
kantor pertanahan kota bandar lampung juga mempertimbangan dari peraturan-peraturan lainya yang ada.
Namun pada fakta nya masih banyak penggunaan tanah di daerah aliran sungai di way awi untuk bangunan bahkan jalur daerah aliran sungai di wilayah ini hampir tidak ada.
Untuk masyarakat yang berada di RT 16 wilayah administrasi kelurahan sukaraja status peguasaan tanah di daerah aliran sungai way kuala memang belum memiliki sertifikat, tanah yang ada berasal dari masyarakat yang mengurug sungai/reklamasi sungai dan dijadikan daratan kemudian tanah tersebut dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Menurut bapak Hi.Erwansyah, kondisi di way kuala inilah yang disebut tanah negara, karena tanah tersebut ada dan diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dengan cara mengurug, tanah yang sebelumnya tidak ada dan menjadi ada. Untuk kondisi yang demikian ada kemungkinan untuk diberikan sertifikat yang memang merupakan hak masyarakat, akan tetapi sertifikat khusus yang diberikan langsung dari pusat dan hak atas tanah yang mungkin terbit adalah hak guna bangunan. Penerbitan sertifikat bisa dilakukan di wilayah apapun sepanjang tidak bertentangan dengan fungsi peruntukanya dengan pemanfaatan penataan ruang,
sertifikat merupakan hak masyarakat untuk memperoleh legalitas dalam penguasaan fisik dan yuridis atas tanah yang ditempati. Penerbitan sertifikat bukan berarti kebal hukum, karena yang didaftarkan hanya hak nya dan tanah memiliki fungsi sosial. Hampir seluruh dari luas tanah di sempadan sungai dimanfaatkan masyarakat sebagai kawasan permukiman hal ini dapat diketahui bahwa rata-rata mereka memperoleh bidang tanah yang mereka kuasai dengan cara prolehan pendudukan liar selain itu ada juga masyarakat yang memperoleh tanahnya dengan jual beli dibawah tangan, hal ini terbukti dengan tidak dimilikinya izin mendirikan bangunan oleh masyarakat. Menurut wawancara dengan Pemerintah Kota Bandar lampung yang dalam hal ini Kepala Bidang dan Kepala Seksi bagian pengukuran, pemetaan dan dokumentasi dinas Tata Kota Bandar lampung yaitu Bapak Dekrison dan Bapak Anthoni Rozak. Menjelaskan bahwa dalam hal pembangunan di daerah aliran sungai memang secara yuridis tidak dibenarkan, hal itu jelas tertuang di dalam Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota bandar lampung .
mendirikan kawasan di daerah aliran sungai bahkan wilayah daerah aliran sungai hampir habis dipenuhi bangunan, hal ini bukan karena pemerintah melakukan pembiaran atau bersikap tidak perduli terhadap hal tersebut, akan tetapi mengaplikasikan teori dengan kenyataan itu tidaklah mudah apalagi dalam hal ini berkaitan dengan masyarakat. Menurut Bapak dekrison, idealnya untuk mengembalikan kawasan lindung sempadan sungai menjadi sedia kala cara pemerintah yang terbaik adalah dengan membeli tanah-tanah yang dikuasai masyarakat yang ada di daerah aliran sungai, akan tetapi kendala biaya untuk ganti rugi dari pembebasan lahan tersebut yang belum cukup memadai. Solusi yang sedang dibahas oleh pemerintah kota untuk mengatasi hal ini adalah akan mengadakan studi tentang garis sempadan sungai dan kedepanya diharapkan terwujudnya kawasan lindung sempadan sungai yang asri dan lestari sehingga fungsi sungai yang merupakan kawasan penyangga ekosistem di dalamnya akan tetap terjaga.
4.2 Dampak Dari Status Penguasaan
Tanah Oleh Masyarakat Di daerah
Aliran Sungai Terhadap Kelestarian
Lingkungan
Menurut aspek lingkungan penguasaan tanah oleh masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai akan memberi
dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari pembuangan limbah masyarakat sekitar serta akan mengakibatkan kerusakan ekosistem yang ada di sungai.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
A. Bahwa status penguasaan tanah di sepanjang sungai idealnya sesuai dengan Peraturan Daerah no 10 tahun 2011 kota bandar lampung telah ditetapkan penggunaan lahan di daerah aliran sungai untuk keperluan tertentu meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air; b. fasilitas jembatan dan dermaga; c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; dan
e. kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai, misalnya tanaman sayur-mayur.
Pada faktanya Peraturan Daerah no 10 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota bandar lampung belum berjalan sepenuhnya karena dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa status
berada di daerah aliran sungai di kota
bandar lampung khususnya yang berada
pada objek penelitian masih tanah negara
dengan alas bukti surat penguasaan fisik
(sporadik) dan sebagian sudah merupakan
tanah hak dengan alas bukti yuridis
sertifikat hak milik. Dalam penguasaan
sempadan sungai oleh masyarakat
melanggar Peraturan Daerah no 10 tahun
2011 tentang rencana tata ruang wilayah
kota Bandar Lampung bahwa sempadan
sungai merupakan jalur hijau dan
pemanfaatnya bukan sebagai kawasan
pemukiman seperti yang dilakukan oleh
masyarakat.
B. Dampak penguasaan tanah masyarakat disepanjang daerah aliran sungai memiliki dampak negatif dari aspek lingkungan yaitu pencemaran dan kerusakan.
5.2 Saran
Sebagai upaya untuk menunjang program pemerintah dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota , hendaknya pemerintah mengusahakan beberapa hal yaitu :
1. Sebaiknya Pemerintah Kota Bandar lampung melakukan pengawasan terhadap penerbitan sertifikat di lahan yang ada di daerah aliran sungai dan sosialisasi tentang fungsi sungai kepada masyarakat yang menempati daerah aliran
sungai bandar lampung agar mematuhi peraturan yang ada. 2. Sebaikanya Pemerintah Kota
Bandar Lampung melakukan upaya tegas untuk melakukan konsolidasi tanah yang seharusnya menjadi daerah aliran sungai agar fungsi sempadan sungai yang merupakan kawasan lindung akan tetap terjaga kelestarianya dan terciptanya pola pemanfaatan ruang yang sesuai dengan tujuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abdurrahman, 1983, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Penerbit alumni. Bandung.
Aminuddin Salle, et.al., 2010, Hukum Agraria, Makassar : As PublishingHarsono, Boedi.Prof, 2005 , Hukum Agraria Indonesia, jakarta: penerbit djambatan. Harsono, Boedi.Prof, 2008 , Hukum Agraria Indonesia, jakarta: penerbit djambatan.
Hasni,S.H.,M.H., 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, jakarta: penerbit Rajawali Pers.
Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Bandung,
Soeprapto,R, 1986, UUPA dalam Praktek, penerbit UI press,Jakarta.
Soekanto, Soerjono.,1985, Penelitian Hukum Normatif, penerbit rajawali pers, Jakarta.
Rahardjo,Satjipto.,1986, Ilmu Hukum, penerbit Alumni, Bandung.
Wahid, Muchtar. 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah. Republika. Jakarta.
B. Peraturan perundang-undangan
UUPA no 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PP 38 2011 tentang sungai