PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYEBAR BERITA BOHONG (HOAX)
(Jurnal)
Oleh : MARISSA ELVIA
1412011243
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYEBAR BERITA BOHONG (HOAX)
Oleh
Marissa Elvia, Maroni, Dona Raisa Monica ( marisaelvia@gmail.com)
Penanggulangan tindak pidana hoax diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE Pasal 28. Banyaknya kabar bohong yang menyebar sehingga meresahkan masyarakat, untuk membuat masyarakat nyaman pihak kepolisian menggunakan UU ITEsebagai regulasi serta melakukan klarifikasi, beri serangan balik,
Investigasi, namun sampai sekarang berita bohong terus menyebar. Permasalahan:
Bagaimanakah peran kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) danApakah faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan berita bohong (hoax).Penelitian: yuridis normatif dan yuridis empiris. Data: studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber: Penyidik Krimsus Polda Lampung,Praktisi Media Online, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data: yuridis kualitatif.Hasil penelitian diketahui bahwaPeran Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana hoax menggunakan peran normatif yakni Pasal 2, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002, peran faktual merupakan paling dominan yakni Pasal 28 (2), Pasal 45A (2) UU ITE.Faktor penghambat penanggulangan hoax adalah aparat penegak hukum; tidak semua petugas kepolisian memiliki kemampuan tekhnologi, sarana dan prasarana; kepolisian tidak memiliki alat yang bisa mendeteksi pencegahan hoax, masyarakat: menyebarkan berita tanpa mengecek kebenaran berita.Saran dalam penelitian ini adalahkepolisianmeningkatkan sumber daya manusia menghadapi tekhnologi informasi, memaksimalkan kerjasama instansi pemerintahan dalam mencegahhoax, masyarakat menahan diri membagi informasi yang belum jelas kebenaran dan menjadi pemakai internet bijak.
ABSTRACT
THE POLICE ROLE IN CRIMINAL MEASURES OF CRIMINAL FREEDOMS (HOAX)
By
Marissa Elvia, Maroni, Dona Raisa Monica (marisaelvia@gmail.com)
The prevention of hoax crime is regulated in Law no. 19 Year 2016 About ITE Article 28. The number of false rumors spread so disturbing the community, to make the police comfortable people use the ITE Act as a regulation and to clarify, give a counter-attack, Investigation, but until now the false news continues to spread. Problems: How is the role of the police in handling criminal acts of hoaxes and hoaxes? Research: juridical normative and empirical juridical. Data: library studies and field studies. Resource persons: Police Crimes Investigator Lampung, Online Media Practitioner, Criminal Law Academician Faculty of Law University of Lampung. Data analysis: qualitative juridical. The result of the research is known that the Police Role in the prevention of crime hoax use normative role namely Article 2, Article 4, Article 13, Article 14 Law no. 2 Year 2002, the factual role is the most dominant, namely Article 28 (2), Article 45A (2) of the ITE Law. The hoax prevention factor is law enforcement apparatus; not all police officers have technological capabilities, facilities and infrastructure; the police have no tools that can detect hoax prevention, the public: spreading the news without checking the truth of the news. Suggestions in this research is the police to improve human resources to face information technology, maximize the cooperation of government agencies in preventing hoax, the public refrain from sharing the information that is not yet clear truth and become the wise internet user.
I. PENDAHULUAN
Kemudahan yang dijanjikan dan disajikan oleh media internet bukan hanya dimanfaatkan oleh pelaku bisnis computer dan elektronika, namun juga mengunggah pelaku bisnis yang bergerak di bidang penerbitan dan pemberitaan.1 Kajian hukum mengenai internet dikenal luas dengan istilah cyber law atau hukum cyber, dimana penyalah gunaan dan kejahatan yang terjadi dalam lingkup ini disebut cyber
crime atau kejahatan cyber.2
Hoax bertujuan membuat opini
publik, menggiring opini, membentuk persepsi, juga untuk
having fun yang menguji kecerdasan
dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Hoax merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet, kata
hoax berasal dari Amerika dan
awalnya merupakan sebuah judul
film yakni “The Hoax”.3Hoax terkategori sebagai perbuatan melawan hukum. Saat ini perbuatan melawan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan, mengingat tindakan carding, hacking, penipuan, terorisme, hoax, telah menjadi aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya, hal ini masih sangat kontras dengan kurangnya regulasi yang mengatur pemanfaatan tekhnologi
1
AsrilSitompul, Hukum Internet: Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace, Bandung, PT. Citra
AdityaBakti, 2004, hlm. 73.
2Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Jakarta, PT. Raja GrafindoPersada, 2005, hlm. 12.
3http://www.komunikasipraktis.com/2016/12
/pengertian-hoax-asal-usul-dan-contohnya.html,diakses pada hari Sabtu, tanggal 13 Mei 2017, jam 07.00 wib.
informasi dan komunikasi di berbagai sektor dimaksud.4
Ancaman pidana bagi penyebar hoaxdiatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, antara lain: Pasal 28 Ayat (1) UU ITE berisi
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik”, Pasal 28 Ayat (2) UU ITE berisi “Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Ketentuan pidana pada UU ITE tercantum rincian ancaman pidana bagi penyebar hoax, Pasal 45 UU
ITE berbunyi “setiap orang yang
memenuhi unsur yang dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) dan (2) maka dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 Milyar”.5
Penyebar berita bohong atau hoax dapat dijerat dengan 2 (dua) Pasal dalam KUHP, yakni Pasal 14 Ayat (1) Barang siapa, dengan
menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
4
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Kasus; Prita Mulyasari),Jakarta,Rineka cipta, 2009, hlm. 40.
5
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15, berisi “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua
tahun”.6
UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, yakni Pasal 2 berisi bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 4 berisi bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selain itu salah satu dari
6
Htttp:www//viva.co.id/Deretan-Pasal-dan-Ancaman-Pidana-Bagi-Penyebar-Hoax, diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Mei 2017, jam 12.04 wib.
tugas pokok yang dimiliki Polri, tercantum dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 14 ayat (1) huruf g,
yakni “melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya”.
Kasus penyebaran berita bohong (Hoax), dimasyarakat akhir-akhir ini menjadi perhatian kita bersama, adapun contoh kasus hoax yakni kabar penangkapan Kadis Pengairan dan Pemukiman Lampung edarwan cuma hoax. Bandar Lampung, duajurai.com, kabar penangkapan Kepala Dinas (Kadis) Pengairan dan Pemukiman Lampung edarwan ternyata cuma kabar bohong (hoax), secara terpisah, Kabid Humas Polda Lampung Komisaris Besar Polisi Sulistyaningsih tidak membenarkan kabar OTT edarwan. Dia menyatakan bahwa dirinya pasti diberi tahu bila Polda melakukan
OTT. “Kalau memang ada
penangkapan pasti saya sudah dapat laporannya, coba saya cek dahulu Lampung, infokyai.com, tersebarnya berita viral di sosial media pada tanggal 13 Februari 2017 tentang diduga anak tenar SMA 10 Bandar Lampung membuang anaknya kian ramai menjadi perhatian publik, minggu (19/2/2017). Tersebarnya berita viral tersebut, awal mula
7
karena adanya snapgram yang tersebar di salah satu akun instagram yang berinisial L, ia mengunggah snapgram tentang bayi yang digugurkan dengan caption
bertuliskan “astagfirulloh masih ada aja yang mengugurkan begini ya mungkin kalo dia nanti bisa punya anak ya dan anak terkenal SMA 10
Bandar Lampung” besertakan foto seseorang bayi didalam plastik hitam.
Perusahaan teh botol sosro jadi korban hoax, dikutip dari detiknews, Jakarta, saat ini sedang menyebar isu yang tidak benar melalui internet yang mengakibatkan banyak orang salah menerima informasi, atau bahkan bohong dan menyesatkan, dan kebetulan isu itu sekarang menimpa teh botol sosro. Isu tidak benar yang beredar melalui hoax tersebut telah dibantah oleh pihak teh botol sosro, dalam pernyataannya, Presiden Direktur PT. Sinar Sosro Joseph S. Sosrodjojo mengatakan bahwa isu teh botol sosro mengandung zat berbahaya adalah tidak benar, berkaitan dengan
hydroxylic acid, istilah tersebut
sebenernya adalah istilah lain atau bahasa ilmiah dari air, atau yang biasa juga disebut H2O.
Mengantisipasi pemberitaan bohong (hoax), kini pihak kepolisian pun telah menyiapkan beberapa tindakan yang diantaranya berupa menyimpan
regulasi untuk mengantisipasi dan
melawan berita bohong atau hoax tersebut, ada 4 (empat) upaya antisipasi dalam menangani hoax yakni regulasi, klarifikasi, beri serangan balik, Investigasi. Dijelaskan juga bahwa Presiden akan membentuk Badan Siber Nasional yang digabung dengan Lembaga Sandi Negara, sehingga akan ada
unsur TNI, Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kejaksaan, dll. Internal Kepolisian juga akan dibentuk Direktorat Siber di Bareskrim, Direktorat Kontra Propaganda di Badan Intelejen, Biro Multimedia dibawah Direktorat Humas, dan khusus konten ideologi dan radikal.8 Penyebaran berita bohong yang banyak terjadi melalui Internet sehingga membuat masyarakat apatis membuat penulis ingin mengetahui tentang pencegahan dan penindakan pelaku penyebar berita bohong atau hoax.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul
“Peran Kepolisian Terhadap
Penanggulangan Tindak Pidana Penyebar Berita Bohong (HOAX)”.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimanakah peran kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) ?
2. Apakah faktor yang menjadi
penghambat dalam
penanggulangan berita bohong (hoax) ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian ini adalah Penyidik Kriminal Khusus Polda Lampung,Praktisi Media Online, Akademisi Bagian Hukum Pidana
8http://PenyebarBeritaBohongatau Hoax
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.
II. PEMBAHASAN
A. PeranKepolisianDalamPenang gulanganTindakPidanaPelaku PenyebarBeritaBohong (Hoax)
Menurut Soerjono Soekanto, Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), yang memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. b. Peran adalah suatu konsep
perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.9
Hasil wawancara Muh. Anwar R10 menjelaskan bahwa penanggulangan kejahatan empirik terdiri dari tiga bagian pokok, yakni:
1. Pre-emtif, adapun yang dimaksud dengan upaya pre-emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga
9
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.243. 10
Hasil Wawancara dengan Muh. Anwar. R selaku Wadir Krimsus Polda Lampung, Hari Selasa, Tanggal 8 Agustus 2017
terkristalisasi dalam diri seseorang untuk mencegah dirinya berbuat kejahatan, dalam pencegahan ini berasal dari teori NKK (Niat + Kesempatan = Kejahatan), jika nilai-nilai atau
norma-norma sudah
terkristalisasi dengan baik maka bisa menghilangkan niat untuk berbuat kejahatan walaupun ada kesempatan. Pencegahan pre-emtif yang dilakukan oleh
kepolisian dalam
penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) adalah dengan cara melakukan sosialisasi melalui media sosial (social media). 2. Preventif, adapun yang
dimaksud dengan upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, penekanan dalam upaya ini adalah dengan menghilangkan adanya kesempatan untuk melakukan kejahatan. Pencegahan preventif yang dilakukan oleh kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) adalah dengan cara membentuk Satuan Tugas
Cyber Patrol (Satgas Cyber
Patrol), yang bertugas
mengawasi Tekhnologi Informasi atau Media Sosial. 3. Refresif, adapun yang dimaksud
secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya refresif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang berat. Pencegahan refresif yang dilakukan oleh kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) adalah dengan cara melakukan penegakan hukum terhadap pelaku penyebar berita bohong (hoax).
Hasil wawancara Muh. Anwar. R,11selama ini strategi yang dilaksanakan oleh Kepolisian berupa tindakan atau kegiatan yang berupa: 1. Sosialisasi kepada masyarakat
tentang berita bohong (hoax), dengan menjelaskan ciri-ciri dan jenis-jenisnya, sehingga diharapkan dari cara ini masyarakat bias memahami dan mengerti tentang berita bohong atau hoax;
2. Melakukan kerjasama dengan media (online ataupun
konvensional) baik dengan
pemimpin atau pemilik media, organisasi wartawan maupun dengan wartawan, sehingga diharapkan dari cara ini bias membantu men-counter penyebaran berita bohong atau
hoax dan bahkan bias membantu
11
Hasil Wawancara dengan Muh. Anwar. R selaku Wadir Krimsus Polda Lampung, Hari Selasa, Tanggal 8 Agustus 2017
klarifikasi atau pelurusan berita di masyarakat;
3. Melakukan tindakan internal dengan mengirimkan Surat Telegram kepada seluruh Polres yang ada dibawah koordinasi Polda Lampung, tentang pencegahan tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax), sehingga dengan cara ini jajaran kepolisian bias memaksimalkan pengawasan terhadap masyarakat secara menyeluruh dengan melibatkan anggota kepolisian sampai tingkat desa atau kelurahan (bhabinkamtibmas);
4. Melakukan kerjasama dengan sesama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah yang ada di Provinsi Lampung, khususnya dengan Dinas Komunikasi dan Informasi Pemerintah Provinsi Lampung, untuk pemblokiran media sosial, sehingga dengan cara ini diharapkan bias mengawasi peredaran atau pergerakan pemakaian internet dan media sosial, karna Dinas Komunikasi dan Informasi adalah Instansi yang memiliki garis koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi di tingkat pusat, serta merupakan instansi yang memiliki kewenangan untuk memblokir dan mengawasi internet;
5. Melaksanakan kerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khususnya Provinsi Lampung, dalam mengawasi penyiaran-penyiaran yang bersifat elektronik di Provinsi Lampung;
mengklarifikasi dan
men-counter pemberitaan bohong
atau hoax;
7. Melakukan kerjasama dengan pihak Bank atau Lembaga Keuangan untuk melakukan pemblokiran rekening pelaku, apabila ada kerugian materiil yang timbul dari perbuatan tersebut.
Hasil wawancara Juwendra Asdiansyah12, tren penyebaran berita bohong atau hoax terutama melalui dunia maya tidak bakal surut dalam berbagai momentum, karena penyebaran berita bohong atau hoax sangat efektif digunakan untuk menghantam berbagai kepentingan, termasuk kinerja pemerintahan.
Hasil wawancara Erna Dewi13, memberikan pendapat bahwa peran kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong atau hoax adalah peran kepolisian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni Polisi sebagai Penyelidik dan Penyidik dari suatu tindak pidana.
B. Faktor Yang
MenjadiPenghambatDalamPe nanggulanganBeritaBohong (Hoax)
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor lain yang
12
Hasil Wawancara dengan Juwendra Asdianyah (Pimred duajurai.com), hari Selasa tanggal 8 Agustus 2017.
13
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi (Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung), dilaksanakan hari Selasa, tanggal 8 Agustus 2017.
mempengaruhi yaitu substansi hukum, petugas, sarana dan prasarana, masyarakat dan kebudayaan. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan berita bohong (hoax), adalah sebagai berikut:
1. Faktor Aparat Penegak Hukum
Kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat serta harus diaktualisasikan.14
Hasil wawancara Muh. Anwar. R,15 dalam upaya penanggulangan berita bohong atau hoax, ada segi aparat penegak hukum adalah terkait dengan sumber daya manusia di instansi kepolisian yang masih terbatas dalam hal penguasaan ITE, di tingkatan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri memang sudah ada Direktorat khusus kejahatan ITE, namun ditingkatan Kepolisian Daerah masih tergabung dalam Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Lampung, dan ditingkatan Kepolisian Resort (Polres) belum semuanya memiliki Satuan Khusus
cyber, apalagi pemahaman dan
pengetahuan terkait dunia cyber
14Soerjono Soekanto. Op Cit. hlm.9
15 Hasil Wawancara dengan Muh. Anwar. R
belum memadai dimiliki oleh Aparat Kepolisian. Pihak Kepolisian saat ini dalam rangka menanggulangi (mencegah dan menindak) pelaku penyebaran berita bohong atau hoax masih mengandalkan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain atau bahkan masih menggunakan kemampuan ahli ITE diluar institusi kepolisian, dan dibutuhkan waktu koordinasi yang panjang juga terkait dengan biaya-biaya operasional.
Hasil wawancara Erna Dewi16, senada dengan yang disampaikan oleh pihak kepolisian, jika melihat kemampuan sumber daya manusia yang saat ini dimiliki oleh Kepolisian masih terbatas kepada lingkup Bareskrim Mabes Polri yang berada di Jakarta, serta Polda belum secara spesifik memiliki satuan tugas khusus untuk menangani kejahatan
cyber, apalagi sampai pada tingkatan
Polres dan Polsek jajaran, sedangkan kejahatan cyber tidak hanya terjadi di kota besar bisa saja terjadi di kota-kota kecil atau perkampungan yang memiliki akses internet. Kemampuan personil (anggota) yang memahami atau menguasai Informasi dan Transaksi Elektronik pun masih terbatas dalam lingkup kecil personil Polri yang ada di Mabes Polri dan Polda, bahkan Personil yang ada di Polres dan Polsek pun tidak memiliki kemampuan khusus di bidang ITE, sedangkan personil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adalah yang ada di Polres, Polsek sampai dengan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat).
2. Faktor Sarana dan Prasarana
16 Hasil Wawancara dengan Erna Dewi
(Akademisi FH Unila), hari Selasa tanggal 8 Agustus 2017.
Hasil wawancara Muh. Anwar. R.17, menjelaskan bahwa kendala sarana dan prasarana memiliki pengaruh
dalam upaya mencegah
penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax) sampai kepada pengungkapan pelaku penyebar berita bohong (hoax), khusus Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, masih memiliki keterbatasan dalam:
1. Akses dan koordinasi dengan provider penyedia layanan dan jasa seluler dan internet;
2. Belum memiliki server khusus untuk digital forensic, sebagai pendukung kerja dibidang Informasi dan Transaksi Elektronik.
3. Faktor Masyarakat
Hasil wawancara Muh. Anwar. R.18 Faktor penghambat penanggulangan penyebaran berita bohong atau hoax dari segi masyarakat adalah masyarakat masih belum memiliki pemahaman dan pengetahuan hukum yang memadai tentang dampak dan ancaman dari penyebaran berita bohong atau hoax, selain itu masyarakat yang terkategori sebagai pengguna media sosial berasal dari berbagai golongan masyarakat, bukan hanya kalangan terbatas saja.
Hasil wawancara Imelda Astari19, Faktor penghambat dari masyarakat
17 Hasil Wawancara dengan Muh. Anwar. R
selaku Wadir Krimsus Polda Lampung, Hari Selasa, Tanggal 8 Agustus 2017.
18 Hasil Wawancara dengan Muh. Anwar. R
selaku Wadir Krimsus Polda Lampung dan Erna Dewi (Akademisi FH Unila), Hari Selasa, Tanggal 8 Agustus 2017
19
dalam pencegahan penyebaran berita bohong (hoax) adalah mudahnya masyarakat membantu penyebaran berita bohong (hoax) dengan cepat membagikan berita-berita yang ada melalui media sosial (facebook, instagram, whatsapps, blackberry
messenger, dll), sehingga
penyebarannya menjadi massif. Hal ini menyulitkan proses klarifikasi dan hak jawab dari pihak-pihak terkait (narasumber), selain itu adanya sikap tertutup dari Narasumber (pihak terkait) khususnya narasumber perorangan bukan kelembagaan.
Hasil wawancara Erna Dewi20, faktor penghambat penanggulangan penyebaran berita bohong atau hoax, dari segi masyarakat adalah disebabkan beberapa hal terkait pendidikan masyarakat, namun ada langkah-langkah strategis untuk memperkuat peran serta masyarakat, seperti:
1. Memperkuat pendidikan masyarakat untuk melawan hoax dan gerakan bersama untuk membangkitkan kesadaran kritis akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan integritas;
2. Membangun dan memperkuat gerakan pengawasan (watchdog) berbasis crowdsourcing terhadap seluruh bentuk hoax yang beredar di tengah masyarakat; 3. Mendorong penguatan gerakan
melawan hoax di masyarakat baik perkotaan maupun
pedesaan agar
terbentukkelompok-kelompok atau komunitas untuk melawan penyebaran hoax;
20 Hasil Wawancara dengan Erna Dewi
(Akademisi FH Unila), hari Selasa Tanggal 8 Agustus 2017.
4. Mendorong masyarakat berperan aktif dalam upaya penangkalan informasi hoax di semua tatanan masyarakat, dimulai dari diri sendiri, keluarga, tetangga, tempat bekerja dan bermain, demi terwujudnya masyarakat cerdas literasi dan agar terbentuk tatanan masyarakat yang sadar bahaya hoax dan tidak mudah terprovokasi berita hoax.
III. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peran kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebar berita bohong (hoax), antara lain dilaksanakan berdasarkan Peran normatif, peran ini dilaksanakan dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan, Pasal 2, Pasal 4, Pasal 13, dan Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002, Pasal 1 KUHAP, Pasal 28 dan Pasal 45 UU ITE dan Peran faktual, peran ini dilaksanakan dengan merujuk kepada kenyataan banyaknya pelaku penyebaran berita bohong atau hoax di masyarakat melalui media sosial atau internet.
2. Faktor yang menjadi
penghambat dalam
forensic di Polda Lampung, sehingga masih membutuhkan koordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri, Faktor masyarakat, yaitu rendahnya pendidikan dan pemahaman masyarakat terhadap informasi, sehingga hoax atau berita bohong gampang tersebar.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Kepolisian dapat meningkatkan sumber daya manusia di internal kepolisian agar lebih siap menghadapi tekhnologi informasi yang tinggi, selain itu Kepolisian bisa memaksimalkan jaringan kerjasama kepada seluruh instansi pemerintahan yang berwenang dalam pencegahan berita bohong atau hoax agar tidak menimbulkan
permasalahan yang
mengakibatkan konflik di masyarakat.
2. Masyarakat diharapkan agar lebih berhati-hati dan lebih cerdas dalam media internet khususnya media sosial dan tidak mudah untuk menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya, kemudian masyarakat bisa menjadi pemakai internet yang cerdas dan bijak sehingga tidak menimbulkan permasalahan dalam penggunaan internet.
DAFTAR PUSTAKA
Judhariksawan, 2005, Pengantar
Hukum Telekomunikasi,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Sitompul, Asril, 2004, Hukum
Internet: Pengenalan
Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti.
Soekanto, Soerjono, 1984,
Penanggulangan Kejahatan,
Jakarta, Rajawali Pers
Sunarso, Siswanto 2009, Hukum
Informasi dan Transaksi
Elektronik (Studi Kasus;
Prita Mulyasari), Jakarta,
Rineka cipta.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
http://www.komunikasiprktis.com/20 16/12/pengertian-hoax-asal-
usul-dan-contohnya.html,diaksespadah
ariSabtu, tanggal 13 Mei 2017, jam 07.00 wib.
http://PenyebarBeritaBohongatau
Hoax Bisa Dipidana –
Sriwijaya Post, diakses pada
hari Rabu Tanggal 19 April 2017, jam 23.00 wib
htttp:www//viva.co.id/Deretan- Pasal-dan-Ancaman-Pidana-
Bagi-Penyebar-Hoax,diaksespadahariKamis,
tanggal 18 Mei 2017, jam 12.04 wib.
http://duajurai.co/2017/04/18/breaki ng-news-kabar-penangkapan-
kadis-pengairan-dan-
pemukiman-lampung-edarwan-cuma-hoax/, dikutip