• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT

YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS

SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh : CHERISH H S

060306008

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT

YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS

SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh : CHERISH H S

060306008

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross

Nama : Cherish H S

NIM : 060306008

Progam Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Dosen Pembimbing

(Dr.Nevy Diana, S.Pt, M.Si) (Dr.Ir.Ristika Handarini, MP)

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

CHERISH H S, 2011. “ PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS SAPI BRAHMAN

CROSS”. Penelitian ini dibawah bimbingan NEVY DIANA HANAFI dan RISTIKA HANDARINI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap peformans sapi Brahman cross. Penelitian ini dilakukan di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan pada Desember 2010 – Januari 2011, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas 3 perlakuan yaitu: P0= 100% hijauan + konsentrat tanpa pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, P2=80%hijauan + konsentrat mengandung 20% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi dan P3= 60% hijauan + konsentrat mengandung 40% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, dimana amoniasi dengan menggunakan urea 3%. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

(5)

ABSTRACT

CHERISH H S, 2011. “The Using Amoniazed of oil palm frond to performance of

Brahman Cross”. This research supervice by NEVY DIANA HANAFI and RISTIKA HANDARINI.

This research aim to determinate the level of use of Amoniazed of oil palm frond to performance of Brahman Cross. This research held in Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan on December 2010 until January 2011 that use randomize block design by three treatmeants,P1= 100% grasses + concentrate

without amoniazed oil palm frond, P2= 80% grasses + concentrate contained

20% amoniazed palm oil frond and P3= 60% grasses + concentrate contained

40% amoniazed palm oil frond. The parameters observed were feed consumption, daily weight gain and feed conversion.

The results of this research indicated the traetmeants were P1, P2, P3

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung, Tapanuli Utara pada tanggal 20 Mei 1989

dari ayah Drs.Lumongga Simanjuntak dan ibu Mariani Tambunan. Penulis

merupakan putera kedua dari enam bersaudara.

Tahun 1994 masuk SD Negeri 173101 dan lulus tahun 2000, tahun 2000

masuk SMP Negeri 1 Tarutung dan lulus tahun 2003 dari SMP Negeri 1

Siborongborong, Tahun 2003 masuk SMA Negeri 1 Pagaran dan lulus tahun

2006, tahun 2006 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan

Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. PIMS Desa

Jaranguda, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo pada bulan Juli 2009.

Melaksanakan penelitian di Kelompok Tani Serba Jadi yaitu di Jalan Serba Jadi

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal ini.

Judul skripsi ini adalah “Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit

yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa

serta dukungan semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah

diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Dr.Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

Ibu Dr.Ir.Ristika Handarini, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan dalam penulisan skripsi dan semua pihak yang ikut

membantu.

Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan

ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.

(8)

DAFTAR ISI Potensi Ternak sapi potong………. 5

Karakteristik Sapi Brahman Cross……….. 6

Pertumbuhan dan Perkembangan Sapi……… 8

Sistem Pencernaan Sapi……….. 9

Pakan Sapi……… 9

Konsentrat……… 10

Proses Amoniasi………..………... 10

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit……….. 11

Pelepah Daun Kelapa Sawit………. 12

Bungkil Inti Sawit……… 13

Garam………... 14

(9)

Dedak Padi……… 15

Molases……… 15

Onggok...……….. 16

Ultra Mineral……… 17

Konsumsi Pakan………. 17

Konversi Pakan……… 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian………. 19

Bahan Penelitian……….. 19

Alat Penelitian……….. 19

Metode Penelitian……… 20

Parameter Penelitian……… 21

Tahapan Penelitian……….. 22

Persiapan Pakan……….. 22

Persiapan Kandang………. 24

Pemberian Pakan dan Air Minum……….. 24

Pengujian Performas Sapi Potong……… 24

Peubah yang Diamati……… 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan……….. 25

Pertambahan Bobot Badan……….. 29

Konveri Pakan………. 32

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan……….. 35

Saran………. 35

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 10

2. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit ... 13

3. Kandungan nutrisi BIS ... 13

4. Kandungan nilai gizi dedak padi... 15

5. Kandungan nilai gizi molases ... 16

6. Kandungan zat nutrisi onggok ... 16

7. Susunan pakan penelitian ... 23

8. Susunan pakan konsentrat ... 23

9. Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross ... 25

10. Rataan konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross ... 26

11. Rataan konsumsi Bk konsentrat sapi Brahman cross... 26

12. Rataan konsumsi BK pakan sapi Brahman cross ... 27

13. Analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahmana cross... 28

14. Rataan pertambahan bobot badan sapi Brahman cross ... 29

15. Analisis ragam pertambahan sapi Brahman cross ... 30

16. Rataan konversi pakan sapi Brahman cross ... 32

17. Analisis ragam konversi sapi Brahman cross ... 33

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Konsumsi Konsentrat ... 39

2. Konsumsi Pelepah ... 40

3. Konsumsi Hijauan Segar ... 41

4. Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering ... 42

5. Konsumsi Pelepah dalam Bahan Kering ... 43

6. Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering ... 44

(13)

ABSTRAK

CHERISH H S, 2011. “ PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS SAPI BRAHMAN

CROSS”. Penelitian ini dibawah bimbingan NEVY DIANA HANAFI dan RISTIKA HANDARINI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap peformans sapi Brahman cross. Penelitian ini dilakukan di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan pada Desember 2010 – Januari 2011, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas 3 perlakuan yaitu: P0= 100% hijauan + konsentrat tanpa pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, P2=80%hijauan + konsentrat mengandung 20% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi dan P3= 60% hijauan + konsentrat mengandung 40% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, dimana amoniasi dengan menggunakan urea 3%. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

(14)

ABSTRACT

CHERISH H S, 2011. “The Using Amoniazed of oil palm frond to performance of

Brahman Cross”. This research supervice by NEVY DIANA HANAFI and RISTIKA HANDARINI.

This research aim to determinate the level of use of Amoniazed of oil palm frond to performance of Brahman Cross. This research held in Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan on December 2010 until January 2011 that use randomize block design by three treatmeants,P1= 100% grasses + concentrate

without amoniazed oil palm frond, P2= 80% grasses + concentrate contained

20% amoniazed palm oil frond and P3= 60% grasses + concentrate contained

40% amoniazed palm oil frond. The parameters observed were feed consumption, daily weight gain and feed conversion.

The results of this research indicated the traetmeants were P1, P2, P3

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.

Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan

karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi

potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak

berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas.

Peningkatan permintaan daging sapi menyebabkan makin meningkat pula

jumlah sapi yang dipotong, termasuk sapi betina produktif. Keadaan tersebut

memperburuk perkembangan sapi potong nasional. Pola pemeliharaan yang

bersifat komplementer dan dilakukan secara tradisional menyebabkan usaha sapi

potong kurang efisien. Akibatnya, perkembangan sapi potong di Indonesia rendah.

Areal lahan kelapa sawit di Indonesia lima tahun belakangan ini

mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada

tahun 2002 diproyeksikan sekitar 3.718.541 ha (Jakarta Future Exchange, 1999).

Dari lahan kelapa sawit dihasilkan multi produk antara lain Crude Palm Oil

(CPO) yang merupakan produk utama. Disamping produk utama, ada beberapa

produk ikutan yang dihasilkan yaitu bungkil inti sawit, lumpur minyak sawit, serat

buah sawit dan tandan buah kosong.

Daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit yang

cukup banyak terutama di Indonesia khususnya Sumatera Utara dan Riau. Satu

hektar lahan diperkirakan dapat menghasilkan 6400–7500 pelepah per tahun.

(16)

cukup untuk mendukung pemeliharaan domba. Dilihat dari kandungan protein

kasar, maka daun kelapa sawit dapat diharapkan sebanding dengan hijauan.

Kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan makanan

dan telah diketahui bahwa antara kandungan liginin dan kecernaan bahan kering

berhubungan sangat erat terutama pada rumput-rumputan. Penggunan daun kelapa

sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan sapi perah, yaitu

sekitar 30-40% dari total makanan (Hassan dan Ishida, 1992).

Daun kelapa sawit dapat dikumpulkan, diproses, diawetkan dan

dimanipulasi ke dalam makanan dalam bentuk yang dapat diterima oleh ternak

ruminansia. Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa daun kelapa sawit

dapat diproses kedalam bentuk pelet dan diawetkan. Hasil samping industri

perkebunan kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan antara lain bungkil inti sawit

(BIS) yaitu sebagai hasil ikutan pada proses ekstraksi inti sawit. Bungkil inti sawit

mengandung asam-asam amino esensial dengan komposisi yang baik. Kandungan

mineral relatif lebih tinggi, kecuali seng. Zat makanan yang terkandung di

dalamnya cukup bervariasi, protein kasar berkisar antara 18 - 19 persen.

Kandungan serat kasarnya cukup tinggi untuk ternak monogastrik namun sangat

baik sebagai pakan tambahan pada ternak ruminansia seperti sapi perah dan

kerbau. Pemberian bungkil inti sawit pada ternak akan meningkatkan kandungan

lemak susu, kekentalan keju, dan mutu daging. Pemberian bungkil inti sawit pada

sapi dapat meningkatkan bobot badan antara 0,6 - 1 kg/hari dengan tingkat

konsumsi antara 4,8 - 6 kg (Babjee, 1986).

Konsep integrasi antara peternakan sapi potong dengan perkebunan kelapa

(17)

manfaat baik untuk aspek pangan maupun aspek lainnya. Ditinjau dari aspek

pemenuhan pangan, sekarang ini pemerintah sedang mencanangkan program

swasembada daging sapi sebagai prioritas pembangunan peternakan.

Keterbatasan lahan yang ada menjadi salah satu kendala sehingga pemanfaatan

lahan perkebunan sebagai pendukung utama untuk menyediakan sumber pakan.

Salah satu sumber potensial yang dapat dimanfaatkan adalah penggunaan pelepah

dan daun terolah sebagai sumber pakan, dan berdasarkan konsep integrasi maka

perlu adanya penelitian sampai sejauh mana penggunaa pelepah dan

pengolahannya dapat digunakan sebagai sumber pakan.

Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan limbah perkebunan kelapa

sawit seperti pelepah daun kelapa sawit adalah tingginya kandungan serat kasar

dan rendahnya nilai protein sehingga kecernaan menjadi rendah. Upaya yang

dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan pengolahan

pakan secara fisika, kimia, dan biologis. Pengolahan secara fisik dilakukan dengan

mengubah ukura dan bentuknya melalui proses chopping dan grinding.

Pengolahan secara bilogis dilakukan denga menggunakan mikroba seperti bakteri

dan fungi yang dapat merombak serat kasar menjadi komponen yang lebih

sederhana sehingga kandungan nutrisi meningkat dan pengolahan secara kimiawi

dilakukan melalui proses amoniasi dengan penggunaan NaOH. Penelitian ini

mencoba mengatasi masalah tersebut dengan pemanfaatan pelepah daun kelapa

(18)

Tujuan Penelitian

Menguji penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan

urea dalam ransum terhadap performans ternak sapi potong.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi peternak

sapi dalam upaya pengembangan sapi brahman cross, sebagai bahan informasi

bagi para peternak dalam menggunakan hasil samping sawit sebagai pakan ternak

serta sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademisi atau

instansi yang berhubungan dengan peternakan.

Hipotesis Penelitian

Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang telah diamoniasi dengan urea

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ternak Sapi Potong

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.

Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan

karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi

potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak

berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).

Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya

mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan

berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah

tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3)

tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra

konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian

regional dan 4) mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan

pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan

meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Whiteman, 1980).

Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis

mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada

kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua

kegiatan bisnis pendukungnya. Kita memimpikan mempunyai suatu industri

peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan

yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh

(20)

Karakteristik Sapi Brahman Cross

Sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara

murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil

persilangan sapi brahman dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross

(BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan

gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta mempunyai

kecepatan pertumbuhan yang tinggi (Minish and Fox, 1979).

Bangsa sapi brahman menurut (Blakely and Bade, 1992) mempunyai

susunan klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub-phylum :

Vertebrata, Class : Mamalia, Sub-Class : Eutheria, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo :

Ruminantia, Infra-Ordo : Pecora, Family : Bovidae, Genus : Bos, Group :

Taurinae, Species : Bos indicus.

Sapi brahman cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun

CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton Australia. Materi

dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford dan Shorthorn. Sapi BX

mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah

Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotip sapi BX lebih cenderung mirip sapi

American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih dominan, seperti punuk

dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar menggantung.

Sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya (Turner, 1977)

Sapi brahman cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: (1) persentase

kelahiran 81.2%, (2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai

212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal

(21)

lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% dan mortalitas dewasa sebesar

0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal

rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan

penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi

Brahman dan persilangan Hereford-Shorthorn (Turner, 1977).

Jantan kebiri sapi BX di daerah tropis Quensland secara normal

performansnya di bawah bangsa sapi yang berasal dari Eropa. Pada lingkungan

beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan

sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup finishing yang sama produksi

karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase

karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi shorthorn

terletak antara sapi brahman dan hereford. Persentase karkas sapi 9 Hereford lebih

rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas

sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibandingkan sapi Shorthorn

dan BX. Trim lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi

Frisian dan tertinggi pada Shorthorn (Winks et al., 1979).

Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun

performans yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil

pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: (1) persentase

beranak 40.91%, (2) calf crop 42.54%, (3) mortalitas pedet 5.93%, (4) mortalitas

induk 2.92%, (5) bobot sapi umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg

(betina), (6) pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari

(22)

Pertumbuhan dan Perkembangan Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat

jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan

tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut

dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan

zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan air bukanlah

pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).

Sistem Pencernaan Sapi

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun

mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam

mulut dan gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh

kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi

dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang

berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga

dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel

mikroorganisme (Tillman et al.,1991).

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, hidrolisis dan

fermentatif. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut

dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme

(23)

Pakan Sapi

Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak

serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang

diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh

tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan

air (Parakkasi, 1995).

Kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan

penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi

Uraian bahan (%) Tujuan produksi

Pembibitan Penggemukan

Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004)

Konsentrat

Konsentrat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang

tinggi dengan PK sekitar 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak

konsentrat dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak

kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat

dalam formula pakan harus terbatas agar ternak tidak terlau gemuk (Siregar,

1994).

Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat

(24)

bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgar,

hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa dan

berbagai umbi (Sugeng, 2000).

Amoniasi

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah

perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda atau urea.

Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini sebagai bahan kimia

yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya. Urea dengan rumus

molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena

mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan (Ernawati, 1995).

Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminansia, di dalam rumen akan

dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme

rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea

berlebihan atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh

dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati

dibentuk kembali amonium yang pada akhirnya diekreasikan melalui urin dan

feses (Sutardi, 1980).

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang

banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur

sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak

ruminansia. Adanya pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak

(25)

usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa

sawit (pelepah) pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak,

khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara

langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an, dan

saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam

penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan

perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit

di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil)

lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah daun kelapa sawit meliputi helai daun, dimana setiap helainya

mengandung lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai

daun berukuran 55 cmhimgga 65 cm dan mencakup lebar 2,5 cm hingga 4 cm.

Setiap pelepah memiliki kurang lebih 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah

yang dihasilkan meningkat 30-40 batang ketika berumur 3-4 tahun. Pakan yang

telah dicobakan dengan penggunaan pelepah daun kelapa sawit untuk sapi

pedaging ialah pemberian sebesar 30-40% dari keseluruhan pakan.

Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat dilakukan

dengan penambahan produk ikutan lainnya dari kelapa sawit yan secara teknis

dapat dipergunakan sebagai sumber makanan atau pengganti hijauan. Namun

demikian, dalam perlakuan pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai pakan

(26)

dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan

komplit (Wan Zahari et al., 2003).

Penampilan sapi yang diberi pelepah segar, diamoniasi atau silase dalam

bentuk kubus(1-2 cm3) cukup menjanjikan. Namun, disarankan untuk tidak

mengolah pelepah daun kelapa sawit sebagai pakan dalam bentuk pelet karena

ukurannya yang terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel

tersebut dalam saluran pencernaan. Pemberian pelepah daun kelapa sawit sebagai

bahan ransum dalam jangka waktu panjang menghasilka karkas yang berkualitas

baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).

Daun kelapa sawit menghasilkan hijauan segar yang dapat diberikan

langsung ke ternak baik dalam bentuk segar maupun yang telah diawetkan yaitu

melalui proses silase maupun amoniasi. Keuntungan dengan perlakuan silase dan

amoniasi antara lain: lebih aman, lebih mudah pengerjaannya dan meningkatkan

nilai nutrisi (Hassan dan Ishida, 1992).

Hasil analisis Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (2000)

menunjukkan kandungan serat kasar yang cukup tinggi yaitu mencapai 50,94%

(Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit

Zat makanan Kandungan

(27)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik

daripada solid sawit (Tabel 3). Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik.

Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia,

namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada

saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan

bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

Tabel 3. Kandungan nutrisi BIS

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan Kering

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.

b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan

ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Davendra,

1997). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervarisi,

tetapi kandungan terbesar ialah protein yaitu berkisar antara 18 - 19%.

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan

Asmira, 1997). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum

(termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya

hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan

(28)

Urea

Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45% nitrogen

mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak. Nitrogen dalam

urea dapat dikombinasikan dengan C, H2 dan O2 dalam karbohidrat untuk

membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai

sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997). Urea merupakan

bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi

tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar

dan daya cerna. Urea bila diberikan pada ruminansia dirubah menjadi protein oleh

mikroba dalam rumen (Anggorodi, 1984).

Dedak padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya setelah proses penggilingan padi. Dedak merupakan hasil

ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian

luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini

mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi,

1995).

Sebagian bahan makanan asal nabati, dedak memang limbah pengolahan

padi menjadi beras. Oleh karena itulah kandungan nutrisinya juga cukup baik,

kandungan protein dedak halus sebesar 12 - 13% dengan kandungan lemak cukup

tinggi, yaitu 13%. Serat kasar yang dikandung cukup tinggi yaitu sekitar 12%

(Rasyaf, 1992). Tillman et al., (1991) mengemukakan bahwa kandungan protein

(29)

Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan kering 89,1

Protein kasar 13,8

Serat kasar 11,2

Lemak kasar 8,2

TDN 64,3

Sumber : Tillman et. al., (1991).

Molases

Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan

molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai

gula), kadar mineral cukup yang disukai ternak. Tetes tebu juga mengandung

vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti

kobalt, boron, iodium, tembaga, dan seng, sedangkan kelemahannya ialah

kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak

(Thalib, 2001).

Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases

Kandungan zat (%) Nilai gizi

Bahan kering 67,5

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005).

Onggok

Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu.

Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5% membuat hasil samping

(30)

kandungan proteinnya dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi

dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Tarmudji, 2004).

Onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka dan dapat

digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok terutama

ditujukan sebagai sumber energi. Penggunaaan onggok pada ayam belum banyak

dimanfaatkan . Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5 – 10% dalam

ransum.

Tabel 6. Kandungan zat nutrisi onggok

Zat nutrisi Kandungan nutrisi

Protein kasar 1,6

Serat kasar 10,4

Lemak kasar 0,4

Calsium 0,8

Phospor 0,6

Energi metabolisme (kkal/kg) 267

Sumber : Rasyid et al., (1996)

Onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain harganya

murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan

manusia. Menurut Rasyid et al., (1996) onggok merupakan bahan sumber energi

yang mempunyai kadar protein kasar rendah tetapi kaya akan karbohidrat yang

mudah dicerna (BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu

menurunkan biaya ransum.

Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,

namun berperan penting agar proses fisiologi dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentuk tulang, gigi, pembentukan

(31)

metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan dilakukan untuk

mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inounu, 1991).

Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel

meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta

kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba

rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian

khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah

proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Tingkat

perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor

ternak dan kualitas pakan (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan dan

palatabilitas).

Tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum

(bau, warna dan tekstur), sistem tempat pakan dan pemberian pakan serta

kepadatan kandang (Wahyu, 1992).

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak untuk merubah zat-zat makanan yang terdapat dalam

ransum menjadi daging, ditunjukkan dengan pertambahan berat badan dari ternak

tersebut. Pertambahan berat badan merupakan salah satu kriteia yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi, 1979).

Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot

badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan

(32)

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang

dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan

bobot badan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator

teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin

(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kelompok Tani Serba Jadi bertempat di

Jalan Serba Jadi, Tanah 600 Pasar I Marelan Raya, Medan. Analisis pakan

dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumtera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung

selama satu bulan dimulai bulan Desember 2010 sampai Januari 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan penelitian terdiri atas : sapi Brahman sebanyak 9 ekor, bahan pakan

terdiri atas : hijaun (rumput lapangan), pelepah daun kelapa sawit, dedak padi,

garam, ultra mineral dan urea, obat-obatan seperti obat cacing Wormzol-B,

rodalon sebagai desinfektan, Vitamin B-Kompleks, air minum, urea untuk proses

amoniasi pelepah daun kelapa sawit.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini : Kandang individu 9 unit

beserta tempat pakan dan minum, chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit,

mixer sebagai alat pencampur berbagai bahan pakan, grinder sebagai alat untuk

menghaluskan bahan pakan, timbangan digital Iconix FX1 kapasitas 1000 kg

sebagai alat penimbang bobot badan sapi, beserta papan sebagai alas saat

pengukuran bobot badan sapi, timbangan dengan kapasitas 3 kg sebagai alat

(34)

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok

(RAK) dengan 3 perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan.

Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut :

P0 = Pakan rumput lapangan 100% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan

BK.

P1 = Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun kelapa sawit amoniasi

20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK.

P2 = Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK.

Model linier yang digunakan menurut Hanafiah (2003) untuk rancangan acak

kelompok (RAK) adalah :

Yij = µ + αi + βj + ∑ij

Dimana : Yij = hasil pengamatan pada ulangan ke- j dan perlakuan ke- i µ = nilai tengah populasi

αi = pengaruh faktor perlakuan

βj = pengaruh kelompok ke-j

∑ij = pengaruh galat

pengacakan unit penelitian :

P1K3 P1K2 P2K1

P0K3 P2K2 P1K1

P2K3 P0K2 P0K1

(35)

Parameter Penelitian

a. Konsumsi pakan (gr/ekor/hari)

Jumlah pakan yang diberikan dikurang dengan jumlah pakan yang tersisa

Konsumsi pakan dihitung tiap harinya.

b. Pertambahan Berat Badan (gr/ekor/hari)

Hasil penimbangan bobot badan akhir dikurang dengan bobot badan awal

dengan penimbangan dilakukan setiap dua minggu sekali.

c. Konversi pakan

Banyaknya pakan yang dikonsumsi dibagi dengan bobot badan ternak

(36)

Tahapan Penelitian.

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan penelitian yang meliputi :

a. Persiapan Pakan

Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa pelepah

daun kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah daun kelapa sawit dirajang

menggunakan alat pencincang (chopper). Selanjutnya dilakukan penjemuran

dengan sinar matahari dan dilanjutkan dengan proses penggilingan dengan mesin

grinder. Kemudian dilanjutkan dengan proses amoniasi 3% selama 2 minggu

kemudian diangin-anginkan. Alur proses pembuatan ransum komplit disajikan

pada Gambar 1.

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelayuan (24 jam)

Pencincangan (Chopper)

Penjemuran di bawah matahari selama 3 hari

Penggilingan (Grinder)

Amoniasi 3%

Diangin-anginkan (Drying)

Pencampuran (Mixing)

Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit

Penambahan bahan pakan

(37)

Susunan pakan penelitian yang akan diuji adalah tingkat penggunaan

pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan sebagai pengganti hijauan

yang diuji terdiri atas tiga macam perlakuan yang masing-masing mengandung

0%, 20% dan 40% pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan

berdasarkan persentase bahan kering dan hijauan diberikan masing-masing 100%,

80%, dan 60% dari kebutuhan bahan kering konsumsi sapi. Secara sistematis

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Susunan pakan penelitian berdasarkan persentase bahan kering (%). Bahan pakan P0 P1 P2 Pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi 0 20 40

Rumput lapangan 100 80 60 Total 100 100 100

Dalam perlakuan diberikan juga konsentrat yang diberikan sebagai ransum

kontrol yang diberikan 1% dari kebutuhan bahan kering konsumsi tiap ekor sapi.

Adapun susunan pakan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%)

Bahan Pakan Penggunaan PK SK TDN

(38)

individu yang dilengkapi dengan tempat pakan terbuat dari bak semen serta

tempat minum berupa ember plastik.

c. Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan perlakuan diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak. Sisa pakan

yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan

ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi

dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama tiga minggu. Pemberian air

minum dilakukan secara tidak terbatas (ad libitum). Air diganti setiap hari dan

tempatnya dicuci dengan air bersih.

d. Pengujian Performans Sapi Potong

Pengujian performans sapi potong dilakukan dengan melihat tingkat

pertumbuhannya. Perameter performans yang akan diteliti adalah pertambahan

bobot badan (PBB), konsumsi ransum dan konversi ransum. Pengamatan

dilakukan selama 4 minggu dan pengukuran tingkat konsumsi diukur dalam

periode harian.

e. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada tahap uji performans adalah tingkat konsumsi

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam

jangka waktu tertentu. Konsumsi pakan terus meningkat seiring dengan

pertambahan kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan

pertumbuhan.

Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross selama penelitian dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari) Total 6333,30 8314,98 12553,55 27201,84

Rataan 2111,10 2771,66 4184,52 3022,43 ± 1071,28

Dari Tabel 9 diperoleh data bahwa rataan konsumsi BK hijauan yang

terbesar adalah pada perlakuan P1 yaitu 3565,66 ± 1428,81 g/ekor/hari dan yang

terendah adalah perlakuan P2 sebesar 2101,37 ± 517,00 g/ekor/hari. Ini sesuai

dengan yang diutarakan oleh Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor bobot badan ternak, faktor

umur ternak, kualitas dan kuantitas pakan ternak.

Konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross selama penelitian dapat

(40)

Tabel 10. Rataan konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross selama penelitian

Tabel 10 menerangkan bahwa rataan konsumsi BK konsentrat tertinggi

selama penelitian adalah pada perlakuan P0 yaitu sebesar 1226,51 ± 420,18 g/ekor/hari dan rataan konsumsi yang terendah pada perlakuan P2 sebesar 628,93

± 263,84 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan konsentrat pada perlakuan P1 dan P2 dicampur dengan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi yang mengurangi

palatabilitas pakan konsentrat karena sisa bau amoniasi.

Tabel 11. Rataan konsumsi BK pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd

Tabel 11 menerangkan pada perlakuan P0 tidak diberikan pelepah daun

kelapa sawit yang diamoniasi dan rataan konsumsi BK pelepah daun kelapa sawit

terbesar ialah pada perlakuan P2 sebesar 751,95 ± 315,45 g/ekor/hari. Ini

disebabkan karena pemberian pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi pada P2

lebih banyak yaitu sebesar 40% pelepah daun sawit yang diamoniasi

dibandingkan pada P1 dengan rataan konsumsi sebesar 599,60 ± 348,08 dengan

(41)

Konsumsi BK pakan setelah digabung antara konsumsi BK hijauan,

konsumsi BK konsentrat dan komsumsi BK pelepah daun kelapa sawit yang

diamoniasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan konsumsi BK pakan sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari) Total 8684,96 12669,40 18477,48 37862,29

Rataan 2894,99 4223,13 6159,16 4425,76 ±1699,73

Rataan konsumsi pada sapi brahman cross yang dilihat dari Tabel 12

adalah 4425,76 ± 1699,73 g/ekor/hari dengan rataan konsumsi pakan tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 (Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun kelapa

sawit amoniasi 20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar

5168,27 ± 2352,97 dan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan

P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40%

beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 3482,26 ± 1058,04

g/ekor/hari.

Tingkat konsumsi dapat dipengaruhi oleh variasi susunan pakan dimana

pada perlakuan P1 bahan pakan yang mengandung 20% pelepah sawit yang

diamoniasi rasa dan aromanya masih disukai oleh ternak. Sedangkan pada

perlakuan P2 tingkat konsumsi sangat sedikit ini dipengaruhi oleh rasa dan aroma amoniak pada pakan masih terasa yang berasal dari pelepah daun kelapa sawit

yang diamoniasi yang diberikan sebesar 40%. Hal ini juga diutarakan oleh Wahyu

(42)

ransum (bau, warna dan tekstur), sistem tempat pakan dan pemberian pakan serta

kepadatan kandang.

Pemberian pakan sapi Brahman cross dengan pelepah daun kelapa sawit

yang diamoniasi terhadap konsumsi pakan sapi Brahman cross dapat dilihat

pengaruhnya dengan melakukan analisis ragam seperti pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahman cross selama penelitian

SK DB JK KT F.

Hasil analisis ragam pada Tabel 13 menunjukkan bahwa F hitung

perlakuan lebih kecil dari F Tabel, tetapi F hitung kelompok lebih besar dari F

Tabel pada kelompok sehingga pemberian pakan dengan menggunakan pelepah

daun kelapa sawit yang diamoniasi pada sapi Brahman cross memberikan

pengaruh yang berbeda nyata pada kelompok perlakuan.

Secara statistik, analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahman cross

menunjukkan tingkat konsumsi pakan yang berbeda nyata pada kelompok

perlakuan. Menurut Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur,

tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Makanan yang

berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibanding dengan makanan

berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat

konsumsinya juga tidak berbeda. Hal ini juga diutarakan oleh Tomazweska et al.,

(43)

akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan ternak. Hal ini juga didukung

oleh pernyataan Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas merupakan sifat

performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi

yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya

seperti kenampakan, bau, rasa dan tekstur pakan. Hal inilah yang merangsang

ternak untuk mengkonsumsi ransum. Davies (1982) menambahkan bahwa pakan

dengan palatabilitas yang tinggi menyebabkan konsumsi meningkat, sedangkan

pakan dengan palatabilitas yang rendah akan menyebabkan konsumsi pakan

menurun.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap 2 minggu berdasarkan bobot

badan akhir dikurangi bobot badan awal dalam satuan g/ekor/hari. Rataan

pertambahan bobot badan sapi Brahman cross yang diperoleh selama penelitian

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan pertambahan bobot badan Sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari).

Tabel 14 menunjukkan hasil rataan pertambahan bobot badan sapi

Brahman cross selama penelitian adalah 304,44± 107,41 g/ekor/hari. Rataan

pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Rumput lapangan

(44)

g/ekor/hari, Sedangkan rataan pertambahan bobot badan terendah terdapat pada

perlakuan P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit

diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 285,56

g/ekor/hari.

Pengaruh pemberian pakan dengan menggunakan pelepah daun kelapa

sawit yang diamoniasi terhadap pertumbuhan bobot badan sapi brahman cross

dapat diketahui dengan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisa ragam pertambahan bobot badan sapi Brahman cross selama penelitian

Hasil analisis ragam pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pemberian pakan

dengan menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dalam pakan

sapi Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap

pertambahan bobot badan sapi Brahman cross selama penelitian. Sehingga

pemberian pakan yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi

dalam pakan sapi Brahman cross terhadap pertambahan bobot badan tidak

mempunyai peningkatan yang berbeda. Perlakuan P0 (Rumput lapangan 100% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) memiliki pertambahan bobot badan

lebih optimal karena keseimbangan bahan penyusun pakan, sehingga aroma dan

rasanya disukai oleh ternak dan pakan tersebut dicerna dengan optimal.

Pertambahan bobot badan dari hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil

(45)

sawit fermentasi dengan menggunakan objek sapi bali betina dengan rataan

pertambahan bobot badan 408,73 g/ekor/hari. Perbedaan ini disebabkan kualitas

dan kuantitas pakan berbeda dan jenis sapi yang berbeda seperti yang diutarakan

oleh Tillman dkk (1991) bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan

berhubungan dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertambahan bobot

badan sapi.

Walaupun mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi seperti protein, lemak

dan serat kasar pada perlakuan P1 (Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun

kelapa sawit diamoniasi 20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) dan P2

(Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40%

beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) kurang disukai ternak sapi karena sisa

bau amoniasi dalam pakan masih sangat terasa. Pertambahan bobot badan yang

tidak berbeda nyata dapat juga disebabkan karena pakan yang diberikan kepada

ternak sapi memiliki nilai nutrisi pakan yang berbeda. Hal ini didukung oleh

pernyataan Tillman dkk (1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas

pakan yang diberikan berpengaruh dengan tinggi rendahnya produksi dan

kecepatan pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh.

Konversi Pakan

Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi pakan

dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian diperoleh

rataan konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian seperti tertera pada

(46)

Tabel 16. Rataan konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian

Berdasarkan rataan konversi pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa rataan

konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian adalah 17,33 ± 12,50.

Rataan konversi pakan tertinggi terdapat pada perlakuakn P1 (Pakan rumput

lapangan 80% + pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20% beserta konsentrat 1%

dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 22,92 ± 21,60 dan rataan konversi terendah

terdapat pada perlakuan P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa

sawit diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) pakan yang

kurang disukai oleh ternak, namun pakan tersebut dapat dicerna tubuh ternak

dengan baik dengan nilai rataan konversi sebesar 13,99% ± 8,12.

Untuk mengetahui signifikasi pemberian pakan dengan menggunakan

pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap konversi pakan sapi

Brahman cross, maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 17.

Tabel 17. Analisis ragam konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

Setelah dilakukan analisis ragam seperti pada Tabel 17 maka didapat hasil

(47)

diamoniasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konversi

pakan sapi Brahman cross. Dari hasil penelitian Situmorang (2010) diperoleh

angka konversi sebesar 14,96 yaitu angka yang lebih kecil dibanding angka yang

diperoleh pada penelitian ini sebesar 17,33 yang menerangkan bahwa semakin

kecil angka konversi menunjukkan kualitas pakannya semakin baik. Hal ini juga

diutarakan oleh Rasyaf (1997) bahwa semakin baik mutu ransumnya, semakin

kecil pula konversi pakannya. Baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh

seimbang tidaknya zat gizi pada ransum itu dengan yang diperlukan oleh tubuh

ternak.

Pertambahan bobot badan sapi Brahman cross tidak memberikan pengaruh

yang berbeda nyata karena konsumsi pakan ternak tersebut juga tidak

memberikan pengaruh berbeda nyata pula. Hal ini menerangkan bahwa konversi

pakan juga tidak berbeda nyata. Ini disebabkan karena konsumsi pakan yang

tinggi tidak diimbangi pertambahan bobot badan. Ini juga dipengaruhi oleh

potensi genetik ternak tersebut seperti yang diutarakan oleh Parakkasi (1999),

tinggi rendahnya konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh potensi ternak dan juga

didukung oleh Siregar (2003) bahwa kemampuan sapi dalam mengkonsumsi

bahan kering pakan dipengaruhi oleh faktor ternak itu sendiri, keadaan ransum

pakan dan bobot badan sapi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin tinggi bobot

badan sapi, akan semakin menurun kemampuannya dalam mengkonsumsi bahan

kering pakan.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

(48)

Tabel 18. Rekapitulasi hasil penelitian penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan sapi Brahman cross.

Peralakuan Konsusmi Pakan g/ekor/hari

Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari)

Konversi Pakan

P0 4626,76 tn 321,11 tn 15,09 tn

P1 5168,27 tn 306,67 tn 22,92 tn

P2 3482,26 tn 285,56 tn 13,99 tn

Ket : tn : tidak nyata

Tabel 18 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pakan dengan

menggunakan pelepah daun kepala sawit yang diamoniasi dalam pakan sapi

Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara konsumsi

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dan yang tidak

diberikan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi pada pakan ternak sapi

Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap

konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan selama penelitian

Saran

Disarankan dalam penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi

sebagai pengganti rumput ialah pada perlakuan P2 yaitu pemakaian sebanyak 40% pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi yang memberikan konversi pakan

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, , R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Babjee, A. M. 1986. Palm Kernel cake as a new feed for cattle. Asian Livestock 11 (5) :50-55.

Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.

Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Bogor.

Blakely J, Bade DH. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-empat. Terjemahan B.Srigandono. UGM-Press, Yogyakarta.

Boediyana, Teguh. 2008. Menyongsong Agribisnis Persusuan Yang Prospektif di Tanah Air Majalah Trobos No 108 Sepetember 2008 Tahun VIII.

Davendra, C., 1997. Utilization of feedingstuff from palm oil. P.16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.

[Ditjenak] Direk Jendral Peternakan, [Fapet UGM] Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. 1986. Laporan Survei Evaluasi Pengadaan dan Penyebaran Ternak Impor Crash Program. Direktorat Bina Produksi. Ditjen Peternakan dan Fak.Peternakan UGM, Yogyakarta.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding

Lokakarya Nasional : Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10

September 2003. P. 110-119.

Ernawati. 1995. Pembakuan Teknik Amoniasi Pakan Serat dengan Urea Berdasarkan Sifat Fisik, Komposisi Kimia, dan Fermentabilitasnya (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.

Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(51)

Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal

improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in

Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.

Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspekti Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 68−80.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU,Medan.

Mathius, I.W. 2003. Perkebunan Kelapa Sawit Dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Warta Litbang. Pertanian.

Minish, G.l. and D.G.Fox, 1979. Beef Production and Management. Reston Publishing Co. Inc. A Prentice Hall Co. Reston. Virginia.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.

Pardede, S.I dan S. Asmira, 1997. Pengolahan Produk sampingan Industri pertanian menjadi permen jilat untuk sapi potong yang dipelihara secara tradisional. Karya tulis ilmiah Bidang studinPeternakan, Universitas Andalas, Padang.

Rasyaf, M. 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyid, G., A. B. Sudarmadji dan Sriyana. 1996. Pembuatan dan Pemanfaatan Onggok sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso. Madang.

Setiadi, B dan I. Inounu, 1991. Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng, B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi, T. 1980. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok Untuk Pakan. Tabloit Sinar Tani. Bogor.

Thalib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong nasional. Wartazoa.

(52)

Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.

Turner, H.L. 1977. The Tropical Adaptation of Beef Cattle an Australian Study. In Animal Breeding : Selected Articles from The Word.anim.Rev.FAO Animal Production and Health Paper 1:92-97.

Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.

Wan Zahari, M., O. Abu Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization oil palm frondbaseddiet for beef cattle production in Malaysia. Asian-Aust.

Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford.

Winks l, Holmes AE, Grady PO, James TA, Rouke PK. 1979. Comparative Growth and Carcase Characteristics of Shorthorn, Brahman-british Cross Steers on The Atherton Tableland, North Quensland. Aus J.Exp.Agr.Anim.Husb.!9:133-139

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Tabel 2. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit  Zat makanan Kandungan
Tabel 3. Kandungan nutrisi BIS Kandungan zat
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedang PT Wanakasita Nusantara telah berupaya mengimplementasikan Pengelolaan Hutan Lestari sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan, namun berdasarkan tabel kesesuai Visi dan

Dewasa ini pemerintah Indonesia sedang giat – giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan. Pembangunan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa Investasi Patungan Usaha dan Aset yang diadakan oleh Yusuf Mansur ini belum memiliki legalitas baik dalam izin

Untuk interval 3 jam yang ke 27 sample 3 O.AT yang ditunjukkan pada gambar 4.32, perubahan yang terjadi yaitu semen sedikit berwarna lebih gelap, butiran semen dan

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berupaya menggambarkan nilai-nilai sosial yang terefleksi

Madrasah diniyah yang selama ini menjadi lembaga formal pesantren sangat membantu dalam memberikan pemahaman keagamaan dan pembentukan ahklak yang karimah dengan kurikulum yang

Hasil dari analisa fisik akan menentukan konsep pendekatan lansekap pada tapak agar sesuai dengan kondisi dan potensi tapak, sedangkan untuk analisa biologis tapak

[r]