PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT
YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS
SAPI BRAHMAN CROSS
SKRIPSI
Oleh : CHERISH H S
060306008
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT
YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS
SAPI BRAHMAN CROSS
SKRIPSI
Oleh : CHERISH H S
060306008
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross
Nama : Cherish H S
NIM : 060306008
Progam Studi : Peternakan
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing
(Dr.Nevy Diana, S.Pt, M.Si) (Dr.Ir.Ristika Handarini, MP)
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
CHERISH H S, 2011. “ PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS SAPI BRAHMAN
CROSS”. Penelitian ini dibawah bimbingan NEVY DIANA HANAFI dan RISTIKA HANDARINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap peformans sapi Brahman cross. Penelitian ini dilakukan di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan pada Desember 2010 – Januari 2011, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas 3 perlakuan yaitu: P0= 100% hijauan + konsentrat tanpa pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, P2=80%hijauan + konsentrat mengandung 20% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi dan P3= 60% hijauan + konsentrat mengandung 40% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, dimana amoniasi dengan menggunakan urea 3%. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
ABSTRACT
CHERISH H S, 2011. “The Using Amoniazed of oil palm frond to performance of
Brahman Cross”. This research supervice by NEVY DIANA HANAFI and RISTIKA HANDARINI.
This research aim to determinate the level of use of Amoniazed of oil palm frond to performance of Brahman Cross. This research held in Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan on December 2010 until January 2011 that use randomize block design by three treatmeants,P1= 100% grasses + concentrate
without amoniazed oil palm frond, P2= 80% grasses + concentrate contained
20% amoniazed palm oil frond and P3= 60% grasses + concentrate contained
40% amoniazed palm oil frond. The parameters observed were feed consumption, daily weight gain and feed conversion.
The results of this research indicated the traetmeants were P1, P2, P3
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung, Tapanuli Utara pada tanggal 20 Mei 1989
dari ayah Drs.Lumongga Simanjuntak dan ibu Mariani Tambunan. Penulis
merupakan putera kedua dari enam bersaudara.
Tahun 1994 masuk SD Negeri 173101 dan lulus tahun 2000, tahun 2000
masuk SMP Negeri 1 Tarutung dan lulus tahun 2003 dari SMP Negeri 1
Siborongborong, Tahun 2003 masuk SMA Negeri 1 Pagaran dan lulus tahun
2006, tahun 2006 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan
Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. PIMS Desa
Jaranguda, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo pada bulan Juli 2009.
Melaksanakan penelitian di Kelompok Tani Serba Jadi yaitu di Jalan Serba Jadi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini.
Judul skripsi ini adalah “Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit
yang Diamoniasi terhadap Performans Sapi Brahman Cross”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa
serta dukungan semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah
diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr.Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Dr.Ir.Ristika Handarini, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penulisan skripsi dan semua pihak yang ikut
membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan
ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.
DAFTAR ISI Potensi Ternak sapi potong………. 5
Karakteristik Sapi Brahman Cross……….. 6
Pertumbuhan dan Perkembangan Sapi……… 8
Sistem Pencernaan Sapi……….. 9
Pakan Sapi……… 9
Konsentrat……… 10
Proses Amoniasi………..………... 10
Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit……….. 11
Pelepah Daun Kelapa Sawit………. 12
Bungkil Inti Sawit……… 13
Garam………... 14
Dedak Padi……… 15
Molases……… 15
Onggok...……….. 16
Ultra Mineral……… 17
Konsumsi Pakan………. 17
Konversi Pakan……… 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian………. 19
Bahan Penelitian……….. 19
Alat Penelitian……….. 19
Metode Penelitian……… 20
Parameter Penelitian……… 21
Tahapan Penelitian……….. 22
Persiapan Pakan……….. 22
Persiapan Kandang………. 24
Pemberian Pakan dan Air Minum……….. 24
Pengujian Performas Sapi Potong……… 24
Peubah yang Diamati……… 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan……….. 25
Pertambahan Bobot Badan……….. 29
Konveri Pakan………. 32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan……….. 35
Saran………. 35
DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 10
2. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit ... 13
3. Kandungan nutrisi BIS ... 13
4. Kandungan nilai gizi dedak padi... 15
5. Kandungan nilai gizi molases ... 16
6. Kandungan zat nutrisi onggok ... 16
7. Susunan pakan penelitian ... 23
8. Susunan pakan konsentrat ... 23
9. Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross ... 25
10. Rataan konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross ... 26
11. Rataan konsumsi Bk konsentrat sapi Brahman cross... 26
12. Rataan konsumsi BK pakan sapi Brahman cross ... 27
13. Analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahmana cross... 28
14. Rataan pertambahan bobot badan sapi Brahman cross ... 29
15. Analisis ragam pertambahan sapi Brahman cross ... 30
16. Rataan konversi pakan sapi Brahman cross ... 32
17. Analisis ragam konversi sapi Brahman cross ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
1. Konsumsi Konsentrat ... 39
2. Konsumsi Pelepah ... 40
3. Konsumsi Hijauan Segar ... 41
4. Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering ... 42
5. Konsumsi Pelepah dalam Bahan Kering ... 43
6. Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering ... 44
ABSTRAK
CHERISH H S, 2011. “ PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT YANG DIAMONIASI TERHADAP PERFORMANS SAPI BRAHMAN
CROSS”. Penelitian ini dibawah bimbingan NEVY DIANA HANAFI dan RISTIKA HANDARINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap peformans sapi Brahman cross. Penelitian ini dilakukan di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan pada Desember 2010 – Januari 2011, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas 3 perlakuan yaitu: P0= 100% hijauan + konsentrat tanpa pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, P2=80%hijauan + konsentrat mengandung 20% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi dan P3= 60% hijauan + konsentrat mengandung 40% pelepah daun kelapa sawit yang di amoniasi, dimana amoniasi dengan menggunakan urea 3%. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
ABSTRACT
CHERISH H S, 2011. “The Using Amoniazed of oil palm frond to performance of
Brahman Cross”. This research supervice by NEVY DIANA HANAFI and RISTIKA HANDARINI.
This research aim to determinate the level of use of Amoniazed of oil palm frond to performance of Brahman Cross. This research held in Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan on December 2010 until January 2011 that use randomize block design by three treatmeants,P1= 100% grasses + concentrate
without amoniazed oil palm frond, P2= 80% grasses + concentrate contained
20% amoniazed palm oil frond and P3= 60% grasses + concentrate contained
40% amoniazed palm oil frond. The parameters observed were feed consumption, daily weight gain and feed conversion.
The results of this research indicated the traetmeants were P1, P2, P3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.
Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi
potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak
berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas.
Peningkatan permintaan daging sapi menyebabkan makin meningkat pula
jumlah sapi yang dipotong, termasuk sapi betina produktif. Keadaan tersebut
memperburuk perkembangan sapi potong nasional. Pola pemeliharaan yang
bersifat komplementer dan dilakukan secara tradisional menyebabkan usaha sapi
potong kurang efisien. Akibatnya, perkembangan sapi potong di Indonesia rendah.
Areal lahan kelapa sawit di Indonesia lima tahun belakangan ini
mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada
tahun 2002 diproyeksikan sekitar 3.718.541 ha (Jakarta Future Exchange, 1999).
Dari lahan kelapa sawit dihasilkan multi produk antara lain Crude Palm Oil
(CPO) yang merupakan produk utama. Disamping produk utama, ada beberapa
produk ikutan yang dihasilkan yaitu bungkil inti sawit, lumpur minyak sawit, serat
buah sawit dan tandan buah kosong.
Daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit yang
cukup banyak terutama di Indonesia khususnya Sumatera Utara dan Riau. Satu
hektar lahan diperkirakan dapat menghasilkan 6400–7500 pelepah per tahun.
cukup untuk mendukung pemeliharaan domba. Dilihat dari kandungan protein
kasar, maka daun kelapa sawit dapat diharapkan sebanding dengan hijauan.
Kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan makanan
dan telah diketahui bahwa antara kandungan liginin dan kecernaan bahan kering
berhubungan sangat erat terutama pada rumput-rumputan. Penggunan daun kelapa
sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan sapi perah, yaitu
sekitar 30-40% dari total makanan (Hassan dan Ishida, 1992).
Daun kelapa sawit dapat dikumpulkan, diproses, diawetkan dan
dimanipulasi ke dalam makanan dalam bentuk yang dapat diterima oleh ternak
ruminansia. Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa daun kelapa sawit
dapat diproses kedalam bentuk pelet dan diawetkan. Hasil samping industri
perkebunan kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan antara lain bungkil inti sawit
(BIS) yaitu sebagai hasil ikutan pada proses ekstraksi inti sawit. Bungkil inti sawit
mengandung asam-asam amino esensial dengan komposisi yang baik. Kandungan
mineral relatif lebih tinggi, kecuali seng. Zat makanan yang terkandung di
dalamnya cukup bervariasi, protein kasar berkisar antara 18 - 19 persen.
Kandungan serat kasarnya cukup tinggi untuk ternak monogastrik namun sangat
baik sebagai pakan tambahan pada ternak ruminansia seperti sapi perah dan
kerbau. Pemberian bungkil inti sawit pada ternak akan meningkatkan kandungan
lemak susu, kekentalan keju, dan mutu daging. Pemberian bungkil inti sawit pada
sapi dapat meningkatkan bobot badan antara 0,6 - 1 kg/hari dengan tingkat
konsumsi antara 4,8 - 6 kg (Babjee, 1986).
Konsep integrasi antara peternakan sapi potong dengan perkebunan kelapa
manfaat baik untuk aspek pangan maupun aspek lainnya. Ditinjau dari aspek
pemenuhan pangan, sekarang ini pemerintah sedang mencanangkan program
swasembada daging sapi sebagai prioritas pembangunan peternakan.
Keterbatasan lahan yang ada menjadi salah satu kendala sehingga pemanfaatan
lahan perkebunan sebagai pendukung utama untuk menyediakan sumber pakan.
Salah satu sumber potensial yang dapat dimanfaatkan adalah penggunaan pelepah
dan daun terolah sebagai sumber pakan, dan berdasarkan konsep integrasi maka
perlu adanya penelitian sampai sejauh mana penggunaa pelepah dan
pengolahannya dapat digunakan sebagai sumber pakan.
Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan limbah perkebunan kelapa
sawit seperti pelepah daun kelapa sawit adalah tingginya kandungan serat kasar
dan rendahnya nilai protein sehingga kecernaan menjadi rendah. Upaya yang
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan pengolahan
pakan secara fisika, kimia, dan biologis. Pengolahan secara fisik dilakukan dengan
mengubah ukura dan bentuknya melalui proses chopping dan grinding.
Pengolahan secara bilogis dilakukan denga menggunakan mikroba seperti bakteri
dan fungi yang dapat merombak serat kasar menjadi komponen yang lebih
sederhana sehingga kandungan nutrisi meningkat dan pengolahan secara kimiawi
dilakukan melalui proses amoniasi dengan penggunaan NaOH. Penelitian ini
mencoba mengatasi masalah tersebut dengan pemanfaatan pelepah daun kelapa
Tujuan Penelitian
Menguji penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan
urea dalam ransum terhadap performans ternak sapi potong.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi peternak
sapi dalam upaya pengembangan sapi brahman cross, sebagai bahan informasi
bagi para peternak dalam menggunakan hasil samping sawit sebagai pakan ternak
serta sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademisi atau
instansi yang berhubungan dengan peternakan.
Hipotesis Penelitian
Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang telah diamoniasi dengan urea
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ternak Sapi Potong
Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.
Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi
potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak
berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).
Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya
mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan
berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah
tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3)
tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra
konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian
regional dan 4) mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan
pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan
meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Whiteman, 1980).
Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis
mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada
kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua
kegiatan bisnis pendukungnya. Kita memimpikan mempunyai suatu industri
peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan
yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh
Karakteristik Sapi Brahman Cross
Sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara
murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil
persilangan sapi brahman dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross
(BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan
gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang tinggi (Minish and Fox, 1979).
Bangsa sapi brahman menurut (Blakely and Bade, 1992) mempunyai
susunan klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub-phylum :
Vertebrata, Class : Mamalia, Sub-Class : Eutheria, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo :
Ruminantia, Infra-Ordo : Pecora, Family : Bovidae, Genus : Bos, Group :
Taurinae, Species : Bos indicus.
Sapi brahman cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun
CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton Australia. Materi
dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford dan Shorthorn. Sapi BX
mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah
Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotip sapi BX lebih cenderung mirip sapi
American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih dominan, seperti punuk
dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar menggantung.
Sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya (Turner, 1977)
Sapi brahman cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: (1) persentase
kelahiran 81.2%, (2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai
212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal
lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% dan mortalitas dewasa sebesar
0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal
rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan
penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi
Brahman dan persilangan Hereford-Shorthorn (Turner, 1977).
Jantan kebiri sapi BX di daerah tropis Quensland secara normal
performansnya di bawah bangsa sapi yang berasal dari Eropa. Pada lingkungan
beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan
sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup finishing yang sama produksi
karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase
karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi shorthorn
terletak antara sapi brahman dan hereford. Persentase karkas sapi 9 Hereford lebih
rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas
sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibandingkan sapi Shorthorn
dan BX. Trim lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi
Frisian dan tertinggi pada Shorthorn (Winks et al., 1979).
Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun
performans yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil
pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: (1) persentase
beranak 40.91%, (2) calf crop 42.54%, (3) mortalitas pedet 5.93%, (4) mortalitas
induk 2.92%, (5) bobot sapi umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg
(betina), (6) pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari
Pertumbuhan dan Perkembangan Sapi
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan
tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut
dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan
zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan air bukanlah
pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Sistem Pencernaan Sapi
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh
kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang
berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga
dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel
mikroorganisme (Tillman et al.,1991).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, hidrolisis dan
fermentatif. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme
Pakan Sapi
Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak
serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang
diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh
tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan
air (Parakkasi, 1995).
Kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan
penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Uraian bahan (%) Tujuan produksi
Pembibitan Penggemukan
Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004)
Konsentrat
Konsentrat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang
tinggi dengan PK sekitar 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak
konsentrat dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak
kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat
dalam formula pakan harus terbatas agar ternak tidak terlau gemuk (Siregar,
1994).
Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat
bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgar,
hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa dan
berbagai umbi (Sugeng, 2000).
Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah
perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda atau urea.
Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini sebagai bahan kimia
yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya. Urea dengan rumus
molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena
mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan (Ernawati, 1995).
Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminansia, di dalam rumen akan
dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme
rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea
berlebihan atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh
dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati
dibentuk kembali amonium yang pada akhirnya diekreasikan melalui urin dan
feses (Sutardi, 1980).
Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit
Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang
banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur
sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak
ruminansia. Adanya pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak
usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa
sawit (pelepah) pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak,
khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).
Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an, dan
saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam
penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan
perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit
di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil)
lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).
Pelepah Daun Kelapa Sawit
Pelepah daun kelapa sawit meliputi helai daun, dimana setiap helainya
mengandung lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai
daun berukuran 55 cmhimgga 65 cm dan mencakup lebar 2,5 cm hingga 4 cm.
Setiap pelepah memiliki kurang lebih 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah
yang dihasilkan meningkat 30-40 batang ketika berumur 3-4 tahun. Pakan yang
telah dicobakan dengan penggunaan pelepah daun kelapa sawit untuk sapi
pedaging ialah pemberian sebesar 30-40% dari keseluruhan pakan.
Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat dilakukan
dengan penambahan produk ikutan lainnya dari kelapa sawit yan secara teknis
dapat dipergunakan sebagai sumber makanan atau pengganti hijauan. Namun
demikian, dalam perlakuan pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai pakan
dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan
komplit (Wan Zahari et al., 2003).
Penampilan sapi yang diberi pelepah segar, diamoniasi atau silase dalam
bentuk kubus(1-2 cm3) cukup menjanjikan. Namun, disarankan untuk tidak
mengolah pelepah daun kelapa sawit sebagai pakan dalam bentuk pelet karena
ukurannya yang terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel
tersebut dalam saluran pencernaan. Pemberian pelepah daun kelapa sawit sebagai
bahan ransum dalam jangka waktu panjang menghasilka karkas yang berkualitas
baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).
Daun kelapa sawit menghasilkan hijauan segar yang dapat diberikan
langsung ke ternak baik dalam bentuk segar maupun yang telah diawetkan yaitu
melalui proses silase maupun amoniasi. Keuntungan dengan perlakuan silase dan
amoniasi antara lain: lebih aman, lebih mudah pengerjaannya dan meningkatkan
nilai nutrisi (Hassan dan Ishida, 1992).
Hasil analisis Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (2000)
menunjukkan kandungan serat kasar yang cukup tinggi yaitu mencapai 50,94%
(Tabel 2).
Tabel 2. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit
Zat makanan Kandungan
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik
daripada solid sawit (Tabel 3). Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik.
Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia,
namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan
bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).
Tabel 3. Kandungan nutrisi BIS
Kandungan zat Nilai gizi
Bahan Kering
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan
ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Davendra,
1997). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervarisi,
tetapi kandungan terbesar ialah protein yaitu berkisar antara 18 - 19%.
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan
Asmira, 1997). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum
(termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya
hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan
Urea
Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45% nitrogen
mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak. Nitrogen dalam
urea dapat dikombinasikan dengan C, H2 dan O2 dalam karbohidrat untuk
membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai
sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997). Urea merupakan
bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi
tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar
dan daya cerna. Urea bila diberikan pada ruminansia dirubah menjadi protein oleh
mikroba dalam rumen (Anggorodi, 1984).
Dedak padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya setelah proses penggilingan padi. Dedak merupakan hasil
ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian
luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini
mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi,
1995).
Sebagian bahan makanan asal nabati, dedak memang limbah pengolahan
padi menjadi beras. Oleh karena itulah kandungan nutrisinya juga cukup baik,
kandungan protein dedak halus sebesar 12 - 13% dengan kandungan lemak cukup
tinggi, yaitu 13%. Serat kasar yang dikandung cukup tinggi yaitu sekitar 12%
(Rasyaf, 1992). Tillman et al., (1991) mengemukakan bahwa kandungan protein
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan zat Nilai gizi
Bahan kering 89,1
Protein kasar 13,8
Serat kasar 11,2
Lemak kasar 8,2
TDN 64,3
Sumber : Tillman et. al., (1991).
Molases
Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai
gula), kadar mineral cukup yang disukai ternak. Tetes tebu juga mengandung
vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti
kobalt, boron, iodium, tembaga, dan seng, sedangkan kelemahannya ialah
kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak
(Thalib, 2001).
Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases
Kandungan zat (%) Nilai gizi
Bahan kering 67,5
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005).
Onggok
Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu.
Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5% membuat hasil samping
kandungan proteinnya dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi
dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Tarmudji, 2004).
Onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka dan dapat
digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok terutama
ditujukan sebagai sumber energi. Penggunaaan onggok pada ayam belum banyak
dimanfaatkan . Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5 – 10% dalam
ransum.
Tabel 6. Kandungan zat nutrisi onggok
Zat nutrisi Kandungan nutrisi
Protein kasar 1,6
Serat kasar 10,4
Lemak kasar 0,4
Calsium 0,8
Phospor 0,6
Energi metabolisme (kkal/kg) 267
Sumber : Rasyid et al., (1996)
Onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain harganya
murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia. Menurut Rasyid et al., (1996) onggok merupakan bahan sumber energi
yang mempunyai kadar protein kasar rendah tetapi kaya akan karbohidrat yang
mudah dicerna (BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu
menurunkan biaya ransum.
Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,
namun berperan penting agar proses fisiologi dapat berlangsung dengan baik.
Mineral digunakan sebagai kerangka pembentuk tulang, gigi, pembentukan
metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan dilakukan untuk
mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inounu, 1991).
Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta
kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba
rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian
khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah
proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Tingkat
perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
ternak dan kualitas pakan (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan dan
palatabilitas).
Tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum
(bau, warna dan tekstur), sistem tempat pakan dan pemberian pakan serta
kepadatan kandang (Wahyu, 1992).
Pertambahan Bobot Badan
Kemampuan ternak untuk merubah zat-zat makanan yang terdapat dalam
ransum menjadi daging, ditunjukkan dengan pertambahan berat badan dari ternak
tersebut. Pertambahan berat badan merupakan salah satu kriteia yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi, 1979).
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot
badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan
bobot badan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator
teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kelompok Tani Serba Jadi bertempat di
Jalan Serba Jadi, Tanah 600 Pasar I Marelan Raya, Medan. Analisis pakan
dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumtera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung
selama satu bulan dimulai bulan Desember 2010 sampai Januari 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan penelitian terdiri atas : sapi Brahman sebanyak 9 ekor, bahan pakan
terdiri atas : hijaun (rumput lapangan), pelepah daun kelapa sawit, dedak padi,
garam, ultra mineral dan urea, obat-obatan seperti obat cacing Wormzol-B,
rodalon sebagai desinfektan, Vitamin B-Kompleks, air minum, urea untuk proses
amoniasi pelepah daun kelapa sawit.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini : Kandang individu 9 unit
beserta tempat pakan dan minum, chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit,
mixer sebagai alat pencampur berbagai bahan pakan, grinder sebagai alat untuk
menghaluskan bahan pakan, timbangan digital Iconix FX1 kapasitas 1000 kg
sebagai alat penimbang bobot badan sapi, beserta papan sebagai alas saat
pengukuran bobot badan sapi, timbangan dengan kapasitas 3 kg sebagai alat
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan 3 perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan.
Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut :
P0 = Pakan rumput lapangan 100% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan
BK.
P1 = Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun kelapa sawit amoniasi
20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK.
P2 = Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK.
Model linier yang digunakan menurut Hanafiah (2003) untuk rancangan acak
kelompok (RAK) adalah :
Yij = µ + αi + βj + ∑ij
Dimana : Yij = hasil pengamatan pada ulangan ke- j dan perlakuan ke- i µ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh faktor perlakuan
βj = pengaruh kelompok ke-j
∑ij = pengaruh galat
pengacakan unit penelitian :
P1K3 P1K2 P2K1
P0K3 P2K2 P1K1
P2K3 P0K2 P0K1
Parameter Penelitian
a. Konsumsi pakan (gr/ekor/hari)
Jumlah pakan yang diberikan dikurang dengan jumlah pakan yang tersisa
Konsumsi pakan dihitung tiap harinya.
b. Pertambahan Berat Badan (gr/ekor/hari)
Hasil penimbangan bobot badan akhir dikurang dengan bobot badan awal
dengan penimbangan dilakukan setiap dua minggu sekali.
c. Konversi pakan
Banyaknya pakan yang dikonsumsi dibagi dengan bobot badan ternak
Tahapan Penelitian.
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan penelitian yang meliputi :
a. Persiapan Pakan
Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa pelepah
daun kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah daun kelapa sawit dirajang
menggunakan alat pencincang (chopper). Selanjutnya dilakukan penjemuran
dengan sinar matahari dan dilanjutkan dengan proses penggilingan dengan mesin
grinder. Kemudian dilanjutkan dengan proses amoniasi 3% selama 2 minggu
kemudian diangin-anginkan. Alur proses pembuatan ransum komplit disajikan
pada Gambar 1.
Pelepah Daun Kelapa Sawit
Pelayuan (24 jam)
Pencincangan (Chopper)
Penjemuran di bawah matahari selama 3 hari
Penggilingan (Grinder)
Amoniasi 3%
Diangin-anginkan (Drying)
Pencampuran (Mixing)
Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit
Penambahan bahan pakan
Susunan pakan penelitian yang akan diuji adalah tingkat penggunaan
pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan sebagai pengganti hijauan
yang diuji terdiri atas tiga macam perlakuan yang masing-masing mengandung
0%, 20% dan 40% pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan
berdasarkan persentase bahan kering dan hijauan diberikan masing-masing 100%,
80%, dan 60% dari kebutuhan bahan kering konsumsi sapi. Secara sistematis
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Susunan pakan penelitian berdasarkan persentase bahan kering (%). Bahan pakan P0 P1 P2 Pelepah dan daun kelapa sawit amoniasi 0 20 40
Rumput lapangan 100 80 60 Total 100 100 100
Dalam perlakuan diberikan juga konsentrat yang diberikan sebagai ransum
kontrol yang diberikan 1% dari kebutuhan bahan kering konsumsi tiap ekor sapi.
Adapun susunan pakan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%)
Bahan Pakan Penggunaan PK SK TDN
individu yang dilengkapi dengan tempat pakan terbuat dari bak semen serta
tempat minum berupa ember plastik.
c. Pemberian Pakan dan Air Minum
Pakan perlakuan diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak. Sisa pakan
yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan
ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi
dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama tiga minggu. Pemberian air
minum dilakukan secara tidak terbatas (ad libitum). Air diganti setiap hari dan
tempatnya dicuci dengan air bersih.
d. Pengujian Performans Sapi Potong
Pengujian performans sapi potong dilakukan dengan melihat tingkat
pertumbuhannya. Perameter performans yang akan diteliti adalah pertambahan
bobot badan (PBB), konsumsi ransum dan konversi ransum. Pengamatan
dilakukan selama 4 minggu dan pengukuran tingkat konsumsi diukur dalam
periode harian.
e. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada tahap uji performans adalah tingkat konsumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam
jangka waktu tertentu. Konsumsi pakan terus meningkat seiring dengan
pertambahan kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan.
Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi BK hijauan sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari) Total 6333,30 8314,98 12553,55 27201,84
Rataan 2111,10 2771,66 4184,52 3022,43 ± 1071,28
Dari Tabel 9 diperoleh data bahwa rataan konsumsi BK hijauan yang
terbesar adalah pada perlakuan P1 yaitu 3565,66 ± 1428,81 g/ekor/hari dan yang
terendah adalah perlakuan P2 sebesar 2101,37 ± 517,00 g/ekor/hari. Ini sesuai
dengan yang diutarakan oleh Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor bobot badan ternak, faktor
umur ternak, kualitas dan kuantitas pakan ternak.
Konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross selama penelitian dapat
Tabel 10. Rataan konsumsi BK konsentrat sapi Brahman cross selama penelitian
Tabel 10 menerangkan bahwa rataan konsumsi BK konsentrat tertinggi
selama penelitian adalah pada perlakuan P0 yaitu sebesar 1226,51 ± 420,18 g/ekor/hari dan rataan konsumsi yang terendah pada perlakuan P2 sebesar 628,93
± 263,84 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan konsentrat pada perlakuan P1 dan P2 dicampur dengan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi yang mengurangi
palatabilitas pakan konsentrat karena sisa bau amoniasi.
Tabel 11. Rataan konsumsi BK pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd
Tabel 11 menerangkan pada perlakuan P0 tidak diberikan pelepah daun
kelapa sawit yang diamoniasi dan rataan konsumsi BK pelepah daun kelapa sawit
terbesar ialah pada perlakuan P2 sebesar 751,95 ± 315,45 g/ekor/hari. Ini
disebabkan karena pemberian pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi pada P2
lebih banyak yaitu sebesar 40% pelepah daun sawit yang diamoniasi
dibandingkan pada P1 dengan rataan konsumsi sebesar 599,60 ± 348,08 dengan
Konsumsi BK pakan setelah digabung antara konsumsi BK hijauan,
konsumsi BK konsentrat dan komsumsi BK pelepah daun kelapa sawit yang
diamoniasi dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan konsumsi BK pakan sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari) Total 8684,96 12669,40 18477,48 37862,29
Rataan 2894,99 4223,13 6159,16 4425,76 ±1699,73
Rataan konsumsi pada sapi brahman cross yang dilihat dari Tabel 12
adalah 4425,76 ± 1699,73 g/ekor/hari dengan rataan konsumsi pakan tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 (Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun kelapa
sawit amoniasi 20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar
5168,27 ± 2352,97 dan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan
P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40%
beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 3482,26 ± 1058,04
g/ekor/hari.
Tingkat konsumsi dapat dipengaruhi oleh variasi susunan pakan dimana
pada perlakuan P1 bahan pakan yang mengandung 20% pelepah sawit yang
diamoniasi rasa dan aromanya masih disukai oleh ternak. Sedangkan pada
perlakuan P2 tingkat konsumsi sangat sedikit ini dipengaruhi oleh rasa dan aroma amoniak pada pakan masih terasa yang berasal dari pelepah daun kelapa sawit
yang diamoniasi yang diberikan sebesar 40%. Hal ini juga diutarakan oleh Wahyu
ransum (bau, warna dan tekstur), sistem tempat pakan dan pemberian pakan serta
kepadatan kandang.
Pemberian pakan sapi Brahman cross dengan pelepah daun kelapa sawit
yang diamoniasi terhadap konsumsi pakan sapi Brahman cross dapat dilihat
pengaruhnya dengan melakukan analisis ragam seperti pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahman cross selama penelitian
SK DB JK KT F.
Hasil analisis ragam pada Tabel 13 menunjukkan bahwa F hitung
perlakuan lebih kecil dari F Tabel, tetapi F hitung kelompok lebih besar dari F
Tabel pada kelompok sehingga pemberian pakan dengan menggunakan pelepah
daun kelapa sawit yang diamoniasi pada sapi Brahman cross memberikan
pengaruh yang berbeda nyata pada kelompok perlakuan.
Secara statistik, analisis ragam konsumsi pakan sapi Brahman cross
menunjukkan tingkat konsumsi pakan yang berbeda nyata pada kelompok
perlakuan. Menurut Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur,
tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Makanan yang
berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibanding dengan makanan
berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat
konsumsinya juga tidak berbeda. Hal ini juga diutarakan oleh Tomazweska et al.,
akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan ternak. Hal ini juga didukung
oleh pernyataan Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas merupakan sifat
performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi
yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya
seperti kenampakan, bau, rasa dan tekstur pakan. Hal inilah yang merangsang
ternak untuk mengkonsumsi ransum. Davies (1982) menambahkan bahwa pakan
dengan palatabilitas yang tinggi menyebabkan konsumsi meningkat, sedangkan
pakan dengan palatabilitas yang rendah akan menyebabkan konsumsi pakan
menurun.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap 2 minggu berdasarkan bobot
badan akhir dikurangi bobot badan awal dalam satuan g/ekor/hari. Rataan
pertambahan bobot badan sapi Brahman cross yang diperoleh selama penelitian
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rataan pertambahan bobot badan Sapi Brahman cross selama penelitian (g/ekor/hari).
Tabel 14 menunjukkan hasil rataan pertambahan bobot badan sapi
Brahman cross selama penelitian adalah 304,44± 107,41 g/ekor/hari. Rataan
pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Rumput lapangan
g/ekor/hari, Sedangkan rataan pertambahan bobot badan terendah terdapat pada
perlakuan P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit
diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 285,56
g/ekor/hari.
Pengaruh pemberian pakan dengan menggunakan pelepah daun kelapa
sawit yang diamoniasi terhadap pertumbuhan bobot badan sapi brahman cross
dapat diketahui dengan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisa ragam pertambahan bobot badan sapi Brahman cross selama penelitian
Hasil analisis ragam pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pemberian pakan
dengan menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dalam pakan
sapi Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan bobot badan sapi Brahman cross selama penelitian. Sehingga
pemberian pakan yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi
dalam pakan sapi Brahman cross terhadap pertambahan bobot badan tidak
mempunyai peningkatan yang berbeda. Perlakuan P0 (Rumput lapangan 100% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) memiliki pertambahan bobot badan
lebih optimal karena keseimbangan bahan penyusun pakan, sehingga aroma dan
rasanya disukai oleh ternak dan pakan tersebut dicerna dengan optimal.
Pertambahan bobot badan dari hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil
sawit fermentasi dengan menggunakan objek sapi bali betina dengan rataan
pertambahan bobot badan 408,73 g/ekor/hari. Perbedaan ini disebabkan kualitas
dan kuantitas pakan berbeda dan jenis sapi yang berbeda seperti yang diutarakan
oleh Tillman dkk (1991) bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan
berhubungan dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertambahan bobot
badan sapi.
Walaupun mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi seperti protein, lemak
dan serat kasar pada perlakuan P1 (Pakan rumput lapangan 80% + pelepah daun
kelapa sawit diamoniasi 20% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) dan P2
(Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa sawit diamoniasi 40%
beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) kurang disukai ternak sapi karena sisa
bau amoniasi dalam pakan masih sangat terasa. Pertambahan bobot badan yang
tidak berbeda nyata dapat juga disebabkan karena pakan yang diberikan kepada
ternak sapi memiliki nilai nutrisi pakan yang berbeda. Hal ini didukung oleh
pernyataan Tillman dkk (1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas
pakan yang diberikan berpengaruh dengan tinggi rendahnya produksi dan
kecepatan pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh.
Konversi Pakan
Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi pakan
dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian diperoleh
rataan konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian seperti tertera pada
Tabel 16. Rataan konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian
Berdasarkan rataan konversi pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa rataan
konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian adalah 17,33 ± 12,50.
Rataan konversi pakan tertinggi terdapat pada perlakuakn P1 (Pakan rumput
lapangan 80% + pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20% beserta konsentrat 1%
dari kebutuhan BK) yaitu sebesar 22,92 ± 21,60 dan rataan konversi terendah
terdapat pada perlakuan P2 (Pakan rumput lapangan 60% + pelepah daun kelapa
sawit diamoniasi 40% beserta konsentrat 1% dari kebutuhan BK) pakan yang
kurang disukai oleh ternak, namun pakan tersebut dapat dicerna tubuh ternak
dengan baik dengan nilai rataan konversi sebesar 13,99% ± 8,12.
Untuk mengetahui signifikasi pemberian pakan dengan menggunakan
pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap konversi pakan sapi
Brahman cross, maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 17.
Tabel 17. Analisis ragam konversi pakan sapi Brahman cross selama penelitian
SK DB JK KT Fhitung Ftabel
Setelah dilakukan analisis ragam seperti pada Tabel 17 maka didapat hasil
diamoniasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konversi
pakan sapi Brahman cross. Dari hasil penelitian Situmorang (2010) diperoleh
angka konversi sebesar 14,96 yaitu angka yang lebih kecil dibanding angka yang
diperoleh pada penelitian ini sebesar 17,33 yang menerangkan bahwa semakin
kecil angka konversi menunjukkan kualitas pakannya semakin baik. Hal ini juga
diutarakan oleh Rasyaf (1997) bahwa semakin baik mutu ransumnya, semakin
kecil pula konversi pakannya. Baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh
seimbang tidaknya zat gizi pada ransum itu dengan yang diperlukan oleh tubuh
ternak.
Pertambahan bobot badan sapi Brahman cross tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata karena konsumsi pakan ternak tersebut juga tidak
memberikan pengaruh berbeda nyata pula. Hal ini menerangkan bahwa konversi
pakan juga tidak berbeda nyata. Ini disebabkan karena konsumsi pakan yang
tinggi tidak diimbangi pertambahan bobot badan. Ini juga dipengaruhi oleh
potensi genetik ternak tersebut seperti yang diutarakan oleh Parakkasi (1999),
tinggi rendahnya konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh potensi ternak dan juga
didukung oleh Siregar (2003) bahwa kemampuan sapi dalam mengkonsumsi
bahan kering pakan dipengaruhi oleh faktor ternak itu sendiri, keadaan ransum
pakan dan bobot badan sapi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin tinggi bobot
badan sapi, akan semakin menurun kemampuannya dalam mengkonsumsi bahan
kering pakan.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Tabel 18. Rekapitulasi hasil penelitian penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan sapi Brahman cross.
Peralakuan Konsusmi Pakan g/ekor/hari
Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari)
Konversi Pakan
P0 4626,76 tn 321,11 tn 15,09 tn
P1 5168,27 tn 306,67 tn 22,92 tn
P2 3482,26 tn 285,56 tn 13,99 tn
Ket : tn : tidak nyata
Tabel 18 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pakan dengan
menggunakan pelepah daun kepala sawit yang diamoniasi dalam pakan sapi
Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara konsumsi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dan yang tidak
diberikan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi pada pakan ternak sapi
Brahman cross memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan selama penelitian
Saran
Disarankan dalam penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi
sebagai pengganti rumput ialah pada perlakuan P2 yaitu pemakaian sebanyak 40% pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi yang memberikan konversi pakan
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, , R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Babjee, A. M. 1986. Palm Kernel cake as a new feed for cattle. Asian Livestock 11 (5) :50-55.
Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.
Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Bogor.
Blakely J, Bade DH. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-empat. Terjemahan B.Srigandono. UGM-Press, Yogyakarta.
Boediyana, Teguh. 2008. Menyongsong Agribisnis Persusuan Yang Prospektif di Tanah Air Majalah Trobos No 108 Sepetember 2008 Tahun VIII.
Davendra, C., 1997. Utilization of feedingstuff from palm oil. P.16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
[Ditjenak] Direk Jendral Peternakan, [Fapet UGM] Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. 1986. Laporan Survei Evaluasi Pengadaan dan Penyebaran Ternak Impor Crash Program. Direktorat Bina Produksi. Ditjen Peternakan dan Fak.Peternakan UGM, Yogyakarta.
Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding
Lokakarya Nasional : Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10
September 2003. P. 110-119.
Ernawati. 1995. Pembakuan Teknik Amoniasi Pakan Serat dengan Urea Berdasarkan Sifat Fisik, Komposisi Kimia, dan Fermentabilitasnya (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.
Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal
improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in
Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.
Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspekti Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 68−80.
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU,Medan.
Mathius, I.W. 2003. Perkebunan Kelapa Sawit Dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Warta Litbang. Pertanian.
Minish, G.l. and D.G.Fox, 1979. Beef Production and Management. Reston Publishing Co. Inc. A Prentice Hall Co. Reston. Virginia.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.
Pardede, S.I dan S. Asmira, 1997. Pengolahan Produk sampingan Industri pertanian menjadi permen jilat untuk sapi potong yang dipelihara secara tradisional. Karya tulis ilmiah Bidang studinPeternakan, Universitas Andalas, Padang.
Rasyaf, M. 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyid, G., A. B. Sudarmadji dan Sriyana. 1996. Pembuatan dan Pemanfaatan Onggok sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso. Madang.
Setiadi, B dan I. Inounu, 1991. Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi, T. 1980. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok Untuk Pakan. Tabloit Sinar Tani. Bogor.
Thalib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong nasional. Wartazoa.
Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.
Turner, H.L. 1977. The Tropical Adaptation of Beef Cattle an Australian Study. In Animal Breeding : Selected Articles from The Word.anim.Rev.FAO Animal Production and Health Paper 1:92-97.
Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.
Wan Zahari, M., O. Abu Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization oil palm frondbaseddiet for beef cattle production in Malaysia. Asian-Aust.
Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford.
Winks l, Holmes AE, Grady PO, James TA, Rouke PK. 1979. Comparative Growth and Carcase Characteristics of Shorthorn, Brahman-british Cross Steers on The Atherton Tableland, North Quensland. Aus J.Exp.Agr.Anim.Husb.!9:133-139