PEMANFAATAN PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT
FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
TERHADAP PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN SAPI BALI
PAHALA T. G. SITUMORANG
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT
FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
TERHADAP PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN SAPI BALI
SKRIPSI
Oleh :
PAHALA T. G. SITUMORANG 060306023
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT
FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
TERHADAP PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN SAPI BALI
SKRIPSI
Oleh :
PAHALA T. G. SITUMORANG 060306023/PRODUKSI TERNAK
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul :iPemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap pertambahan bobot badan sapi Bali
Nama : Pahala T. G. Situmorang
Nim : 060306023
Departemen : Peternakan
Progam Studi : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ir. Soehady Aris Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP Ketua Departemen Peternakan
ABSTRAK
PAHALA TUA GETEP SITUMORANG, 2010. “Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger Terhadap Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali”. Dibawah bimbingan SOEHADY ARIS dan NEVY DIANA HANAFI.
Pemanfaatan hasil samping kelapa sawit saat ini sudah banyak diteliti. Penelitian ini dilakukan di desa Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang pada Desember - Maret 2010 dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pada 3 perlakuan yaitu hanya hijauan (rumput lapangan), hijauan + konsentrat dengan 15% pelepah dan daun sawit yang telah difermentasi dan hijauan + konsentrat dengan 30% pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit pada pakan sapi bali hanya berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan namun untuk pertambahan bobot badan dan konversi pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Bobot badan meningkat namun pertambahannya kurang signifikan, bobot badan yang tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (Hijauan + konsentrat dengan 30 % pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi).
ABSTRACT
PAHALA TUA GETEP SITUMORANG, 2010. “The using of oil palm frond that fermentated with A. niger to increasing of Bos sondaicus’s weight. Superviced by SOEHADY ARIS and NEVY DIANA HANAFI.
The using waste palm oil’s product has been research. This research held in Kuala Bekala village, Deli Serdang district on december until March 2010 that use Randomized Block Design by three treatments, grasses (grassland), grasses + concentrate that include 15% fermentated palm oil’s leaves and grasses + concentrated that include 30% fermentated palm oil’s leaves. The parameters observed were feed consumption, weight gain and feed convertion.
The result of research showed that the using of oil palm frond for Bos sondaicus’s feed just influenced to feed consumption but for the weight gain and feed convertion not influenced. The weight gain increase but not significant, the highest weight gain in R2 treatment (grass + concentrate that include 30% fermentated palm oil’s leaves).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sipirok, Tapanuli Selatan pada tanggal 15 Oktober
1987 dari ayah Drs. Dongkiasa Situmorang dan ibu Helens Megarita Tambunan.
Penulis merupakan putra kedua dari tujuh bersaudara.
Tahun 1994 masuk SD Negeri 2 Bungabondar dan lulus tahun 2000, tahun
2000 masuk SMP Negeri 3 Sipirok dan lulus tahun 2003, tahun 2003 masuk SMA
Negeri 1 Tanjung Morawa dan lulus tahun 2006, tahun 2006 terdaftar sebagai
mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara melalui jalur SPMB.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. PIMS Berastagi,
Kabupaten Karo pada bulan juli 2008. Melaksanakan penelitian di Desa Kuala
Bekala, Kabupaten Deli Serdang pada bulan Januari 2010. Penulis juga sebagai
pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat serta karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun Judul Skripsi Saya ini adalah “Pemanfaatan Pemberian Pelepah
Daun Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger Terhadap Pertambahan
Bobot Badan Sapi Bali” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terimakasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Ir. Soehady Aris selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr.
Nevy Diana Hanafi, S. Pt, M. Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut
membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan
ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit ... 11
Pelepah Daun Kelapa sawit ... 12
Parameter Penelitian... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 29 Saran ... 29
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 10
2. Proporsi pelepah sawit ... 13
3. Komposisi zat makanan pelepah sawit berdasarkan umur tanaman ... 14
4. Kandungan nutrisi BIS ... 15
5. Kandungan nilai gizi dedak padi ... 15
6. Kandungan nilai gizi molasses ... 16
7. Susunan ransum komplit percobaan (%) ... 22
8. Rataan konsumsi pakan sapi bali selama penelitian (kg/ekor/hari)…………. 23
9. Analisis keragaman konsumsi Pakan Sapi selama penelitian……… 24
10. BNT 0.01……….. 24
11. Pertambahan bobot badan sapi bali selama penelitian (kg/ekor/hari)……... 25
12. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi bali selama penelitian.. 26
13. Rataan konversi pakan Sapi Bali selama penelitian……….. 27
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Gambaran diagram alur proses pembuatan ransum komplit ... 33
2. Susunan ransum komplit percobaan (%) ... 33
3. Data konsumsi pakan selama penelitian... 34
4. Rata-rata konsumsi bahan kering ... 35
5. Analisis keragaman konsumsi pakan sapi selama penelitian (kg/ekor/hari) ... 35
6. Uji BNT 0,01 ... 35
7. Data Pertambahan bobot badan sapi selama penelitian (kg/ekor/hari) ... 35
8. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi selama penelitian (kg/ekor/hari) ... 36
9. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi selama penelitian ... 36
10. Rata-rata konversi pakan sapi selama penelitian ... 36
ABSTRAK
PAHALA TUA GETEP SITUMORANG, 2010. “Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger Terhadap Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali”. Dibawah bimbingan SOEHADY ARIS dan NEVY DIANA HANAFI.
Pemanfaatan hasil samping kelapa sawit saat ini sudah banyak diteliti. Penelitian ini dilakukan di desa Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang pada Desember - Maret 2010 dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pada 3 perlakuan yaitu hanya hijauan (rumput lapangan), hijauan + konsentrat dengan 15% pelepah dan daun sawit yang telah difermentasi dan hijauan + konsentrat dengan 30% pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit pada pakan sapi bali hanya berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan namun untuk pertambahan bobot badan dan konversi pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Bobot badan meningkat namun pertambahannya kurang signifikan, bobot badan yang tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (Hijauan + konsentrat dengan 30 % pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi).
ABSTRACT
PAHALA TUA GETEP SITUMORANG, 2010. “The using of oil palm frond that fermentated with A. niger to increasing of Bos sondaicus’s weight. Superviced by SOEHADY ARIS and NEVY DIANA HANAFI.
The using waste palm oil’s product has been research. This research held in Kuala Bekala village, Deli Serdang district on december until March 2010 that use Randomized Block Design by three treatments, grasses (grassland), grasses + concentrate that include 15% fermentated palm oil’s leaves and grasses + concentrated that include 30% fermentated palm oil’s leaves. The parameters observed were feed consumption, weight gain and feed convertion.
The result of research showed that the using of oil palm frond for Bos sondaicus’s feed just influenced to feed consumption but for the weight gain and feed convertion not influenced. The weight gain increase but not significant, the highest weight gain in R2 treatment (grass + concentrate that include 30% fermentated palm oil’s leaves).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia,
akan tetapi produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi
kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya
populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh
peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa 2005).
Areal lahan kelapa sawit di Indonesia lima tahun belakangan ini
mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada
tahun 2002 diproyeksikan sekitar 3.718.541 ha (Jakarta Future Exchange, 1999).
Lahan kelapa sawit dapat menghasilkan multi produk antara lain crude palm oil
(CPO) yang merupakan produk utama. Disamping produk utama, ada beberapa
produk ikutan yang dihasilkan yaitu bungkil inti sawit, lumpur minyak sawit, serat
buah sawit dan tandan buah kosong.
Daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit yang
cukup banyak terutama di Indonesia khususnya Sumatera Utara dan Riau. Dari
satu hektar lahan diperkirakan dapat dihasilkan 6400–7500 pelepah per tahun.
Daun kelapa sawit mengandung serat, N, bahan organik dalam jumlah yang cukup
untuk mendukung pemeliharaan domba. Dilihat dari kandungan protein kasar,
maka daun kelapa sawit dapat diharapkan sebanding dengan hijauan.
Jafar dan Hassan (1990) menyatakan bahwa kandungan lignin, selulosa dan
hemiselulosa mempengaruhi kecernaan makanan dan telah diketahui bahwa antara
pada rumput-rumputan. Penggunaan daun kelapa sawit dalam pakan telah
dicobakan pada sapi padaging dan sapi perah. Pada sapi pedaging dan
sapi perah, daun kelapa sawit dapat diberikan 30-40% dari makanan
(Hassan dan Ishida, 1992).
Daun kelapa sawit dapat dikumpulkan, diproses, diawetkan dan
dimanipulasi kedalam makanan dalam bentuk yang dapat diterima oleh ternak
ruminansia. Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa daun kelapa sawit
dapat diproses kedalam bentuk pelet dan diawetkan kedalam bentuk silase
(Jafar dan Hassan, 1990). Hasil samping industri perkebunan kelapa sawit yang
dapat dimanfaatkan antara lain bungkil inti sawit. Bungkil inti sawit merupakan
hasil ikutan pada proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini mempunyai gizi yang baik,
mengandung asam-asam amino esensial dengan komposisi yang baik. Kandungan
mineral relatif lebih tinggi, kecuali seng (Fetuga et al., 1977). Zat makanan yang
terkandung di dalamnya cukup bervariasi, protein kasar berkisar antara 18-19
persen. Kandungan serat kasarnya cukup tinggi untuk ternak monogastrik namun
sangat baik sebagai pakan tambahan pada ternak ruminansia seperti sapi perah dan
kerbau. Pemberian bungkil inti sawit pada ternak akan meningkatkan kandungan
lemak susu, kekentalan keju, dan mutu daging. Pemberian bungkil inti sawit pada
sapi dapat meningkatkan bobot badan antara 0,6-1 kg/hari dengan tingkat
konsumsi antara 4,8-6 kg (Babjee, 1986).
Konsep integrasi antara peternakan sapi potong dengan perkebunan kelapa
sawit merupakan langkah yang tepat untuk diterapkan agar diperoleh banyak
manfaat baik untuk aspek pangan maupun aspek lainnya. Ditinjau dari aspek
swasembada daging sapi sebagai prioritas pembangunan peternakan.
Keterbatasan lahan yang ada menjadi salah satu kendala sehingga pemanfaatan
lahan perkebunan sebagai pendukung utama untuk menyediakan sumber pakan.
Salah satu sumber potensial yang dapat dimanfaatkan adalah penggunaan pelepah
dan daun terolah sebagai sumber pakan.
Terkait dengan tujuan utama dari penelitian ini adalah pemanfaatan
kotoran sapi potong untuk mensuplai sumber nitrogen yang dibutuhkan untuk
mendapatkan produksi biogas yang optimum. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan sumber nitrogen adalah melalui penggunaan
teknik fermentasi menggunakan Aspergillus niger pada pelepah dan daun kelapa
sawit. Konsep yang akan digunakan dalam pemberian pakan adalah pembuatan
ransum komplit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan ransum komplit
berbasis limbah kelapa sawit terhadap aspek nutrisi dan pertumbuhan ternak.
Aspek nutrisi yang akan dikaji adalah terhadap tingkat kecernaan ternak,
sedangkan aspek pertumbuhan terhadap pertambahan bobot badan pada sapi
potong. Aspek lainnya yang akan dikaji adalah terhadap kuantitas dan kualitas
kotoran ternak yang dihasilkan sapi potong.
Tujuan Penelitian
Mengetahui penggunaan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak dan
pengaruhnya terhadap performan ternak sapi potong. Mekanisme rancangan dan
kaitannya dengan penampilan ternak sapi potong, yaitu merancang, membuat dan
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi
peternak sapi dalam upaya pengembangansapi bali. Sebagai bahan informasi bagi
para peternak dalam menggunakan hasil samping sawit sebagai pakan untuk
ternak dan sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademisi
atau instansi yang berhubungan dengan peternakan.
Hipotesis Penelitian
Pemberian pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ternak Sapi Potong
Untuk pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan untuk pengembangbiakan
sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah pedet hasil keturunan. Dalam
usaha pengembangbiakan sapi potong untuk tujuan komersial, perencanaan yang
matang merupakan suatu hal yang perlu mendapat prioritas perhatian, tidak hanya
perencanaan fisik, namun juga perencanaan non fisik (Anggorodi, 1990).
Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya
mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan
berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah
tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3)
tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra
konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian
regional, dan 4) mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia
bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan
meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Whiteman, 1980).
Karakteristik Sapi Bali
Bangsa sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut (Williamson and
Payne, 1993) sebagai berikut ; Phylum : Chordata, Sub-phylum : Vertebrata,
Class : Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo : Ruminantia, Family : Bovidae,
Genus : Bos, Species : Bos indicus.
Sapi bali yang depelihara secara tradisional dengan pakan hijauan berupa
badan yang rendah, yaitu 100-200 g/ekor/hari. Beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa sapi bali cukup responsif dalam upaya perbaikan pakan.
Pemberian hasil samping kelapa sawit yang diamoniasi terbukti dapat
meningkatkan konsumsi bahan kering ransum dari 3,9 kg menjadi 4,3 kg dan
meningkatkan pertambahan bobot badan dari 0,3 kg menjadi 0,4 kg/ekor/hari
(Gunawan et al., 1998).
Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis
mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada
kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua
kegiatan bisnis pendukungnya. Kita memimpikan mempunyai suatu industri
peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan
yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh
berkembang di era persaingan dalam ekonomi pasar global (Boediyana, 2008).
Tiga bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah
sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali, dan sapi Madura.
Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan
cekaman di wilayah Indonesia. Melalui ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali
paling tahan terhadap cekaman panas, di samping memiliki tingkat kesuburan
yang baik, kemampuan libido pejantan lebih unggul, persentase karkas tinggi (56
persen), dan kualitas daging baik. Dengan tata laksana pemeliharaan yang baik,
sapi potong dapat tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian 750
g, sementara pada kondisi pedesaan kecepatan pertumbuhan hanya mencapai
Plasma nutfah satu-satunya di dunia ini, mempunyai banyak keunggulan.
Sapi Bali mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai kondisi lingkungan
baik kering maupun hujan. Bisa hidup liar dengan mencari makanan sendiri, di
areal pembuangan sampah sekalipun. Sapi Bali dikenal sangat responsif terhadap
perlakuan baik serta memiliki tingkat kesuburan reproduksi tinggi yaitu antara
80-82 persen. Sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu,
kualitas dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang
dalam, tanpa kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60 persen (Suryana, 2007).
Sapi Bali Sejak lama sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan
mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali
mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai
fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat
beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak,
bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas
rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali
berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 persen.
Karakteristik reproduktif antara lain : periode kebuntingan 280-294 hari, rata-rata
persentase kebuntingan 86,56 persen, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya
3,65 persen, persentase kelahiran 83,4 persen, dan interval penyapihan antara
15,48-16,28 bulan (Wahyuni, 2000).
Pertumbuhan Sapi
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan
dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan
zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan air bukanlah
pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Siklus reproduksi sapi lokal dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun
dengan tingkat kesuburan yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa
perkembangbiakan sapi potong dapat dilakukan setiap saat tanpa dipengaruhi oleh
musim. Oleh karena itu, perkembangbiakannya dapat disesuaikan dengan pakan
dan pasar (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003).
Dinas Peternakan Propinsi Dati I Jawa Timur (2005) memaparkan
pertambahan bobot badan sapi Madura, sapi Bali dan Ongole pada umur sebelum
lepas sapih, setelah di sapih hingga umur 6 bulan pada pertambahan berat badan
maksimal yang pernah dicapai dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Pertambahan bobot badan beberapa jenis sapi lokal Indonesia (kg/ekor/hari).
Sumber : Dinas peternakan propinsi Dati I Jawa Timur.
Sistem Pencernaan Sapi
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, hidrolisis dan
fermentatif. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh
kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang
berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga
dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel
mikroorganisme (Tillman et al., 1991).
Pakan Sapi
Kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan
penggemukan) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi pakan sapi
Uraian bahan
Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004)
Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak
serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang
diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh
tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan
Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi
pakan lengkap metode processing yang terdiri dari : perlakuan pencacahan
(chopping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar
konsumsi ternak lebih efisien. Perlakuan pengeringan (drying) dengan panas
matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan kadar air bahan. Proses
pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan
perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses
pengemasan (Wahyono dan Hardianto, 2004).
Konsentrat
Konsentrat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang
tinggi dengan PK 18. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat
dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang
dari 15 % BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam
formula pakan harus terbatas agar ternak tidak terlau gemuk (Siregar, 1994).
Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat
kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi
bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgar,
hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa dan
berbagai umbi (Sugeng, 2000).
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan
mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales
diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam
glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu
35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna
putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai
hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi
bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora
memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).
Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit
Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an, dan
saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam
penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan
perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit
di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil)
lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).
Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang
banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur
sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak
ruminansia. Melalui pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak
(khususnya ternak ruminansia) diharapkan dapat merupakan bagian integral dari
usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa
khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Pelepah dapat diberikan dalam keadaan segar hingga 30 persen dari
konsumsi bahan kering ransum. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan
pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk ikutan lainnya dari kelapa
sawit. Hal yang sama juga berlaku untuk daun kelapa sawit yang secara teknis
dapat dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun
demikian, dalam perlakuan pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai pakan hijauan
memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini disebabkan adanya lidi daun
yang dapat menyulitkan ternak untuk mengkonsumsinya. Pencacahan yang
dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan
komplit (Wan Zahari et al., 2003).
Pemanfaatan pelepah sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak
melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat
ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Penampilan sapi yang diberi
pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus (1-2 cm3) cukup menjanjikan.
Namun, pemberian tepung pelepah dalam bentuk pelet tidak disarankan karena
ukurannya terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel tersebut
dalam saluran pencernaan. Pemberian pelepah sebagai bahan ransum dalam
jangka panjang menghasilkan karkas yang berkualitas baik
(Balai Penelitian Ternak, 2003).
Daun kelapa sawit menghasilkan hijauan segar yang dapat diberikan
seperti dengan melakukan silase maupun amoniasi. Perlakuan dengan silase
memberi keuntungan, karena lebih aman dan dapat memberi nilai nutrisi yang
lebih baik dan sekaligus memanfaatkan limbah pertanian. Keuntungan lain dengan
perlakuan silase ini adalah pengerjaannya mudah dan dapat meningkatkan kualitas
dari bahan yang disilase (Hassan dan Ishida, 1992).
Dari analisa kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 70%
serat dan 22% karbohidarat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini
menunjukkan bahwa daun kelapa sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah
diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45% dari hasil
silase daun kelapa sawit (Sinurat, 2003).
Tabel 3. Proporsi pelepah dan daun kelapa sawit
Keterangan Umur Tanaman Sawit (Tahun)
4 8 12 16
Daun (% total pelepah) 26.1 28.0 25.6 23.7
Pelepah 73.9 72.0 74.4 76.3
Isi pelepah 68.6 68.0 76.5 73.0
Kulit pelepah 31.5 32.0 23.5 27.1
Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak menunjukkan
bahwa pelepah dan daun kelapa sawit mengandung 6,50% protein kasar, 32,55%
serat kasar, 4,47% lemak kasar, 93,4 bahan kering dan 56,00% TDN. Hasil
analisis memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar pelepah dan daun kelapa
sawit cukup rendah yaitu sebesar 6,5 % dengan serat kasar yang cukup tinggi
sebesar 32,55 % Kandungan serat kasar yang cukup tinggi akan mempengaruhi
kecernaan bahan pakan pada ternak (Laboratorium Ilmu Makanan Ternak
Kandungan gizi pelepah dan daun sawit berdasarkan hasil analisis
proksimat dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 4. Komposisi zat makanan pelepah dan daun kelapa sawit berdasarkan umur tanaman
Sumber : Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan (2000)
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik
daripada solid sawit (Tabel 4). Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik.
Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia,
namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan
bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).
Menurut Davendra (1997), Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah limbah hasil
ikutan dari ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau
cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tetapi karena serat
kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok
Tabel 5. Kandungan nutrisi BIS
Kandungan Zat Nilai Gizi Bahan Kering
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses
pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,
tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau
rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995)
Tabel 6. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan zat Nilai Gizi
Sumber : Tillman et al., (1991).
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan
Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (Termasuk
untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis)
mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani
(Parakkasi, 1995).
Urea
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terdapat peningkatan
konsumsi protein kasar dan daya cerna urea bila diberikan pada ruminansia
dirubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen (Anggorodi, 1984).
Molasses
Tabel 7. Kandungan nilai gizi molasses
Kandungan zat Nilai Gizi Bahan kering 67,5
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005).
Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai
gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes tebu juga mengandung
vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti
kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak
(Thalib, 2001).
Onggok
Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah
yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah
varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi
pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi
kayu yang diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi
kayu menghsilkan 15-20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah
yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada tabel.
Tabel 8. Kandungan Nutrisi onggok kering
Zat nutrisi Kandungan
Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan
minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial
untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Kandungan nilai gizi
bungkil kelapa antara lain, BK ; 84,40% PK ; 21,00% TDN ; 81,00% SK ; 15%
LK ; 1,80%
Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba
rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian
khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah
proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Konsumsi
bahan kering pakan dipengaruhi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan
komposisi kimia pakan (Parakkasi, 1995).
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan)
dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat
menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorim Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak dan kandang percobaan di Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember sampai dengan Maret 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian antara lain, sapi Bali
sebanyak 9 ekor, bahan pakan terdiri dari : Hijauan (rumput lapangan), pelepah
dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi, dedak padi, garam, ultra mineral,
urea, BIS, bungkil kelapa, molasses, kapur dan onggok, kultur Aspergillus niger
untuk fermentasi pelepah dan daun kelapa sawit, Potato Dextrose Agar (PDA)
sebagai media perbanyakan Aspergillus niger, obat-obatan seperti obat cacing
(Wormzol-B), dan obat kutu (cipper killer), rodalon sebagai desinfektan, vitamin
B-Kompleks, air minum.
Alat
Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah kandang individu 9 unit
beserta perlengkapannya, tempat pakan sebagai wadah pakan, papan sebagai alas
saat pengukuran bobot badan sapi, chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit,
mixer sebagai alat mencampur berbagai bahan pakan, grinder sebagai alat untuk
menghaluskan bahan pakan, tong sebagai tempat memasak pelepah daun kelapa
FX1 kapasitas 1000 kg sebagai alat penimbang bobot badan sapi dengan kepekaan
1%, timbangan dengan kapasitas 10 kg sebagai alat penimbang bahan pakan
dengan kepekaan 10 g, Karung sebagai tempat bahan pakan, sapu dan sekop
sebagai alat pembersih kandang, alat tulis sebagai alat pencatat data selama
penelitian, kereta sorong sebagai alat pengangkut bahan pakan, lampu sebagai alat
untuk penerang kandang.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) sebagai rancangan percobaannya. Percobaan
tersusun atas tiga perlakuan yang terdiri atas :
P0 = ransum kontrol (hijauan saja)
P1 = P0 + Pakan A (konsentrat dengan 15% pelepah dan daun kelapa
sawit yang difermentasi)
P2 = P0 + Pakan B (konsentrat dengan 30% pelepah dan daun kelapa
sawit yang difermentasi)
Setiap percobaan diulang sebanyak tiga kali, dengan demikian terdiri atas
9 petak percobaan. Model matematik rancangan percobaan yang digunakan
adalah :
Yij = μ + αi + βj + ε ij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan ke-i yang memperoleh perlakuan ke-j
µ = nilai tengah populasi
βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j
εij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Susunan perlakuan didalam penelitian :
Blok Blok Blok
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam,
dan apabila ditemukan adanya pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji beda
nyata terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
Parameter Penelitian
a. Konsumsi pakan (g)
Jumlah pakan yang diberikan dikurang dengan jumlah pakan yang tersisa.
b. Pertambahan Bobot Badan (g)
Hasil penimbangan bobot badan akhir dikurang dengan bobot badan awal.
c. Konversi pakan
Banyaknya pakan yang dikonsumsi dibagi dengan bobot badan ternak
yang dihasilkan.
Tahapan Penelitian.
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan penelitian yang meliputi :
a. Pembuatan Konsentrat
Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa pelepah dan
menggunakan alat penghancur (choper). Selanjutnya dilakukan pelayuan selama
24 jam dan dilanjutkan dengan proses pengukusan pada temperatur 100oC selama
30 menit. Kultur Aspergillus niger disiapkan dengan menggunakan media PDA
pada cawan petri yang diinkubasikan selam 72 jam. Pemanenan kultur dilakukan
dengan cara melarutkannya dalam aquades steril dan dihomogenkan dengan
menggunakan blender.
b. Pengujian Performans Sapi Potong
Pengujian performans sapi potong dilakukan dengan melihat tingkat
pertumbuhannya. Pertumbuhan diukur dengan melihat pertambahan bobot badan
(PBB), konsumsi ransum dan konversi ransum. Pengamatan dilakukan selama 4
minggu dan pengukuran tingkat konsumsi diukur dalam periode harian.
c. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada tahap uji performans adalah tingkat konsumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan
yang diberikan. Konsumsi pakan terus meningkat seiring dengan pertambahan
kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Rataan
konsumsi BK hijauan selama penelitian ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 9. Rataan konsumsi BK hijauan pakan sapi Bali betina selama penelitian
Total 11891,16 11236,46 11276,93 34404,56 11468,19
Rataan 3963,72 3745,49 3758,98 11468,19 3822,73
Dari tabel 9 diperoleh data bahwa konsumsi BK hijauan yang terbesar
adalah perlakuan R1 yaitu sebesar 3992, 55 g/ekor/hari dan yang terendah adalah
perlakuan R2 sebesar 3679,89 g/ekor/hari.
Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan dan 1 kontrol. Konsumsi BK
konsentrat sapi bali selama penelitian bisa dilihat dari data dibawah ini.
Tabel 10. Rataan konsumsi BK konsentrat sapi Bali betina selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan 1 2 3 Total Rataan
R0 0 0 0 0 0
R1 2070,71 2116,43 2136,43 6323,57 2107,86
R2 2292,86 2234,29 2297,86 6825,00 2275,00
Total 4363,57 4350,71 4434,29 13148,57 4382,86
Tabel 10 diatas menerangkan bahwa konsumsi BK konsentrat tertinggi
selama penelitian adalah perlakuan R2 yaitu sebesar 2275,00 g/ekor/hari dan yang
terendah adalah perlakuan R1 sebesar 2107,86 g/ekor/hari.
Konsumsi setelah
Tabel 11. Rataan konsumsi bk pakan sapi bali betina selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan 1 2 3 Total Rataan
Ro 3725,09 3792,72 3869,42 11387,23 3795,74
R1 6292,14 5569,22 5509,04 17370,40 5790,13
R2 5591,51 5581,25 5676,36 16849,11 5616,37
Total 15608,75 14943,18 15054,82 45606,74 15202,25
Rataan 5202,92 4981,06 5018,27 15202,25 5067,42
Dari Tabel 8 dapat diperoleh rataan konsumsi tertinggi pada perlakuan R1
(pakan dengan menggunakan 15 % pelepah dan daun kelapa sawit yang
difermentasi) sebesar 5790 g/ekor/hari dan rataan konsumsi pakan terkecil pada
perlakuan R0 (pakan hijauan) yaitu sebesar 3,796 kg/ekor/hari.
Pengaruh pemberian pelepah dan daun kelapa sawit fermentasi dengan
Aspergillus niger terhadap pertambahan bobot badan sapi Bali dapat diketahui dengan melakukan uji keragaman seperti tertera pada tabel 9.
Tabel 12. Analisis keragaman konsumsi BK pakan sapi Bali selama penelitian
SK db JK KT Fhit F Tabel
Berdasarkan hasil keragaman diketahui bahwa dari perlakuan pemberian
berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan sapi bali. Akan tetapi jika
dilihat dari ulangan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi. Data ini
membuktikan bahwa perlakuan mempengaruhi konsumsi pakan yang dikonsumsi
oleh sapi Bali. Untuk melihat perlakuan yang mana yang lebih baik maka
dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 0.01.
Tabel 13. BNT 0.01
Perlakuan Rataan Notasi
Ro 3795,74 A
R1 5790,13 B
R2 5616,37 B
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan yang kurang baik jika dilihat
dari uji beda nyata terkecil adalah R0, yaitu perlakuan yang hanya
menggunakan rumput sebagai pakan tanpa menambah pakan tambahan. Perlakuan
yang baik adalah R1, yaitu perlakuan menggunakan rumput dan pakan tambahan
yang mengandung 15% pelepah dan daun sawit yang difermentasi.
Pelepah dan daun kelapa sawit mengandung serat kasar yang sangat tinggi
sehingga menyebabkan konsumsi rendah dibandingkan dengan konsumsi rumput
yang biasa dikonsumsi oleh ternak, kondisi konsentrat yang banyak mengandung
serat kasar ini mempengaruhi kecernaan bahan pakan. Sesuai dengan pernyataan
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
USU (2000) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang cukup tinggi
akan mempengaruhi kecernaan bahan pakan pada ternak.
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan adalah hasil interaksi antara hereditas dan lingkungan
lingkungan sekitar 70%. Dalam hal ini lebih dominan kepada pakan ternak
tersebut (Sembiring, 2000).
Pakan ternak adalah faktor yang paling menentukan dalam pemeliharaan
ternak. Dengan pakan kualitas terbaik maka akan diperoleh pula ternak dengan
kualitas terbaik atau performa terbaik.
Tabel 14. Pertambahan bobot badan sapi Bali selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan 1 2 3 Total Rataan
Ro 271,43 317,86 253,57 842,86 280,95
R1 732,14 410,71 146,43 1289,29 429,76
R2 428,57 450,00 667,86 1546,43 515,48
Total 1432,14 1178,57 1067,86 3678,57 1226,19
Rataan 477,38 392,86 355,95 1226,19 408,73
Dari tabel ini diperoleh rataan pertambahan berat badan tertinggi pada
perlakuan R2 (pakan dengan 30% daun pelepah yang difermentasi) yaitu sebesar
515,48 g/ekor/hari dan rataan pertambahan bobot badan terendah pada perlakuan
R0 (pakan hanya hijauan) sebesar 280,95 g/ekor/hari. Konsumsi pakan yang
rendah akan mempengaruhi dalam pertumbuhan ternak tersebut. Semakin tinggi
konsumsi pakan maka akan semakin besar kemungkinan ternak untuk mengalami
pertambahan bobot badan yang lebih besar. Namun ada kalanya hal ini tidak
terjadi karena keadaan atau faktor- faktor lain, baik dari luar (lingkungan) maupun
dari dalam ternak itu sendiri, misalnya pakan hijauan, genetik dan kondisi iklim.
Pengaruh pemanfaatan daun kelapa sawit yang difermentasi dengan
Tabel 15. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi Bali selama
Berdasarkan uji keragaman diketahui bahwa pemberian pakan daun
pelepah sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam pakan ternak
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan sapi bali,
baik perlakuan dan ulangan tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan oleh
faktor umur dan genetik. Menurut Tomazewska et al (1993) bahwa laju
pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana
bobot badan pada fase awal berhubungan dengan dengan bobot dewasa. Bila
dilihat dari jumlah konsumsi setiap ternak juga tidak jauh berbeda untuk setiap
perlakuan sehingga memungkinkan pertambahan bobot badan tidak begitu
berbeda jauh, yang tertinggi 515,48 g/ekor/hari dan rataan pertambahan bobot
badan terendah pada perlakuan R0 (pakan tanpa pelepah dan daun kelapa sawit)
sebesar 280,95 g/ekor/hari.
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dikonsumsi ternak untuk
menaikkan persatuan bobot badan. Konversi pakan dapat dari pembagian antara
konsumsi dengan pertambahan bobot badan. Rataan konsumsi pakan dapat dilihat
Tabel 16. Rataan konversi pakan Sapi Bali selama penelitian
Berdasarkan rataan konversi pakan pada tabel maka dapat diketahui bahwa
konversi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (pakan dengan 15 % pelepah
sawit yang difermentasi) yaitu sebesar 19,93, Sedangkan rataan konversi pakan
terendah terdapat pada perlakuan R2 (pakan dengan 30% pelepah sawit yang
difermentasi) yaitu sebesar 11,32. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh strain
dan faktor lingkungan didalamnya termasuk juga pakan. Konversi ransum ini juga
unttuk melihat seberapa besar pakan yang dikonsumsi bisa mempengaruhi
kenaikan bobot badan sehingga pakan tersebut dikatakan baik.
Untuk mengetahui signifikasi pemberian pelepah dan daun kelapa sawit
yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam pakan yang diberikan pada
ternak sapi Bali dapat seperti yang tertera pada tabel 14.
Tabel 17. Analisis keragaman konversi pakan sapi Bali selama penelitian
SK Db JK KT Fhit F Tabel
Berdasarkan uji keragaman diketahui bahwa pemberian pelepah dan daun
sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak memberikan pengaruh
ternak sapi tetap mengkonsumsi pakan dengan bobot yang sesuai dengan bobot
badan namun tidak sejalan dengan pertambahan bobot badan.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil keseluruhan penelitian terhadap konsumsi pakan, pertambahan
bobot badan dan konversi pakan dapat digambarkan dalam rekapitulasi pada tabel
berikut,
Tabel 18. Rekapitulasi hasil penelitian penggunaan pelepah dan daun kelapa sawit
Perlakuan Konsumsi pakan
(g/ekor/hari)
PBB (g/ekor/hari)
Konversi pakan
R0 3795,74a 280,95a 13,64a
R1 3992,55a
429,76b 19,93b
R2 3679,89a
515,48b 11,32b
Dari tabel dapat diketahui bahwa pemberian pakan dengan menggunakan
pelepah daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger pada
pakan pakan sapi Bali memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan bobot badan dan konversi pakan akan tetapi berpengaruh sangat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan daun pelepah sawit yang difermetasi dengan aspergillus
niger dalam pakan sapi bali dalam susunan ransum secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap konversi pakan dan pertambahan bobot badan namun
untuk konsumsi pakan, pemberian pakan dalam ransum berpengaruh sangat nyata.
Secara kuantitatif data yang diperoleh menunjukkan perlakuan yang terbaik
adalah R2 dengan pertambahan bobot badan 515,48 g/ekor/hari.
Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar waktu penelitian
diperpanjang karena konsumsi pakan sapi terkhusus untuk konsentrat terus
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Babjee, A. M. 1986. Palm Kernel cake as a new feed for cattle. Asian Livestock 11 (5) :50-55.
Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.
Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Bogor.
Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.
Boediyana, T. 2008. Perkembangan Sapi Potong di Indonesia. Penerbit Andi. Jakarta.
Davendra, C., 1997. Utilization Of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaisian Agriculture and Research and development Institute Serdang, Malaysian.
Dinas Peternakan Propinsi Dati I Jawa Timur. 2005. Statistik Peternakan 2005. Dinas Peternakan Propinsi Dati I Jawa Timur, Surabaya.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan 2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta.
Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya Nasional : Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 110-119.
Fetuga., B. L and O. Tewe, 1975. Potensials of agroindustrial by products and crop residues as livestock feed components. Nig. Food J., 2: 136.
Gunawan, Dicky Pamungkas, dan Lukman Affandhy, 1998. Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Hhtp://ms.wikipedia.org/wiki/Pokok_Kelapa_Sawit, 2006.
Jafar, M. D and A. O Hassan, 1990. Optimum Steaming Condition of PPF for feed utilization. Processing and utilization of oil Palm by-products for ruminant. MARDI-TARC Collaborative Study, Malaysia.
Jakarta Future Exchange. 1999. Perkembangan Produk Minyak Goreng Sawit di Indonesia. http//www.bbj.jfx.com
Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H. Kudo. 1991. Strategies for animal improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.
Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspekti Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 68−80.
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.
Moertinah, S., 1984. Limbah Tapioka di Indonesia dan Kemungkinan Penangan Dasar Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. IPB, Bogor.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press, Jakarta.
Pardede, S. I dan S. Asmira, 1997. Pengolahan Produk sampingan Industri pertanian menjadi permen jilat untuk sapi potong yang dipelihara secara tradisional. Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
Sembiring, P. 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit Dengan Phanerochaete Chrisosporium dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi. UNPAD. Bandung
Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas. Wartazoa 13.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharto. 2003. Pengalaman pengembangan usaha system integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10September 2003. P. 57-63.
Thalib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong nasional. Wartazoa.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadimodjo dan S. Prawiryokusumo., 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Universitas gajah mada, Yogyakarta.
Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.
Tomaszewska, M., T.D. Chaniago and I.K. Sutama. 1988. Reproduction in Relation to Animal Production in Indonesia. Institut Pertanian Bogor-Australia Project. Bogor.
Wahyuni, D., 2000. Sapi Bali di Ambang Kepunahan. Bisnis Indonesia.
Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.
Wan Zahari, M., O. Abu Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization oil palm frond based diet for beef cattle production in Malaysia. Asian-Aust.
Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambaran diagram alur proses pembuatan ransum komplit disajikan pada gambar berikut :
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Penghancuran (choper)
Pelayuan (24 jam)
Pengukusan (100oC; 30 menit)
]
Fermentasi (7 hari; 28oC)
Pengeringan (drying)
Penggilingan (Grinding)
Pencampuran (mixing)
Lampiran 2. Susunan ransum penelitian
Tabel 16. Susunan ransum komplit percobaan (%)
Lampiran 4. Rata-rata konsumsi bahan kering
Perlakuan Rataan Notasi
Ro 3,796 A
R1 5,790 B
R2 5,616 C
Lampiran 7. Data Pertambahan bobot badan sapi selama penelitian (kg/ekor/hari)
Lampiran 8. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi selama penelitian
Lampiran 9. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi selama penelitian
SK db JK KT Fhit F Tabel
Lampiran 10. Rata-rata konversi pakan sapi selama penelitian
Perlakuan 1 2 3 Total Rataan
Lampiran 11. Analisis keragaman konversi pakan selama penelitian