• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi Dengan Aspergilus Niger Dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi Dengan Aspergilus Niger Dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT

FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger DAN

LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP

PERFORMANS SAPI BALI JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

MUSA SENO IBRAHIM

070306021

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT

FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger DAN

LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP

PERFORMANS SAPI BALI JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

MUSA SENO IBRAHIM 070306021/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergilus niger dan limbah pabrik kelapa sawit terhadap performans sapi bali jantan

Nama : Musa Seno Ibrahim

NIM : 070306021

Departemen : Peternakan

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Usman Budi S.Pt M.Si Prof.Dr.Ir Zulfikar Siregar MP Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

MUSA SENO IBRAHIM, 2013 : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Pemberian pelepah daun kelapa sawitfermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah daun kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah daun kelapa sawit fermentasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang difermentasi Aspergillus niger terhadap Performans Sapi Bali Jantan terhadap konsumsi pakan (kg/ekor/hari) 7,01; 7,42; 7,05. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,46; 0,65 dan 0,53. Konversi pakan 15,23; 11,66 dan 13,43. Uji statistik menunjukkan bahwa pelepah daun kelapa sawit fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi pakan sapi bali jantan. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah kelapa sawit segar.

(5)

ABSTRACT

MUSA IBRAHIM SENO, 2013 :Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste For Performans Bali Cattle Males, USMAN BUDI and mentored by TRI HESTI WAHYUNI.

Giving oil palm frond fermentation in the feed gives the economic value and increase eprofits weaning male bali cattle. This study conducted in Dusun1(Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This research held for three months starting in January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups such as distinguish had based on cow body weight. There are three treatments such as: P0(25% fresh oil palm frond), P1(20% oil palm frond fermented) and P2(30% oil palm frond fermented).

The results showed that the utilization of oil palm frond with fermented Aspergillus niger to Males Bali Cattle Peformans on feed intake(g /head /day) 7.01; 7.42; 7.05 respectively. Average daily gain (ADG) (g /head /day) 0.46, 0.65 and 0.53 respectively. Feed conversion 15.23; 11.66 and 13.43 respectively. Statistical test showed oil palm frond fermented significantly different (P<0.05) on feed intake, average daily gain and decrease feed conversion ratio of male Bali cattle. The conclusion of this studied that oil palm frond fermented with Aspergillus niger can be increase feed intake, average daily gain (ADG) and decrease feed conversion rate compared with fresh oil palm frond.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena

atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul“Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergilus niger

dan limbah pabrik kelapa sawit terhadap performans sapi bali jantan”

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberi dukungan

baik secara moril dan materil selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Usman Budi S.Pt M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

Ir. Tri Hesti Wahyuni M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. Dan tak lupa

juga saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada alm. Prof. Dr. Ir.

Zulfikar Siregar MP. yang juga telah membimbing saya menyelesaikan proses

pembuatan skripsi ini, semoga amal ibadah dan kebaikan-kebaikan semasa

hidupnya diterima Allah SWT dan semoga alm. ditempatkan di tempat yang

sebaik-baiknya di sisi-Nya, amin.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, semoga dapat bermanfaat

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali ... 4

Produktivitas Sapi Bali ... 5

Kebutuhan Nutrisi Sapi Bali ... 6

Pakan Sapi ... 6

Konsentrat ... 7

Pelepah Daun Kelapa Sawit ... 8

Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit ... 8

Bungkil Inti Sawit ... 9

Solid Dekanter ... 10

Molases ... 11

Fermentasi ... 11

Aspergillus Niger ... 13

Konsumsi Bahan Kering (BK) ... 13

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi ... 16

Konversi Pakan Dan Efisiensi Pakan ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian... ... 21

Bahan dan Alat Penelitian Bahan... ... 21

Alat... ... 21

Metode Penelitian... ... 22

Peubah yang Diamati ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK) ... 26

(8)

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1 Kebutuhan nutrisi pakan sapi (%) ... 6

2. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi (%) ... 8

3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit (%) ... 10

4. Kandungan nutrisi solid dekanter (%)... 11

5. Kandungan nilai gizi molases(%) ... 11

6. Susunan bahan pakan selama penelitian (%) ... 25

7. Rataan Konsumsi bahan kering ransum sapi selama penelitian (%) ... 26

8. pertambahan bobot badan sapi bali jantan selama penelitian (%) ... 28

9. Rataan konversi pakan sapi bali jantan selama penelitian (%) ... 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit ... 40

2. Skema pembuatan pakan perlakuan ... 41

3. Analisis ragam konsumsi pakan sapi bali jantan ... 42

4. Analisis ragam perambahan bobot badan sapi bali jantan ... 42

(11)

ABSTRAK

MUSA SENO IBRAHIM, 2013 : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Pemberian pelepah daun kelapa sawitfermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah daun kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah daun kelapa sawit fermentasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang difermentasi Aspergillus niger terhadap Performans Sapi Bali Jantan terhadap konsumsi pakan (kg/ekor/hari) 7,01; 7,42; 7,05. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,46; 0,65 dan 0,53. Konversi pakan 15,23; 11,66 dan 13,43. Uji statistik menunjukkan bahwa pelepah daun kelapa sawit fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi pakan sapi bali jantan. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah kelapa sawit segar.

(12)

ABSTRACT

MUSA IBRAHIM SENO, 2013 :Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste For Performans Bali Cattle Males, USMAN BUDI and mentored by TRI HESTI WAHYUNI.

Giving oil palm frond fermentation in the feed gives the economic value and increase eprofits weaning male bali cattle. This study conducted in Dusun1(Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This research held for three months starting in January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups such as distinguish had based on cow body weight. There are three treatments such as: P0(25% fresh oil palm frond), P1(20% oil palm frond fermented) and P2(30% oil palm frond fermented).

The results showed that the utilization of oil palm frond with fermented Aspergillus niger to Males Bali Cattle Peformans on feed intake(g /head /day) 7.01; 7.42; 7.05 respectively. Average daily gain (ADG) (g /head /day) 0.46, 0.65 and 0.53 respectively. Feed conversion 15.23; 11.66 and 13.43 respectively. Statistical test showed oil palm frond fermented significantly different (P<0.05) on feed intake, average daily gain and decrease feed conversion ratio of male Bali cattle. The conclusion of this studied that oil palm frond fermented with Aspergillus niger can be increase feed intake, average daily gain (ADG) and decrease feed conversion rate compared with fresh oil palm frond.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak potong di Indonesia memiliki arti yang sangat penting, terutama

dikaitkan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk

kandang, tabungan, atau sumber rekreasi.Arti yang lebih utama adalah sebagai

komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia,

memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas

hidup, dan mencerdaskan masyarakat.Perkembangan arus permintaan yang

semakin pesat terhadap produk peternakan ini, tentu saja harus diimbangi dengan

upaya melakukan penerapan teknologi yang semakin meningkat pula.Tujuannya

adalah agar tercapainya produksi yang maksimal, sehingga pemenuhan kebutuhan

protein hewani dapat terpenuhi dan dapat menciptakan sumber daya manusia yang

produktif dan unggul.

Perkembangan penerapan teknologi terhadap produksi peternakan diawali

dengan membentuk suatu manajemen yang terorganisir dari segala aspek yang

diperlukan, baik itu manajemen waktu, manajemen pemeliharaan dan manajemen

pakan.Diketahui bahwa pakan merupakan salah satu faktor penting dalam

menghasilkan produksi yang tinggi.Efesiensi penggunaan pakan dapat dicapai

secara maksimal apabila bahan pakan lokal terutama pemanfaatan bahan pakan

ternak asal limbah pertanian dan limbah perkebunan dapat termanfaatkan secara

optimal.

Salah satu contoh hasil samping perkebunan di provinsi Sumatera Utara

(14)

perkebunan kelapa sawit. Bila mengikuti sejarah perkembangan perkebunan

kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara sendiri, mulai tahun 2005 luas

perkebunan kelapa sawit mencapai 948.800 Ha dengan produksi tandan buah

segar sebanyak 3.439.748 ton sehingga di wilayah Sumatera Utara tingkat

pertumbuhan produksi perkebunan kelapa sawit sangat signifikan dalam

menghasilkan banyak hasil samping. Hal ini memberikan peluang bagi peternak

dalam memanfaatkan hasil samping dari perkebunan kelapa sawit sebagai pakan

alternatif ternak (khususnya ternak sapi).

Hasil samping perkebunan kelapa sawit yang paling utama dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu pelepah daun kelapa sawit.

Pelapah daun kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen

tandan buah segar. Pelepah daun kelapa sawit dipanen 1–2 pelepah/panen/pohon.

Setiap tahun dapat menghasilkan 22–26 pelepah/ pohon dengan rataan berat

pelepah daun sawit 4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–

50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Umiyasih et al.,

2003).

Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan

salah satu pakan alternatif.Namun tingginya kandungan serat kasar yang

terkandung pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat

kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan

mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit.

Mengacu pada hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

(15)

dapat memberikan konsumsi, konversi dan pertambahan bobot badan yang

optimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pelepah

daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger terhadap konsumsi

pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan sapi Bali fase pertumbuhan.

Hipotesis Penelitian

Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi dengan

Aspergillus niger akan berpengaruh positif terhadap konsumsi pakan,

pertambahan bobot badan dan konversi pakan sapi Bali fase pertumbuhan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi

peneliti, kalangan akademis maupun peternak (khususnya peternak sapi)

mengenai pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi

dengan Aspergillus niger sebagai pakan alternatif dalam usaha penggemukan sapi

serta sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat

menempuh ujian sarjana pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian,

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Bali

Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng

liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum

diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia

sebagai sapi bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar

dikenal sebagai banteng(Pane,1991).

Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan

mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali

mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain: mempunyai fertilitas

tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat

beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak,

bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas

rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali

berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 persen.

Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280-294 hari, rata-rata

persentase kebuntingan 86,56 persen, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya

3,65 persen, persentase kelahiran 83,4 persen, dan interval penyapihan antara

15,48-16,28 bulan (Wahyuni, 2000).

Ditinjau dari sistematika ternak, sapi bali masuk familia Bovidae, Genus

(17)

Bibostaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus. Sapi bali mempunyai ciri-ciri

khusus antara lain: warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah

menjadi hitam (Hardjosubroto, 1994).

Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan

yang dapat memasok kebutuhan akan daging sekitar 27% dari total populasi sapi

potong Indonesia (Bandini, 1999). Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali

tergantung pada kualitas nutrien yang terkandung pada tiap bahan pakan yang

dimakan. Pada umumnya, kebutuhan akan nutrien dari ternak sapi adalah energy

berkisar 60 – 70% “total digestible nutrien” (TDN), protein kasar 12%, dan lemak

3 – 5% (Abidin, 2002). Pemanfaatan hijauan bernilai hayati tinggi sebagai sumber

pakan belum bisa mendukung kebutuhan sapi Bali akan nutrien. Hal ini

disebabkan karena hijauan bernilai hayati tinggi dan ketersediaannya terbatas

padamusim kemarau.

Produktivitas Sapi Bali

Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran

waktu tertentu (Hardjosubroto, 1994). Dijelaskan pula bahwa tingkat dan

efesiensi produksi ternak dibatasi oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya.

Produktivitas sapi potong dapat juga dilihat dari jumlah kebuntingan, kelahiran,

kematian, panen pedet(Calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak

beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan

(18)

Kebutuhan Nutrisi Sapi Bali

Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi

untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1

berikut :

Tabel 1.

Kebutuhan nutrisi pakan sapi.

Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi

Pembibitan Penggemukan

Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004).

Pakan Sapi

Menurut Hardianto (2000) ada beberapa pengertian tentang bahan pakan

ternak yaitu sebagai: 1) Sumber serat yaitu adalah bahan-bahan yang memiliki

kandungan serat kasar (SK) > 18% (contoh: limbah pertanian dan kulit biji

polong-polongan). 2) Sumber energi yaitu bahan-bahan yang memiliki kadar

protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau dinding selnya

kurang dari 35% (contoh: biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi-

umbian dan sisa penggilingan). 3) Sumber protein yaitu bahan-bahan yang

memiliki kandungan protein kasar > 20% (contoh: berasal dari tumbuh-tumbuhan

seperti bungkil, bekatul maupun yang bukan berasal dari tumbuh-tumbuhan

seperti silase ikan). 4) Sumber mineral yaitu bahan-bahan yang memiliki

(19)

umbi-umbian. 5) Pakan tambahan yaitu bahan-bahan tertentu yang ditambah kedalam

ransum, seperti: obat-obatan, anti biotika, hormon, air dan zat flavour.

Menurut Parakkasi (1995) pakan merupakan semua bahan yang bisa

diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas

tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk

kehidupannya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air.

Pakan yang di berikan sebaiknya jangan sekedar untuk mengatasi rasa

lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermamfaat

untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak

dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

Konsentrat

Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan

makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak

sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup

tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat

dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15

% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah

formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat

terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat

menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat

(20)

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis

proksimat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2.

Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi

Sumber : a.Laboratorium Makanan Ternak IPB (2000)

b. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005)

Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an dan

saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam

penerimaan devisa negaraserta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah.

Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta ha

dengan produksi minyak sawit (Crude palm oil) lebih dari 9 juta ton (Elisabeth

dan Ginting, 2003).

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang

banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur

sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar pakan ternak

ruminansia.Dengan pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak

(khususnya ternak ruminansia) diharapkan dapat merupakan bagian integral dari

usaha perkebunan.Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa

sawit pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak, Kandungan Nilai Gizi Pelepah Daun Kelapa Sawit Pelepah Daun Kelapa

Sawit dengan A. Niger

PK 6.5 10.36

SK 50.94 31.87

LK 4.47 5.05

(21)

khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara

langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).

Pelepah daun kelapa sawit dapat diberikan dalam keadaan segar hingga 30

persen dari konsumsi bahan kering ransum. Untuk meningkatkan konsumsi dan

kecernaan pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk ikutan lainnya

dari kelapa sawit. Hal yang sama juga berlaku untuk pelepah daun kelapa sawit

yang secara teknis dapat dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan

hijauan. Namun demikian, dalam perlakuan pemanfaatan pelepah daun kelapa

sawit sebagai pakan hijauan memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini

disebabkan adanya lidi daun yang dapat menyulitkan ternak untuk

mengkonsumsinya. Pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan

digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan komplit (Wan Zahari et al., 2003).

Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan ruminansia

disarankan tidak melebihi 30%.Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan

pelepah daun kelapa sawit dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa

sawit. Penampilan sapi yang diberi pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus

(1-2 cm3) cukup berpotensi lebih baik.

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena

mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16 – 18%. Sementara kandungan

serat kasar mencapai 16%. Bungkil inti sawit dapat diberikan 30% dalam pakan

sapi (Batubara et.al., 1993).

Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil

(22)

cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat

kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok

bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.Kandungan nilai

gizi dalam bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Nilai Gizi (%)

Bahan Kering 92,6a

Protein Kasar 21,51b

Serat kasar 12,1a

Lemak kasar 2,4a

Phospor 0,19a

Kalsium 0,53b

TDN 73,00a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

Solid Dekanter

Solid dekanter merupakan hasil samping pengolahan kelapa sawit.

Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), solid dekanter merupakan hasil ikutan

proses ekstraksi pengolahan pabrikminyak sawit. Hasil akhir minyak sawit akan

menghasilkanantara 2–3 ton lumpur sawit dalam bentuk cair (sludge) dan padat

hasildaripengolahan mesin decanter. Kandungan protein solid dekanter

bervariasisekitar 11-14% dan lemak yang relatif tinggi. Solid dekanter

jugamerupakan sumber energi dan mineral (Batubara, et al., 2002).Kandungan

(23)

Tabel 4.

Kandungan nutrisi Solid Dekanter

Kandungan Zat Nilai Gizi

Protein Kasar

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000) c. Siregar (2003)

d. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, USU (2005)

Molases

Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan

molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46-60% sebagai

gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molases atau tetes tebu juga

mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak

seperti kobalt, boron, yodium, tembaga, mangan dan seng. Sedangkan

kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila

dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nilai gizi molases

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.

Kandungan nilai gizi molases

Kandungan Zat Nilai Gizi (%)

Bahan kering

a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

(24)

Fermentasi

Menurut Pujaningsih (2005), fermentasi adalah suatu proses pemecahan

senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme

dengantujuan untuk menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai

kandungan nutrisi, tekstur yang lebih baik disamping itu juga menurunkan zat anti

nutrisi. Adanya perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh

mikroba itu meliputi perubahan molekul-molekul kompleks atau senyawa organik

seperti protein, karbohidrat, maupun lemak menjadi molekul-molekul yang lebih

sederhana, mudah larut dan daya cerna yang tinggi(Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

Adanya proses fermentasi memiliki manfaat diantaranya menurut Shurtleff

dan Aoyagi (1979), yaitu dapat mengubah molekul kompleks menjadi molekul

yang lebih sederhana dan mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma menjadi lebih

baik. Selain itu produk hasil fermentasi akan menjadi tahan lama dan dapat

mengurangi senyawa racun yang dikandung sehingga nilai ekonomi bahan

dasarnya menjadi lebih baik (Saono, 1976 disitasi Sinaga,2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi dalam proses fermentasi

oleh mikroba :

a. Sifat fisik dan kimia substrat

1) Kelarutan, pada umumnya zat terlarut lebih mudah didegradasi.

2) Luas permukaan

Semakin luas permukaan makin mudah dicerna mikroorganisme.Dalam hal ini

untuk mempercepat degradasi digunakan substrat dengan ukuran yang kecil.

(25)

Material yang higroskopis lebih mudah dicerna oleh mikroorganisme. Dalam

hal ini kelembaban sangat mempengaruhi proses.

b. Struktur kimia dari substrat

Pengaruh struktur kimia dalam degradasi oleh mikroorganisme, pada umumnya

senyawa karbon yang terbentuk secara alamiah lebih mudah didegradasi

daripada yang sintetik.

c. Faktor lingkungan

Setiap spesies mikroorganisme mempunyai kisaran kondisi lingkungan dalam

batas-batas toleransi yang sempit. Di luar batas itu mikroorganisme tidak akan

tumbuh dan biodegradasi tidak terjadi. Proses tersebut ada yang menguntungkan

dan ada pula yang merugikan. Hal yang menguntungkan ialah adanya degradasi

protein yang membentuk protein lain yang mudah dicerna, dan yang merugikan

pada umumnya proses perusakan atau pembusukan (Rarumangkay, 2002).

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan

mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,

diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam

glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,

amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu

35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan

oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna

putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai

(26)

bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora

memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).

Konsumsi Bahan Kering (BK)

Bahan kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah

dihilangkan airnya. Sapi potong mampu mengkonsumsi ransum berupa bahan

kering sebanyak 3-4% dari bobot badannya (Tillman et.al., 1991). Fungsi bahan

kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran

pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan BK

menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel

meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta

kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan

yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal

harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada

bahan pakan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan

pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh pakan pada berbagai

jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil

pencernaan produk yaitu sekitar 15%.

Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK berhubungan erat dengan

kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan

(Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et all.,(1991) palatabilitas pakan dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri.

Pakan konsentrat yang diberikan pada ternak masih dalam kondisi yang baik dan

(27)

pakan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan,

makin banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran

pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan pengosongan rumen

meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan

ternak untuk menambah konsumsi pakan.

Konsumsi BK menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal

diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor

ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak.

Fungsi BK pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding

saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak

kekurangan BK menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Tingginya konsumsi

BK dipengaruhi oleh palatabilitas pakan.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Parakkasi (1999) bahwa pemberian konsentrat

untuk penggemukan sapi potong biasanya 60% (dalam BK ransum). Pakan

konsentrat yang berkualitas akan meningkatkan kecernaan pakan berserat, makin

banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran

pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan pengosongan rumen

meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan

ternak untuk menambah konsumsi pakan.

Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak. Semakin

tinggi bobot hidup ternak, konsumsi BK pakan semakin tinggi pula. Selain karena

bobot hidupnya yang berbeda, konsumsi pakan yang berbeda ini juga

dikarenakan bangsa ternak yang berbeda (Kearl, 1999). Sesuai dengan pendapat

(28)

karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila

mendapat pakan dengan kualitas yang sama.

Tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh beberapa faktor, bisa dari

ternak itu sendiri maupun faktor dari luar. Faktor dari ternak itu sendiri antara

lain : bobot badan, umur, kondisi tubuh, stres yang diakibatkan oleh lingkungan.

Sedangkan faktor dari luar ternak seperti makanan yaitu sifat fisik dan komposisi

kimia makanan yang dapat mempengaruhi kecernaan yang selanjutnya

mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Parakkasi, 1995).

Menurut penelitian Situmorang (2010), rataan konsumsi tertinggi pada

perlakuan pakan dengan menggunakan 15% pelepah dan daun kelapa sawit yang

difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 5790 g/ekor/hari. Pelepah dan daun

kelapa sawit mengandung serat kasar yang sangat tinggi sehingga menyebabkan

konsumsi rendah dibandingkan dengan konsumsi rumput yang biasa dikonsumsi

oleh ternak, kondisi konsentrat yang banyak mengandung serat kasar ini

mempengaruhi kecernaan bahan pakan.

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai

dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya

perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio

sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal

terjadinya pembuahan sampai dengan pedet itu lahir, dilanjutkan hingga sapi

menjadi dewasa (Parakkasi, 1995). Menurut Tillman et.al. (1991) pertumbuhan

biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan

(29)

pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Menurut Smith dan Mangkowidjojo (1988)

pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan

pubertas, setelah usia pubertas laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus

menurun hingga usia dewasa. Pada usia dewasa, pertumbuhan sapi berhenti. Sejak

sapi dilahirkan sampai dengan usia pubertas (sekitar umur 8 - 10 bulan)

merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat. Pertambahan

bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis

kelamin, umur, ransum, dan teknik pengelolaannya.

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat

jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan

tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut

dikatakan pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam jumlah protein dan zat.

Sedangan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah

pertumbuhan murni (Parakkasi, 1985).

Parakkasi (1985) menyatakan dalam pertumbuhan seekor hewan ada 2 hal

yang terjadi : 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa yang

disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh

serta berbagai fungsi dan kesanggupannyaiuntuk melakukan sesuatu menjadi

wujud penuh yang disebut perkembangan.

Pane (1986) menyebutkan bahwa pertumbuhan ternak adalah pertumbuhan

bobot badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai

garis atau sigmoid (huruf S). Perkembangan lebih banyak ditentukan oleh

perubahan proporsi berbagai bagian tubuh hewan sejak embrio hingga dewasa.

(30)

(sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan sedikit meningkat

umur, hal ini diikuti oleh pertumbuhan eksflosif kemudian akhirnya ada fase yang

tingkat pertumbuhan yang sangat rendah (Durrand, 1998).

Tillman et.al. (1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas pakan

yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan

pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubungannya

dengan pemilihan bahan – bahan ransum makanan penguat.

Data yang diperoleh dari penelitian Situmorang (2010), yaitu rataan

pertambahan berat badan tertinggi pada perlakuan pakan dengan 30% daun

pelepah yang difermentasi oleh Aspergillus niger yaitu sebesar 515,48 g/ekor/hari.

Konsumsi pakan yang rendah akan mempengaruhi dalam pertumbuhan ternak

tersebut. Semakin tinggi konsumsi pakan maka akan semakin besar kemungkinan

ternak untuk mengalami pertambahan bobot badan yang lebih besar. Namun ada

kalanya hal ini tidak terjadi karena keadaan atau faktor- faktor lain, baik dari luar

(lingkungan) maupun dari dalam ternak itu sendiri, misalnya pakan hijauan,

genetik dan kondisi iklim.

Konversi Pakan dan Efisiensi Pakan

Hardianto (2000) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pakan untuk

sapi berkisar 7,52 - 11,29%, dan konversi pakan yang baik adalah 8,56 - 13,29.

Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam pakan dan

kesehatan ternak. Semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang

digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau

efisiensi pakan rendah. Menurut Tillman (1991) konversi pakan sangat

(31)

kualiltas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan. Efisiensi pakan untuk

produksi daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ternak, komposisi

dan tingkat produksi serta nilai gizi pakan.

Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum

dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang

digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau

efisiensi pakan rendah (Wahyuni dan Hardianto, 2004).

Konversi pakan hasil penelitian Astutik et al. (2002) pada sapi peranakan

simental yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan formula urea

mollases (molases 40%) menghasilkan konversi pakan sebesar 10,18. Konversi

pakan sapi peranakan simental yang diberi jerami padi fermentasi dengan

suplementasi dedak padi dan jamu berupa telur ayam 2 minggu sekali sebanyak

3 - 5 butir/ekor serta konsentrat komersial pada penelitian Umiyasih et al. (2002)

sebesar 10,31.

Konversi pakan adalah perbandingan atau rasio antar jumlah pakan yang

dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut

(Pane, 1986). Menurut Lubis (1992) konversi pakan sangat dipengaruhi oleh

kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualiltas dan kuantitas pakan,

juga faktor lingkungan yang tidak kalah penting. Efisiensi pakan didefinisikan

sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot

badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama

(Tillman, 1991). ternak, komposisi dan tingkat produksi serta nilai gizi pakan.

Menurut penelitian Situmorang (2010),rataan konversi pakantertinggi

(32)

difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 19,93, sedangkan rataan konversi

pakan terendah terdapat pada perlakuanpakan dengan 30% pelepah sawit yang

difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 11,32. Angka konversi ransum

dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan didalamnya termasuk juga pakan.

Konversi ransum ini juga unttuk melihat seberapa besar pakan yang dikonsumsi

bisa mempengaruhi kenaikan bobot badan sehingga pakan tersebut dikatakan

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris

Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah

dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei

2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi bali jantan

lepas sapih, pakan yang terdiri atas: pelepah daun kelapa sawit fermentasi, bungkil

inti sawit, lumpur sawit, dedak padi, onggok, molasses,urea, garam dan ultra

mineral, obat-obatan dan air minum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual

sebanyak 12 unit (1,5m x 2m) beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum,

timbangan untuk menimbang berat badan sapi selama penelitian, timbangan

dengan kapasitas 1000 kg dengan kepekaan 1kg untuk menimbang konsentrat,

kandang jepit yang digunakan pada saat penimbangan bobot badan sapi

dilaksanakan, alat kebersihan (ember, sapu, angkong, sabit, tempat sampah),

lampu sebagai alat penerangan, kalkulator sebagai alat untuk mempermudah

(34)

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak

kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan yang akan

diteliti sebagai berikut :

P0 = Pakan dengan 25% Pelepah Daun Kelapa Sawit Segar

P1 = Pakan dengan 20% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi

P2 = Pakan dengan 30% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi

Model linier yang digunakan untuk rancangan acak kelompok (RAK) adalah

(Hanafiah,2003) :

Yij = µ + Ti + Bj + ∑ij

Dimana : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke- i

Bj = Pengaruh blok ke- j

∑ij =iPengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Susunan perlakuan didalam penelitian :

P1R1 P1R2 P0R3 P2R4

P0R1 P2R2 P2R3 P0R4

P2R1 P0R2 P1R3 P1R4

Keterangan : P = Perlakuan (P0, P1, dan P2)

(35)

Susunan kelompok sapi berdasarkan bobot badan :

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

P1R1 P1R2 P2R3 P0R4

P2R1 P0R2 P0R3 P2R4

P0R1 P2R2 P1R3 P1R4

Ket : K1 = 102,33 kg ± 9,29

Ket : K2 = 121,00 kg ± 6,56

Ket : K3 = 140,67 kg ± 5,03

Ket : K4 = 162,67 kg ± 7,51

Peubah yang Diamati 1. Peubah Penelitian

Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK) (kg)

Konsumsi pakan dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pakan yang

diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang sisa.

Konsumsi Pakan = Pakan yang diberikan – Pakan sisa

Pertambahan Bobot Badan (g)

Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menghitung selisih bobot

badan akhir dengan selisih bobot badan awal. Dimana penimbangan dilakukan

setiap 14 hari sekali.

Pertambahan Bobot Badan = Bobot Badan Akhir – Bobot Badan Awal

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan ratio antara konsumsi pakan dengan

pertambahan bobot badan pada waktu yang sama.

Konsumsi Pakan

(36)

Pelaksanaan penelitian

1. Persiapan Kandang

Kandang terdiri atas 12 unit dengan masing - masing kandang memliki

ukuran 1.5 x 2 m dan tempat pakan yang terbuat dari bak semen serta

tempat minum berupa ember plastik.

2. Pengacakan sapi bali.

Sapi bali yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor,

penempatan sapi bali dengan sistem pengelompokan berdasarkan bobot

badan. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal sapi bali

dengan menggunakan timbangan digital duduk kapasitas 1000 kg.

3. Pengolahan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi

Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa daun dan

pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah dan daun kelapa sawit

dirajang menggunakan alat penghancur (choper). Selanjutnya dilakukan

pelayuan (withering).Selanjutnya kultur dilakukan dengan cara

melarutkannya dalam aquades steril dan dihomogenkan dengan

menggunakan blender.

4. Pembuatan Pakan Perlakuan

Pembuatan pakan perlakuan menggunakan beberapa bahan antara lain :

Molases,pelepah daun kelapa sawit, bungkil inti sawit, dedak, lumpur

sawit, molases, kapur, garam, urea dan air. Komposisi setiap bahan yang

akan digunakan sebagai percobaan disesuaikan dengan perlakuan yang

(37)

Tabel 6.

Susunan bahan pakan selama penelitian

5. Pemberian Obat-obatan

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing WORMZOL-B dan vitamin B-kompleks sebanyak 5-10 ml/ekor selama masa adaptasi, sedangkan

obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.

6. Analisis Data

Data pengamatan konsumsi pakan,pertambahan berat badan dan konversi

pakan ditabulasi,serta dianalisis dengan anova (analisa sidik ragam).

Bahan Pakan P0 P1 P2

Total Kandungan Nilai Gizi

Protein Kasar (PK) 16,01 16,24 16,01

Serat Kasar (SK) 20,14 16,34 18,26

Lemak Kasar (LK) 4,82 6,2 5,9

Total Digestible Nutrient (TDN) 61,84 68,84 68,53

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK)

Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam menghabiskan sejumlah

pakan yang diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan dapat dihitung dengan

pengurangan jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang ada. Bahan

kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah diturunkan

airnya.Ransum yang dikonsumsi sudah dikonversikan dalam bentuk bahan kering.

Data konsumsi bahan kering ransum sapi tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7.

Rataan konsumsi bahan kering ransum sapi bali jantan selama penelitian (kg/ekor/hari)

Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd

R1 R2 R3 R4

Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi tertinggi per perlakuan

terdapat pada perlakuan P1 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar

7,42 kg/ekor/hari dan rataan konsumsi terendah terdapat pada perlakuan P0 (25%

pelepah kelapa sawit segar). Rataan secara keseluruhan sebesar 7,16

kg/ekor/hari.Rataan konsumsi pakan dalam bahan kering ransum yang terbesar

adalah pada perlakuan P1R3 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar

7,78 kg/ekor/hari dan konsumsi pakan dalam bahan kering terendah terdapat pada

perlakuan P0R2 (25% pelepah daun kelapa sawit segar) yaitu sebesal 6,9

(39)

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data

konsumsi pakan dalam bahan kering menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda

nyata (P<0,05). Dapat dilihat terdapat perbedaan rataan jumlah konsumsi yang

lebih besar pada pakan dengan pelepah daun kelapa sawit fermentasi

dibandingkan dengan pakan yang mengunakan pelepah daun kelapa sawit segar

(tanpa fermentasi).

Hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa hasil

penelitianberbeda nyata (P<0,05).Pakan dengan pelepah daun kelapa sawit

fermentasi memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan pakan dengan

pelepah daun kelapa sawit segar. Hal ini bisa disebabkan karena pelepah daun

kelapa sawit fermentasi memiliki kualitas pakan dan palatabilitas yang lebih baik

dibandingkan dengan pelepah daun kelapa sawit segar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan

pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Jumlah konsumsi bahan kering pakan

dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia

dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan.

Menurut Tillman et all.,(1991) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri. Pakan

konsentrat yang diberikan pada ternak masih dalam kondisi yang baik dan tidak

ada efek ketengikan sehingga dapat meningkatkan konsumsi. Pemberian pakan

konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan, makin

banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran

(40)

meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan

ternak untuk menambah konsumsi pakan.

Menurut penelitian Situmorang (2010), rataan konsumsi tertinggi pada

perlakuan pakan dengan menggunakan 15% pelepah dan daun kelapa sawit yang

difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 5790 g/ekor/hari. Data yang diperoleh

dari penelitian tersebut tentu saja berbeda karena pada penelitian Situmorang

pakan yang digunakan merupakan pakan konsentrat dengan penambahan pakan

rumput/hijauan segar, sedangkan pada penelitian ini rataan tertinggi terdapat pada

perlakuan pakan menggunakan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi yaitu

sebesar 7,42 kg/ekor/hari tanpa penambahan rumpu/hijauan segar.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan sapi bali jantan dalam penelitian diperoleh

darihasil penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal

penimbangan.Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dan akhir periode.

Pengaruh pakan perlakuanterhadap pertambahan bobot badan sapi bali jantan

(41)

Tabel 8.

Pertambahan bobot badan sapi bali jantan selama penelitian (kg/ekor/hari)

Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd

R1 R2 R3 R4

Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 8 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan sapi bali jantan

yang tertinggi adalah pada perlakuan P1R3 (20% pelepah daun kelapa sawit

fermentasi) sebesar 0,77 kg/ekor/hari dan konsumsi pakan dalam bahan kering

terendah terdapat pada perlakuan P0R2 (25% pelepah daun kelapa sawit segar)

yaitu sebesar 0,42 kg/ekor/hari. Rataan tertinggi per perlakuan terdapat pada

perlakuan P1 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar 0,65

kg/ekor/hari. Rataan secara keseluruhan sebesar 0,55 kg/ekor/hari.

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data

pertambahan bobot badan sapi bali menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda

nyata (P<0,05). Hal ini dapat dilihat pada tabel analisis ragam pertambahan bobot

badan sapi pada Lampiran 7.

Pertambahan bobot yang tinggi dapat terlihat pada perlakuan P1 (ransum

dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) yang menandakan pakan pada

perlakuan tersebut mempunyai nilai nutrisi yang baik sehingga dapat memberikan

respon yang baik terhadap pertumbuhan sapi bali dibanding dengan perlakuan

lainnya. Dengan memberikan kombinasi pakan berupa ransum dengan 20%

pelepah daun kelapa sawit fermentasi akan memberikan peluang terpenuhinya

(42)

protein dapat diperoleh dari protein mikroba dan dapat digunakan sebagai sumber

energi yang terdapat pada pakan penguat (konsentrat). Menurut Williamson and

Payne (1993) konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk

melengkapi kekurangan nutrisi yang didapat dari pakan utama yaitu hijauan.

Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi

dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan.

Rataan pertambahan bobot badan pada penelitian sebelumnya oleh

Situmorang (2010), yaitu data tertinggi pada perlakuan pakan dengan 30% daun

pelepah yang difermentasi oleh Aspergillus niger yaitu sebesar 515,48 g/ekor/hari.

Data rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini lebih

tinggi yaitu sebesar 0,65 kg/ekor/hari yaitu pada perlakuan pakan 20% pelepah

daun kelapa sawit fermentasi. Semakin tinggi konsumsi pakan maka akan semakin

besar kemungkinan ternak untuk mengalami pertambahan bobot badan yang lebih

besar. Namun ada kalanya hal ini tidak terjadi karena keadaan atau faktor- faktor

lain, baik dari luar (lingkungan) maupun dari dalam ternak itu sendiri, misalnya

pakan hijauan, genetik dan kondisi iklim.

Konsumsi pakan yang baik juga mempengaruhi pertambahan bobot badan

pada sapi. Konsumsi pakan dengan kualitas pakan yang baik dapat mepercepat

laju pertumbuhan dan meningkatkan produksi ternak.Hal ini sesuai dengan

Tillman et.al.(1991), yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas pakan yang

diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan

pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh. Kualitas pakan erat hubungannya dengan

(43)

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan ratio antara konsumsi pakan dengan

pertambahan bobot badan. Pengaruh pakan (pelepah daun kelapa sawit

fermentasi) terhadap konversi pakan tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9.

Rataan konversi pakan sapi bali selama penelitian (kg/ekor/hari)

Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd

R1 R2 R3 R4

Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 9 rataan konversi pakan sapi bali sebesar 13,44 kg/ekor/hari. Rataan

konversi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (ransum dengan 25% pelepah daun

kelapa sawit segar) yaitu sebesar 15,23 kg/ekor/hari sedangkan yang terendah

terdapat pada perlakuan P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit

fermentasi). Konversi pakan yang paling baik terdapat pada perlakuan P1R3

(ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar 10,10

kg/ekor/hari yang berarti untuk meningkatkan 1 kg bobot badan maka sapi

membutuhkan 10,10 kg pakan dalam bentuk bahan kering.

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data

konversi pakan menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda sangat nyata

(P<0,01). Hal ini dapat dilihat pada tabel analisis ragam konversi pakan pada

Lampiran 8.

(44)

konversi pakan yang berbeda nyata juga. Konversi pakan yang berpengaruh

sangat nyata juga disebabkan adanya pertambahan bobot badan dan konsumsi

yang baik. Kualitas dan kuantitas pakan yang baik menghasilkan nilai konversi

yang semakin kecil dengan kata lain pakan yang dikonsumsi minimal namun

menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Hardianto (2000) yang menyatakan bahwa konversi

pakandipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum dan kesehatan

ternak. Semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk

menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan

rendah.Wahyuni dan Hardianto (2004) juga menyatakan bahwakonversi pakan

dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak,

semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk

menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan

rendah. Situmorang (2010) menyatakan bahwa angka konversi ransum

dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan didalamnya termasuk juga pakan.

Konversi ransum ini juga unttuk melihat seberapa besar pakan yang dikonsumsi

bisa mempengaruhi kenaikan bobot badan sehingga pakan tersebut dikatakan

baik.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situmorang (2010) diperoleh

hasil rataan konversi pakantertinggi terdapat pada perlakuanpakan dengan 15 %

pelepah daun kelapa sawit yang difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 19,93,

sedangkan rataan konversi pakan terendah terdapat pada perlakuanpakan dengan

30% pelepah daun kelapa sawit yang difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar

(45)

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 10.

Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi

dengan A. niger dan limbah pabrik kelapa sawit pada performans sapi bali jantan

selama masa penelitian (kg/ekor/hari)

Perlakuan Konsumsi Pakan (BK) Pertambahan

Bobot Badan Konversi Pakan P0 7,01 ±0,13a 0,46 ± 0,04a 15,23 ± 1,15b P1 7,42 ± 0,24b 0,65 ± 0,10b 11,66 ± 1,72a P2 7,05 ± 0,07a 0,53 ± 0,06ab 13,43± 1,63ab Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 10 hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun

kelapa sawit yang difermentasi oleh Aspergillus niger memberikan pengaruh

berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badandan

konversi pakan sapi bali jantan. Dapat dilihat perlakuan P1 (20% pelepah daun

sawit fermentasi) merupakan perlakuan yang paling baik pada konsumsi pakan,

pertambahan bobot badan dan konversi pakannya dibanding dengan perlakuan

lain. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sapi yang diberikan pakan dengan

menggunakan pelepah daun kelapa sawit fermentasi lebih baik hasilnya

dibandingan dengan sapi yang diberi pakan pelepah daun kelapa sawit segar tanpa

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus

niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta

menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah daun kelapa

sawit segar.

Saran

Pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi oleh Aspergillus niger dapat

diberikan dalam ransum sapi bali sampai level pemberian 30%.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, S. I., M. Arifin dan W. S. Dilaga. 2002. Respon Produksi Sapi Peranakan Simental Berbasis Pakan Jerami Padi Terhadap Formula Urea Molases Blok. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 82 - 85.

Devendra, C. 1997. Utilization Of Feedingstuff from Palm Oil.P. 16. Malaysia Agriculture Research and Development Institute Serdang, Malaysia.

Durrand, M. R. E. 1998. Protected Protein.Rural Research in CSRIO, Australia.

Hardianto. R. 2000. Teknologi Complete Feed Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ruminansia. Makalah BPTP Jawa Timur, Malang.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak diLapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries.International Feedstuff Institute Utah Agriculture Experimants Station.Utah State University, Logan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2006. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.

Novirma, J. 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.

Pane, I. 1986. Pemeliharaan Ternak Sapi. Penerbit PT. Gramedia Jakarta.

Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.

(48)

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Rangkuti, M., A. Musofie, P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusumawadhani dan A. Roesjat. 1985. Pemanfaatan Pucuk Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 5 Maret 1985, Grati.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian Edisi Revisi. Kanisius, Malang.

Seiffert, G. W. 1998. Simulated Selection for Reproductive Rate in Beef Cattle. J. Anim. Sci. 61 : 402 - 409.

Situmorang, P.T.G., 2010. Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap Pertambahan Bobot Sapi Bali. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumadi, N. Ngadiono dan Soeparno. 1991. Penampilan produksi sapi Fries Holland, Sumba Ongole dan Brahman Cross yang dipelihara secara feedlot (penggemukan). Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Peternakan, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. Hal : 116 - 126.

Tillman, A. D. H., Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo danS. Lepdosoekojo. 1981. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM - Press, Yogyakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Tillman, A. D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(49)

Trikesowo, N., Sumardi dan Suyadi. 1993. Kebijakan Riset di Bidang Pengembangan dan Perbaikan Mutu Sapi Potong dengan Teknik Ladang Ternak dan feedlot. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Peternakan, Yogyakarta.

Umiyasih, U., Aryogi dan Y. N. Anggraeny. 2003. Pengaruh Jenis Suplementasi Terhadap Kinerja Sapi Peranakan Simental yang Mendapatkan Pakan Basal Jerami Padi Fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal : 139 – 142

Wahyuni, D., 2000. Sapi Bali di Ambang Kepunahan.Bisnis Indonesia.

Wahyono, D. E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi Potong. Grati, Pasuruan.

(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Diagram alur proses pembuatan ransum komplit disajikan pada gambar berikut :

Pelepah dan Daun Kelapa Sawit

Penghancuran (choper)

Pelayuan (withering)

Fermentasi (7 hari; 28oC)

Pengeringan (drying)

Penggilingan (Grinding)

Pencampuran (mixing) Perbanyakan

kultur A. Niger

Penambahan bahan pakan

(51)

Lampiran 2.

Skema pembuatan pakan perlakuan

Disediakan masing – masing bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan perlakuan

Ditimbang masing – masing bahan pakan sesuai perlakuan

Dicampur semua bahan dalam satu wadah

Diaduk hingga merata/homogen

Disimpan dalam karung/goni plastik

(52)

Lampiran 3.

Analisis ragam konsumsi pakan sapi bali jantan

SK DB JK KT Fhitung ftabel

Keterangan : * = berbeda nyata

Lampiran 4.

Analisis ragam pertambahan bobot badan sapi bali jantan

SK DB JK KT Fhitung ftabel

Keterangan : * = berbeda nyata

Lampiran 5.

Analisis ragam konversi ransum sapi bali jantan

SK DB JK KT Fhitung ftabel

Gambar

Tabel 1.  Kebutuhan nutrisi pakan sapi.
Tabel 2.
Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Tabel 6.  Susunan bahan pakan selama penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dewasa ini pemerintah Indonesia sedang giat – giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan. Pembangunan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan

berbuat segala sesuatu , menerima relas-relas panggilan dan pemberitahuan- pemberitahuan, menyusun dan membuat surat jawaban/tangkisan atau eksepsi terhadap Surat Dakwaan

Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.1 berupa fotokopi Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor 01/DN/I/2010 tertanggal 7 Januari 2010 yang dikeluarkan oleh Kantor

Sedangkan secara yuridis formal, dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan dengan membandingkannya dengan konsep negara hukum liberal (yang menurut

Analisis pengendalian kualitas dilakukan menggunakan alat bantu check sheet, histogram, diagram pareto, dan sebeb akibat.. Cek sheet dan histogram di gunakan untuk

Mernahami Bidang Kegiatan Pustakawan dan Unsur-Unsur yang Dinilai: Unsur Pendidikan dan Pengorganisasian dan Pendayagunaan Koleksi Bahan Pustaka/ Sumber Informasi/ Januarisdi

Berdasarkan hasil dan pembahasan mulai dari pratindakan, observasi sampai dengan nilai rata-rata dan ketuntasan klasikal dengan menggunakan rumus-rumus yang telah

Untuk interval 3 jam yang ke 27 sample 3 O.AT yang ditunjukkan pada gambar 4.32, perubahan yang terjadi yaitu semen sedikit berwarna lebih gelap, butiran semen dan