PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT
FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger DAN
LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP
PERFORMANS SAPI BALI JANTAN
SKRIPSI
Oleh :
MUSA SENO IBRAHIM
070306021
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT
FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger DAN
LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP
PERFORMANS SAPI BALI JANTAN
SKRIPSI
Oleh :
MUSA SENO IBRAHIM 070306021/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergilus niger dan limbah pabrik kelapa sawit terhadap performans sapi bali jantan
Nama : Musa Seno Ibrahim
NIM : 070306021
Departemen : Peternakan
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Usman Budi S.Pt M.Si Prof.Dr.Ir Zulfikar Siregar MP Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
MUSA SENO IBRAHIM, 2013 : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.
Pemberian pelepah daun kelapa sawitfermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah daun kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah daun kelapa sawit fermentasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang difermentasi Aspergillus niger terhadap Performans Sapi Bali Jantan terhadap konsumsi pakan (kg/ekor/hari) 7,01; 7,42; 7,05. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,46; 0,65 dan 0,53. Konversi pakan 15,23; 11,66 dan 13,43. Uji statistik menunjukkan bahwa pelepah daun kelapa sawit fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi pakan sapi bali jantan. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah kelapa sawit segar.
ABSTRACT
MUSA IBRAHIM SENO, 2013 :Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste For Performans Bali Cattle Males, USMAN BUDI and mentored by TRI HESTI WAHYUNI.
Giving oil palm frond fermentation in the feed gives the economic value and increase eprofits weaning male bali cattle. This study conducted in Dusun1(Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This research held for three months starting in January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups such as distinguish had based on cow body weight. There are three treatments such as: P0(25% fresh oil palm frond), P1(20% oil palm frond fermented) and P2(30% oil palm frond fermented).
The results showed that the utilization of oil palm frond with fermented Aspergillus niger to Males Bali Cattle Peformans on feed intake(g /head /day) 7.01; 7.42; 7.05 respectively. Average daily gain (ADG) (g /head /day) 0.46, 0.65 and 0.53 respectively. Feed conversion 15.23; 11.66 and 13.43 respectively. Statistical test showed oil palm frond fermented significantly different (P<0.05) on feed intake, average daily gain and decrease feed conversion ratio of male Bali cattle. The conclusion of this studied that oil palm frond fermented with Aspergillus niger can be increase feed intake, average daily gain (ADG) and decrease feed conversion rate compared with fresh oil palm frond.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul“Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergilus niger
dan limbah pabrik kelapa sawit terhadap performans sapi bali jantan”
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberi dukungan
baik secara moril dan materil selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Usman Budi S.Pt M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Ir. Tri Hesti Wahyuni M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. Dan tak lupa
juga saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada alm. Prof. Dr. Ir.
Zulfikar Siregar MP. yang juga telah membimbing saya menyelesaikan proses
pembuatan skripsi ini, semoga amal ibadah dan kebaikan-kebaikan semasa
hidupnya diterima Allah SWT dan semoga alm. ditempatkan di tempat yang
sebaik-baiknya di sisi-Nya, amin.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, semoga dapat bermanfaat
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... ... i
ABSTRACT ... ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali ... 4
Produktivitas Sapi Bali ... 5
Kebutuhan Nutrisi Sapi Bali ... 6
Pakan Sapi ... 6
Konsentrat ... 7
Pelepah Daun Kelapa Sawit ... 8
Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit ... 8
Bungkil Inti Sawit ... 9
Solid Dekanter ... 10
Molases ... 11
Fermentasi ... 11
Aspergillus Niger ... 13
Konsumsi Bahan Kering (BK) ... 13
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi ... 16
Konversi Pakan Dan Efisiensi Pakan ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian... ... 21
Bahan dan Alat Penelitian Bahan... ... 21
Alat... ... 21
Metode Penelitian... ... 22
Peubah yang Diamati ... 23
Pelaksanaan Penelitian ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK) ... 26
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1 Kebutuhan nutrisi pakan sapi (%) ... 6
2. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi (%) ... 8
3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit (%) ... 10
4. Kandungan nutrisi solid dekanter (%)... 11
5. Kandungan nilai gizi molases(%) ... 11
6. Susunan bahan pakan selama penelitian (%) ... 25
7. Rataan Konsumsi bahan kering ransum sapi selama penelitian (%) ... 26
8. pertambahan bobot badan sapi bali jantan selama penelitian (%) ... 28
9. Rataan konversi pakan sapi bali jantan selama penelitian (%) ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit ... 40
2. Skema pembuatan pakan perlakuan ... 41
3. Analisis ragam konsumsi pakan sapi bali jantan ... 42
4. Analisis ragam perambahan bobot badan sapi bali jantan ... 42
ABSTRAK
MUSA SENO IBRAHIM, 2013 : Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Performans Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.
Pemberian pelepah daun kelapa sawitfermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah daun kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah daun kelapa sawit fermentasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit yang difermentasi Aspergillus niger terhadap Performans Sapi Bali Jantan terhadap konsumsi pakan (kg/ekor/hari) 7,01; 7,42; 7,05. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,46; 0,65 dan 0,53. Konversi pakan 15,23; 11,66 dan 13,43. Uji statistik menunjukkan bahwa pelepah daun kelapa sawit fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi pakan sapi bali jantan. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah kelapa sawit segar.
ABSTRACT
MUSA IBRAHIM SENO, 2013 :Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste For Performans Bali Cattle Males, USMAN BUDI and mentored by TRI HESTI WAHYUNI.
Giving oil palm frond fermentation in the feed gives the economic value and increase eprofits weaning male bali cattle. This study conducted in Dusun1(Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This research held for three months starting in January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups such as distinguish had based on cow body weight. There are three treatments such as: P0(25% fresh oil palm frond), P1(20% oil palm frond fermented) and P2(30% oil palm frond fermented).
The results showed that the utilization of oil palm frond with fermented Aspergillus niger to Males Bali Cattle Peformans on feed intake(g /head /day) 7.01; 7.42; 7.05 respectively. Average daily gain (ADG) (g /head /day) 0.46, 0.65 and 0.53 respectively. Feed conversion 15.23; 11.66 and 13.43 respectively. Statistical test showed oil palm frond fermented significantly different (P<0.05) on feed intake, average daily gain and decrease feed conversion ratio of male Bali cattle. The conclusion of this studied that oil palm frond fermented with Aspergillus niger can be increase feed intake, average daily gain (ADG) and decrease feed conversion rate compared with fresh oil palm frond.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak potong di Indonesia memiliki arti yang sangat penting, terutama
dikaitkan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk
kandang, tabungan, atau sumber rekreasi.Arti yang lebih utama adalah sebagai
komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia,
memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup, dan mencerdaskan masyarakat.Perkembangan arus permintaan yang
semakin pesat terhadap produk peternakan ini, tentu saja harus diimbangi dengan
upaya melakukan penerapan teknologi yang semakin meningkat pula.Tujuannya
adalah agar tercapainya produksi yang maksimal, sehingga pemenuhan kebutuhan
protein hewani dapat terpenuhi dan dapat menciptakan sumber daya manusia yang
produktif dan unggul.
Perkembangan penerapan teknologi terhadap produksi peternakan diawali
dengan membentuk suatu manajemen yang terorganisir dari segala aspek yang
diperlukan, baik itu manajemen waktu, manajemen pemeliharaan dan manajemen
pakan.Diketahui bahwa pakan merupakan salah satu faktor penting dalam
menghasilkan produksi yang tinggi.Efesiensi penggunaan pakan dapat dicapai
secara maksimal apabila bahan pakan lokal terutama pemanfaatan bahan pakan
ternak asal limbah pertanian dan limbah perkebunan dapat termanfaatkan secara
optimal.
Salah satu contoh hasil samping perkebunan di provinsi Sumatera Utara
perkebunan kelapa sawit. Bila mengikuti sejarah perkembangan perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara sendiri, mulai tahun 2005 luas
perkebunan kelapa sawit mencapai 948.800 Ha dengan produksi tandan buah
segar sebanyak 3.439.748 ton sehingga di wilayah Sumatera Utara tingkat
pertumbuhan produksi perkebunan kelapa sawit sangat signifikan dalam
menghasilkan banyak hasil samping. Hal ini memberikan peluang bagi peternak
dalam memanfaatkan hasil samping dari perkebunan kelapa sawit sebagai pakan
alternatif ternak (khususnya ternak sapi).
Hasil samping perkebunan kelapa sawit yang paling utama dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu pelepah daun kelapa sawit.
Pelapah daun kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen
tandan buah segar. Pelepah daun kelapa sawit dipanen 1–2 pelepah/panen/pohon.
Setiap tahun dapat menghasilkan 22–26 pelepah/ pohon dengan rataan berat
pelepah daun sawit 4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–
50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Umiyasih et al.,
2003).
Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan
salah satu pakan alternatif.Namun tingginya kandungan serat kasar yang
terkandung pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat
kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan
mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit.
Mengacu pada hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
dapat memberikan konsumsi, konversi dan pertambahan bobot badan yang
optimal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pelepah
daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger terhadap konsumsi
pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan sapi Bali fase pertumbuhan.
Hipotesis Penelitian
Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi dengan
Aspergillus niger akan berpengaruh positif terhadap konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan konversi pakan sapi Bali fase pertumbuhan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi
peneliti, kalangan akademis maupun peternak (khususnya peternak sapi)
mengenai pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi
dengan Aspergillus niger sebagai pakan alternatif dalam usaha penggemukan sapi
serta sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat
menempuh ujian sarjana pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian,
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Bali
Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng
liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum
diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia
sebagai sapi bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar
dikenal sebagai banteng(Pane,1991).
Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan
mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali
mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain: mempunyai fertilitas
tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat
beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak,
bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas
rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali
berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 persen.
Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280-294 hari, rata-rata
persentase kebuntingan 86,56 persen, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya
3,65 persen, persentase kelahiran 83,4 persen, dan interval penyapihan antara
15,48-16,28 bulan (Wahyuni, 2000).
Ditinjau dari sistematika ternak, sapi bali masuk familia Bovidae, Genus
Bibostaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus. Sapi bali mempunyai ciri-ciri
khusus antara lain: warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah
menjadi hitam (Hardjosubroto, 1994).
Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan
yang dapat memasok kebutuhan akan daging sekitar 27% dari total populasi sapi
potong Indonesia (Bandini, 1999). Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali
tergantung pada kualitas nutrien yang terkandung pada tiap bahan pakan yang
dimakan. Pada umumnya, kebutuhan akan nutrien dari ternak sapi adalah energy
berkisar 60 – 70% “total digestible nutrien” (TDN), protein kasar 12%, dan lemak
3 – 5% (Abidin, 2002). Pemanfaatan hijauan bernilai hayati tinggi sebagai sumber
pakan belum bisa mendukung kebutuhan sapi Bali akan nutrien. Hal ini
disebabkan karena hijauan bernilai hayati tinggi dan ketersediaannya terbatas
padamusim kemarau.
Produktivitas Sapi Bali
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran
waktu tertentu (Hardjosubroto, 1994). Dijelaskan pula bahwa tingkat dan
efesiensi produksi ternak dibatasi oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya.
Produktivitas sapi potong dapat juga dilihat dari jumlah kebuntingan, kelahiran,
kematian, panen pedet(Calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak
beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan
Kebutuhan Nutrisi Sapi Bali
Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi
untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1.
Kebutuhan nutrisi pakan sapi.
Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi
Pembibitan Penggemukan
Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004).
Pakan Sapi
Menurut Hardianto (2000) ada beberapa pengertian tentang bahan pakan
ternak yaitu sebagai: 1) Sumber serat yaitu adalah bahan-bahan yang memiliki
kandungan serat kasar (SK) > 18% (contoh: limbah pertanian dan kulit biji
polong-polongan). 2) Sumber energi yaitu bahan-bahan yang memiliki kadar
protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau dinding selnya
kurang dari 35% (contoh: biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi-
umbian dan sisa penggilingan). 3) Sumber protein yaitu bahan-bahan yang
memiliki kandungan protein kasar > 20% (contoh: berasal dari tumbuh-tumbuhan
seperti bungkil, bekatul maupun yang bukan berasal dari tumbuh-tumbuhan
seperti silase ikan). 4) Sumber mineral yaitu bahan-bahan yang memiliki
umbi-umbian. 5) Pakan tambahan yaitu bahan-bahan tertentu yang ditambah kedalam
ransum, seperti: obat-obatan, anti biotika, hormon, air dan zat flavour.
Menurut Parakkasi (1995) pakan merupakan semua bahan yang bisa
diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk
kehidupannya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air.
Pakan yang di berikan sebaiknya jangan sekedar untuk mengatasi rasa
lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermamfaat
untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak
dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).
Konsentrat
Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan
makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak
sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).
Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup
tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat
dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15
% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah
formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat
terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat
menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat
Pelepah Daun Kelapa Sawit
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis
proksimat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2.
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi
Sumber : a.Laboratorium Makanan Ternak IPB (2000)
b. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005)
Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit
Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an dan
saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam
penerimaan devisa negaraserta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah.
Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta ha
dengan produksi minyak sawit (Crude palm oil) lebih dari 9 juta ton (Elisabeth
dan Ginting, 2003).
Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang
banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur
sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar pakan ternak
ruminansia.Dengan pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak
(khususnya ternak ruminansia) diharapkan dapat merupakan bagian integral dari
usaha perkebunan.Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa
sawit pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak, Kandungan Nilai Gizi Pelepah Daun Kelapa Sawit Pelepah Daun Kelapa
Sawit dengan A. Niger
PK 6.5 10.36
SK 50.94 31.87
LK 4.47 5.05
khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).
Pelepah daun kelapa sawit dapat diberikan dalam keadaan segar hingga 30
persen dari konsumsi bahan kering ransum. Untuk meningkatkan konsumsi dan
kecernaan pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk ikutan lainnya
dari kelapa sawit. Hal yang sama juga berlaku untuk pelepah daun kelapa sawit
yang secara teknis dapat dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan
hijauan. Namun demikian, dalam perlakuan pemanfaatan pelepah daun kelapa
sawit sebagai pakan hijauan memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini
disebabkan adanya lidi daun yang dapat menyulitkan ternak untuk
mengkonsumsinya. Pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan
digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan komplit (Wan Zahari et al., 2003).
Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan ruminansia
disarankan tidak melebihi 30%.Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan
pelepah daun kelapa sawit dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa
sawit. Penampilan sapi yang diberi pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus
(1-2 cm3) cukup berpotensi lebih baik.
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena
mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16 – 18%. Sementara kandungan
serat kasar mencapai 16%. Bungkil inti sawit dapat diberikan 30% dalam pakan
sapi (Batubara et.al., 1993).
Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil
cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat
kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok
bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.Kandungan nilai
gizi dalam bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Uraian Nilai Gizi (%)
Bahan Kering 92,6a
Protein Kasar 21,51b
Serat kasar 12,1a
Lemak kasar 2,4a
Phospor 0,19a
Kalsium 0,53b
TDN 73,00a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)
Solid Dekanter
Solid dekanter merupakan hasil samping pengolahan kelapa sawit.
Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), solid dekanter merupakan hasil ikutan
proses ekstraksi pengolahan pabrikminyak sawit. Hasil akhir minyak sawit akan
menghasilkanantara 2–3 ton lumpur sawit dalam bentuk cair (sludge) dan padat
hasildaripengolahan mesin decanter. Kandungan protein solid dekanter
bervariasisekitar 11-14% dan lemak yang relatif tinggi. Solid dekanter
jugamerupakan sumber energi dan mineral (Batubara, et al., 2002).Kandungan
Tabel 4.
Kandungan nutrisi Solid Dekanter
Kandungan Zat Nilai Gizi
Protein Kasar
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000) c. Siregar (2003)
d. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, USU (2005)
Molases
Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46-60% sebagai
gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molases atau tetes tebu juga
mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak
seperti kobalt, boron, yodium, tembaga, mangan dan seng. Sedangkan
kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila
dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nilai gizi molases
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Kandungan nilai gizi molases
Kandungan Zat Nilai Gizi (%)
Bahan kering
a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)
Fermentasi
Menurut Pujaningsih (2005), fermentasi adalah suatu proses pemecahan
senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme
dengantujuan untuk menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai
kandungan nutrisi, tekstur yang lebih baik disamping itu juga menurunkan zat anti
nutrisi. Adanya perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroba itu meliputi perubahan molekul-molekul kompleks atau senyawa organik
seperti protein, karbohidrat, maupun lemak menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana, mudah larut dan daya cerna yang tinggi(Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Adanya proses fermentasi memiliki manfaat diantaranya menurut Shurtleff
dan Aoyagi (1979), yaitu dapat mengubah molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana dan mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma menjadi lebih
baik. Selain itu produk hasil fermentasi akan menjadi tahan lama dan dapat
mengurangi senyawa racun yang dikandung sehingga nilai ekonomi bahan
dasarnya menjadi lebih baik (Saono, 1976 disitasi Sinaga,2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi dalam proses fermentasi
oleh mikroba :
a. Sifat fisik dan kimia substrat
1) Kelarutan, pada umumnya zat terlarut lebih mudah didegradasi.
2) Luas permukaan
Semakin luas permukaan makin mudah dicerna mikroorganisme.Dalam hal ini
untuk mempercepat degradasi digunakan substrat dengan ukuran yang kecil.
Material yang higroskopis lebih mudah dicerna oleh mikroorganisme. Dalam
hal ini kelembaban sangat mempengaruhi proses.
b. Struktur kimia dari substrat
Pengaruh struktur kimia dalam degradasi oleh mikroorganisme, pada umumnya
senyawa karbon yang terbentuk secara alamiah lebih mudah didegradasi
daripada yang sintetik.
c. Faktor lingkungan
Setiap spesies mikroorganisme mempunyai kisaran kondisi lingkungan dalam
batas-batas toleransi yang sempit. Di luar batas itu mikroorganisme tidak akan
tumbuh dan biodegradasi tidak terjadi. Proses tersebut ada yang menguntungkan
dan ada pula yang merugikan. Hal yang menguntungkan ialah adanya degradasi
protein yang membentuk protein lain yang mudah dicerna, dan yang merugikan
pada umumnya proses perusakan atau pembusukan (Rarumangkay, 2002).
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan
mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales
dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,
diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam
glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu
35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna
putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai
bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora
memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).
Konsumsi Bahan Kering (BK)
Bahan kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah
dihilangkan airnya. Sapi potong mampu mengkonsumsi ransum berupa bahan
kering sebanyak 3-4% dari bobot badannya (Tillman et.al., 1991). Fungsi bahan
kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran
pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan BK
menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta
kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan
yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal
harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada
bahan pakan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan
pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh pakan pada berbagai
jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil
pencernaan produk yaitu sekitar 15%.
Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK berhubungan erat dengan
kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan
(Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et all.,(1991) palatabilitas pakan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri.
Pakan konsentrat yang diberikan pada ternak masih dalam kondisi yang baik dan
pakan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan,
makin banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran
pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan pengosongan rumen
meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan
ternak untuk menambah konsumsi pakan.
Konsumsi BK menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor
ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak.
Fungsi BK pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding
saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak
kekurangan BK menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Tingginya konsumsi
BK dipengaruhi oleh palatabilitas pakan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Parakkasi (1999) bahwa pemberian konsentrat
untuk penggemukan sapi potong biasanya 60% (dalam BK ransum). Pakan
konsentrat yang berkualitas akan meningkatkan kecernaan pakan berserat, makin
banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran
pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan pengosongan rumen
meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan
ternak untuk menambah konsumsi pakan.
Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak. Semakin
tinggi bobot hidup ternak, konsumsi BK pakan semakin tinggi pula. Selain karena
bobot hidupnya yang berbeda, konsumsi pakan yang berbeda ini juga
dikarenakan bangsa ternak yang berbeda (Kearl, 1999). Sesuai dengan pendapat
karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila
mendapat pakan dengan kualitas yang sama.
Tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh beberapa faktor, bisa dari
ternak itu sendiri maupun faktor dari luar. Faktor dari ternak itu sendiri antara
lain : bobot badan, umur, kondisi tubuh, stres yang diakibatkan oleh lingkungan.
Sedangkan faktor dari luar ternak seperti makanan yaitu sifat fisik dan komposisi
kimia makanan yang dapat mempengaruhi kecernaan yang selanjutnya
mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Parakkasi, 1995).
Menurut penelitian Situmorang (2010), rataan konsumsi tertinggi pada
perlakuan pakan dengan menggunakan 15% pelepah dan daun kelapa sawit yang
difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 5790 g/ekor/hari. Pelepah dan daun
kelapa sawit mengandung serat kasar yang sangat tinggi sehingga menyebabkan
konsumsi rendah dibandingkan dengan konsumsi rumput yang biasa dikonsumsi
oleh ternak, kondisi konsentrat yang banyak mengandung serat kasar ini
mempengaruhi kecernaan bahan pakan.
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi
Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai
dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya
perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio
sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal
terjadinya pembuahan sampai dengan pedet itu lahir, dilanjutkan hingga sapi
menjadi dewasa (Parakkasi, 1995). Menurut Tillman et.al. (1991) pertumbuhan
biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Menurut Smith dan Mangkowidjojo (1988)
pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan
pubertas, setelah usia pubertas laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus
menurun hingga usia dewasa. Pada usia dewasa, pertumbuhan sapi berhenti. Sejak
sapi dilahirkan sampai dengan usia pubertas (sekitar umur 8 - 10 bulan)
merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat. Pertambahan
bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis
kelamin, umur, ransum, dan teknik pengelolaannya.
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan-jaringan
tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut
dikatakan pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam jumlah protein dan zat.
Sedangan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah
pertumbuhan murni (Parakkasi, 1985).
Parakkasi (1985) menyatakan dalam pertumbuhan seekor hewan ada 2 hal
yang terjadi : 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa yang
disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh
serta berbagai fungsi dan kesanggupannyaiuntuk melakukan sesuatu menjadi
wujud penuh yang disebut perkembangan.
Pane (1986) menyebutkan bahwa pertumbuhan ternak adalah pertumbuhan
bobot badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai
garis atau sigmoid (huruf S). Perkembangan lebih banyak ditentukan oleh
perubahan proporsi berbagai bagian tubuh hewan sejak embrio hingga dewasa.
(sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan sedikit meningkat
umur, hal ini diikuti oleh pertumbuhan eksflosif kemudian akhirnya ada fase yang
tingkat pertumbuhan yang sangat rendah (Durrand, 1998).
Tillman et.al. (1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas pakan
yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan
pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubungannya
dengan pemilihan bahan – bahan ransum makanan penguat.
Data yang diperoleh dari penelitian Situmorang (2010), yaitu rataan
pertambahan berat badan tertinggi pada perlakuan pakan dengan 30% daun
pelepah yang difermentasi oleh Aspergillus niger yaitu sebesar 515,48 g/ekor/hari.
Konsumsi pakan yang rendah akan mempengaruhi dalam pertumbuhan ternak
tersebut. Semakin tinggi konsumsi pakan maka akan semakin besar kemungkinan
ternak untuk mengalami pertambahan bobot badan yang lebih besar. Namun ada
kalanya hal ini tidak terjadi karena keadaan atau faktor- faktor lain, baik dari luar
(lingkungan) maupun dari dalam ternak itu sendiri, misalnya pakan hijauan,
genetik dan kondisi iklim.
Konversi Pakan dan Efisiensi Pakan
Hardianto (2000) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pakan untuk
sapi berkisar 7,52 - 11,29%, dan konversi pakan yang baik adalah 8,56 - 13,29.
Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam pakan dan
kesehatan ternak. Semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang
digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau
efisiensi pakan rendah. Menurut Tillman (1991) konversi pakan sangat
kualiltas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan. Efisiensi pakan untuk
produksi daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ternak, komposisi
dan tingkat produksi serta nilai gizi pakan.
Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum
dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang
digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau
efisiensi pakan rendah (Wahyuni dan Hardianto, 2004).
Konversi pakan hasil penelitian Astutik et al. (2002) pada sapi peranakan
simental yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan formula urea
mollases (molases 40%) menghasilkan konversi pakan sebesar 10,18. Konversi
pakan sapi peranakan simental yang diberi jerami padi fermentasi dengan
suplementasi dedak padi dan jamu berupa telur ayam 2 minggu sekali sebanyak
3 - 5 butir/ekor serta konsentrat komersial pada penelitian Umiyasih et al. (2002)
sebesar 10,31.
Konversi pakan adalah perbandingan atau rasio antar jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut
(Pane, 1986). Menurut Lubis (1992) konversi pakan sangat dipengaruhi oleh
kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualiltas dan kuantitas pakan,
juga faktor lingkungan yang tidak kalah penting. Efisiensi pakan didefinisikan
sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot
badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama
(Tillman, 1991). ternak, komposisi dan tingkat produksi serta nilai gizi pakan.
Menurut penelitian Situmorang (2010),rataan konversi pakantertinggi
difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 19,93, sedangkan rataan konversi
pakan terendah terdapat pada perlakuanpakan dengan 30% pelepah sawit yang
difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 11,32. Angka konversi ransum
dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan didalamnya termasuk juga pakan.
Konversi ransum ini juga unttuk melihat seberapa besar pakan yang dikonsumsi
bisa mempengaruhi kenaikan bobot badan sehingga pakan tersebut dikatakan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris
Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini telah
dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari 2013 sampai Mei
2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi bali jantan
lepas sapih, pakan yang terdiri atas: pelepah daun kelapa sawit fermentasi, bungkil
inti sawit, lumpur sawit, dedak padi, onggok, molasses,urea, garam dan ultra
mineral, obat-obatan dan air minum.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual
sebanyak 12 unit (1,5m x 2m) beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum,
timbangan untuk menimbang berat badan sapi selama penelitian, timbangan
dengan kapasitas 1000 kg dengan kepekaan 1kg untuk menimbang konsentrat,
kandang jepit yang digunakan pada saat penimbangan bobot badan sapi
dilaksanakan, alat kebersihan (ember, sapu, angkong, sabit, tempat sampah),
lampu sebagai alat penerangan, kalkulator sebagai alat untuk mempermudah
Metode Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan yang akan
diteliti sebagai berikut :
P0 = Pakan dengan 25% Pelepah Daun Kelapa Sawit Segar
P1 = Pakan dengan 20% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi
P2 = Pakan dengan 30% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi
Model linier yang digunakan untuk rancangan acak kelompok (RAK) adalah
(Hanafiah,2003) :
Yij = µ + Ti + Bj + ∑ij
Dimana : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke- i
Bj = Pengaruh blok ke- j
∑ij =iPengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Susunan perlakuan didalam penelitian :
P1R1 P1R2 P0R3 P2R4
P0R1 P2R2 P2R3 P0R4
P2R1 P0R2 P1R3 P1R4
Keterangan : P = Perlakuan (P0, P1, dan P2)
Susunan kelompok sapi berdasarkan bobot badan :
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
P1R1 P1R2 P2R3 P0R4
P2R1 P0R2 P0R3 P2R4
P0R1 P2R2 P1R3 P1R4
Ket : K1 = 102,33 kg ± 9,29
Ket : K2 = 121,00 kg ± 6,56
Ket : K3 = 140,67 kg ± 5,03
Ket : K4 = 162,67 kg ± 7,51
Peubah yang Diamati 1. Peubah Penelitian
Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK) (kg)
Konsumsi pakan dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pakan yang
diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang sisa.
Konsumsi Pakan = Pakan yang diberikan – Pakan sisa
Pertambahan Bobot Badan (g)
Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menghitung selisih bobot
badan akhir dengan selisih bobot badan awal. Dimana penimbangan dilakukan
setiap 14 hari sekali.
Pertambahan Bobot Badan = Bobot Badan Akhir – Bobot Badan Awal
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan ratio antara konsumsi pakan dengan
pertambahan bobot badan pada waktu yang sama.
Konsumsi Pakan
Pelaksanaan penelitian
1. Persiapan Kandang
Kandang terdiri atas 12 unit dengan masing - masing kandang memliki
ukuran 1.5 x 2 m dan tempat pakan yang terbuat dari bak semen serta
tempat minum berupa ember plastik.
2. Pengacakan sapi bali.
Sapi bali yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor,
penempatan sapi bali dengan sistem pengelompokan berdasarkan bobot
badan. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal sapi bali
dengan menggunakan timbangan digital duduk kapasitas 1000 kg.
3. Pengolahan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi
Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa daun dan
pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah dan daun kelapa sawit
dirajang menggunakan alat penghancur (choper). Selanjutnya dilakukan
pelayuan (withering).Selanjutnya kultur dilakukan dengan cara
melarutkannya dalam aquades steril dan dihomogenkan dengan
menggunakan blender.
4. Pembuatan Pakan Perlakuan
Pembuatan pakan perlakuan menggunakan beberapa bahan antara lain :
Molases,pelepah daun kelapa sawit, bungkil inti sawit, dedak, lumpur
sawit, molases, kapur, garam, urea dan air. Komposisi setiap bahan yang
akan digunakan sebagai percobaan disesuaikan dengan perlakuan yang
Tabel 6.
Susunan bahan pakan selama penelitian
5. Pemberian Obat-obatan
Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing WORMZOL-B dan vitamin B-kompleks sebanyak 5-10 ml/ekor selama masa adaptasi, sedangkan
obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.
6. Analisis Data
Data pengamatan konsumsi pakan,pertambahan berat badan dan konversi
pakan ditabulasi,serta dianalisis dengan anova (analisa sidik ragam).
Bahan Pakan P0 P1 P2
Total Kandungan Nilai Gizi
Protein Kasar (PK) 16,01 16,24 16,01
Serat Kasar (SK) 20,14 16,34 18,26
Lemak Kasar (LK) 4,82 6,2 5,9
Total Digestible Nutrient (TDN) 61,84 68,84 68,53
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering (BK)
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam menghabiskan sejumlah
pakan yang diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan dapat dihitung dengan
pengurangan jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang ada. Bahan
kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah diturunkan
airnya.Ransum yang dikonsumsi sudah dikonversikan dalam bentuk bahan kering.
Data konsumsi bahan kering ransum sapi tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7.
Rataan konsumsi bahan kering ransum sapi bali jantan selama penelitian (kg/ekor/hari)
Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd
R1 R2 R3 R4
Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi tertinggi per perlakuan
terdapat pada perlakuan P1 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar
7,42 kg/ekor/hari dan rataan konsumsi terendah terdapat pada perlakuan P0 (25%
pelepah kelapa sawit segar). Rataan secara keseluruhan sebesar 7,16
kg/ekor/hari.Rataan konsumsi pakan dalam bahan kering ransum yang terbesar
adalah pada perlakuan P1R3 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar
7,78 kg/ekor/hari dan konsumsi pakan dalam bahan kering terendah terdapat pada
perlakuan P0R2 (25% pelepah daun kelapa sawit segar) yaitu sebesal 6,9
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data
konsumsi pakan dalam bahan kering menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda
nyata (P<0,05). Dapat dilihat terdapat perbedaan rataan jumlah konsumsi yang
lebih besar pada pakan dengan pelepah daun kelapa sawit fermentasi
dibandingkan dengan pakan yang mengunakan pelepah daun kelapa sawit segar
(tanpa fermentasi).
Hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa hasil
penelitianberbeda nyata (P<0,05).Pakan dengan pelepah daun kelapa sawit
fermentasi memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan pakan dengan
pelepah daun kelapa sawit segar. Hal ini bisa disebabkan karena pelepah daun
kelapa sawit fermentasi memiliki kualitas pakan dan palatabilitas yang lebih baik
dibandingkan dengan pelepah daun kelapa sawit segar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan
pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Jumlah konsumsi bahan kering pakan
dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia
dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan.
Menurut Tillman et all.,(1991) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri. Pakan
konsentrat yang diberikan pada ternak masih dalam kondisi yang baik dan tidak
ada efek ketengikan sehingga dapat meningkatkan konsumsi. Pemberian pakan
konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan, makin
banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran
meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan
ternak untuk menambah konsumsi pakan.
Menurut penelitian Situmorang (2010), rataan konsumsi tertinggi pada
perlakuan pakan dengan menggunakan 15% pelepah dan daun kelapa sawit yang
difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 5790 g/ekor/hari. Data yang diperoleh
dari penelitian tersebut tentu saja berbeda karena pada penelitian Situmorang
pakan yang digunakan merupakan pakan konsentrat dengan penambahan pakan
rumput/hijauan segar, sedangkan pada penelitian ini rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan pakan menggunakan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi yaitu
sebesar 7,42 kg/ekor/hari tanpa penambahan rumpu/hijauan segar.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan sapi bali jantan dalam penelitian diperoleh
darihasil penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal
penimbangan.Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dan akhir periode.
Pengaruh pakan perlakuanterhadap pertambahan bobot badan sapi bali jantan
Tabel 8.
Pertambahan bobot badan sapi bali jantan selama penelitian (kg/ekor/hari)
Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd
R1 R2 R3 R4
Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 8 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan sapi bali jantan
yang tertinggi adalah pada perlakuan P1R3 (20% pelepah daun kelapa sawit
fermentasi) sebesar 0,77 kg/ekor/hari dan konsumsi pakan dalam bahan kering
terendah terdapat pada perlakuan P0R2 (25% pelepah daun kelapa sawit segar)
yaitu sebesar 0,42 kg/ekor/hari. Rataan tertinggi per perlakuan terdapat pada
perlakuan P1 (20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) sebesar 0,65
kg/ekor/hari. Rataan secara keseluruhan sebesar 0,55 kg/ekor/hari.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data
pertambahan bobot badan sapi bali menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda
nyata (P<0,05). Hal ini dapat dilihat pada tabel analisis ragam pertambahan bobot
badan sapi pada Lampiran 7.
Pertambahan bobot yang tinggi dapat terlihat pada perlakuan P1 (ransum
dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) yang menandakan pakan pada
perlakuan tersebut mempunyai nilai nutrisi yang baik sehingga dapat memberikan
respon yang baik terhadap pertumbuhan sapi bali dibanding dengan perlakuan
lainnya. Dengan memberikan kombinasi pakan berupa ransum dengan 20%
pelepah daun kelapa sawit fermentasi akan memberikan peluang terpenuhinya
protein dapat diperoleh dari protein mikroba dan dapat digunakan sebagai sumber
energi yang terdapat pada pakan penguat (konsentrat). Menurut Williamson and
Payne (1993) konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk
melengkapi kekurangan nutrisi yang didapat dari pakan utama yaitu hijauan.
Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi
dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan.
Rataan pertambahan bobot badan pada penelitian sebelumnya oleh
Situmorang (2010), yaitu data tertinggi pada perlakuan pakan dengan 30% daun
pelepah yang difermentasi oleh Aspergillus niger yaitu sebesar 515,48 g/ekor/hari.
Data rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini lebih
tinggi yaitu sebesar 0,65 kg/ekor/hari yaitu pada perlakuan pakan 20% pelepah
daun kelapa sawit fermentasi. Semakin tinggi konsumsi pakan maka akan semakin
besar kemungkinan ternak untuk mengalami pertambahan bobot badan yang lebih
besar. Namun ada kalanya hal ini tidak terjadi karena keadaan atau faktor- faktor
lain, baik dari luar (lingkungan) maupun dari dalam ternak itu sendiri, misalnya
pakan hijauan, genetik dan kondisi iklim.
Konsumsi pakan yang baik juga mempengaruhi pertambahan bobot badan
pada sapi. Konsumsi pakan dengan kualitas pakan yang baik dapat mepercepat
laju pertumbuhan dan meningkatkan produksi ternak.Hal ini sesuai dengan
Tillman et.al.(1991), yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas pakan yang
diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan
pertumbuhan sapi yang sedang tumbuh. Kualitas pakan erat hubungannya dengan
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan ratio antara konsumsi pakan dengan
pertambahan bobot badan. Pengaruh pakan (pelepah daun kelapa sawit
fermentasi) terhadap konversi pakan tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9.
Rataan konversi pakan sapi bali selama penelitian (kg/ekor/hari)
Perlakuan Kelompok Total Rataan ± sd
R1 R2 R3 R4
Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 9 rataan konversi pakan sapi bali sebesar 13,44 kg/ekor/hari. Rataan
konversi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (ransum dengan 25% pelepah daun
kelapa sawit segar) yaitu sebesar 15,23 kg/ekor/hari sedangkan yang terendah
terdapat pada perlakuan P1 (ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit
fermentasi). Konversi pakan yang paling baik terdapat pada perlakuan P1R3
(ransum dengan 20% pelepah daun kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar 10,10
kg/ekor/hari yang berarti untuk meningkatkan 1 kg bobot badan maka sapi
membutuhkan 10,10 kg pakan dalam bentuk bahan kering.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan analisis sidik ragam pada data
konversi pakan menunjukkan bahwa hasil penelitian berbeda sangat nyata
(P<0,01). Hal ini dapat dilihat pada tabel analisis ragam konversi pakan pada
Lampiran 8.
konversi pakan yang berbeda nyata juga. Konversi pakan yang berpengaruh
sangat nyata juga disebabkan adanya pertambahan bobot badan dan konsumsi
yang baik. Kualitas dan kuantitas pakan yang baik menghasilkan nilai konversi
yang semakin kecil dengan kata lain pakan yang dikonsumsi minimal namun
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Hardianto (2000) yang menyatakan bahwa konversi
pakandipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum dan kesehatan
ternak. Semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk
menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan
rendah.Wahyuni dan Hardianto (2004) juga menyatakan bahwakonversi pakan
dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak,
semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk
menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan
rendah. Situmorang (2010) menyatakan bahwa angka konversi ransum
dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan didalamnya termasuk juga pakan.
Konversi ransum ini juga unttuk melihat seberapa besar pakan yang dikonsumsi
bisa mempengaruhi kenaikan bobot badan sehingga pakan tersebut dikatakan
baik.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situmorang (2010) diperoleh
hasil rataan konversi pakantertinggi terdapat pada perlakuanpakan dengan 15 %
pelepah daun kelapa sawit yang difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar 19,93,
sedangkan rataan konversi pakan terendah terdapat pada perlakuanpakan dengan
30% pelepah daun kelapa sawit yang difermentasiAspergillus niger yaitu sebesar
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Tabel 10.
Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit fermentasi
dengan A. niger dan limbah pabrik kelapa sawit pada performans sapi bali jantan
selama masa penelitian (kg/ekor/hari)
Perlakuan Konsumsi Pakan (BK) Pertambahan
Bobot Badan Konversi Pakan P0 7,01 ±0,13a 0,46 ± 0,04a 15,23 ± 1,15b P1 7,42 ± 0,24b 0,65 ± 0,10b 11,66 ± 1,72a P2 7,05 ± 0,07a 0,53 ± 0,06ab 13,43± 1,63ab Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 10 hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun
kelapa sawit yang difermentasi oleh Aspergillus niger memberikan pengaruh
berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badandan
konversi pakan sapi bali jantan. Dapat dilihat perlakuan P1 (20% pelepah daun
sawit fermentasi) merupakan perlakuan yang paling baik pada konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan konversi pakannya dibanding dengan perlakuan
lain. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sapi yang diberikan pakan dengan
menggunakan pelepah daun kelapa sawit fermentasi lebih baik hasilnya
dibandingan dengan sapi yang diberi pakan pelepah daun kelapa sawit segar tanpa
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Fermentasi pelepah daun kelapa sawit dengan menggunakan Asprgillus
niger dapat meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan serta
menurunkan konversi pakan sapi bali dibandingkan dengan pelepah daun kelapa
sawit segar.
Saran
Pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi oleh Aspergillus niger dapat
diberikan dalam ransum sapi bali sampai level pemberian 30%.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, S. I., M. Arifin dan W. S. Dilaga. 2002. Respon Produksi Sapi Peranakan Simental Berbasis Pakan Jerami Padi Terhadap Formula Urea Molases Blok. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 82 - 85.
Devendra, C. 1997. Utilization Of Feedingstuff from Palm Oil.P. 16. Malaysia Agriculture Research and Development Institute Serdang, Malaysia.
Durrand, M. R. E. 1998. Protected Protein.Rural Research in CSRIO, Australia.
Hardianto. R. 2000. Teknologi Complete Feed Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ruminansia. Makalah BPTP Jawa Timur, Malang.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak diLapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries.International Feedstuff Institute Utah Agriculture Experimants Station.Utah State University, Logan.
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2006. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.
Novirma, J. 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.
Pane, I. 1986. Pemeliharaan Ternak Sapi. Penerbit PT. Gramedia Jakarta.
Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Rangkuti, M., A. Musofie, P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusumawadhani dan A. Roesjat. 1985. Pemanfaatan Pucuk Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 5 Maret 1985, Grati.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian Edisi Revisi. Kanisius, Malang.
Seiffert, G. W. 1998. Simulated Selection for Reproductive Rate in Beef Cattle. J. Anim. Sci. 61 : 402 - 409.
Situmorang, P.T.G., 2010. Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap Pertambahan Bobot Sapi Bali. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sumadi, N. Ngadiono dan Soeparno. 1991. Penampilan produksi sapi Fries Holland, Sumba Ongole dan Brahman Cross yang dipelihara secara feedlot (penggemukan). Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Peternakan, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. Hal : 116 - 126.
Tillman, A. D. H., Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo danS. Lepdosoekojo. 1981. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM - Press, Yogyakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tillman, A. D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Trikesowo, N., Sumardi dan Suyadi. 1993. Kebijakan Riset di Bidang Pengembangan dan Perbaikan Mutu Sapi Potong dengan Teknik Ladang Ternak dan feedlot. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Peternakan, Yogyakarta.
Umiyasih, U., Aryogi dan Y. N. Anggraeny. 2003. Pengaruh Jenis Suplementasi Terhadap Kinerja Sapi Peranakan Simental yang Mendapatkan Pakan Basal Jerami Padi Fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal : 139 – 142
Wahyuni, D., 2000. Sapi Bali di Ambang Kepunahan.Bisnis Indonesia.
Wahyono, D. E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi Potong. Grati, Pasuruan.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Diagram alur proses pembuatan ransum komplit disajikan pada gambar berikut :
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Penghancuran (choper)
Pelayuan (withering)
Fermentasi (7 hari; 28oC)
Pengeringan (drying)
Penggilingan (Grinding)
Pencampuran (mixing) Perbanyakan
kultur A. Niger
Penambahan bahan pakan
Lampiran 2.
Skema pembuatan pakan perlakuan
Disediakan masing – masing bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan perlakuan
Ditimbang masing – masing bahan pakan sesuai perlakuan
Dicampur semua bahan dalam satu wadah
Diaduk hingga merata/homogen
Disimpan dalam karung/goni plastik
Lampiran 3.
Analisis ragam konsumsi pakan sapi bali jantan
SK DB JK KT Fhitung ftabel
Keterangan : * = berbeda nyata
Lampiran 4.
Analisis ragam pertambahan bobot badan sapi bali jantan
SK DB JK KT Fhitung ftabel
Keterangan : * = berbeda nyata
Lampiran 5.
Analisis ragam konversi ransum sapi bali jantan
SK DB JK KT Fhitung ftabel