BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang luas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar.
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara
stimulus (perangsangan) dan respon. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut juga
teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon, dimana respon tersebut dibedakan
menjadi 2 respon yaitu, 1) Respondent respons/reflexive adalah respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relativ tetap, misalnya
makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, 2) Operant respon/instrumental respons adalah respon yang
timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan ini
disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon, Misalnya
uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya
(stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2003).
2. Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive),
b) afektif (affective), c) psikomotorik (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori
ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2003).
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan manusia yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari atau
rangsangan yang paling rendah. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain, menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan,
dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan,
menyebutkan, contoh: menyimpulkan, meramalkan dan sebagaimana terhadap objek
yang dipelajari.
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat ilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokan, dan sebagainya.
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
B. Sikap (attitude)
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulasi atau objek. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu a) menerima (receiving)
diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek), b) merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu tindakan dari
sikap, c) menghargai (valuing) diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah, d) bertanggung jawab (responsible) diartikan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok
antara lain, a) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, b)
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, c) kecenderungan untuk
bertindak (tend to behave).
C. Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior).
Untuk menjadikan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
Praktek atau tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan antara lain, a) persepsi
(perception) merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil, b) respon terpimpin (guided response), dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh, c) mekanisme
(mechanism) diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, d) adopsi (adoption)
adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
B. Suami
1. Pengertian suami
Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami
terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada
kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni
dengan baik (Harymawan, 2007).
2. Peran Pria dalam kesehatan reproduksi
Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri,
suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis,
2006).
Menurut BKKBN (2007) Peran dan tanggung jawab pria dalam kesehatan
reproduksi khususnya pada Keluarga Berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap
kesehatan.
a. Peran Suami Sebagai Motivator
Dalam melaksanakan Keluarga Berencana, dukungan suami sangat diperlukan.
Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri
adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Bila
suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang berani untuk
tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh
besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa
yang akan dipakai.
b. Peran Suami Sebagai Edukator
Selain peran penting dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami
dalam memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti
ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat
kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obat atau jadwal untuk kontrol,
mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi
kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan
semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan
wanita (istri) saja.
c. Peran Suami Sebagai Fasilitator
Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan
fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah
kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu
untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia
memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi, dan membantu istri
menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai.
3. Perilaku Suami Dalam Merawat Ibu Nifas
a. Suami dapat melakukan pekerjaan ibu sehari-hari seperti memasak, mencuci
pakaian dam merapikan rumah.
b. Membantu merawat bayi, jika suami bekerja pada siang hari, tugas merawat
bayi dapat digantikan ayah pada malam harinya.
c. Membantu ibu berkemih, mandi mengganti pakaian jika menginginkannya.
d. Ayah menyusui
Yaitu ayah mendukung dan berpartisipasi dalam proses pemberian ASI agar
ASI keluar lebih lancar.
Suami melihat kepada istri saat menyusui bayi, mendekap bayi dalam
pelukan dan suami bisa membantu menyediakan makanan dan minuman
Jangan tidur sepanjang malam tapi tunjukan solidaritas dalam kegiatan
menyusui di malam hari.
Terhadap bayi, usapkan lengan ayahnya saat ia tengah menyusui
umumnya menyenangkan.
Suami bisa membantu memberikan ASI perahan pada bayi saat istri tidak
bisa memberikan ASI secara langsung suami bisa berada disamping istri
yang tengah menyusui sambil memberikan semangat pada istri untuk terus
memberikan ASInya, juga kekaguman dan penghargaan.
C. Pengertian Nifas 1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam
waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu “puer” yang arti nya bayi dan “parous” berarti melahirkan.
Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan.
2. Tahapan dalam masa nifas
a. Puerperium Dini
Diperbolehkan berdiri dam berjalan-jalan, dalam agama islam telah bersih dan
b. Puerperium intermedial
Waktu 1-7 hari post partum, kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lama nya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium
Waktu 1-6 minggu post partum, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun.
3. Tanda-tanda bahaya masa nifas
a. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba tambah banyak.
b. Pengeluaran vagina yang baunya membusuk
c. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung
d. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati atau masalah penglihatan.
e. Pembengkakan diwajah atau ditangan
f. Demam, muntah, rasa sakit waktu buang air kecil.
g. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, sakit.
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama.
i. Rasa sakit, merah, lunak atau pembengkakan dikaki.
j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau dirinya sendiri.
D. Perubahan Fisiologis Ibu Masa Nifas 1. Perubahan sistem reproduksi
Involusio uteri
Adalah suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram.
Serviks
Serviks mengalami involusio bersama uterus, setelah persalinan ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
Vulva dan vagina
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
Perineum
Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal
yang ke 5, perineum sudah mendapatkn kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan.
Rahim
Setelah melahirkan rahim akan berkontraksi (gerakan meremas) untuk
inilah yang menimbulkan rasa mulas pada perut ibu, perlahan rahim akan
mengecil seperti sebelum hamil.
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Perubahan kadar hormon dan gerak tubuh yang kurang menyebabkan
menurunnya fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa ingin atau sulit BAB .
3. Perubahan sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama, kemungkinan terdapat spasine
sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan dieresis. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
4. Perubahan Sistem Musculoskeletal.
Ambulasi pada umum nya dimulai 4-8 jam post partum. Ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
Dinding perut dan peritoneum
Kulit abdomen
Striae
Perubahan ligament
5. Perubahan Endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum.
Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. Kadar prolaktin dalam darah
berangsur angsur hilang.
Hormon plasenta
Hormon oksitosin
Hormon pituitary
Hipotalamik pituitary ovarium
6. Perubahan Tanda Tanda vital
Suhu badan
Suhu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit (370C-380C)
Sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.
Nadi
Denyut nadi normal orang pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi akan
melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin di sebabkan oleh infeksi
atau perdarahan post partum yang tertunda.
Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum
Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu dan denyut nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada ganguan khusus pada saluran nafas.
7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi dieresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume
darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan
hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami
penurunan yang sangat besar selama nifas, namun kadarnya nasih tetap lebih
tinggi dari pada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan
dengan demikian daya penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi
dini.
8. Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kahamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih darah lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
peningkatan darah.
E. Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas 1. Fase taking in
Yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari
2. Fase taking hold
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan, disini ibu
mempunyai perasaan sangat sensitiv sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah.
3. Fase letting go
Yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya dan ini
berlangsung 10 hari setelah melahirkan serta ibu sudah mulai menyesuaikan
diri dengan ketergantungan bayinya.
4. Post partum blues
Yaitu gangguan psikologis sesudah melahirkan berupa depresi baby blues.
Gejala-gejalanya sebagai berikut :
Reaksi depresi/sedih/disforia
Sering menangis
Mudah tersinggung
Cemas
Labilitas perasaan
Cenderung menyalahkan diri sendiri
Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan
Kelelahan
Mudah sedih
Cepat marah
Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya
Perasaan bersalah
Sangat pelupa
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues :
Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estriol terlalu rendah
Ketidaknyamanan fisik yang di alami wanita menimbulkan ganguan pada
emosional seperti payudara bengkak.
Ketidak mampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional
yang kompleks.
Faktor umur dan paritas
Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak di inginkan, riwayat
ganguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi
Kecukupan dukungan dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman)
Stress dalam keluarga misal (faktor ekonomi memburuk)
Stress yang di alami wanita itu sendiri misalnya (ASI tidak keluar)
Kelelahan pasca melahirkan
Perubahan peran yang di alami ibu
Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang
Problem anak, setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu
dari anak sebelumnya sehingga hal tersebut cukup mengganggu emosional
ibu.
Cara mengatasi Post Partum blues :
Komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin
diungkapkan.
Bicarakan rasa cemas yang di alami.
Bersikap tulus ikhlas dalam menerima aktivitas dan peran baru setelah
melahirkan.
Bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfeksionis dalam mengurus bayi atau
rumah tangga.
Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi.
Kebutuhan istirahat harus cukup, tidurlah ketika bayi tidur.
Berolahraga ringan.
Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
Dukungan tenaga kesehatan.
Dukungan suami, keluarga, teman, teman sesama ibu.
Konsultasikan pada dokter atau orang yang professional, agar dapat
meminimalisir faktor resiko lain nya dan membantu melakukan
5. Depresi Berat
Depresi berat di kenal sebagai sindroma defresif non psikotik pada kehamilan
namun umum nya terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah
kelahiran.
Gejala-gejala depresi berat:
Perubahan pada mood
Ganguan pola tidur dan pola makan
Perubahan mental dan libido.
Dapat pula muncul fobia, ketakutan akan menyakiti diri sendiri atau
bayinya.
Penatalaksanaan depresi berat:
Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar.
Terapi psikologis dari psikiater dan psikolog.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan (hati-hati
pemberian anti depresan pada wanita hamil dan menyusui)
Pasien dengan percobaan bunuh diri sebaiknya tidak di tinggal sendirian
di rumah.
Jika diperlukan lakukan perawatan di RS.
Tidak dianjurkan untuk rooming in/rawat gabung dengan bayinya.
6. Psikosis post partum
Faktor pemicu psikosis post partum
Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri
Adanya masalah keluarga dan perkawinan
Gejala psokosis post partum ;
Gangguan tidur
Cepat marah
Gaya bicara yang keras
Menarik diri dari pergaulan
Penatalaksanaan psikosis post partum ;
Pemberian anti depresan atau lithium
Sebaiknya menyusui dihentikan karena anti depresan disekresi melalui
ASI
Perawatan di RS
F. Dampak Yang Terjadi Bila Tidak Dilakukan Perawatan Masa Nifas 1. Perdarahan masa nifas
2. Infeksi masa nifas