• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUTAN KOTA UNTUK MASA DEPAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUTAN KOTA UNTUK MASA DEPAN DI INDONESIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota.

Hutan kota penting untuk keseimbangan ekologi manusia dalam berbagai hal seperti, kebersihan udara, ketersediaan air tanah, pelindung terik matahari, kehidupan satwa dalam kota dan juga sebagai tempat rekreasi. Hutan kota bisa mengurangi dampak cuaca yang tidak bersahabat seperti mengurangi kecepatan angin, mengurangi banjir, memberi keteduhan. Juga memberikan efek pengurangan pemanasan global.

Menurut pemerintah Indonesia definisi hutan kota bisa dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

Masyarakat dunia sedang akrab dengan istilah ‘global warming’ atau pemanasan global. Berbagai kalangan memfokuskan perhatiannya pada masalah ini karena sangat berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. Para penggiat lingkungan terus bekerja keras melakukan upaya-upaya rekonstruktif untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman kerusakan, bahkan kepunahan.

Pemanasan global dapat diartikan sebagai peningkatan suhu udara di permukaan bumi dan di lautan. Para peneliti mengatakan bahwa peningkatan suhu ini dimulai sejak abad ke-20 dan diprediksikan akan terus mengalami peningkatan. Fenomena ini disebut ’pemanasan global’. Namun sebagian besar ilmuwan menggunakan istilah perubahan iklim, dengan alasan bahwa yang terjadi sekarang ini tidak hanya persoalan bertambah panasnya suhu udara, tetapi juga terjadinya perubahan iklim yang sangat signifikan dan tak terduga-duga.

Apapun istilah yang dipakai, yang jelas isu pemanasan global kini menjadi isu sentral dimana setiap umat manusia di atas bumi ini memiliki tanggungjawab untuk mengatasinya. Tidak ada manusia, atau kelompok, atau bangsa yang bisa mengatakan bahwa mereka tidak harus bertanggung jawab akan kerusakan alam sekarang ini, karena semua makhluk di atas bumi ini berada dalam satu ’rahim’bumi. Tak terkecuali kita di Indonesia.

Kondisi Objektif di Indonesia

Indonesia menempati urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut biodiversity country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna, dan banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Ironisnya, penebangan hutan telah memperpanjang daftar jenis-jenis yang masuk dalam kategori kepunahan (endangered).

(2)

resmi menunjukkan bahwa penebangan liar diduga telah mencapai 17-30 juta m3 per tahun. Jumlah ini ekuivalen dengan 400.000-800.000 ha hutan ditebang secara liar setiap tahun.

Beberapa LSM melaporkan bahwa penebangan liar sudah mencapai 52 persen dari total produksi kayu bulat yang bersumber pada hutan alam. Industri perkayuan diperkirakan mampu menerima pasokan kayu bulat sampai 80 juta m3 per tahun. Sedangkan hutan alam secara resma hanya dapat memasok sekitar 29,5 juta m3 per tahun. Kekurangan yang besar dari pasokan resmi tersebut telah menciptakan celah terjadinya penebangan liar. Kerusakan hutan tidak hanya memusnahkan keanekaragaman hayati yang tidak akan tergantikan, tapi juga mengakibatkan meningkatnya

pemanasan global. Sementara itu, sekitar 30 juta jiwa masyarakat Indonesia sangat menggantungkan hidup kepada sumber daya hutan.

Hutan Kota

Sesungguhnya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi penebangan liar. Mulai dari mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk Undang-Undang (UU) dan Peraturan

Pemerintah (PP) sampai pada ’pengerahan’ berbagai organisasi atau kelompok-kelompok pencinta lingkungan untuk melibatkan masyarakat agar aktif terlibat dalam penyelamatan lingkungan. Hasilnya pun tidak terlalu mengecewakan sebetulnya, dimana kita dapat melihat banyaknya kasus-kasus penebangan liar yang berhasil diseret ke pengadilan.

Masalahnya, semua upaya tersebut jelas belum optimal dan terpadu. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi dan upaya perbaikan yang telah dilakukan, pesimisme segera terbayang, akankah kita mampu mengendalikan kerusakan hutan dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan? Salah satu upaya yang telah ditempuh pemerintah adalah dengan ide pengembangan hutan kota.

Hutan kota adalah suatu lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon di dalam wilayah perkotaan, pada tanah negara yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dengan luas yang solid 0,4 hektar merupakan ruang terbuka hijau, pohon-pohon serta areal tersebut ditetapkan pejabat yang berwenang sebagai Hutan Kota. (Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan, tahun 2002).

(3)

Jika kita berbicara tentang hutan yang sebenarnya, dapat dipastikan bahwa sebagian besar

masyarakat akan menganggap bahwa itu bukan persoalan mereka. Masyarakat Indonesia secara tidak kasat mata memiliki karakter ’tidak terlalu perduli’ dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan dirinya. Itu sebabnya banyak kegagalan ditemui ketika kita berbicara mengenai pentingnya melestarikan hutan.

Hutan, bagi sebagian masyarakat Indonesia bukanlah tanggungjawab mereka, sekalipun disadari bahwa banyak komponen kehidupan mereka sangat bergantung pada hasil hutan. Hutan kota menjadi salah satu pilihan jitu menyelamatkan lingkungan karena beberapa hal:

1) Menciptakan kesejukan dan kenyamanan, karena dalam hutan kota terjadi proses fotosintesis yang mengubah CO2 di udara menjadi O2 dan H2O. Kemampuan tanaman dalam mengkonsumsi CO2 tersebut menurut Grey dan Deneke (dalam ’Urban Forestry’, 1998) setiap satu jam, satu hektar daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2, jumlah CO2 tersebut equivalen dengan jumlah CO2 yang

dihembuskan oleh sekitar 200 orang dalam waktu yang sama pada saat bernafas.

2) Hutan kota berfungsi menjaga kesuburan tanah, karena partikel tanah pada hutan kota

mengandung koloid tanah yang lebih baik dibanding tanah perkotaan. Koloid tersebut bermuatan positif sehingga mampu mempertahankan unsur hara yang ada dan melepaskannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Keberadaan unsur hara pada koloid tanah bersifat fleksibel, artinya dapat dipertukarkan dengan unsur hara sejenis yang lebih baik bila unsur hara yang ada sudah tidak memenuhi syarat lagi. Dengan demikian tanaman akan terus mendapatkan unsur hara yang terbaik untuk kebutuhannya (Mudyarso dan Suharsono, dalam ’Peranan Hutan Kota dalam Pengendalian Iklim Kota’, 1992).

3) Hutan kota berfungsi sebagai penyaring bagi bahan pencemar, karena partikel tanah yang mengandung koloid (dari bahan organik) mengandung ion-ion yang mampu menyerap logam berat atau bahan beracun lainnya yang terkandung dalam air. Pada hutan kota, koloid tanah yang ada akan mampu mengikat logam berat yang tercampur dalam air hujan seperti Cu dan Mg sehingga air yang masuk ke dalam tanah yang diserap oleh akar relatif berkurang banyak kandungan logam beratnya.

4) Hutan kota dapat mempertinggi daya resapan air dan menyimpannya di dalam tanah untuk kemudian dapat dipergunakan lagi sehingga terjadi siklus hidrologis.

(4)

adanya bahan organik pada koloid tanah. Konsep hutan kota terbukti banyak berhasil mengatasi berbagai kerusakan lingkungan di negara lain.

Kehutanan Perkotaan (urban forestry) bahkan menjadi suatu cabang ilmu sejak disadarinya bahwa sangat penting mempelajari lingkungan, khususnya pohon, baik mengenai budidayanya,

pengelolaannya, maupun fungsi dan kegunaannya secara phisiologik, sosial dan ekonomi terhadap masyarakat perkotaan.

Kendala yang dihadapi

Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan hutan kota berkaitan dengan ketersediaan lahan, dan masalah tata ruang kota. Masalah ketersediaan lahan untuk hutan kota, serta bagaimana

mengefektifkan pemanfaatan lahan yang bersih merupakan kunci dalam pembangunan hutan kota. Semakin hari lahan semakin berharga dan semakin mahal, semakin sedikit untuk hutan kota,

sehingga sering terjadi perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan dari berbagai sektor aktifitas kota.

Ironisnya, pembangunan gedung-gedung untuk mal dan tempat sejenis justru sangat marak di setiap daerah. Terlihat sekali betapa mudahnya para pengembang mendapatkan ijin membangun gedung pencakar langit untuk mal atau town square, namun sebaliknya dengan hutan kota. Di sisi lain, tidak ada sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak mengembangkan hutan kota.

Fakta ini jelas menunjukkan bahwa komitmen pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang makin parah masih patut dipertanyakan.

Masalah lain adalah kesadaran dan tanggungjawab masyarakat yang masih minim tentang perlunya menjaga lingkungan, mulai dari lingkungan rumah sampai pada lingkungan yang lebih luas.

Masyarakat kita masih menganggap bahwa persoalan lingkungan adalah persoalan dan

tanggungjawab pemerintah semata. Lihat saja ketika suatu bencana terjadi, misalnya banjir. Sebagian besar masyarakat masih terus menimpakan kesalahan total pada pemerintah yang tidak perduli pada nasib mereka, tanpa menyadari bahwa perilaku hidup sehari-hari mereka juga berpotensi

menyebabkan bencana, seperti membuang sampah di kali atau menebang pohon-pohon di sekitar perumahan.

Beberapa Solusi Alternatif

Hutan kota, jelas merupakan salah satu solusi jitu mencegah kerusakan lingkungan. Namun konsep ini juga tidak akan terwujud jika tidak dibarengi dengan komitmen dan upaya-upaya yang bersifat holistik dari berbagai pihak. Beberapa fokus kebijakan yang dapat ditempuh adalah : 1) Meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang bahaya kehancuran hutan bagi kehidupan. Strategi paling

(5)

memberdayakan kelompok-kelompok komunitas melalui penyuluhan-penyuluhan, sosialisasi, dan pelatihan-pelatihan. Perlu disadari bahwa untuk masyarakat Indonesia, kelompok-kelompok komunitas sangat berpengaruh dan lebih mudah didekati secara informal daripada melalui pendekatan bersifat politis.

2) Menciptakan keterkaitan pasar untuk memerangi penebangan liar. Hal ini dapat ditempuh dengan menutup atau menghilangkan pasaran bagi kayu ilegal.

3) Mengurangi investasi di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penebangan ilegal di Indonesia. Sekalipun akan berdampak pada sektor lapangan kerja dan perekonomian sebagian masyarakat, namun pilihan ini harus ditempu demi kepentingan jangka panjang.

4) Memberi sanksi berat semua pihak yang terkait dengan penebangan liar dan pengrusakan lingkungan dan memberikan insentif bagi masyarakat atau pihak-pihak yang terbukti secara aktif terjun dalam pelestarian hutan.

5) Memberikan sanksi berat bagi pemerintah daerah yang tidak mengembangkan hutan kota di daerah masing-masing. Sanksi ini dapat berupa hukuman badan atau pemotongan PAD daerah oleh pemerintah pusat untuk keperluan pelestarian hutan.

6) Penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dalam sektor industri dan bidang lain.

7) Memberdayakan segala kemudahan yang diberikan teknologi untuk mensosialisasikan betapa berharganya hutan bagi kehidupan. Program televisi ataupun iklan-iklan layanan masyarakat perlu terus ditingkatkan yang berkaitan dengan pentingnya pelestarian hutan.

(6)

Kerinduan hadirnya hutan kota yang sejuk, nyaman, Indah dan lestari sangat

bermanfaat bagi kegiatan rekreasi keluarga dan masyarakat. Bahkan jika hutan kota

dikelola dengan baik dapat menjadi daerah tujuan wisata alam yang dapat

memberikan manfaat ekonomi bagi penciptaan lapangan kerja, menambah

pendapatan bagi pemerintah daerah melalui pajak, serta berbagai bentuk

penerimaan langsung dari kegiatan wisata seperti jasa perhotelan, restaurant,

pemandu wisata, pedagang suvenir dan cenderamata.

Pertanyaannya adalah apakah rencana pembangunan hutan kota Bogor telah

dilaksanakan secara baik dan benar? Selanjutnya ruang terbuka hijau (RTH) yang

tersedia saat ini apakah telah cukup untuk menjaga keseimbangan upaya pelestarian

(konservasi) lingkungan dan upaya perkembangan kota kearah kepentingan

komersil, niaga dan tata pemerintahan? Sejumlah pertanyaan inilah yang

selanjutnya akan saya bahas pada bagian pembahasan.

Hutan dan kota merupakan dua kata yang memiliki makna yang berbeda jika dipisahkan satu persatu. Hutan mengacu pada pengertian bagian dari alam dan lingkungan dalam kehidupan manusia yang mangandung makna pelestarian (konservasi) atau setidak-tidaknya cenderung untuk dilestariakan daripada dimanfaatkan untuk tujuan komersial. Sedangkan Kota menuruf Tarsoen Waryono,[1] seorang dosen Geografi pada MIPA Universitas Indonesia menyatakan bahwa Kota mengacu pada sejarah perkembangan manusia secara politik, tata pemerintahan dan ekonomi dimana kota berasal dari desa yang telah berkembang menjadi kota kecil selanjutnya berkembang menjadi kota besar dan seterusnya. Jadi maknanya bersifat ekspansif dan eksesif. Hal ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi perkotaan Lewis Munford dalam Rahardjo (1983) bahwa sejarah kota berasal dari kota eliopolis (kota baru) kemudian berkembang menjadi metropolis (kota induk), kemudian menjadi megapolis (kota besar) kemudian menjadi tiranopolis (kota kejam) dan akhirnya menjadi necropolis (kota mati)[2]

Manfaat dan fungsi utama hutan kota

Berdasarkan pandangan beberapa ahli ekologi, botani dan lansekap perkotaan

termasuk Badan PBB urusan konservasi dan lingkungan, berikut ini beberapa

manfaat dan fungsi utama hutan kota yang sangat besar artinya bagi

manusia. Pertama; Pelestraian plasma nutfah artinya sebagai sumber bahan baku

yang penting bagi kebutuhan pangan, sandang, papan dan obat-obatan.

(7)

food dan food other than rice.

Kebijakan Mentan ini sangat tepat dan cocok dengan

karakter wilayah maupun keragaman budaya, etnik bangsa Indonesia.

Kedua; Hutan kota dapat berfungsi sebagai penahan dan penyaring partikel padat

dari udara. Melalui proses suspense oleh tajuk daun dan pohon pada jenis vegetasi

tertentu dapat menyerap kotoran udara dan debu yang terbuang dari kegiatan

ekonomi, industry dan transportasi kota. Pada beberapa bunga seperti bunga

Matahari, Kresen diyakini memiliki kemampuan menyerap

partikel. Ketiga; Penyerap partikel timbal

(Pb

). Ada beberapa pohon yang mampu

menyerap partikel timbal seperti dammar

(Agathis Alba)

, mahoni

(Swietenia

Macrophylla)

, jamuju

(Podocarpus imbricatus)

dan pala

(Myristica

fragrans),

asam landi

(Pithecelobiumdulce),

johar

(Cassia

siamea).

Keempat; Menyerap debu semen khususnya dari kegiatan pembangunan

dan industry. Kelima; Peredam kebisingan, melalui kemampuannya mengabsorbsi

gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting pada pepohonan. Pola tanam

dengan strata rapat dan tinggi akan mampu mengurangi kebisingan khususnya yang

berasal dari bawah. Keenam; mengurangi bahaya hujan asam, melalui proses

fisiologis tanaman menurut Smith akan terjadi proses gutasi bahan organic seperti

glumatin dan gula, juga menghasilakn Ca, Na, Mg,K. Hujan asam mengandung

H2SO4 atau HNO3. Ketika hujan turun maka akan membasahi daun selanjutnya

H2SO4 akan bereaksi menghasilakn CaSO4 yang bersifat netral. Netralisasi Ph air

hujan oleh tanaman membuat air hujan tidak berbahaya bagi lingkungan.

Ketujuh; Penyerap Karbon-monoksida (CO), beberapa jenis pohon dan tanaman

tertentu memiliki manfaat luar biasa bagi ekosistem seperti pohon Mindi

(

Azadirachta Indica sp)

mulai dari akar sebagai

pesticide organic

, kulit kayu dan

buah sebagai bahan baku obat-obatan ayurvedia, ranting dan dahan yang kering

sebagai mosquitoes-obat nyamuk, tentu saja pohonnya yang rindang besar seperti

mahoni berguna sebagai pohon pelindung. Ada satu lagi fungsi utama yang kedepan;

Penyerap Karbon-dioksida (CO2) dan Penghasil Oksigen (O2). Hutan secara umum

dikenal sebagai penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton,

ganggang dan rumput laut di Samudera. Cahaya matahari yang memancar di kota

sepanjang hari akan dimanfaat oleh hutan kota dalam fotosintesis yang berfungsi

untuk mmengubah gas CO

2

dari H

2

O menjadi Karbohidrat dan Oksigen (O2). Proses

ini sangat berguna bagi manusia, sebab bila konsentrasi CO2 meningkat akan

beracun bagi manusia dan menyebabkan efek rumah kaca

(green-house

effect).

Sebaliknya proses ini menghasilkan oksigen (O2) dan udara segar yang setiap

hari sangat dibutuhkan manusia.

(8)

Pembangunan hutan kota Bogor menuju

Green City

mungkin terdengar seperti

sebuah impian, namun jika impian ini konsisten dikembangkan melalui visi

kepemimpinan wali kota dan mendapat dukungan penuh masyarakat serta seluruh

pihak terkait khususnya dunia usaha, maka suatu saat kota Bogor benar-benar akan

menjadi

Green City

. Fungsi dan manfaat hutan kota yang demikian besar artinya

bagi manusia dan mencegah efek rumah kaca. Meskipun demikian kenyataan hari ini

predikat yang kurang nyaman masih disandang kota Bogor yakni kota seribu angkot

yang kebetulan dominan warna hijau, kota penuh kemacetan, kota penuh dengan

bangunan pemukiman dan perumahan. Bogor sejatinya merupakan daerah tujuan

wisata yang baik dan potensial tapi belum tertata secara baik dan belum dikelola

dengan professional.

Tantangan bagi pemerintah kota dan seluruh masyarakat kota Bogor hari ini dan

kedepan adalah bagaimana menyadari pentingnya pelestraian lingkungan melalui

pengembangan hutan kota Bogor, memelihara berbagai jenis pohon, bunga dan

tanaman, sehingga dapat memberikan manfaat ekologis alam lingkungan yang indah

dan sejuk. Selain itu hutan kota yang terkelola dengan baik juga dapat menjadi

kawasan tujuan rekreasi yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat

dan sebagai sumber penerimaan pendapatan pemerintah kota Bogor.

Dapatkah hutan Kota Bogor menjadi

Greeen City

? Yakin pasti bisa, sekaranglah

kesempatannya, inilah tantangannya. Mari wujudkan.

Referensi

Dokumen terkait

Seandainya diketahui bahwa laporan kerja praktek ini ternyata merupakan hasil karya orang lain, maka saya sadar dan menerima konsekuensi bahwa laporan prarencana

Pada tahap pelaksanaan dalam program simpan pijam kegiatan yang dilakuakan adalah persiapan penyaluran dana dan pancairan. Pada kegiatan penyaluran, dana tersebut

Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah Desa Sukorejo merupakan salah satu desa di Kabupaten Bondowoso yang merupakan sentra kopi Arabika sekaligus

Menurut Malhotra (2005) alasan penerapan manajemen pengetahuan di perusahaan dilatarbelakangi oleh 1)peningkatan persaingan pasar dan tingkat inovasi 2)penghematan

– Sediakan array TabCount [Min..Max] yang elemennya diinisialisasi dengan nol, dan pada akhir proses. TabCount i berisi banyaknya data pada tabel asal yang

Selain hubungan kualitas mengajar guru terhadap motivasi belajar peserta didik, dibawah ini adalah poin-poin tentang hubungan guru dengan peserta didik baik itu dalam

1 Bambang Eko Purnomo, 2001 Pengaruh Kampus Univesitas Gadjah Mada Terhadap Perubahan Fisik dan Sosial Ekonomi Kawasan Pogung Mengetahui perkembangan dan kecenderungan

dinyatakan BATAL karena waktu pelaksanaan pekerjaan yang sudah