• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum perdata pencatatan sipil badan hukum perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum perdata pencatatan sipil badan hukum perdata"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENCATATAN SIPIL DITINJAU DARI SUDUT PANDANG HUKUM PERDATA

(An Analysis on Civic Registry from the Perspective of Private Law)

Oleh : M. Jafar ∗)

Abstract

Key word: Civic registry

Civic registry is documentation on important events or private law proceedings that based on someone’s experiences and all legal rights that emerged from it and are legalized from the perspective of private law. Civic registry is different from other records, because it should be done by a fix and sustainable sistem for getting accurate data.

Civic registry has a wide meaning in particular if it connected to civic registry’s certificate. The civic registry’s certificate is an authentic official document that has unequivocal proof and it can be used in public services.

A. Pendahuluan

Pencatatan sipil adalah pencatatan terhadap peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam suatu buku register pencatatan sipil yang dilakukan oleh Negara. Peristiwa penting yang perlu dicatat adalah peristiwa yang dialami oleh penduduk yang membawa akibat terjadinya perubahan hak-hak keperdataan, maupun lahirnya hak keperdataan atau hapusnya hak keperdataan. Jadi yang dicatat adalah setiap peristiwa perdata yang dialami seseorang dengan tujuan agar peristiwa itu dapat diketahui dengan jelas.

Jadi istilah pencatatan sipil bukanlah dimaksud sebagai suatu catatan dari orang-orang sipil atau golongan sipil sebagai lawan dari kata golongan militer, akan tetapi catatan sipil itu merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan hukum seseorang. (Viktor M. Situmorang, 1991, 10).

∗) M. Jafar, S.H., M.Hum., adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

(2)

Pencatatan sipil berbeda dengan sensus, karena pencatatan sipil harus dilakukan melalui proses yang berkelanjutan, dan mengandung sistem yang tetap dan berkelanjutan. Hal ini untuk menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan individu seseorang sebagai warga Negara. Pencatatan sipil dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan yang merupakan ciri utama pencatatan sipil, sehingga data yang dihasilkan pencatatan bersifat akurat.

Jadi pencatatan sipil adalah suatu pencatatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sifatnya permanen dan berkelanjutan, wajib sifatnya dan

menyeluruh atas kejadian yang dialami penduduk sesuai dengan aturan hukum aturan hukum yang berlaku disuatu Negara. Dalam hal ini harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan lingkungan sosial yang berlaku serta budaya khas bagi suatu masyarakat.

Pencatatan sipil pada dasarnya juga berbeda dengan pendaftaran penduduk. Dalam konvensi hak sipil dan hak politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia ke dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 sangat jelas disebutkan bahwa hak sipil adalah hak-hak yang melekat pada diri seseorang yang berkaitan dengan masalah keperdataannya. Hak-hak keperdataan seseorang sebagai warga Negara harus dicatat agar mendapat perlindungan hukum.

Pada dasarnya pencatatan sipil itu dilakukan untuk mencatatkan peristiwa perdata yang dialami penduduk karena adanya perubahan terhadap status sipil dari sebelumnya belum ada didunia, tetapi karena adanya kelahiran, maka ia menpunyai status dan berhak atas hak-hak sipilnya sebagai seoarang anak, demikian pula dengan pencatatan perkawinan maupun perceraian. Pencatatan perkawinan itu dilakukan karena status sipilnya dari lajang menjadi status kawin yang mempunyai hak membentuk keluarga yang bahagia seperti yang diatur undang-undang nomor 1 Tahun 1974. Begitu juga dengan pencatatan perceraian yang membawa perubahan terhadap status sipilnya kawin menjadi status janda

atau duda yang membawa akibat ditinaju dari sudut hukum perdata.

(3)

belum berjalan dengan baik. Sementara berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam mengurus akta catatan sipil, masyarakat belum mengerti benar tentang manfaat akta catatan sipil dalam kehidupannya. Dalam hal ini peran pemerintah perlu ditingkatkan untuk mensosialisasi tentang manfaat catatan sipil sendiri.

Dilihat dari sudut administrasi kependudukan, maka pencatatan sipil adalah suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Hal inilah yang menyebabkan masalah catatan sipil diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Hal ini disebabkan karena jika masalah

pencatatan sipil sudah berjalan sesuai dengan sistem yang berlaku, dapat membawa akibat tercapainya tertib administrasi kependudukan itu sendiri.

B. Pencatatan Sipil di Indonesia

Lembaga pencatatan sipil yang ada sekarang adalah berkelanjutan dari negeri Belanda yang dinamakan Burgerlyke Stand. Burgerlyke Stand adalah sebuah lembaga yang diadakan oleh pemerintah Belanda yang bermaksud membukukan selengkap mungkin dan memberikan kepastian hukum tentang semua peristiwa penting seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan anak dan kematian.

Lembaga pencatatan sipil di negeri Belanda berasal dari Perancis. Lembaga ini telah ada sejak Revolusi Perancis. Catatan sipil di Perancis pada waktu itu diselenggarakan oleh pendeta yang dalam hal ini pendeta di Perancis sebelum abad ke 18 telah menyediakan daftar untuk perkawinan, kelahiran, kematian, dan lainnya (Viktor M. Situmorang, 1991 : 15).

Pencatatan sipil di Perancis kemudian diambil alih oleh pemerintah yang kemudian di berlakukan di negeri Belanda dan wilayah penjajahan Belanda termasuk Hindia Belanda. Di Batavia (Jakarta sekarang) catatan sipil telah ada sejak tahun 1820, meskipun secara de jure tahun 1850 yang disesuaikan dengan kedudukan kota Jakarta itu sendiri. Namun dalam pelaksanaannya hanya diperuntukkan kepada beberapa golongan penduduk saja (H. Soekarno, 1985 :

(4)

dengan Pasal 131 junto Pasal 163 Indische Staats Regeling. Menurut ketentuan tersebut penduduk di Hindia Belanda dibagi kedalam tiga golongan penduduk dengan pemberlakuan aturan hukum yang berbeda kepada masing-masing golongan itu.

Sebagai akibat dari politik pemerintah Hindia Belanda, maka aturan pencatatan sipil di Indonesia yang berlaku bagi penduduk tidak seragam aturan hukumnya, yaitu:

1. Reglemen Catatan Sipil Stb.1849-25 tentang Pencatatan Perkawinan dan

Perceraian bagi warga negara Indonesia keturunan Eropah.

2. Reglemen Catatan Sipil Stb.1917-130 jo.Stb.1919-81 tentang Pencatatan

Perkawinandan Perceraian bagi warga Negara Indonesia keturunan Cina. 3. Reglemen Catatan Sipil Stb.1933-75 jo. Stb. 1936-607 tentang Pencatatan

Perkawinan dan Perceraian bagi warga Negara Indonesia yang beragama Kristen di Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, dan sebagainya.

4. Reglemen Catatan Sipil Stb.1904-279 tentang Pencatatan Perkawinan dan

Perceraian bagi warga Negara Indonesia perkawinan campuran.

5. Reglemen Catatan Sipil Stb.1920-751 jo. Stb.1927-564 tentang Pencatatan

Kelahiran dan Kematian bagi warga Negara Indonesia asli di Jawa dan Madura.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas bahwa pemerintah Hinda Belanda belum memperhatikan secara serius mengenai pencatatan sipil bagi orang yang beragama Islam. Ketentuan pencatatan sipil bagi orang-orang yang beragama Islam baru diberlakukan setelah Indonesia merdeka yaitu melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk bagi warga Indonesia yang beragama Islam.

Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, pencatatan sipil di Indonesia masih bersifat pluralisme hukum. Hal ini membawa akibat terjadi kesimpangsiuran pemahaman dan pelaksanaan pencatatan sipil itu sendiri.

(5)

Penyelenggara Pencatatan Sipil Diseragamkan Dalam Pelaksanaannya. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota Di Indonesia. Dalam pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut diterapkan 3 tipe organisasi kantor pencatatan sipil yaitu:

1. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe A 2. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe B 3. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe C

Mengenai pencatatan sipil juga diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan bagi orang yang beragama Islam dilakukan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan. Sedangkan bagi penduduk yang bukan beragama Islam dilakukan oleh kantor pencatatan sipil.

Walaupun sudah ada aturan perundang-undangan yang mengatur pencatatan sipil di Indonesia, namun dalam pelaksanaannya masih menyisakan berbagai masalah. Hal ini dapat dilihat belum seragamnya pelaksanaan pencatatan sipil itu sendiri maupun nomenklatur kantor pencatatan sipil yang belum seragam di tiap kabupaten/kota di Indonesia. Tiap pemerintah kabupaten/kota mencantumkan nomenklatur pencatatan sipil yang bergabung dengan nomenklatur lainnya. Hal ini membawa akibat terhadap akta yang dikeluarkan oleh kantor atau dinas yang mengeluarkan akta catatan sipil ditinjau dari sudut hukum.

Selanjutnya dalam rangka keseragaman pencatatan sipil di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Dalam hal ini pemerintah menganggap bahwa masalah pencatatan sipil merupakan bagian dari tertib administrasi kependudukan, sehingga diatur bersama-sama dengan permasalahan yang menyangkut

(6)

Tentang Administrasi Kependudukan, serta Peraturan Presiden Republik Indonesia.

C. Pentingnya Pencatatan Sipil Ditinjau Dari Sudut Hukum Perdata

Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2006 pencatatan sipil adalah pencatatan terhadap peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register pencatatan sipil pada instansi pelaksana. Peristiwa penting yang harus dicatat adalah kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengangkatan anak, pengesahan anak dan perubahan kewrganegaraan.

H. F. A Vollmar (1952 : 37) menyebutkan bahwa catatan sipil adalah suatu lembaga yang diadakan oleh penguasa/pemerintah untuk membukukan selengkapnya dan karena itu memberikan kepastian sebesar-besarnya tentang semua peristiwa yang penting bagi status keperdataan seseorang seperti perkawinan, kelahiran, pengakuan anak, perceraian, dan kematian. Jadi pencatatan sipil bertujuan untuk memastikan status perdata seseorang agar lebih jelas dari

sudut hukum. Kepastian hukum tentang status perdata seseorang yang mengalami peristiwa itu harus dicatat.

Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh atau tidaknya melangsungkan perkawinan dengan orang lain lagi. Kepastian hukum mengenai perceraian menetukan status perdata untuk bebas mencari pasangan lain. Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata sebagai ahli waris dan keterbukaan waris (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 48).

(7)

menjadi penting dan masuk dalam maslahat yang sifatnya dharuriyah. Dalam hal ini menjalankan sistem pencatatan sipil menurut hukum Islam, maka sejatinya dia telah menjalankan perintah agama (Tahir azhary, 2006 : 10).

Ditinjau dari sudut hukum perdata, maka pencatatan sipil mempunyi fungsi yang sangat luas, terutama jika dikaitkan dengan akta yang diterbitkan dari hasil pencatatan sipil. Dokumen (akta) pencatatan sipil bersifat universalitas, artinya akta pencatatan sipil itu berlaku di mana-mana. Hal ini berbeda dengan dokumen pendaftaran penduduk yang sifatnya nasionalitas. Dokumen pendaftaran

penduduk di Indonesia (Kartu Tanda Penduduk) hanya berlaku dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akta pencatatan sipil adalah akta autentik karena dikeluarkan dan ditanda tangani pejabat yang berwenang. Akta ini dapat digunakan untuk menjelaskan telah terjadinya suatu peristiwa hukum secara benar. Misalnya, akta kelahiran dapat digunakan untuk membuktikan telah terjadinya peristiwa kelahiran pada hari, tanggal dan tahun yang disebutkan dalam akta kelahiran. Peristiwa ini harus dianggap benar secara hukum dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yaitu kantor/dinas pencatatan sipil yang ditunjuk oleh aturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut pasal 1867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan akta, baik akta autentik maupun akta dibawah tangan. Mengenai akta autentik diatur kembali dalam pasal 165 HIR maupun dalam pasal 285 Rbg yang menyebutkan bahwa akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Di samping itu juga pengertian akta autentik disebutkan pula di dalam pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi akta autentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berkuasa untuk itu ditempat di mana akta dibuat.

Pejabat umum adalah pejabat yang diberi wewenang berdasarkan

(8)

akta adalah autentik, bukan karena penetapan undang-undang, tetapi karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum (Lumban Tobing, 1980:42).

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa akta autentik itu adalah:

1. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum.

2. Pejabat umum itu harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta itu. 3. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.

Menurut Sudikno Mertokusumo (1979:106) akta adalah surat yang diberi

tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.

Dengan demikian ditinjau dari sudut hukum perdata bahwa akta catatan sipil telah memenuhi kriteria sebagai akta autentik. Akta catatan sipil ditanda tangani pejabat berwenang yang ditunjuk undang-undang yang mempunyai kekuatan bukti sempurna tentang telah terjadi suatu peristiwa hukum yang oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 di istilahkan dengan peristiwa penting yang wajib dicatatkan dalam register catatan sipil pada kantor/dinas yang menangani masalah catatan sipil. Hal ini sesuai dengan pasal 1 angka 15 dan 18 Qanun Aceh nomor 6 tahun 2008 tentang penyelenggaraan administrasi penduduk.

Jadi akta catatan sipil adalah suatu surat atau catatan resmi yang dikeluarkan oleh pejabat Negara yaitu pejabat pencatatan sipil mengenai peristiwa perdata yang terjadi pada diri seseorang. Supaya peristiwa perdata itu mempunyai bukti autentik atau kekuatan bukti sempurna perlu dibukukan dalam daftar atau register yang disediakan oleh Negara yaitu kantor pencatatan sipil dan dipelihara dengan baik. Peristiwa perdata itu sangat penting karena menyangkut dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sehingga menimbulkan kepastian hukum.

Di samping itu akta catatan sipil mempunyai kegunaan atau menfaat dari sudut hukum perdata, yaitu:

1. Memberikan kepastian hukum tentang kejadian yang berkaitan dengan

(9)

2. Sebagai alat bukti autentik yang menentukan status perdata seseorang. 3. Dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan publik.

D. Kesimpulan

Oleh karena pentingnya akta catatan sipil dalam mendukung kehidupan pribadi seseorang, maka fungsi dan pemahaman masyarakat terhadap catatan sipil harus ditingkatkan. Masyarakat harus digerakkan atau di motivasi untuk memperoleh akta catatan sipil. Di samping itu juga data yang dihasilkan dari aktifitas pencatatan sipil bersifat akurat (valid) dan dapat digunakan untuk pelayanan publik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya, Bandung,

2000.

G.H.S Lumban Tobing, SH, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1980. H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1952. H. Soekarno, Mengenal Administrasi dan Prosedur Catatan Sipil, Coriena,

Jakarta, 1985.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1979.

Viktor M. Situmorang, Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Tahir Azhari, Analisis Pencatatan Sipil, Makalah, 2010.

Undang-undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Referensi

Dokumen terkait

Tanda Bukti Pelaporan adalah tanda bukti yang diterbitkan oleh lembaga/instansi yang berwenang menangani pencatatan dan penerbitan Akta Catatan Sipil atas pelaporan

Kutipan Akta adalah catatan pokok yang dikutip dari akta catatan sipil dan merupakan alat bukti sah bagi diri yang bersangkutan maupun pihak ketiga mengenai akta

Apabila yang membuatnya bukan pejabat yang cakap atau pejabat yang tidak berwenang, maka menurut Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta tersebut tidak sah

KETIGA : Standar Pelayanan Penerbitan Dokumen Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada diktum KEDUA Keputusan ini diterapkan oleh Dinas Kependudukan dan

Skripsi yang berjudul : Strategi Peningkatan Layanan Catatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Karanganyar (Studi Pada Kepemilikan Akta Kelahiran)

Notaris berwenang membuat akta autentik yang kebenaran isinya mempunyai kekuatan sebagai alat bukti formal yang kuat dan mempunyai kekuatan eksekusi. Notaris memiliki kapasitas

Capaian Indikator kinerja Cakupan kepemilikan dokumen kependudukan dan akta-akta catatan sipil yang sudah dicapai sudah menunjukkan hasil yang sangat baik dengan nilai kinerja

(2) Pegawai dan Pengantara Pencatatan Sipil yang berwenang diwajibkan pula, bila ada diminta kepadanya, untuk menerimakan juga pemberitahuan dan membuat akta tentang, kelahiran