• Tidak ada hasil yang ditemukan

kandungan dan Bahaya rokok (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "kandungan dan Bahaya rokok (3)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK MEROKOK BAGI KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN

Lebih dari 70.000 publikasi hasil penelitian medis yang membuktikan pengaruh buruk akibat rokok. Dari data di Indonesia, sebagian besar perokok

Edisi ke II Tahun 2007

berasal dari kalangan penduduk miskin. Secara tidak disadari, keluarga miskin meningkatkan alokasi anggaran untuk rokok yang mengakibatkan anggaran untuk makanan pokok harus dikurangi. Bila dalam keluarga semacam ini terdapat anak kelompok balita, akan mengakibatkan kebutuhan gizi yang kurang sehingga dapat menyebabkan penyakit busung lapar.

Sudah merupakan kesepakatan masyarakat dunia untuk membuat Perjanjian Internasional dalam pengendalian rokok, yang dimulai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara sistematik sejak tahun 1999 dan perumusannya selesai tahun 2003. Indonesia termasuk negara yang aktif memberikan sumbangan pikiran yang melahirkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Namun Indonesia tidak bersedia menandatanganinya pada tahun 2003 oleh karena pemerintah menganggap Indonesia belum siap.

Menurut Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO, produk tembakau adalah produk yang dibuat dengan menggunakan seluruh atau sebagian dari daun tembakau sebagai bahan dasar yang diproduksi untuk digunakan sebagai rokok yang dikonsumsi dengan cara dihisap, dikunyah, atau disedot. Produk tembakau ksususnya rokok dapat berbentuk sigaret, kretek, cerutu, lintingan, menggunakan pipa, tembakau yang disedot, dan tembakau tanpa asap.

II. BAHAYA ROKOK

Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh masyarakat. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun

Jurnal lingkungan keluarga

1

Pengantar Redaksi

Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, KB nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat, salah satunya melalui peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu menetapkan visi, misi dan grand strategi BKKBN dengan peraturan Kepala BKKBN yakni Nomor 28/HK-010/B5/2007. Visi BKKBN adalah seluruh keluarga ikut KB dan misi BKKBN yaitu mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut diupayakan melalui grand strategi yang salah satunya adalah meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dengan salah satu sasarannya adalah setiap Kabupaten/Kota memiliki satu kelompok percontohan Bina Lingkungan Keluarga.

Untuk menambah kekayaan informasi dan materi kami mengharapkan sumbangan informasi, ide, pengalaman dari mitra kerja dan pembaca tentang hal terkait dalam bentuk tulisan. Setiap tulisan yang dimuat akan diberi imbalan secukupnya. Naskah maksimal 4 hal, dikirim ke Direktorat Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga BKKBN Pusat, Jalan Permata No.1 Halim Perdana Kesuma Jakarta Timur 13650 telp. (021) 8009029/fax.8008551.

(2)

dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.

Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian terbagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002 : 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran jiwa, Psikiatri, 1979 : 33)

Beberapa risiko kesehatan bagi perokok berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 antara lain :

 Di Indonesia rokok

menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisima pada tahun 2001. penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.

 Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan ataupun terkena asap rokok dirumah atau di lingkungannya beresiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah.

 Seorang bukan perokok

yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan juga risiko mendapatkan penyakit lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan asma.

Disamping itu beberapa penyakit akibat merokok menurut Badan POM RI antara lain:

 Penyakit jantung dan stroke.

Satu dari tiga kematian di dunia berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke. Kedua penyakit tersebut dapat menyebabkan “sudden death” ( kematian mendadak).

 Kanker paru.

Satu dari sepuluh perokok berat akan menderita penyakit kanker paru. Pada beberapa kasus dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian, karena sulit dideteksi secara dini. Penyebaran dapat terjadi dengan cepat ke hepar, tulang dan otak.

 Kanker mulut.

Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi dan penyakit gusi.

 Osteoporosis. lebih mudah menderita sakit tulang belakang.

 Katarak.

Merokok dapat menyebabkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa

Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan.

 Dampak merokok pada kehamilan.

Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Risiko keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena Karbon Monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.

 Impotensi.

Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.

(3)

Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :

1. Tipe perokok

yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor in Smoking, 1978) menambahkan 3 sub tipe ini : a. Pleasure relaxation, perilaku

merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b. Stimulation to pik them up. Perilaku

merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok, misalnya merokok dengan pipa.

2. Perilaku

merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.

3. Perilaku

merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological addiction. Bagi yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun.

4. Perilaku

merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis.

Tempat merokok juga mencerminkan perilaku si perokok, yang dapat digolongkan atas :

1. Merokok di

tempat umum.

 Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.  Kelompok yang heterogen (merokok

di tengah orang lain yang tidak

merokok). Pada tipe ini tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama, bertindak kurang terpuji serta kurang sopan.

2. Merokok di

tempat yang bersifat pribadi

 Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Pada tipe ini individu tergolong kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.

 Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

IV. UPAYA PENANGGULANGAN BAHAYA ROKOK BAGI KESEHATAN

Betapa sulitnya memberantas kebiasaan merokok. Hampir semua orang mengetahui bahwa racun nikotin yang terdapat dalam asap rokok membahayakan bagi kesehatan. Bukan hanya untuk perokok itu sendiri melainkan juga untuk orang-orang disekitarnya yang ikut menghisap asap tersebut (perokok pasif). Selain itu, asap rokok juga mengganggu hubungan sosial antara perokok dan bukan perokok.

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (Psikologi Lingkungan,1992) orang-orang yang merokok tidak mau menghentikan kebiasaannya karena beberapa alasan, antara lain :

 Faktor kenikmatan (kecanduan nikotin).  Status ( simbol kelaki-lakian).

 Mengakrabkan hubungan sosial sesama perokok.

Pengendalian masalah rokok sebenarnya telah diupayakan diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dibeberapa tatanan dan sebagian wilayah Jakarta, Kota Bogor, Kota Cirebon dan sebagainya.Begitu juga beberapa lintas sektor seperti Departemen Perhubungan dengan menetapkan penerbangan pesawat menjadi penerbangan tanpa asap rokok, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan sekolah menjadi kawasan tanpa rokok, serta beberapa Pemda yang menyatakan tempat kerja sebagai kawasan tanpa asap rokok.

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau arena yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, ataupun penggunaan rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok perlu diselenggarakan di tempat umum, tempat kerja, angkutan umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak,

(4)

institusi pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan.

Tujuan umum dari Kawasan Tanpa Rokok adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok. Sedangkan tujuan khusus penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :

 Mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.

 Memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok.

 Menurunkan angka perokok.  Mencegah perokok pemula.

 Melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).

Disamping itu, manfaat penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :

 Bermartabat, yakni menghargai dan melindungi hak asasi bukan perokok.  Ekonomis :

 Meningkatkan produktivitas.  Mengurangi beban biaya hidup.  Menurunkan angka kesakitan.  Menciptakan tempat umum, sarana

kesehatan, tempat kerja, institusi pendidikan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum yang sehat, aman dan nyaman.

Dari keterkaitan berbagai aspek yang ada dalam permasalahan merokok, maka penanggulangan masalah merokok bukan saja menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan tanggung jawab berbagai sektor yang terkait dengan minimal menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja masing-masing. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok diberbagai tatanan dapat diwujudkan melalui penggalangan komitmen bersama untuk melaksanakannya. Dalam hal ini peran lintas sektor sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan dari penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai salah satu upaya penanggulangan bahaya rokok.

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok menjadi alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang ditunjukkan dengan keadaan hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum umur 19 tahun. Bahkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2003 meyebutkan usia 8 tahun sudah mulai merokok.

KESIMPULAN

1. Dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan non fisik keluarga, hubungan orang tua-anak yang serasi menunjukkan adanya kemampuan orang tua untuk mendeteksi gejala yang memungkinkan timbulnya permasalahan pada anak. Dengan demikian diharapkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok dapat dimulai terlebih dahulu dari dalam lingkungan keluarga karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat.

2. Tidak merokok di dalam rumah merupakan salah satu bentuk dari Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam bidang Gaya Hidup Sehat. Jika di dalam rumah terdapat keluarga yang merokok maka dapat mengakibatkan ruangan terasa pengap, akibatnya keadaan di dalam rumah menjadi tidak nyaman. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik keluarga perlu adanya upaya menciptakan rumah yang sehat antara lain dengan mengatur kualitas sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik.

3. Dengan ditetapkannya Kawasan Tanpa Rokok diharapkan perokok tidak merokok di tempat-tempat ramai atau tempat-tempat umum sehingga tidak merugikan orang lain yang ada disekitarnya.

Disarikan oleh Puji Prihatiningsih, S.Psi dari :  Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2006. “Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok.”

 Sarlito Wirawan Sarwono, 1992. ”Psikologi Lingkungan.”

 Badan POM RI, 2006. “Dampak Merokok Bagi Kesehatan”.

Editor : Drs. Hilaluddin Nasir dan Nurzainun, Psi

Jurnal lingkungan keluarga

4

SUSUNAN REDAKSI : Penasehat : Kepala BKKBN

Dewan Pengarah : Sestama; Deputi Bidang KSPK; Deputi Bidang IKPK; Deputi Bidang KBKR; Deputi Bidang LATBANG; IRTAMA. Pimpinan Redaksi : Direktur Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga

Redaktur Pelaksana : Kasubdit Perumusan Pola dan Evaluasi; Kasubdit Pengembangan Lingkungan Keluarga; Kasie Perumusan Pola; Kasie Evaluasi;

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perlu menyusun pola pembangunan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara untuk menangani masalah overkapasitas

Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi menggunakan metode taguchi dengan harapan menghasilkan kuat tekan yang paling optimal dan mengetahui faktor yang mempengaruhi kuat tekan

musik akan lebih baik dibandingkan dengan yang tidak mendengarkan musik, hal ini sama efektifnya untuk orang yang berumur 25 thn kebawah maupun yang berumur 25 thn keatas...

Interpolasi untuk nilai x yang lain memerlukan jumlah komputasi yang sama karena tidak ada memerlukan jumlah komputasi yang sama karena tidak ada bagian komputasi sebelumnya yang

Efisien baru diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan modal menghasilkan laba tersebut, atau dengan menghitung rentabilitasnya maka yang harus diperhatikan

Berlakunya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah membawa pengaruh terhadap kewenangan Pemerintahan Daerah. Menurut Pasal 7,

Definisi Keputusan pembelian menurut Nickels (2010) adalah suatu proses yang merupakan bauran antara adanya kebutuhan terhadap suatu produk dengan adanya rangsangan dari luar

Unsur-unsur dalam pengambilan keputusan yang harus dipertimbangkan adalah: tujuan dari pengambilan keputusan, identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan