• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Implementasi Beton Pracetak Pada B (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Implementasi Beton Pracetak Pada B (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BETON PRACETAK

BAGI BANGUNAN GEDUNG

Wulfram I. Ervianto, Ir. M.T.* Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik

Universitas Atma Jaya Yogyakarta ervianto@mail.uajy.ac.id

Pemakaian teknologi beton pracetak dikenal di Indonesia beberapa dekade yang lalu, dan hanya dimanfaatkan oleh produsen beton pracetak dalam skala industri. Komponen beton pracetak digunakan oleh pengguna jasa dan kontraktor sebatas komponen yang diproduksi oleh produsen.

Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi dan evaluasi dari struktur beton pracetak yang ada saat ini dan peningkatan/pengembangan jenis komponen beton pracetak yang dapat diaplikasikan dalam bangunan gedung di Indonesia. Hasil dari penelitian ini berupa kerangka kerja yang dapat digunakan sebagai acuan bagi kontraktor, konsultan dan pengguna jasa untuk mengevaluasi dan menggali jenis komponen lain yang mungkin diaplikasikan sebagai elemen struktural. Pengumpulan data dilakukan terhadap konsultan, kontraktor dan produsen di Indonesia dengan alat bantu kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, bagian satu berisi identifikasi perusahaan, bagian dua berisi kelayakan ekonomis dan bagian tiga berisi kelayakan teknis.

Hasil dari penelitian menyatakan bahwa penggunaan teknologi beton pracetak di Indonesia masih sebatas komponen pelat lantai dan sebagian kecil berupa komponen kolom struktural. Hal ini disebabkan kemampuan produsen sangat terbatas serta belum diyakininya sistem sambungan yang menyatukan komponen beton pracetak

Kata kunci : Potensi, aspek teknis, aspek ekonomis, pracetak, bangunan gedung

LATAR BELAKANG

Pihak yang berperan dalam kegiatan membangun adalah pengguna jasa dan penyedia jasa, dimana masing-masing mempunyai tanggung jawab berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu mewujudkan bangunan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Gambar rencana yang merupakan salah satu komponen dari dokumen perencanaan merupakan panduan yang harus diikuti oleh penyedia jasa dalam merealisasikan bangunan. Cara penyedia jasa merealisasikan bangunan dikenal dengan metoda konstruksi, dimana ketepatan pemilihan metoda konstruksi akan berakibat positif bagi penyedia jasa.

Sejarah perkembangan cara membangun ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa terminologi. Dari waktu ke waktu selalu terjadi perkembangan bentuk, jenis material dan metoda. Mengutip tulisan dari Widodo (1991), menyatakan bahwa sejarah perkembangan arsitektur adalah sebagai berikut : Industri Bangunan Generasi I (1945-1960) dikenal dengan “Elemen Building”. Pada jaman ini metoda membangun ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga tidak terampil; menurunkan harga bangunan; meningkatkan kualitas bangunan. Pada jaman ini telah

*

(2)

2

dilakukan pracetak untuk komponen dinding dalam, panel muka dan plat lantai. Industri Bangunan Generasi II (1955 – 1965) dikenal dengan “RATRAD”. Pada jaman ini terjadi rasionalisasi dari metoda membangun tradisional atau “Rationalized Traditional Building” disingkat “RATRAD”. Pada jaman ini pracetak dilakukan pada bagian bangunan yang berdimensi kecil dan lebih bersifat padat karya. Industri Bangunan Generasi III (1960 – 1970) dikenal dengan “Building Site”. Perkembangan terakhir (1970 – sekarang) .

Menilik perkembangan arsitektur tersebut diatas, sedikit banyak biaya bangunan cukup berpengaruh dalam perkembangan metoda konstruksi. Biaya dalam sebuah bangunan digunakan untuk kepentingan pembelian material, pembayaran upah pekerja, penggunaan alat, biaya

overhead

dan keuntungan bagi penyedia jasa. Komposisi biaya untuk pembayaran upah kurang lebih sebesar 35% dari total biaya proyek, sisanya untuk keperluan material, alat,

overhead

dan lainnya.

Kecenderungan biaya konstruksi akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan. Bila dibandingkan dengan biaya pada industri manufaktur, biaya konstruksi melesat jauh ke depan. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah tingginya upah tenaga lapangan dan proses konstruksi secara tradisional (Winter & Nilson, 1979).

INDUSTRI JASA VS MANUFAKTUR

Salah satu karakteristik industri jasa adalah transaksi harga terjadi diawal proyek sedangkan proses konstruksi terjadi kemudian. Para penyedia jasa harus memberikan penawaran lebih dahulu sebelum melaksanakan pekerjaan sehingga kemungkinan terjadinya ketidaktepatan biaya menjadi semakin besar. Karena proses konstruksi terjadi setelah penetapan harga maka selama proses konstruksi tersebut dibutuhkan pihak yang selalu mengawasi pelaksanaan di lapangan.

Berbeda dengan industri jasa, karakteristik industri manufaktur adalah transaksi harga terjadi setelah proses produksi terjadi sehingga risiko terjadinya kerugian jauh lebih kecil dibanding industri jasa konstruksi. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan lebih mudah diprediksikan dan lebih mudah dikontrol. Sedangkan pengawasan dilakukan oleh pihak internal selama proses produksi.

Melihat karakteristik industri jasa dan manufaktur tersebut diatas, kiranya industri manufaktur dapat diposisikan lebih pasti dalam penggunaan biaya jika dibandingkan dengan industri jasa konstruksi. Pertanyaan yang timbul adalah sejauh mana industri jasa konstruksi dapat diubah untuk mengikuti pola-pola industri manufaktur. Kemungkinan terbesar untuk memanufakturisasi industri jasa konstruksi adalah melakukan pabrikasi pada sebagian komponen bangunan yang kemudian dikenal dengan komponen pracetak.

Di Indonesia tahapan penggunaan pracetak masih pada tahap komponen bangunan, dan masih dilakukan evaluasi terus menerus terhadap efisiensi dan efektifitasnya. Tujuan utama pelaksanaan pekerjaan pada proses membangun adalah tercapainya target biaya, mutu dan waktu. Salah satu komponen pracetak yang sudah digunakan adalah plat pracetak, dengan berbagai ukuran dan bentuk. Para produsen memproduksi dan memasarkan dengan keyakinan bahwa metoda ini baik dan efisien.

(3)

3

pemakaian jumlah tenaga kerja di lokasi proyek. Salah satu karakteristik tenaga kerja lapangan adalah harus mempunyai ketrampilan tertentu sehingga upah yang diterimanya akan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kasar di pabrik (dengan produk sejenis). Hal lain yang menonjol dari penggunaan beton pracetak adalah pengaruh sumberdaya manusia terhadap mutu pekerjaan menjadi lebih baik dan seragam.

Salah satu material yang digunakan dalam teknologi pracetak adalah beton

,

dapat berupa komponen struktural, seperti : unit tangga, balok, kolom, kerbs, kolom lampu, bantalan rel kereta api, konsol, plat lantai, plat atap, penutup dinding, dan lain-lain. Produksi dari komponen-komponen ini dapat dilaksanakan di lokasi lingkungan pabrik yang kemudian ditransportasikan ke lokasi proyek atau bila produksi dalam jumlah yang besar serta pertimbangan lain produksi dapat dilaksanakan di lingkungan lokasi proyek.

Manfaat pabrikasi beton di lapangan ini harus jelas, terutama sehubungan dengan kemudahan pengawasan dan pengontrolannya. Pemadatan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, demikian juga upaya untuk perawatan beton pada masa pemeliharaan. Meskipun demikian sering terjadi pertentangan akan manfaat dari metoda ini, dan pihak si pemakai harus memeriksa dan menguji produk beton pracetak dengan memperlakukannya seperti bilamana dipakai beton yang dicetak di tempat.

Dalam mengaplikasikan sistem pracetak, kunci keberhasilan pelaksanaannya sedikit banyak dipengaruhi oleh aspek manajemen. Akibat berbagai faktor yang berpengaruh dalam penggunaan beton pracetak maka sangat mungkin bahwa penerapan teknologi ini belum tentu memberikan hasil yang terbaik. Beberapa faktor dari aspek manajemen yang harus diperhatikan adalah : teknologi, bahan, sumberdaya manusia, perencanaan, logistik, produksi, pengangkutan dan distribusi, instalasi dan perbaikan.

Tak kalah pentingnya masalah perbaikan komponen yang telah terpasang, apakah sistem telah menyiapkan cara perbaikan di tempat (tanpa menurunkan unit komponen beton pracetak) atau setiap terjadi kerusakan maka satu unit komponen harus diturunkan dan diperbaiki dikerek kebawah dan dikerek ulang ke atas dikembalikan pada posisinya. Jika demikian maka akan menimbulkan kesulitan saat pekerjaan telah diserahkan kepada pengguna jasa (

owner

), karena pengguna jasa (

owner

) harus memiliki peralatan khusus serta tenaga kerja untuk melaksanakan perbaikan.

Peran dari produsen adalah memproduksi komponen beton pracetak dan mengirimkan ke lokasi proyek, sedangkan instalator adalah mengatur penyusunan komponen sesuai permintaan termasuk penyiapan peralatan instalasi sampai dengan pemasangan komponen pada tempatnya. Koordinasi dari keempat pihak tersebut harus selalu terjadi karena jika terjadi keterlambatan dari salah satu pihak tersebut berarti akan terjadi keterlambatan pula pada penyelesaian proyek.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor (teknis dan non teknis) yang berpengaruh terhadap pengaplikasian beton pracetak. Hasil kajian berupa kerangka kerja yang berisi informasi teknis dan ekonomis serta pengembangan sistem pracetak.

TINJAUAN PUSTAKA

(4)

4

dilakukan, seperti persiapan cetakan, pengecoran, perapihan permukaan, perawatan dan penggunaan bekisting yang dapat berulang kali. Sampai saat ini pro dan kontra penggunaan beton pracetak masih berlangsung. Masing-masing pihak pendukung ataupun penentang metoda ini mempunyai argumen tersendiri.

Dibandingkan

cast in-situ

teknologi beton pracetak mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan (Tihamer Koncs ,1979) :

 Kemudahan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian biaya serta jadwal pekerjaan.

 Tenaga yang dibutuhkan tiap unit komponen lebih kecil dikarenakan pelaksanaan pekerjaan dimungkinkan secara seri.

 Menggunakan tenaga buruh kasar sehingga upah relatif lebih murah.

 Waktu konstruksi yang relatif lebih singkat karena pekerja lapangan (di lokasi proyek) hanya mengerjakan

cast in-situ

dan kemudian menggabungkan dengan komponen-komponen beton pracetak.

 Beton dengan mutu prima dapat lebih mudah dicapai di lingkungan pabrik.

 Produksinya hampir tidak terpengaruh cuaca .

 Biaya yang dialokasikan untuk supervisi relatif lebih kecil, hal ini disebabkan durasi proyek yang lebih singkat.

 Kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga sehingga perencanaan kegiatan dapat lebih akurat.

Dibandingkan

cast in-situ

teknologi beton pracetak mempunyai kelemahan-kelemahan (Tihamer Koncs ,1979) sebagai berikut :

 Kerusakan yang mungkin ditimbulkan selama proses transportasi.

 Dibutuhkan peralatan di lapangan dengan kapasitas angkat yang cukup untuk mengangkat komponen konstruksi dan menempatkan pada posisinya.

 Biaya tambahan yang dibutuhkan untuk proses transportasi.

 Munculnya permasalahan teknis dan biaya yang dibutuhkan untuk menyatukan komponen-komponen beton pracetak.

 Gudang yang luas dan fasilitas

curing.

 Perencanaan yang detil pada bagian sambungan.

 Lapangan yang luas untuk produksi dalam jumlah yang besar.

Dengan kondisi yang demikian tidak mudah untuk menentukan mana yang lebih ekonomis, menggunakan proses konstruksi tradisional atau menggunakan teknologi beton pracetak

.

Ditinjau dari pengalokasian dana dalam suatu proyek, distribusi biaya proyek sipil dan gedung dapat diperkirakan seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 : Distribusi biaya proyek sipil dan gedung

BUTIR ANGGARAN PERSEN TERHADAP TOTAL

Kantor pusat 6% - 8%

Konstruksi 65% - 70%

Mekanikal 10% - 15%

Listrik 10% - 15%

Kontingensi 10% - 15%

Sumber : Iman Soeharto, 1995

(5)

5

 Upah tenaga lapangan yang relatif lebih mahal dibandingkan tenaga pabrik (produktifitas di pabrik lebih konsisten).

 Pemakaian bekisting yang lebih hemat.

 Pemakaian bekisting yang relatif lebih sedikit.

 Waktu penyelesaian proyek yang lebih cepat.

 Produktifitas yang lebih besar dari pekerja karena sebagian besar bekerja di permukaan tanah.

 Tidak terpengaruh cuaca.

Berdasarkan hal tersebut diatas pemakaian beton pracetak akan mengurangi pemakaian dana pada pos konstruksi.

ASPEK TEKNIS DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI BETON PRACETAK

Meskipun teknologi beton pracetak telah berkembang dan digunakan sejak lama, khususnya di Indonesia, efektifitas aplikasi tersebut perlu dikaji dengan seksama. Kajian tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui dengan benar manfaat dan keuntungan dari aplikasi beton pracetak bagi industri konstruksi di Indonesia. Berbagai faktor yang harus ditinjau dengan cermat agar dapat diyakinkan keuntungan yang akan diperoleh adalah : perencanaan, sistem struktur, sumberdaya manusia, produksi, transportasi, pemasangan,

connection

dan perbaikan. Teknologi beton pracetak layak digunakan jika permasalahan yang ditimbulkan dari semua faktor tersebut diatas dapat diatasi/diselesaikan.

1. FAKTOR PERENCANAAN

Perencanaan struktur dengan teknologi beton pracetak dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah perencanaan yang dilaksanakan oleh arsitek. Tahap yang kedua, perencanaan dilakukan oleh

structure engineer

. Tahap yang ketiga perencanaan dilakukan oleh produsen/instalator, yang ditekankan pada kemudahan pelaksanaan di lapangan.

Struktur organisasi dari tim proyek sangat menentukan keberhasilan pengaplikasian teknologi beton pracetak. Koordinasi dari pengguna jasa (

owner

), arsitek, ahli struktur dan dari disiplin ilmu yang lain merupakan hal yang penting sehingga dibutuhkan kesinambungan informasi pada setiap tahap pelaksanaan.

2. FAKTOR SISTEM STRUKTUR

Sistem struktur yang dapat digunakan pada bangunan gedung bertingkat lebih ditentukan oleh proses produksi di pabrik, proses transportasi dan proses pelaksanaan konstruksi di lapangan. Dalam memproduksi komponen beton pracetak untuk bangunan gedung yang perlu diperhatikan adalah berat serta dimensi komponen, hal ini dipengaruhi oleh :

 Ketinggian dan jumlah lantai bangunan.

 Kapasitas angkat

crane

.

 Lokasi pabrikasi komponen beton pracetak.

 Bentang portal dan jarak antar portal.

 Beban yang didukung oleh komponen beton pracetak.

Jenis-jenis sistem struktur teknologi beton pracetak yang dapat dilaksanakan dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu (Tihamer Koncs,1979) :

 Struktur rangka dengan kolom tanpa sambungan (menerus).

 Struktur rangka dengan kolom sambungan (tidak menerus).

(6)

6 3. FAKTOR SUMBERDAYA MANUSIA

Karakteristik pekerja yang bekerja dalam lingkungan pabrik berbeda dengan mereka yang bekerja pada kondisi lingkungan kerja di lapangan terbuka. Kondisi ini akan mempengaruhi produktifitas pekerja sehingga kontinuitas hasil produksi tidak dapat diprediksi dengan tepat. Dalam lingkungan pabrik, pekerjaan yang dilakukan merupakan suatu pengulangan sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan yang disebabkan oleh pekerja. Keberhasilan produk dari hasil produksi industri konstruksi sangat tergantung dari kejelian dan kemampuan manager konstruksi dalam membuat perencanaan serta penggunaan metoda yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Secara umum perbedaan antara industri konstruksi dengan industri manufaktur adalah sebagai berikut (Oglesby C.H.,1989) :

 Pada proyek konstruksi waktu yang disediakan sangat terbatas, konsekuensi dari hal ini adalah team manajemen harus dibentuk secara cepat dan tepat. Juga pemilihan metoda konstruksi serta penggunaan alat untuk operasional hanya terjadi satu kali.

 Sifat dari lokasi proyek adalah tidak tetap, pada industri manufaktur lokasi kerja berada dalam satu lokasi dan bersifat tetap. Kadang-kadang pekerja proyek harus melaksanakan pekerjaannya dalam ruang yang terbatas sehingga akan memepengaruhi produktifitasnya, sedangkan pekerja pabrik ruang geraknya dapat direncanakan sebaik mungkin agar dapat bekerja dengan nyaman dengan harapan produktifitasnya tidak terganggu.

 Hasil produksi biasanya unik dan selalu berbeda dari lokasi proyek yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dibuat standarisasi penggunaan alat bantu dan metoda konstruksi untuk berbagai proyek.

 Dalam industri konstruksi lebih banyak dibutuhkan pekerja dengan ketrampilan yang cukup dibandingkan dengan pekerja tidak mempunyai ketrampilan. Pemilihan pekerja yang cakap akan sangat mempengaruhi ketepatan rencana pekerjaan sesuai dengan jadwal.

 Pelaksanaan pekerjaan biasanya berada diluar/dilapangan terbuka dengan variasi yang ditimbulkan oleh hujan, panas serta kondisi geografis lokasi proyek.

 Proyek konstruksi biasanya berskala besar, tidak praktis dan pemasangan peralatan besar dan berat sehingga tidak mudah untuk melaksanakannya.

 Dalam proyek konstruksi

owner

selalu terlibat dalam melakukan pengawasan proses konstruksi sedangkan untuk industri manufaktur pembeli hanya melihat hasil akhir dari proses produksi.

Karakteristik pekerja pabrik adalah :

 Tidak terpengaruh perubahan cuaca.

 Pola kerja selalu sama.

 Perubahan teknologi hanya terjadi sesaat yaitu pada masa transisi penerapan teknologi baru di pabrik kemudian pekerja akan menyesuaikan.

 Produktifitas relatif konstan.

 Pekerja tidak memerlukan bekal ketrampilan yang tinggi, pada awalnya adalah buruh kasar yang kemudian dilatih sehingga upahnya relatif rendah.

Karakteristik pekerja lapangan adalah :

 Sangat dipengaruhi perubahan cuaca.

 Setiap lokasi pekerjaan berpindah menyebabkan terjadi perubahan pola kerja di lapangan.

 Perubahan teknologi sering terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap pekerja.

 Produktifitas pekerja tidak kontinu.

 Diperlukan pekerja dengan bekal ketrampilan yang cukup sehingga upahnya lebih tinggi dibanding pekerja pabrik.

(7)

7 4. FAKTOR PRODUKSI

Produksi mutlak merupakan peran pabrikator. Sepanjang tidak terdapat halangan yang berkaitan dengan logistik, maka masalah yang ada biasanya berkaitan dengan hal-hal teknis, sehingga dengan menyerahkan pekerjaan tersebut pada pabrikator yang profesional hambatan teknis dapat diredam.

Penting dalam faktor produksi adalah menentukan prioritas, mana yang lebih dahulu dipabrikasi, sehingga dibutuhkan koordinasi antara pabrikator dengan instalator. Area produksi harus tertata dengan baik, mulai dari tempat penumpukan material dasar, proses pengecoran, proses rawatan beton serta penyimpanan komponen beton pracetak. Konsekuensi dari unit ini menyediakan lahan kerja yang cukup luas, karena lahan penumpukan bahan dan komponen beton pracetak yang diproduksi berukuran dan berkuantitas besar.

Hakekat dari pabrikasi beton pracetak adalah :

 Kebutuhan akan tenaga kerja relatif lebih sedikit.

 Kecepatan proses produksi.

 Perbaikan kualitas produk.

Dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional, hal yang menonjol dalam produksi beton pracetak adalah penggunaan mesin dalam pabrik untuk menghasilkan komponen beton pracetak. Selain membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit penggunaan mesin akan mengurangi kesalahan yang diakibatkan oleh “faktor manusia” sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas lebih seragam.

5. FAKTOR TRANSPORTASI

Produsen beton pracetak pada umumnya tidak hanya bertanggung jawab dalam masalah produksi saja tetapi juga bertanggung jawab pada masalah transportasi atau bahkan masalah pemasangan dari komponen beton pracetak. Pada umumnya produsen mempunyai moda transportasi sendiri untuk mentransportasikan produknya ke lokasi pekerjaan, atau mensubkontrakkan masalah transportasi kepada perusahaan transportasi. Pengiriman komponen biasanya digunakan truk, dengan konsekuensi bahwa jalur transportasi harus sudah disurvey untuk memastikan bahwa jalur tersebut dapat dilewati truk dengan muatannya.

Komponen beton pracetak biasanya didukung pada dua tumpuan untuk menghindari timbulnya tegangan yang tidak semestinya yang ditimbulkan selama proses transportasi ke lokasi pekerjaan. Komponen beton pracetak juga harus dirancang titik-titik pengangkatan yang digunakan pada saat pemasangan maupun

handling

. Untuk keperluan pemasangan , sistem dua titik angkat digunakan jika komponen beton pracetak berupa

double T

,

inverted T

,

L beam

,

hollow-core slab

(Sheppard & Phillips,1989).

Terhadap jalur jalan yang akan dilalui harus dilakukan pengecekan mengenai kemampuan dukungnya serta berat maksimum yang diijinkan. Hal serupa juga dilakukan terhadap jembatan-jembatan yang akan dilewati. Sistem pengangkutan yang dapat dilakukan dalam mentransportasikan komponen beton pracetak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu secara horizontal dan secara vertikal (Lewicki B.,1966).

6. FAKTOR PEMASANGAN

(8)

8

tercapai, yaitu dapat mereduksi waktu pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan yang matang pada setiap tahap proses konstruksi sangat penting untuk mencapai pemasangan yang efisien, juga harus didukung koordinasi yang baik antara

erector

dengan kontraktor. Setiap orang yang terlibat dalam proyek harus memahami benar tentang pentingnya pemasangan dan pengaruhnya terhadap faktor lainnya.

Perancang menentukan dimensi dan berat dari komponen beton pracetak pada awal proyek. Berat komponen disarankan untuk tidak lebih dari 11 ton, termasuk komponen arsitektur dan strukturnya (Tihamer Koncs,1979). Jika melebihi berat tersebut harus dikonfirmasikan dengan ahli untuk mempertimbangkan pelaksanaan transportasi dan pemasangan.

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk satu

team

pemasangan umumnya berkisar 5 (lima) orang : 2 (dua) orang berada dibawah, 2 (dua) orang berada diatas untuk melakukan penyetelan unit pracetak, dan satu orang sebagai pengendali

crane

. Jumlah tersebut akan bertambah dengan pekerja las dan grouting.

Proses penyatuan komponen beton pracetak menjadi satu kesatuan bangunan yang utuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah :

 Sistem struktur bangunan.

 Jenis alat sambung yang akan digunakan.

 Kapasitas angkat

crane

yang tersedia.

 Kondisi lapangan.

Metoda yang dapat digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu

vertical method

dan

horizontal

method

(Tihamer Koncs,1979).

Vertical Method, pemasangan dengan metoda vertikal adalah pengangkatan dan penyatuan komponen beton pracetak yang dilaksanakan pada arah vertikal pada struktur bangunan yang mempunyai kolom menerus dari lantai dasar hingga lantai paling atas. Dengan cara demikian sambungan-sambungan pada lantai di atasnya harus dapat segera berfungsi secara efisien. Pada bangunan yang mempunyai ketinggian tertentu selama proses pemasangan harus ditambah/ditopang oleh struktur sementara (

bracing

) yang berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang ditimbulkan selama pemasangan. Pemasangan

bracing

ini pada umumnya tidak mengalami kesulitan namun demikian hal ini membutuhkan waktu untuk pelaksanaannya sehingga akan menambah siklus waktu pemasangan.

Komponen beton pracetak yang berbentuk panel/dinding disebut dengan

tilt-up construction

. Pelaksanaan pemasangan komponen ini dengan cara memiringkannya kemudian ditegakkan dan ditopang oleh

steel support

. Pemasangan komponen ini termasuk dalam

vertical method

karena sambungan-sambungannya harus segera dapat berfungsi secara efektif.

Horizontal Method, penyatuan komponen beton pracetak dengan metoda horisontal adalah proses pemasangan yang pelaksanaannya dilakukan tiap satu lantai (arah horisontal bangunan). Metoda ini digunakan untuk struktur bangunan yang terdiri dari komponen kolom pracetak dengan sambungan pada tempat-tempat tertentu. Sambungan pada metoda ini tidak harus segera dapat berfungsi sehingga tersedia waktu yang cukup untuk pengerasan beton, sambungan yang cocok untuk metoda ini adalah

in-situ concrete joint.

7. FAKTOR CONNECTION

(9)

9

sistem

connection

). Sambungan antar komponen pracetak tidak hanya berfungsi sebagai penyalur beban tetapi harus mampu secara efektif mengintegrasikan komponen-komponen tersebut, sehingga secara keseluruhan struktur dapat berperilaku monolit (Suprobo P.,1996). Gaya-gaya yang harus disalurkan dalam struktur bangunan adalah gaya horisontal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban horisontal (beban angin, beban gempa), dan gaya vertikal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban gravitasi (berat sendiri komponen).

Metoda yang digunakan dalam usaha menyatukan komponen-komponen beton pracetak dibedakan menjadi dua cara (Tihamer Koncs,1979), yaitu cara yang pertama adalah dengan menggunakan sambungan kering sedangkan cara yang kedua adalah dengan sambungan basah.

Metoda sambungan kering adalah metoda penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut dapat segera berfungsi secara efektif. Yang termasuk dalam metoda ini adalah alat sambung berupa las dan baut. Sambungan basah adalah metoda penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut baru dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa waktu tertentu. Yang termasuk dalam jenis ini adalah sambungan

in-situ

concrete joints

.

1. In-Situ Concrete Joints

Penempatan sambungan antara kolom lantai bawah, kolom lantai diatasnya dengan balok dapat terjadi pada satu titik yang sama atau pada titik yang berbeda. Pada penyambungan komponen-komponen beton pracetak sebaiknya dihindari penyambungan dengan jumlah komponen-komponen yang besar pada satu titik, hal ini dapat diatasi dengan cara menempatkan sambungan antar kolom diatas titik sambungan antara kolom dengan balok. Pelaksanaan penyambungan

in-situ concrete

joints

dapat dibedakan berdasarkan tahap pelaksanaannya menjadi dua yaitu pelaksanaan satu tahap dan pelaksanaan dua tahap (Tihamer Koncs,1979).

2. Welded & Bolted Connection

Alat sambung kering dalam menyatukan komponen beton pracetak digunakan plat baja yang ditanamkan dalam beton dan ditempatkan pada ujung-ujung yang akan disatukan. Fungsi dari plat baja ini adalah meneruskan gaya-gaya sehingga plat baja ini harus benar-benar menyatu dengan material beton. Dalam penyatuan komponen-komponen beton pracetak dapat digunakan alat sambung berupa baut atau las. Untuk menghindari terjadinya korosi pada plat baja, setelah proses penyambungan selesai maka lubang sambungan tersebut harus di-

grouting

.

3. Prestressed Connection

Sambungan komponen beton pracetak dapat dilaksanakan dengan cara

prestressed

(Allen,1985). Dengan cara penyambungan seperti ini dihasilkan struktur yang monolit.

Berbagai cara penyambungan komponen pracetak dengan berbagai alat sambung disajikan dalam tabel 2

Tabel 2 : Perbandingan metoda penyambungan komponen beton pracetak

Deskripsi In-Situ Concrete Joints

Bolted & Welded Connection

Prestressed Connection

Keutuhan Struktur Monolit Kurang Monolit Monolit Waktu yang dibutuhkan agar

sambungan dapat berfungsi secara efektif

Perlu setting time Segera dapat berfungsi

Perlu setting time

(10)

10 Deskripsi In-Situ Concrete

Joints

Bolted & Welded Connection

Prestressed Connection

sesuai

Jenis Sambungan Basah Kering Basah

Ketinggian bangunan - Max. 25 meter -

Waktu pelaksanaan Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time.

Toleransi dimensi Lebih tinggi bila dibandingkan

Bentang dari struktur yang mampu didukung

Terbatas Terbatas Bentang lebar

Sumber : Tihamer Koncs, 1979

8. FAKTOR PERBAIKAN

Jika terjadi kerusakan pada komponen beton pracetak, sebaiknya komponen tersebut tidak digunakan lagi. Pada batas-batas tertentu kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki, tetapi hal ini harus mendapat rekomendasi dari tenaga ahli. Jika kerusakan terjadi setelah komponen beton pracetak terpasang pada posisinya, tindakan yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah komponen tersebut masih layak diigunakan. Salah satu cara untuk mengevaluasi

hollow core slab

yang retak setelah terpasang adalah dengan dilakukan pengujian beban sederhana, yaitu dengan memberikan beban pada plat tersebut kemudian dicek lendutan yang terjadi. Jika dari hasil uji beban disimpulkan tidak layak maka plat tersebut harus dilepas dan diganti dengan plat yang baru, dengan kata lain plat yang rusak tidak dapat digunakan lagi dan harus dibuang.

ASPEK EKONOMIS DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI BETON PRACETAK

Faktor-faktor ekonomis yang mempengaruhi aplikasi teknologi beton pracetak :

 Faktor biaya, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana bangunan tersebut.

 Faktor waktu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelaksanaan konstruksi bangunan sampai dengan bangunan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan rencana penggunaannya.

 Faktor mutu, yaitu hasil yang dicapai dari proses pelaksanaan konstruksi.

Faktor Biaya, faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomis tidaknya aplikasi teknologi beton pracetak dapat diidentifikasi sebagai berikut :

 Kebutuhan material untuk seluruh bangunan.

 Biaya produksi, yang ditentukan oleh waktu pelaksanaan serta investasi peralatan yang diperlukan.

 Biaya yang dibutuhkan untuk transportasi.

 Biaya yang dibutuhkan untukpemasangan.

 Biaya untuk penyelesaian.

(11)

11

Pada gambar 1 diperlihatkan diagram perbandingan biaya pada beberapa system yang berbeda dalam satuan tiap meter persegi lantai bangunan. Keuntungan penggunaan teknologi beton pracetak dapat terlihat dengan jelas, yaitu biaya yang dibutuhkan setiap meter persegi lantai bangunan lebih kecil daripada

in-situ concrete system

terutama pada bangunan tingkat tinggi.

Gambar 1 : Comparative cost of industrialised system for high, medium and low rise building. (Sumber : Seeley I.H.,1972)

Faktor Waktu, dari segi waktu pelaksanaan konstruksi, penggunaan teknologi beton pracetak akan lebih singkat bila dibandingkan dengan pelaksanaan konstruksi secara tradisional. Sebagai gambaran tahapan penggunaan teknologi beton pracetak dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional dapat diperlihatkan dalam gambar 2.

Gambar 2 : Perbandingan tahapan konstruksi antara proses konstruksi tradisional dengan penggunaan teknologi beton pracetak.

Dari gambar 2 terlihat selisih waktu yang didapatkan dari penggunaan beton pracetak, meskipun demikian perlu diperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk

pemasangan

kolom,

pemasangan

balok,

pemasangan

plat lantai. Bila waktu

pemasangan

dari tiap item pekerjaan tersebut dapat dimunculkan maka akan dapat diketahui dengan pasti berapa banyak waktu yang dapat dihemat/dipercepat.

Comparative cost of industrialised system for

high, medium and low rise building

39

PROSES KONSTRUKSI TEKNOLOGI PRECAST CONCRETE PROSES KONSTRUKSI TRADISIONAL

balok

plat

(12)

12

Satu proyek percobaan yang dilaksanakan pada pembangunan hotel dengan jumlah kamar sebanyak 40 buah. Dalam proyek ini terdapat dua buah bangunan yang sama, salah satu bangunan menggunakan teknologi beton pracetak dan yang lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional. Hasil perbandingan dari kedua metoda tersebut ditunjukkan seperti dalam gambar 3

Grafik Perbandingan

0 20 40 60 80 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Time(month)

P

ro

g

re

s

s

(%

)

On site construction

Designing

Precast concrete box units

Gambar 3 : Perbandingan penggunaan teknologi beton pracetak dengan proses konstruksi tradisional.

(Sumber : Hansson B., Lund University, Sweden,1996)

Dalam tabel 4 ditunjukkan pelaksanaan dua bangunan yang hampir sama luasnya, salah satu menggunakan teknologi

precast

concrete

dan yang lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional, dalam proyek tersebut didapatkan data sebagai berikut (Cervenka V., 1971) :

 Dengan teknologi beton pracetak pemakaian tenaga kerja akan berkurang  40% bila dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional.

 Durasi waktu yang dibutuhkan lebih cepat  40% dibandingkan proses tradisional.

 Biaya transportasi komponen beton pracetak dalam jarak rata-rata antara 30 km - 50 km lebih tinggi sebesar 8 - 18% dibandingkan proses tradisional.

Tabel 3 : Time of construction of building with an average volume of 9500 cubic meters

Technology Useful Area of Flat (Square meters)

Number of Construction Days per Flat

Percent (%)

Bricks and cement blocks 54,4 11,3 100

Completely Assembled 61 6,5 58

Sumber : Cervenka V., 1971

(13)

13

Komparasi pengaplikasian sistem pracetak dengan konvensional dapat dilakukan terhadap beberapa aspek, diantaranya adalah aspek biayanya. Bangunan yang digunakan untuk komparasi seperti pada tabel 5.

Tabel 4 : Perbandingan biaya sistem konvensional dengan pracetak

Nama Proyek Gedung IUC-ITB

Lab. Pentarikhan Geologi

Mesjid Raya Samarinda

Gedung PT.BEP

Luas Lantai 13.400 m2 3700 m2 1575 m2 1700 m2

Jumlah Lantai 8 lantai 4 lantai 2 lantai 2 lantai

Penghematan antara konvensional – pracetak :

฀ Terhadap Struktur

Total 5.99 % 5.38 % 1.52 % 9.32 %

฀ Terhadap Pelat

Pracetak 14.92 % 18.9 % 18.9 % 12.01 %

Sumber : Pribadi K.S, Fatima, Thomas S.,1991

METODOLOGI PENELITIAN

Obyek penelitian adalah kalangan praktisi yang berkaitan dengan penggunaan sistem pracetak, seperti produsen beton pracetak, Konsultan, Kontraktor, Arsitek, Instalator. Pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu kuesioner dan wawancara. Rancangan kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu bagian 1 : berisi informasi umum mengenai identifikasi responden dan fungsi, serta informasi yang berkaitan dengan kemampuan penguasaan pengalaman dalam sistem pracetak. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui seberapa dalam pengalaman responden dan kapasitas responden (profil industri); bagian 2 : kuesioner yang berisi berbagai aspek seperti : teknis pelaksanaan, lingkungan kerja, kemudahan yang didapat, peralatan, permasalahan yang timbul, produktifitas pekerja. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesulitan/kemudahan pelaksanaan metoda beton pracetak (memberikan gambaran tentang teknologi yang ada dan penerapannya di Indonesia); bagian 3 : kuesioner yang berisi kelayakan ekonomi : penghematan yang didapat (bekisting,

finishing

), penghematan

overhead

, tambahan biaya alat, tambahan biaya alat penyambung. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar biaya yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda beton pracetak.

Disamping pelaksanaan dengan wawancara dan kuesioner akan dilakukan pula tinjauan lapangan dengan tujuan untuk mengetahui lebih jelas hal-hal yang berkaitan dengan produksi beton pracetak, serta untuk menginventarisasi teknologi yang sedang digunakan dan yang akan digunakan di industri beton pracetak di Indonesia.

ANALISIS DATA

(14)

14

Secara umum komparasi dilakukan terhadap aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan hasil kerja dari kedua sistem. Terlihat dalam tabel 7 berbagai keunggulan dan kekurangan dari kedua sistem.

Tabel 5 : Komparasi sistem konvensional dengan sistem pracetak

DESKRIPSI KONVENSIONAL PRACETAK

PERANCANGAN

 Kompleksitas lebih sederhana memerlukan pemikiran yang lebih luas, menyangkut sistem produksi, transportasi, erection dan connection BENTUK DAN UKURAN GEDUNG

 Bentuk bangunan efisien untuk bentuk bangunan yang tidak teratur

efisien untuk bentuk bangunan yang teratur/typical,

 Volume dan sifat pekerjaan

kecil, tidak berulang lebih besar dari titik impas, berulang (repetitif)

PELAKSANAAN

 Waktu lebih lama lebih cepat  25% karena pekerjaan

dapat dilaksanakan secara paralel.

 Biaya lebih murah jika : bentuk bangunan tidak teratur, volume kecil dan tidak repetitif.

Lebih murah jika :

bentuk bangunan teratur (maksimum 6 type komponen), volume pekerjaan

 2200 m3.

 Teknologi teknologi konvensional keahlian khusus

 Tenaga kerja lebih banyak lebih sedikit (lebih dari 10%) karena sebagian pekerjaan dilaksanakan di pabrik.

 Koordinasi pelaksanaan

lebih kompleks karena struktur organisasi lapangan lebih rumit

lebih sederhana

 Pengawasan dan pengendalian

lebih kompleks karena jumlah item pekerjaan lebih banyak

lebih sederhana, sebagian pekerjaan dilakukan di pabrik dengan

pengendalian mutu yang konsisten

 Sarana kerja jumlah dan komposisi lebih banyak jumlah dan komposisi lebih sedikit

 Kondisi lapangan memerlukan ruang kerja lebih luas untuk bekerja dan penumpukan material

relatif lebih kecil karena produksi dilakukan di pabrik

 Kondisi cuaca pengaruh cuaca terhadap pelaksanaan dilapangan besar

relatif kecil karena produksi komponen di pabrik

 Pekerjaan finishing harus menunggu proses pelaksanaan selesai

dapat dilaksanakan di pabrik (misal :keramik)

HASIL PEKERJAAN

 Ketepatan dimensi hasil kerja sangat dipengaruhi oleh skill pekerja.

Sistem dan metoda produksi dibuat sedemikian rupa sehingga ketepatan dimensi tidak tergantung skill pekerja.

 Mutu tergantung pekerja dan pengawasan lebih terjamin

 Finishing sangat bervariasi (tergantung skill pekerja); memerlukan

penyempurnaan; resiko biaya tak terduga tinggi

variasi lebih sedikit; resiko biaya tak terduga relatif mudah dikendalikan

(15)

15

Gambar 4 : Perbandingan penggunaan teknologi beton pracetak dengan proses konstruksi tradisional.

Tabel 6 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh produksi

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

P crane yang tersedia

Connection sesuai dengan jenis alat sambung serta sistem

Material  sumber material

komposisi material kuat

(16)

16

Tabel 7 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh transportasi

Terpengaruh pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

Tr

Pemasangan  jadwal pengiriman kuat

jadwal harus ditepati agar tidak terjadi keterlambatan

Connection  sistem penataan

alat sambung lemah

alat sambung harus

Tabel 8 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh pemasangan

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

P

Transportasi  jadwal pengiriman kuat

pemasangan dapat

Sistem Struktur  jenis komponen

pracetak kuat

(17)

17

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

Sumber Daya

Teknologi  peningkatan

kapasitas alat kuat

pemasangan komponen sangat tergantung dari kemampuan crane

Material  jenis bahan alat

sambung lemah

Tabel 9 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh connection

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

C

Produksi  faktor ketepatan

ukuran/dimensi kuat

jika digunakan alat sambung baut maka faktor produksi sangat berarti

Transportasi - lemah

Pemasangan  metoda pemasangan kuat

sistem sambungan sangat dipengaruhi oleh metoda pemasangan

Sistem Struktur  letak titik

sambungan kuat

posisi sambungan menentukan jenis connection yang tepat

Sumber Daya

Manusia  pengalaman kuat

dengan pekerja yang

Tabel 10 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh sistem struktur

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

S

tur Produksi  kemampuan produksi kuat

sistem struktur dapat diaplikasikan jika produsen mampu memproduksi

Transportasi  kemampuan

transportasi kuat

sistem struktur sangat tergantung transportasi

(18)

18

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

Connection  jenis alat

sambung kuat

Material  jenis material kuat

mempengaruhi pengembangan sistem struktur

Tabel 11 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh sumberdaya manusia

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

S

Produksi  teknik produksi kuat

kemampuan

sumberdaya manusia dalam melaksanakan proses produksi

Transportasi  cara-cara

transportasi kuat

Pemasangan  metoda konstruksi kuat

kesiapan sumberdaya manusia dalam memasang komponen pracetak

Connection  sistem

sambungan kuat

kesiapan sumberdaya manusia dalam menyatukan komponen pracetak

Sistem Struktur  jenis struktur kuat

dituntut pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai sistem yang ada

Teknologi  penelitian dan

pengembangan kuat

peningkatan dan pengembangan komponen beton pracetak

Material  penelitian tentang

material pracetak kuat

(19)

19

Tabel 12 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh teknologi

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

Te

kn

o

lo

gi

Produksi  jenis komponen

bentuk komponen kuat

kebutuhan komponen baru akan memacu teknik/cara produksi.

Transportasi  jenis komponen

baru kuat

penemuan komponen baru memacu menemukan teknik transportasi yang baik

Pemasangan  metoda

pemasangan kuat -

Connection  sistem

sambungan kuat

sistem ini masih harus dikaji lebih lanjut

Tabel 13 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh material

Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan

Mate

ri

a

l

Produksi  berat komponen kuat penemuan jenis material baru

Transportasi  sistem baru kuat pemilihan jenis material Pemasangan  kapasitas crane kuat pemilihan jenis material

Connection  sistem

sambungan kuat

penemuan material alat sambung yang baru Sistem Struktur  kekuatan kuat pemilihan jenis material Sumberdaya

1. Berdasarkan hasil kajian melalui survey dan wawancara yang dilakukan terhadap kontraktor, konsultan dan produsen dapat dinyatakan bahwa baru sebagian kecil dari komponen bangunan yang diproduksi secara pracetak, diantaranya adalah tiang pancang, kansteen, pagar, pelat, kolom, balok, ornamen arsitektural.

(20)

20

3. Kunci keberhasilan pengaplikasian sistem pracetak adalah pada tahap perencanaan, bila akan mengaplikasikan sistem ini hendaknya direncanakan secara matang mulai dari disain, produksi, transportasi dan koneksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen E.,1985,

The Professional Handbook of Building Construction

, John Wiley & Sons,New York.

2. Dunham.C.W, 1984,

The Theory and Practice of Reinforced Concrete

, McGraw-Hill Book Company, New York.

3. Hansson B., 1996,

Precast Concrete Box Units- A Case Study

, Departement of Construction Management, Lund University, Lund, Sweden.

4. Koncs T.,1979,

Manual of Precast Concrete Construction

,Berlin.

5. Lewicki B.,1966,

Building with Large Prefabricates

,Elsevier Publishing Company,Amsterdam. 6. Oglesby,1989,

Productivity Improvement in Construction

,McGraw-Hill Book Company,New

York.

7. Pribadi K.S., Fatima I., Thomas S.,1991,

Penerapan Pelat Berongga Prategang Pracetak

Dalam Rangka Usaha Rasionalisasi Dan Standarisasi Pembangunan di Indonesia

, Seminar Universitas Parahyangan, Bandung.

8. Seeley I.H.,1972,

Building Economics

, McMillan.

9. Sheppard, Phillips, 1989

, Plant-Cast Precast and Prestressed Concrete

, McGraw-Hill Book Company,New York.

Gambar

Tabel 1 : Distribusi biaya proyek sipil dan gedung
Tabel 2 : Perbandingan metoda penyambungan komponen beton pracetak
Gambar 2 : Perbandingan tahapan konstruksi antara proses konstruksi tradisional dengan penggunaan teknologi  beton pracetak
Tabel 3 : Time of construction of building with an average volume of  9500 cubic meters
+7

Referensi

Dokumen terkait

E dokumentum megállapításai alapján a tagállamoknak törekedniük kell arra, hogy valamennyi pályakezdő tanár megfelelő támogatásban részesüljön ( Stéger , 2010).. Ennek

Berdasarkan penelitian Mc Mifrohul Hana mengenai “Pengaruh Etika Kerja Islam dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan” kemudian dilanjutkan dengan

Apabila semua pelaksana sekolah sudah mempunyai budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin yang tinggi, maka implementasi TQM dapat secara nyata berjalan dan akan menjadikan

(2020) menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki efek yang lebih besar pada perilaku yang tidak dibatasi atau diatur oleh fungsi pekerjaan, penghargaan atau hukuman. Karyawan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

5.. mengguna kan tehnik nonfarmak ologi untuk mengurang i nyeri, mencari bantuan)  Melaporka n bahwa nyeri berkurang dengan mengguna kan manajemen nyeri  Mampu

Hasil akhir setelah peneliti melakukan kegiatan identifikasi kebutuhan di SMP Negeri 3 Candi Sidoarjo untuk mengembangkan buku panduan perilaku prososial maka dapat

X Y Z yang masih kurang efektif dan efisien, dan membuat sistem basis data yang akan digunakan dalam aplikasi absensi yang terkomputerisasi, user Interface untuk mengelola basis