• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA

VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR

MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

GLORIA KATRIN EVASARI

G0009094

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

(2)

commit to user

ii

Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Demensia

Vaskuler Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta

Gloria K Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari..., Tanggal...2012

Pembimbing Utama Penguji Utama

Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr, Sp.S (K) Agus Soedomo, dr, Sp.S (K)

NIP. 19470318 197610 1 001 NIP. 19490516 197603 1 002

Pembimbing Pendamping Penguji Pendamping

Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D Arif Suryawan, dr, AIFM

NIP. 19551021 199412 1 001 NIP. 19580327 198601 1 001

Tim Skripsi

Muthmainah, dr, M.Kes

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan

saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 14 Juni 2012

(4)

commit to user

SKRIPSI

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA

VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR

MOEWARDI SURAKARTA

Gloria Katrin Evasari

G0009094

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

(5)

commit to user PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia

Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Gloria Katrin Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Kamis, Tanggal 14 Juni 2012

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp.S (K)

NIP : 19470318 197610 1 001 (...)

Pembimbing Pendamping

Nama : Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D

NIP : 19551021 199412 1 001 (...)

Penguji Utama

Nama : Agus Soedomo, dr., Sp.S (K)

NIP : 19490516 197603 1 002 (...)

Anggota Penguji

Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM

NIP : 19580327 198601 1 001 (...)

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

(6)

commit to user PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 14 Juni 2012

Gloria Katrin Evasari

(7)

commit to user vi

PRAKATA

Segala puji, hormat dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan nikmatNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp. S (K) selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSC, PhDselaku Pembimbing Pendamping yang

telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 4. Agus Soedomo, dr., Sp. S selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak

kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Annang Giri Moelyo, dr., Sp. A dan Muthmainah, dr., M.Kesselaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sahat Uluan Ritonga dan Ibunda Martha Inatura Panggabean yang senantiasa mendoakan tiada henti dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 8. Kakak dan adik saya tersayang Deborah dan Mauritz yang senantiasa

memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan.

9. Partner terbaik saya selama mengerjakan penelitian ini, Maria Goretti Novianty

yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan selama penelitian.

10. Sahabat-sahabat terdekat, Cety, Amel, Nina, Marsha, Dini, Fadityo, Iqbal, Ami, Cilla, Icon, Bertus atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

(8)

commit to user vii

(9)

commit to user viii

B. Kerangka Pemikiran ... 30

C. Hipotesis ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Teknik Sampling ... 33

E. Instrumentasi Penelitian ... 33

F. Identifikasi Variabel ... 33

G. Definisi Operasional Variabel ... 33

H. Rancangan Penelitian ... 35

I. Cara Kerja ... 35

J. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 38

A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 38

B. Analisis Bivariat ... 39

1. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin ….. ... 40

2. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Usia ... 41

3. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Tingkat Pendidikan... 42

C. Analisis Regresi Logistik Ganda ... 42

BAB V. PEMBAHASAN ... 45

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

(10)

commit to user x DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 30

Gambar 3.1 Jalannya Penelitian ... 35

(11)

commit to user ix DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu ... 38

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal ... 38

Tabel 4.3 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin ………... 40

Tabel 4.4 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke

dengan Usia ... 41

Tabel 4.5 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Tingkat Pendidikan ... 42

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Mengontrol

(12)

commit to user xi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Tim Skripsi FK UNS

Lampiran 2. Lembar Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination)

Lampiran 4. Data Mentah Hasil Penelitian

Lampiran 5. Analisis Data menggunakan SPSS 17.0 for Windows

(13)

commit to user

iv

ABSTRAK

Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Stroke adalah salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga saat ini menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, di antaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Salah satu gangguan fungsi kognitif yang disebabkan oleh stroke adalah demensia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 40 subjek penelitian dipilih dengan metode fixed-exposure sampling dari pasien pasca stroke rawat jalan di Poli Saraf Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh pasien. Data dianalisis menggunakan metode analisis regresi logistik ganda, dengan SPSS 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian: Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR = 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p = 0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan.

Simpulan Penelitian: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasca stroke. Simpulan ini dibuat setelah mengontrol pengaruh variabel perancu, yaitu usia dan tingkat pendidikan.

(14)

commit to user

v

ABSTRACT

Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Relationship between Gender and Vascular Dementia Incident Among Post Stroke Patients at RSUD Dr Moewardi Surakarta. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Background: Stroke is a cerebrovascular disease which until now is rated third causing death in the world. Stroke can cause physical disability to psychosocial disfunction, such as cognitive decline. One of cognitive decline that caused by stroke is dementia. This study aimed to analyze the relationship between gender and vascular dementia incident among post stroke patients .

Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A sample of 40 study subjects was selected by fixed-exposure sampling from outpatients with post-stroke visiting the Neurology Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data were collected by interview using a set of questionnaire. The data was analyszed using multiple logistic regression model on SPSS version 17 for Windows.

Results: Female patients had 1/100 times as many level of adherence to post-stroke vascular dementia than male patients (OR = 0.01; 95%CI 0.001 to 0.25; p = 0.004). This estimate has controlled for the effects of confounding variables such as age and level of education.

Conclusion: There is a statistically significant relationship between gender to vascular dementia on post-stroke patients. This conclusion is drawn after controlling for the effects of confounding factors such as age and level of education.

(15)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) 1995

sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinis,baik fokal maupun global yang berlangsung

lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah otak. Stroke merupakan salah satu penyakit

vaskuler otak yang hingga saat ini dikategorikan sebagai penyebab kematian

ketiga terbanyak di dunia, penyebab utama kecacatan pada orang dewasa,

serta penyebab kedua terjadinya demensia.

Prevalensi stroke di seluruh dunia berkisar pada angka 7,1 juta pada

tahun 2000 dan jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan

perkembangan zaman yang semakin maju. Menurut data di negara

berkembang seperti Indonesia, insidensi stroke yang terjadi adalah 234 per

100.000 penduduk (survei di Bogor oleh Misbach, 2001), sedangkan hasil

riset kesehatan dasar Depkes RI tahun 2007, dilaporkan bahwa penyebab

kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%). Jumlah kematian

yang dilaporkan pada tahun 2003, menunjukkan bahwa penyakit stroke

menempati urutan pertama (6,9%) dari 50 peringkat utama kematian di

rumah sakit (RS) dan menempati urutan ke-13 (1,3%) penyebab rawat inap

di RS seluruh Indonesia.

Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa

kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, diantaranya berupa

gangguan fungsi kognitif. Hal ini akan memengaruhi kualitas hidup

penderita pasca stroke. Gangguan kognitif dalam jangka panjang tanpa

dilakukannya penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi

(16)

commit to user

Amerika, menduduki urutan kedua terbanyak setelah demensia Alzheimer.

DVa merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai

peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan

perbaikan kualitas hidup usia lanjut penderita.

Demensia pasca stroke (DPS) merupakan salah satu subtipe demensia

vaskuler. DPS didefinisikan sebagai demensia yang timbul pada tiga bulan

setelah serangan akut, baik stroke rekuren maupun stroke pada serangan

pertama. Frekuensi DPS yang telah ditemukan lebih tinggi dari perkiraan

sebelumnya, dan stroke meningkatkan risiko demensia 4 sampai 12 kali.

Insidensi demensia pasca stroke bervariasi antara 23,5% sampai dengan

61% (Schmid et al, 1993). Tatemichi et al (1990) melaporkan prevalensi

demensia pasca stroke di Jepang mencapai angka 26,3%. Pohjasvaara

(1997) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di India sebesar

31,8%. Roman (2002) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di

berbagai negara sebesar 21%-45%. Angka demensia vaskuler, khususnya

demensia pasca stroke di Indonesia belum ada. Penelitian terakhir

memperlihatkan, demensia terjadi rata-rata seperempat sampai sepertiga

dari kasus stroke (Taternichi et al., 1992).

Prevalensi Dva akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia

seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian yang

dilakukan di Lundby, Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada

laki-laki besarnya 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh The European Community

Concerted Action on Epidemiology and Prevention of Dementia

mendapatkan prevalensi DVa berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun

di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Italia. Kaplan

(1997) menyebutkan bahwa demensia vaskuler lebih sering ditemukan pada

laki-laki dibandingkan perempuan, namun penelitian-penelitian lain yang

ada tidak menyebutkan perbedaan kejadian demensia vaskuler pada

(17)

commit to user

penelitian mengenai apakah ada perbedaan kejadian demensia vaskuler pada

pasien pasca stroke laki-laki dan perempuan di RSUD Dr. Moewardi.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian

demensia vaskuler pada pasien pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan jangka pendek penelitian dengan judul “Hubungan Jenis

Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi” adalah untuk mendapatkan data dan bukti ilmiah mengenai hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler,

terutama bagi pasien dengan stroke yang berobat di Rumah Sakit Dr.

Moewardi, Surakarta. Data ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dari

jenis kelamin, serta faktor lainnya yang turut mempengaruhi kejadian

demensia vaskuler pada pasien dalam kondisi pasca stroke di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

data lengkap dan menyeluruh dari hubungan jenis kelamin dengan kejadian

demensia vaskuler pasien pasca stroke di Indonesia, sebab hingga saat ini,

data mengenai prevalensi penderita demensia vaskuler pada pasien pasca

stroke masih belum jelas, terutama di Indonesia sendiri. Selain itu, perlu

dilakukan analisis mengenai adanya faktor – faktor yang berperan dalam

kejadian timbulnya demensia vaskuler, sehingga dapat dilakukan

pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pasien penderita demensia

(18)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik:

a. Memberikan tambahan pengetahuan untuk menjelaskan apakah ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler

pada pasien pasca stroke.

b. Menemukan kejadian demensia pada penderita stroke laki-laki dan

perempuan

2. Manfaat Aplikatif:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

untuk penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada penderita pasca

stroke sehingga dapat mencegah kejadian demensia, terutama demensia

(19)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah

manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik fokal maupun

menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung

lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa

diketemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (Aliah

et al., 1996).

b. Etiologi

Penyebab utama stroke diurutkan dari yang paling penting,

adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang

menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisma

vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain

seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,

diabetes melitus atau penyakit vaskuler perifer (Lombardo, 1995).

c. Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan

penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi

Marshall, stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

a) Stroke iskemik atau non-hemoragik

b) Transient Ischemic Attack (TIA)

c) Trombosis serebri

(20)

commit to user

e) Stroke hemoragik

f) Perdarahan intraserebral

g) Perdarahan subarachnoid

2) Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :

a) Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik

Sepintas (SIS)

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) atau Defisit

Neurologis Iskemik Sepintas (DNIS)

c) Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke progresif

d) Completed Stroke atau stroke komplit

3) Berdasarkan sistem pembuluh darah :

a) Sistem karotis

b) Sistem vertebro-basiler

d. Gejala dan manifestasi klinis

Gejala neurologis yang timbul tergantung dari berat

ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi

klinis stroke dapat berupa:

1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)

yang timbul mendadak.

2) Gangguan sensibilitas pada satu atau beberapa anggota badan

(gangguan sensorik).

3) Perubahan mendadak status mental (konvulsi, delirium, letargi,

stupor, koma)

4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan

memahami ucapan)

5) Disartria (berbicara “pelo” atau cadel)

6) Gangguan penglihatan (hemianopsia atau monookuler) atau

diplopia.

(21)

commit to user e. Patofisiolgi stroke

Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap keadaan

iskemik. Meskipun berat otak hanya sekitar 2% dari total berat

badan, otak menerima lebih dari 20% dari cardiac output untuk

memenuhi kebutuhan metabolismenya, oksigen dan glukosa.

Kegagalan dalam memasok darah dalam jumlah yang mencukupi

akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak yang terserang atau

nekrosis, yang disebut sebagai stroke iskemik (Iskandar, 1999).

Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke

otak atau yang disebut cerebral blood flow (CBF) adalah 50-55 ml

per 100 gram otak per menit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat

CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi

secara normal, namun masih mempunyai potensi untuk pulih

sempurna. Ambang bagi gagalnya pompa membran terjadi bila CBF

berkurang sampai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada

tingkat ini, kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat

CBF antar 8-18 ml per 100 gram otak per menit merupakan daerah

yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kematian

neuronal. Daerah ini dinamai penumbra iskemik (Lumbantobing,

2004). Pada pusat daerah iskemik akan berkembang proses

degenerasi yang bersifat irreversible, sel-sel saraf daerah iskemik

tidak bisa tahan lama (Mardjoni, 2000). Infark otak, kematian

neuron, glia dan vaskuler disebabkan oleh tidak adanya nutrien dan

oksigen atau terganggunya metabolisme. Infark bisa disebabkan oleh

iskemia sehingga terjadi hipoksia sekunder, terganggunya nutrisi

seluler, dan kematian sel otak (Harsono, 1999).

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik disebabkan oleh

pecahnya arteri serebralis yang kemudian menimbulkan perdarahan.

Daerah distal dari tempat dinding arteri yang pecah tidak lagi

mendapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik

(22)

commit to user

ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak, diikuti

edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma (Lionel, 2005).

Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat gangguan

gangguan sel yang berat, bahkan sampai nekrosis sel saraf. Selain

kerusakan jaringan saraf, pendarahan juga dapat mengakibatkan

gangguan aliran darah di arteri yang terkena. Kerusakan dinding

menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan aliran darah

terhambat sehingga otak yang disuplainya mengalami iskemik

(Iskandar, 1999). Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga

f) Pengobatan : antikoagulan dan trombolotik agents

g) Penyalahgunaan obat : amphetamine, penggunaan kokain

secara kronis

h) Toksik : arsen (Suroto, 2004).

Untuk dapat berfungsi dengan baik, jaringan otak

membutuhkan bahan makanan yang terus-menerus, oksigen dan

glukosa digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan guna

memelihara jutaan sel otak dengan baik. Pada waktu stroke, aliran

darah ke otak sangat terganggu sehingga terjadi iskemia yang

berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan

lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat mitokondria

dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi gangguan

(23)

commit to user

kerusakan serebral akibat iskemia adalah kematian sel neuron

maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia,

endotel, eritrosit dan leukosit (Suroto, 2002). Sel-sel saraf (neuron)

berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmitter

berkurang, akibatnya kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi

impuls antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor

menurun secara keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya

kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik,

mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram dan

memberikan respon terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan

motorik) (Widjajakusumah, 1992).

f. Faktor risiko

Faktor risiko stroke adalah faktor-fakto yang ada dalam

seseorang yang dapat menyebabkan stroke (Harsono, 1999).

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu

yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus

untuk mengontrol faktor-faktor yang bisa diubah maka pengaruh dari

faktor-faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi

(Soeharto, 2001).

Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah :

1) Usia

2) Jenis kelamin

3) Ras

4) Riwayat keluarga

5) Serangan stroke atau TIA terdahulu

Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah :

1) Hipertensi

2) Diabetes

3) Merokok

(24)

commit to user

5) Hiperkolestrolemia

6) Aktifitas yang kurang dan obesitas

7) Alkohol

8) Penyakit arteri karotis atau arteri yang lain

g. Diagnosis stroke

Diagnosis stroke berdasar atas :

1) Anamnesis

2) Pemeriksaan internus

3) Pemeriksaan neurordiologik

4) Pemeriksaan penunjang

2. Demensia

a. Definisi

Demensia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan

oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya

daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global

fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya berpikir abstrak,

kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan

hilangnya pengenalan waktu dan tempat (PERDOSSI).

b. Etiologi dan klasifikasi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang

berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia

vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang

mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim

Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia

frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik,

demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)

atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang

(25)

commit to user

penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya

hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12

atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.

Kemungkinan penyebab demensia (Kaplan dan Sadock):

1) Demensia degeneratif

a) Penyakit Alzheimer

b) Demensia frontotemporal, misalnya pada penyakit Pick

c) Demensia Lewi Body

d) Ferokalsinosis serebral idiopatik

e) Kelumpuhan supranuklear yang progresif

2) Trauma

a) Demensia pugilistica

b) Subdural Hematoma

3) Infeksi

a) Penyakit Creudzfeldt-Jakob

b) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

c) Sifilis

4) Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia:

a) Infark serebri (infark tunggal maupun multipel atau infark

lakunar)

b) Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic

encephalopathy)

c) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)

5) Kelainan Psikiatrik

a) Pseudodemensia pada depresi

b) Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut

6) Fisiologis

Hidrosefalus tekanan normal

7) Demielinisasi

(26)

commit to user

8) Kelainan Metabolik

a) Defisiensi vitamin, misalnya B12

b) Endokrinopati, misalnya Hipotiroidisme

c) Gangguan metabolisme kronik, misalnya uremia

9) Obat-obatan dan toksin

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan

bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat

bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65

tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen,

sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya

mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita

demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia

yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer

(Alzheimer’s diseases). Jenis demensia yang paling lazim ditemui

berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan

dengan penyakit serebrovaskuler. Demensia vaskuler meliputi 15

hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler

(27)

commit to user

70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10

hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

Untuk Indonesia belum ada data yang pasti mengenai prevalensi

demensia, tetapi kalau melihat data bangsal saraf di Indonesia, stroke

(CVD) merupakan kasus terbanyak (sekitar 50%), maka

kemungkinan etiologi terbesar untuk demensia di Indonesia adalah

vaskuler.

d. Gejala dan Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis demensia dapat meliputi gangguan pada

aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.

1) Gangguan bahasa

Menurut Critchley yang dikutip dari Sidarta gangguan

bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada

kemiskinan kosa kata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama

benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation

naming), tetapi lebih sulit lagi menyebutkan nama benda dalam

satu kategori (category naming), misalnya disuruh menyebutkan

nama buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya

diskrepansi antara penamaan konfontasi dan penamaan kategori

dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang

dengan cepat dapat menyebutkan benda dalam satu kategori, ini

didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun.

2) Gangguan memori

Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang

pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal, yang

terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang

baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat

terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam

tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara

(28)

commit to user

a) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara

stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya

dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).

b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama

yaitu bebrapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.

c) Memori lama (remote memory), rentang waktunya

bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.

3) Gangguan emosi

Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke. Sekitar

15% pasien mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari

emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba dan tidak

dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari

penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang tumpul,

disinhibition, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan dan

menurunnya sensitivitas sosial. Selain itu dapat juga terjadi

kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.

4) Gangguan visuospasial

Gangguan ini juga sering timbul pada demensia dini.

Pasien banyak yang lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan

malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga

sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara

obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan

meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok

sesuai bentuk tertentu.

5) Gangguan kognisi

Fungsi ini merupakan fungsi yang paling sering

terganggu pada pasien demensia, terutama daya abstraksinya.

Pasien selalu berpikir konkret sehingga sulit sekali dalam

mengartikan suatu peribahasa. Selain itu, daya persamaannya

(29)

commit to user 3. Mini Mental State Examination (MMSE)

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode

pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara

luas oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian. Untuk

menentukan kasus demensia secara cepat di sisi tempat tidur (a rapid

bed side screening) seringkali digunakan Mini Mental State

Examination (MMSE) (Soedomo, 2000). MMSE pertama kali

diperkenalkan oleh Fostein (1975) dan telah banyak dipakai di dunia

dan di Indonesia juga telah direkomendasikan oleh kelompok studi

fungsi luhur PERDOSSI (Dahlan, 1999).

Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan

kalkulasi, mengingat kembali (recall) serta bahasa. Pasien dinilai secara

kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30.

Menurut Friedl et al. (1995) nilai MMSE dipengaruhi oleh

faktor sosiodemografik, termasuk didalamnya adalah umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang

kedua adalah faktor lingkungan dan faktor behaviour, yaitu beban

kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik,

merokok dan minum alkohol. Faktor- faktor yang memengaruhi nilai

MMSE menurut Folstein et al. (1993) adalah umur dan tingkat

pendidikan, sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang

memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja.

Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang normal menunjukkan

skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka

dikatakan telah ada gejala demensia (Harsono, 2007). Terdapat

beberapa perbedaan pendapat diantara para ahli dalam menentukan

klasifikasi penilaian MMSE, Grut et al. (1993) dan Folstein et al.

(1993) mendapatkan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama

dengan 27, sedangkan Wind (1994) mendapatkan nilai MMSE normal

(27-30), curiga gangguan fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi

(30)

commit to user

Pemeriksaan MMSE mudah dilakukan yaitu dengan memberi

nilai untuk beberapa fungsi kognitif. Tes ini dapat dilakukan oleh

dokter, perawat, atau orang awam dengan sedikit latihan dan

membutuhkan waktu hanya sekitar 10 menit. Reliabilitasnya untuk

pasien-pasien psikiatrik dan neurologik telah diuji oleh National

Institute of Mental Health USA. Sensitivitasnya 87% dan spesifitasnya

82% untuk deteksi demensia (Tatemichi et al., 1997).

4. Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan

sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa

pada permukaan dalam dinding arteri. Yang menjadi cikal bakal

aterosklerosis adalah kerusakan endotel vaskular. Secara histologis,

aterosklerosis dibagi menjadi :

a. Lesi awal (fatty streak)

b. Lesi lanjut (fibrosis, plaque-aterosklerotik)

c. Lesi komplikata (ulserasi, perdarahan, kalsifikasi) yang

menyebabkan stroke, aneurisma, infark acute coronary syndrome.

Pembentukan ateroma dimulai dengan pembentukan fatty

streak. Proses tersebut diawali dengan adanya kerusakan endotel

vaskular. Penyebab kerusakan pada endotel diakibatkan adanya

faktor-faktor seperti hiperkolesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional

shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah, ataupun adanya

disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut

menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel

endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat

dibawahnya. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan faktor

pertumbuhan yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan

intima pembuluh darah. Monosit pada dinding pembuluh darah akan

berubah menjadi makrofag yang akan mencerna dan mengoksidasi

(31)

commit to user

Foam cell ini kemudian bersatu pada pembuluh darah dan membentuk

fatty streak yang dapat dilihat.

Seiring berjalannya waktu, jaringan otot polos serta jaringan

fibrosa di sekitarnya berproliferasi akibat adanya pelepasan Platelet

Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sehingga fatty streak

menjadi lebih besar dan bersatu kemudian terbentuk plak yang makin

lama makin besar. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif

akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih fibrotik. Makrofag,

sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium

awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat

interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol intra

dan ekstraseluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak

fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan

menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan

menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga

pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen.

Arteri yang mengalami aterosklerosis kehilangan sebagian besar

distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya

berdegenerasi, pembuluh menjadi lebih mudah robek. Pada tempat

penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar

dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, yang berakibat

terbentuknya trombus atau embolus.

5. Demensia Vaskuler

a. Definisi

Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi

heterogen yang meliputi semua sindrom demensia akibat iskemik,

anoksia atau hipoksia otak dengan penurunan fungsi kognisi mulai

dari yang ringan sampai yang paling berat dan meliputi semua

domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol

(32)

commit to user

demensia vaskuler, yaitu demensia yang timbul sebagai akibat

langsung dari suatu serangan stroke, baik itu stroke perdarahan

maupun stroke iskemik.

b. Klasifikasi

Klasifikasi demensia vaskuler secara klinis menurut Kelompok

Studi Fungsi Luhur PERDOSSI adalah :

1) Demensia pasca stroke :

a) Demensia infark serebri

b) Demensia perdarahan intraserebral

2) Demensia vaskuler subkortikal

a) Lesi iskemik substansia alba

b) Infark lakuner subkortikal

c) Infark non lakuner subkortikal

d) Demensia vaskuler tipe campuran (Demensia Alzheimer dan

demensia vaskuler)

PPDGJ III membagi demensia vaskuler sebagai berikut :

1) F01.0 Demensia vaskuler onset akut

2) F01.1 Demensia vaskuler multi-infark

3) F01.2 Demensia vaskuler subkortikal

4) F01.3 Demensia vaskuler campuran kortikal dan subkortikal

5) F01.4 Demensia vaskuler lainnya

c. Epidemiologi

Sampai saat ini masih sulit untuk menggambarkan distribusi

dan frekuensi demensia vaskuler. Ketidaksepakatan tentang kriteria

diagnosis dan implementasi di lapangan masih merupakan masalah

besar. Dua studi prevalensi demensia vaskuler melaporkan hasil

yang berbeda, yaitu 13,6% (Censari et al., 1996) dan 31,8%

(Pohjasvaara et al., 1997) dalam waktu 3 bulan setelah serangan

(33)

commit to user

demensia vaskuler ialah 32% setelah 5 tahun serangan stroke. Angka

prevalensi demensia vaskuler meningkat pada penderita stroke yang

selamat dari kematian (Tatemichi et al., 1992 ; Censari et al., 1996 ;

Pohjasvaara et al., 1997). Andersen et al. (1996) 25% dari

penderita-penderita stroke yang diikuti selama setahun terjadi demensia

vaskuler. Sejauh ini hanya ada dua penelitian population-based

tentang insidensi demensia vaskuler pada penderita stroke (Kokmen

et al., 1996 ; Kiyohara, 1999). Kokmen et al. (1996) melakukan

penelitian dengan mengikuti penderita pasca stroke selama 25 tahun.

Angka insidensi kumulatif demensia vaskuler meningkat dari 7%

pada tahun pertama menjadi 48% pada 25 tahun kemudian. Kiyohara

(1999) melaporkan age-adjusted total incidence (per 1000

person-years) demensia vaskuler adalah 12,2 untuk laki-laki dan 9,0 untuk

perempuan.

d. Faktor Risiko

Faktor risiko demensia vaskuler dapat dibagi dalam 2

kelompok, yaitu ; (1) yang ada hubungannya dengan

kardioserebrovaskuler dan (2) faktor-faktor lain (Gorelick et al.,

1998).

e. Patogenesis

Ada beberapa hal yang mendasari patogenesis terjadinya

demensia vaskuler:

1) Infark multipel

Demensia multi infark merupakan akibat dari infark

multipel dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali

serangan stroke dengan gejala fokal seperti

hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Computed

(34)

commit to user

bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi

ventrikel.

2) Infark lakunar

Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm,

disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di daerah

diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi.

Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.

Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik,

transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah

lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering

disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi

lacunar state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel

dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT Scan otak

karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak.

Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan

penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar

terutama di daerah batang otak (pons).

3) Infark tunggal di daerah strategis

Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi

iskemik pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai

fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia

sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial

dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri

posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi

visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi

arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan

apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif

dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial.

Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus

(35)

commit to user 4) Sindrom Binswanger

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan

demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan

kadang-kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar

palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan

inkontinensia. Faktor risikonya adalah small artery diseases

(hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran

darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena

kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.

5) Angiopati amiloid serebral

Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan

adventisia arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan

bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia dengan

onset mendadak.

6) Hipoperfusi

Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena

henti jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala

oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan

fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi

vaskular di otak yang multipel.

7) Perdarahan

Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti

hematoma subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub

arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel

berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau

herediter.

8) Mekanisme lain

Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk

kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis

nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan

(36)

commit to user f. Diagnosis

Diagnosis demensia vaskuler ditegakkan melalui dua tahap,

pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses

vaskuler yang mendasari. Sampai saat ini belum ada marka biologis

yang baku untuk mendiagnosis suatu demensia vaskuler. Saat ini,

alat yang digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler adalah

dengan menggunakan berbagai kriteria diagnosis.

Kriteria diagnosis yang sering digunakan untuk mendiagnosis

demensia vaskuler antara lain :

1) Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders 4th

edition (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) :

a) Ada gangguan kognitif multipleks yang dicirikan oleh dua

keadaan berikut :

(1) Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk

mempelajari hal yang baru atau menyebut kembali

informasi yang baru saja diperoleh).

(2) Satu atau lebih dari gangguan kognitif, yaitu :

(a) Afasia (gangguan berbahasa)

(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan

aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal)

(c) Agnosia (tak dapat mengenal atau mengidentifikasi

benda, sementara fungsi sensorik normal)

(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,

mengelola, kemampuan berpikir abstrak dan membuat

urutan).

b) Gangguan kognitif pada kriteria A masing-masing

menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang

jelas.

c) Tanda dan gejala neurologis fokal (refleks fisiologis

(37)

commit to user

gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti

pemeriksaan radiologis menunjukkan infark multiple di

daerah korteks atau subkorteks.

d) Tidak ada delirium

2) International Classification of Disease 10th revision :

a) Distribusi yang tidak lazim dari gangguan kognitif satu

dengan yang lain

b) Terdapat bukti adanya gangguan fokal otak

c) Terdapat bukti pernah mengalami gangguan serebrovaskuler

sebelumnya

3) National Institue of Neurological Disorders and Stroke and

Association Internationale pour la Recherche et l’Enseignement

en Neurosciences (NINDS-AIREN) yang mempunyai 3 tingkat

kepastian, yaitu probable, possible dan definite.

a) Diagnosis probable

(1) Demensia

(2) Penyakit serebrovaskuler (CVD), ditandai dengan adanya

defisit neurologis fokal dan bukti pemeriksaan neuro

imaging (CT-Scan atau MRI)

(3) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas yang

dibuktikan dengan onset demensia dalam kurun waktu 3

bulan pasca stroke atau deteriorasi fungsi kognitif yang

mendadak, fluktuatif dan bertahap.

b) Diagnosis possible

(1) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi

tanpa didukung bukti pemeriksaan neuroimaging

(CT-Scan atau MRI)

(2) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi

tanpa adanya hubungan yang jelas antara demensia dan

(38)

commit to user

(3) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi

dengan onset yang tidak jelas dan deteriorasi fungsi

kognitifnya bervariasi.

c) Diagnosis pasti (definite)

(1) Adanya kriteria diagnosis probable

(2) Otopsi memunjukkan adanya cedera otak iskemik dan

tidak didapatkan penyebab lain demensia.

Dari ketiga kriteria diagnosis diatas, yang saat ini paling sering

digunakan adalah kriteria NINDS-AIREN karena menggunakan

pemeriksaan pencitraan otak sebagai salah satu bukti adanya

gangguan serebrovaskuler. DSM-IV mempunyai sensitivitas yang

tinggi tetapi spesifitasnya rendah. Untuk penelitian dianjurkan

menggunakan kriteria NINDS-AIREN.

g. Gambaran Klinik

Serangan terjadinya demensia vaskuler terjadi secara

mendadak, dengan didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)

atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah

serangan dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun

kemudian. Adanya riwayat dari faktor risiko serebrovaskuler harus

disadari tentang kemungkinan terjadinya Dva.

Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari

gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala

neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan

motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan

neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih

kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi

eksekutif.

Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa

perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil,

(39)

commit to user

terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom

depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas,

retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide

seperti waham terjadi pada kurang lebih 50%, termasuk pikiran

curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi

yang melibatkan struktur temporoparietal.

h. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data

yang dapat memberikan nilai tambah dalam pencegahan, diagnosis,

terapi, prognosis dan rehabilitasi.

1) Pencitraan

Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT-Scan otak dan MRI

dapat dipastikan adanya perdarahan otak atau infark (tunggal dan

multipel), besar serta lokasinya. Selain itu juga dapat disingkirkan

kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan

gambaran lain yang mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.

2) Laboratorium

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang

menyebabkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah

tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb,

kolestrol, trigliserida, tes serologi untuk sifilis, HIV, fungsi tiroid,

profil koagulasi, kadar asam urat, antibodi antikardiolipin dan lain

sebagainya yang dianggap perlu.

3) Lain-lain

Foto rontgen dada, EKG, ekokardigrafi, EEG, pemeriksaan

(40)

commit to user i. Penatalaksanaan

1) Farmakologi

Terapi untuk demensia vaskuler ditujukan kepada

penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder)

serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan

interaksi obat. Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan

fingsi kognitif pada penderita demensia vaskuler belum

menunjukkan hasil yang memuaskan, namun beberapa studi

menunjukkan beberapa jenis obat yang dapat memperbaiki fungsi

kognitif pada pasien demensia vaskuler.

Pentoksifilin dilaporkan dapat meningkatkan fungsi kognitif

dan intelektual pada penderita demensia vaskuler (Black et al., 1992

; European Pentoxifylline Multi Infarct Dementia Study, 1996).

Gingko Biloba dilaporkan pula dapat meningkatkan fungsi kognitif

pada demensia vaskuler bermakna dibandingkan plasebo

(Hopfenbuller, 1994 ; Kanowski et al., 1996 ; Pere et al., 1997).

Moris dkk mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil

secara rutin dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif.

Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan

memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari

golongan ini diharapkan dapat menstimulasi reseptor nikotinik untuk

menambah pelepasan neurotransmitter seperti asetilkolin dan

glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang.

Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterase inhibitors telah

terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia, diantaranya :

a) Reversible inhibitor : Donezepil, Galantamin

b) Pseudoreversible inhibitor : Rivastigmin

c) Irreversible inhibitor : Metrifonat

Depresi, agitasi, ansietas, kebingungan, gangguan tidur dan

gangguan perilaku seksual sering menyertai terjadinya demensia

(41)

commit to user

Seringkali penderita demensia vaskuler dengan depresi

memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandingkan

dengan yang tanpa depresi.

2) Non-Farmakologi (Cognitive Rehabilitation Therapy)

Secara garis besar, CRT dapat dilakukan berdasarkan

timbulnya gangguan sebagai berikut :

a) Gejala utama

Gangguan kognitif, gangguan fungsional dan gangguan sosial.

b) Gejala tambahan

Agitasi, agresif, depresi, psikosis, gangguan repetisi, gangguan

tidur dan gangguan perilaku non-spesifik.

F. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Demensia Pasca Stroke

Stroke telah dikenal sebagai gangguan fungsi otak yang

disebabkan karena gangguan fungsi aliran darah ke otak yang timbul

secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat (dalam

beberapa jam) (Laksmiasanti, 1999). Kurangnya suplai darah ke

suatu area di otak disebut iskemik. Penyebab terjadinya demensia

vaskuler, dalam hal ini demensia pasca stroke adalah adanya

gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh berbagai

metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan

dalam metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas

(free fatty acid), yang mana asam lemak bebas merupakan hasil dari

proses lipolisis (Asdie, 2012).

Gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia

pasca stroke adalah aterosklerosis (Tampubolon, 2010). Dalam

mekanisme aterosklerosis, kapiler dan arteriola jaringan otak akan

mengalami penebalan dinding karena terjadi deposisi hyalin dan

proliferasi tunika intima serta adanya plak aterosklerosis, sehingga

menyebabkan penyempitan diameter lumen dan peningkatan

(42)

commit to user

pembuluh darah akan meyebabkan otak kekurangan nutrisi penting

seperti oksigen dan glukosa. Berkurangnya nutrisi akan

mengakibatkan pengurangan ATP, glukosa dan gangguan asam basa

sehingga menimbulkan edema dan kerusakan sampai kematian

neuron dan sel glia. Perluasan kerusakan neuron dan glia

mengakibatkan daerah yang diperdarahi pembuluh darah tersebut

akan mengalami iskemik sampai infark (Ois et al., 2007; Dong et al.,

2005). Iskemik ini akan menimbulkan kematian suatu daerah atau

jaringan di otak apabila tidak ditangani dengan cepat. Kematian

daripada area di otak inilah yang menyebabkan terjadinya demensia

(Suroto, 2004). Stroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan

otak yang rusak meliputi 50-100 gram, dengan demikian disebut

sebagai multiinfark demensia atau kita sebut demensia vaskular.

Kondisi aterosklerosis cenderung lebih sedikit dijumpai pada

wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini dikarenakan

adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap

aterosklerosis. Estrogen efektif dalam menurunkan kadar low-density

lipoproteins (LDLs) dan meningkatkan kadar high-density

lipoproteins (HDLs) dalam darah. Di sisi lain, testosteron

menurunkan konsentrasi HDL dan meningkatkan LDL dalam darah

sehingga laki-laki rentan terhadap penyakit kardiovaskular.

Dikatakan pula bahwa hormon estrogen mempunyai fungsi dalam

menghambat perkembangan awal aterosklerosis dengan mengurangi

pembentukan sel busa makrofag (Sulistiyani, 1997).

Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan

metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya

kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada

perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu hormon yang

mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012).

Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang

(43)

commit to user

Hormon estrogen dan testosteron mempengaruhi lipolisis melalui

reseptor yang terdapat pada katekolamin. Estrogen menduduki α2

-adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa estrogen

menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan

kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko

aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron

menduduki reseptor β-adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis,

sehingga kolestrol yang bersirkulasi dalam darah pun meningkat.

Pria lebih banyak menderita demensia vaskular karena

berbagai faktor risiko penyebab stroke lebih banyak terdapat pada

pria, seperti gaya hidup peminum alkohol dan merokok lebih banyak

pada pria dibanding wanita, selain itu angka penderita penyakit

jantung memang lebih banyak didapatkan pada pria dibanding

wanita. Mekanisme yang mungkin menyebabkan meningkatnya

aterosklerosis akibat rokok adalah injury endotel secara langsung

akibat agen pada rokok (karbon monoksida dan nikotin) yang

menyebabkan timbulnya bleb pada permukaan lumen, formasi

mikrofili dan lepasnya sel endotel (endotel damage), perubahan

trombosit, meningkatnya kadar fibrinogen dan C-reactive protein

dan menginduksi sitokin proinflamasi (Jawaharlal, 2000; Maron,

2001). Namun, apabila di masa yang akan datang terjadi pergeseran

di mana wanita lebih banyak merokok, minum alkohol, atau gaya

hidup lain yang merupakan faktor risiko stroke, maka wanita pun

akan menjadi lebih sering menderita demensia vaskular daripada

(44)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan

: Aktivasi

: Menghambat

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

Estrogen Testosteron

Stimulasi

α2-adrenoreseptor

Stimulasi

β-adrenergic

Lipolisis Lipolisis

Kolestrol darah ↓ Kolestrol darah ↑

Hiperkolestrolemia <<< Hiperkolestrolemia >>>

Aterosklerosis

Trombus/Embolus

Iskemia jaringan

Stroke iskemik

Demensia

Perubahan morfologi

arteriol otak

Aneurisma

Perdarahan arteri

(intraserebral/subarakhnoid)

Stroke hemoragik

(45)

commit to user C. Hipotesis

Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia

vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke laki-laki

memiliki risiko untuk mengalami demensia vaskuler lebih tinggi

(46)

commit to user

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Unit Penyakit Saraf Rumah Sakit

Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Maret hingga Mei 2012.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien yang berada di Poliklinik Saraf

Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan

tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang pada rekam

medis terdapat riwayat pernah menderita stroke minimal 3 bulan baik

laki-laki maupun perempuan, usia 40-60 tahun dan bersedia menjadi subjek

penelitian. Penelitian ini tidak membedakan pasien lama/ baru, maupun

stroke primer dan sekunder.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Mengalami tuli

2. Mengalami gangguan kesadaran

3. Mengalami kesulitan berbicara

4. Penderita buta huruf

5. Penderita demensia Alzheimer dan demensia campuran

6. Penderita cedera kepala

7. Penderita tumor otak

(47)

commit to user D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik fixed

exposure sampling yaitu berdasarkan status paparan subjek. Sampel

diambil dari pasien pasca stroke yang datang ke poliklinik penyakit saraf

RSUD Dr. Moewardi.

Besar sampel pada penelitian ini adalah 15 – 20/variabel independen

(Murti, 2010). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel independen. Jadi,

besar sampel yang digunakan adalah 2 x (15 – 20) = 30-40 orang.

E. Instrumentasi Penelitian

Sumber data diperoleh dari responden secara langsung dengan

wawancara terpimpin dan melalui rekam medis pasien sebagai data

pelengkap. Instrumen untuk memperoleh data dengan menggunakan

MMSE (Mini Mental State Examination), dan kartu identitas (KTP/SIM)

responden.

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan)

2. Variabel terikat : Demensia vaskuler

3. Variabel perancu :

a. Terkendali : usia

b. Tak terkendali : faktor genetik, gaya hidup, hipertensi, DM, tingkat

pendidikan, dislipidemia.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Demensia : Status klinis dengan terjadinya kemunduran intelektual,

melibatkan deteorisasi pada memori satu atau lebih fungsi intelektual

lain seperti bahasa, berpikir tempat dan orientasinya, pemecahan

masalah, dan kemampuan berpikir abstrak. Cara ukur dan alat ukur

demensia menggunakan wawancara serta kuesioner MMSE (Mini

(48)

commit to user

jika nilai kuesioner MMSE kurang dari 24 dan dianggap tidak

demensia jika nilai kuesioner MMSE antara 24-30.

Skala Variabel: Kontinu

2. Jenis Kelamin : Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu

spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses

reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies

itu. Jenis kelamin yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis

kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dikaitkan pula dengan

aspek gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan

pada masing-masing jenis kelamin ini, sehingga mengakibatkan

perbedaan perilaku dan gaya hidup masing-masing individu yang

berperan dalam faktor risiko stroke dalam penelitian ini. Cara ukur

dan alat ukur variabel ini menggunakan observasi visual dan kartu

identitas.

Skala variabel : Kategorikal

3. Usia : Jumlah tahun kehidupan yang telah dicapai, dihitung sejak

tanggal lahirnya sampai saat dilakukan wawancara. Cara ukur dan alat

ukur variabel ini menggunakan wawancara dan kartu identitas.

(49)

commit to user

H. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Jalannya penelitian

I. Cara Kerja

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat izin untuk

pengambilan data di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi.

Setelah mendapatkan izin, peneliti membuat lembar kuesioner untuk diisi

dengan data-data pasien yang dibutuhkan. Setelah kuesioner selesai dibuat,

barulah peneliti dapat melakukan penelitian. Pasien Poli Saraf di RSUD

Dr. Moewardi dipilih berdasarkan rekam medisnya untuk mencari pasien

post stroke. Selanjutnya, peneliti meminta persetujuan subjek untuk

diikutsertakan sebagai sampel penelitian dengan cara mengisi lembar

pengesahan. Jumlah pasien post stroke yang digunakan dalam penelitian

ini sejumlah 30-40 orang (laki-laki dan perempuan) yang memenuhi

kriteria inklusi. Kemudian kelompok sampel dibagi menjadi dua kelompok

Pasien Poli Saraf RSDM

Dipilih Dari Rekam Medis

Pasien Post Stroke

Pria Wanita

Wawancara

MMSE

Demensia

Analisis Data

Kriteria inklusi Kriteria Inklusi

Wawancara

MMSE

(50)

commit to user

yaitu kelompok laki-laki (Kelompok A) dan kelompok perempuan

(Kelompok B). Kedua kelompok ini kemudian dilakukan pemeriksaan

menggunakan MMSE. Anggota kelompok, baik kelompok A maupun B,

dengan hasil MMSE 24-30 dimasukkan dalam kelompok yang tidak

mengalami demensia. Kelompok A maupun Kelompok B yang memiliki

hasil MMSE kurang dari 24 dimasukkan dalam kelompok yang mengalami

demensia. Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan tabulasi

data. Data yang telah ditabulasi, kemudian dianalisis menggunakan uji

analisis regresi logistik ganda.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan metode

analisis regresi logistik ganda.

Secara matematis, model regresi logistik ganda ini diekspresikan

dalam persamaan berikut :

ln

= a + b1 X1 + b2 X2

Keterangan :

p = probabilitas untuk mengalami demensia

1-p = probabilitas untuk tidak mengalami demensia

b1, b2 = koefisien regresi variabel independen

X1 = jenis kelamin ( 0 = Laki-laki ; 1 = Perempuan)

X2 = umur ( 0 = < 60 tahun ; 1 = ≥ 60 tahun)

Kekuatan hubungan untuk variabel independen yang berskala

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  ..........................................................................
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu  ...................................
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Jalannya penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan

Alhamdulillahirobbil ’alamin, segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan nikmatnya yang begitu luas kepada penulis sehingga dapat

Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih karunia dan berkatnya yang tak berkesudahan akhirnya saya dapat menyelesaikan penulisan

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, semua karena AnugerahNya sehingga penulis dapat

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini yang berjudul

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan anugerah dan pertolongan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi

Segala Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas keajaiban- Nya, Allah Yang Maha Kuasa yang selalu memberikan berlimbah anugerah serta kasih setia kepada penulis,